You are on page 1of 141

PROYEK AKHIR

RANCANG BANGUN SISTEM PENGIRIMAN


TEMPERATUR DENGAN MENGGUNAKAN SPREAD
SPECTRUM

Nidya Cory Pristining


NRP. 7204 040 031

Dosen Pembimbing:

Ir. Anang Budikarso, MT


NIP. 196305081988031003
Arifin. ST. MT
NIP. 196005031988031004

JURUSAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI


POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2009
RANCANG BANGUN PENGIRIMAN TEMPERATUR
DENGAN MENGGUNAKAN
SPREAD SPEKTRUM

Oleh:

NIDYA CORY PRISTINING


NRP. 7204 030 031

Dosen Pembimbing:

Ir. Anang Budikarso, MT


NIP. 196305081988031003

Arifin, ST, MT
NIP. 196005031988031004

JURUSAN TELEKOMUNIKASI
POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2009
RANCANG BANGUN SISTEM PENGIRIMAN
TEMPERATUR DENGAN MENGGUNAKAN SPREAD
SPECTRUM
Oleh :

Nidya Cory Pristining


NRP. 7204 040 031

Tugas Akhir ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Saint Terapan ( S.ST)
di
Jurusan Telekomunikasi – Politeknik Elektronika Negeri Surabaya,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Disetujui Oleh :

Tim Penguji : Dosen Pembimbing :

1. Miftahul Huda 1. Ir Anang Budikarso, MT


NIP.196310121993031002 NIP. 196305081988031003

2. M Agus Zainuddin 2. Arifin, ST, MT


NIP.197808182008011015 NIP. 196005031988031004

3. M Hasbi A. S,Kom
NIP.2000000018

Mengetahui:
Ketua Jurusan Telekomunikasi

Arifin, ST, MT
NIP. 196005031988031004
ABSTRACT

In the end of this project created a "Design Build Delivery


System with Temperature Using Spread Spectrum" by using tools
Dx-24 transceiver 2.4 GHz (AVR AT MEGA 8535) as its
implementation. To view the performance of the system was testing
the data and results of the process penganalisaan sending and
receiving data from the 24-Dx 2.4 GHz transceiver after the
spreading process occurs.

Spread spectrum technique is a modulation technique with


a new signal with the code independent information (Pseudonoise
code) that will produce a signal-like noise and resistant to
interference, resistant to roar (noise) is large and the level of S / N
(Signal to Noise Ratio) of low. Adding the code using the EX-NOR
operation on the transmitter which is then transmitted and the
recipient of the information signal separated from the return code is
independent (pseudonoise code). PN code that is used by Gold. This
code will affect the system reliability and data length information
that is used also determine where everything depends on the register
is used.

Module equipment that is made can be used as a simulation of


the hardware to help the spread spectrum practice, where to see the
signals spreading, PN signals, and signals dispreding.

Keywords: Dx-24 Tranceiver 2.4 GHz, spreading code, Gold, PN


code, spread spectrum, AT MEGA AVR 8535.
ABSTRAK

Dalam Proyek akhir ini dibuat suatu “Rancang Bangun


Sistem Pengiriman Temperatur dengan Menggunakan Spread
Spectrum” dengan menggunakan piranti Dx-24 Transceiver 2.4
GHz (AVR AT MEGA 8535) sebagai implementasinya. Untuk
melihat kinerja sistem tersebut dilakukan uji coba pengambilan data
dan penganalisaan hasil terhadap proses pengiriman dan
penerimaan data dari Dx-24 Transceiver 2.4 GHz setelah terjadi
proses spreading.

Teknik spread spectrum adalah teknik modulasi dengan


cara menambah sinyal informasi dengan kode independen
(Pseudonoise code) yang akan menghasilkan suatu sinyal
menyerupai noise dan tahan terhadap interferensi, tahan terhadap
derau (noise) yang besar serta tingkat S/N (Signal to Noise Ratio)
yang rendah. Penambahan kode tersebut menggunakan operasi EX-
NOR disisi pemancar yang kemudian ditransmisikan dan disisi
penerima sinyal informasi dipisahkan kembali dari kode independen
tersebut (pseudonoise code). PN yang digunakan yaitu kode Gold.
Kode ini akan mempengaruhi keandalan sistem dan panjang data
informasi yang digunakan juga sangat menentukan dimana
semuanya tergantung pada register yang digunakan.

Modul peralatan yang dibuat dapat digunakan sebagai simulasi


secara hardware untuk membantu praktikum spread spectrum,
dimana untuk melihat sinyal-sinyal spreading, sinyal-sinyal PN, dan
sinyal-sinyal dispreding.

Kata Kunci : Dx-24 Tranceiver 2.4 GHz, spreading, kode Gold,


PN code, spread spectrum, AVR AT MEGA
8535.
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT


karena hanya dengan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kami dapat
menyelesaikan Proyek Akhir ini dengan judul:

“Rancang Bangun Sistem Pengiriman Temperatur dengan


Menggunakan Spread Spectrum ”

Dalam menyelesaikan Proyek Akhir ini kami berpegang pada


teori yang pernah didapatkan, dan atas bimbingan dari dosen
pembimbing Proyek Akhir, serta dari pihak-pihak lain yang sangat
membantu hingga terselesaikannya Proyek Akhir ini.
Proyek Akhir ini digunakan sebagai salah satu syarat akademis
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) di Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
perancangan dan pembuatan buku Proyek Akhir ini. Oleh karena itu
besar harapan kami untuk menerima saran dan kritik dari para
pembaca. Dan semoga buku ini dapat memberikan manfaaat bagi
para mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya pada
umumnya dan dapat memberikan nilai lebih untuk para pembaca
pada khususnya.

Surabaya, Juli 2009

Penyusun
UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam pelaksanaan dan pembuatan Proyek Akhir ini, penulis


banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Penulis bersyukur yang
sebesar-besarnya kepada Allah SWT atas semua karunia yang telah
diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proyek Akhir
dengan baik. Dan tanpa menghilangkan rasa hormat yang mendalam,
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu penulis, antara lain :
1. Allah SWT atas semua rahmat dan hidayah-Nya yang telah
dianugerahkan kepada penulis.
2. Ananda ucapkan banyak terima kasih kepada ayahanda beserta
ibunda yang selalu berdoa kepada Allah SWT demi masa depan
Ananda dan tak lupa juga ucapan terima kasih buat “My Lovely
Son” yang selalu memberi semangat.
3. Bapak Ir. Anang Budikarso, MT dan Bapak Arifin, st, MT selaku
dosen pembimbing. Terima kasih atas bimbingannya dan kesabaran
atas semua yang telah Bapak berikan kepada penulis.
4. Bapak Ir. Dadet P, M. Eng, Ph.D, selaku Direktur Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya.
5. Bapak Arifin ST, MT, selaku Kepala Jurusan Telekomunikasi
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. Terima kasih atas
perhatian Bapak yang sangat besar kepada penulis.
6. Seluruh temen-teman PENS-ITS yang sama-sama berjuang selama
3 tahun ini.
7. “Lil-Buncit” beserta keluarga yang begitu berarti bagiku. Terima
kasih atas semua bantuan dan kebaikan yang diberikan kepadaku.
8. Seluruh saudara dimanapun kalian berada, saya ucapkan banyak
terima kasih atas doa dan perhatian yang telah diberikan.

Dan semua pihak-pihak lain yang telah banyak membantu dalam


Proyek Akhir ini, yang tidak mungkin disebutkan semuanya disini.
Sekali lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tak
terhingga, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan
bantuan dari kalian semua.

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................. ii
ABSTRAK...................................................................................... iii
ABSTRACT.................................................................................... iv
KATA PENGANTAR..................................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH........................................................... vi
DAFTAR ISI.................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR........................................................................ ix
DAFTAR TABEL............................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN.............................................................. 1
1.1 Latar Belakang......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................... 1
1.3 Batasan Masalah...................................................... 2
1.4 Tujuan ..................................................................... 2
1.5 Metodologi.............................................................. 2
1.6 Sistematika Penulisan.............................................. 3

BAB II TEORI PENUNJANG...................................................... 5


2.1 Spread Spectrum..................................................... 5
2.1.1 Prinsip Dasar DS-SS...........................…...... 6
2.2 Teknik Pembangkitan Kode Acak Semu...........….. 11
2.2.1 Konfigurasi Pembangkitan Kode Linier......... 12
2.2.2 Jenis-Jenis Kode Acak Semu......................... 13
2.3 Tranduser suhu........................................................ 16
2.4 Teori mikrokontroler AVR Atmega 8535................ 17
2.4.1 Arsitektur Atmega 8535................................. 17
2.4.2 Konfigurasi pin Atmega 8535...................... 18
2.5 Power AVR Atmega 8535....................................... 20
2.6 Teori ADC AVR....................................................... 20
2.6.1 Inisialisasi ADC............................................ 20
2.7 Antena TRW-2,4G.................................................... 22

BAB III PERANCANGAN SISTEM....................................... 27


3.1 Peralatan.............................................................. 27
3.2 Proses Pengujian................................................. 27
3.2.1 Langkah Pengujian Alat................................ 27
3.3 Perencanaan Rangkaian sensor suhu........................ 30
3.4 Perencanaan Mikrokontroler................................... 32
3.5 Perencanaan Rangkaian ADC.................................. 33
3.6 Perencanaan Pseudo Gold Code............................. 34
3.6.1 Perancangan Pseudo Gold Code..................... 34
3.7 Rangkaian Spreading-Despreading......................... 36
3.8 Perencanaan Sistem Spreading-Despreading........... 37
3.8.1 Perencanaan Rangkaian Clock....................... 37
3.8.2 Perencanaan Rangkaian Load......................... 37
3.8.3 Perancangan Data Informasi........................... 38
3.8.4 Pembangkitan Pseudonoise............................ 38
3.8.4.1 Perancangan Pseudonoise Gold Code....... 39
3.8.5 Perancangan Rangkaian Spreading................. 40
3.8.6 Binary Phase Shift Keying............................. 41
3.4.6.1 Modulasi FSK......................................... 42
3.4.6.2 Gaussian Filter......................................... 45

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA....................................... 47


4.1 Rangkaian Pembuatan Sistem.................................. 47
4.2 Pengujian Rangkaian................................................ 48
4.2.1 Pengukuran rangkaian suhu LM 35.............. 48
4.3 Pembuatan Software............................................... 50
4.3.1 Umum............................................................ 50
4.3.2 Input Data...................................................... 50
4.3.3 Pseudo Noise Code....................................... 56
4.3.4 Spreading...................................................... 65
4.3.5 Modulasi....................................................... 67
4.3.6 Demodulasi................................................... 68
4.3.7 Despreading................................................... 70
4.3.8 Output Data.................................................... 72

BAB V PENUTUP....................................................................... 73
5.1 Kesimpulan.............................................................. 74

DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 75
LAMPIRAN..................................................................................... 76
RIWAYAT HIDUP PENULIS......................................................... 129
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perbandingan Gelombang SS dan Narrow Band...... 6


Gambar 2.2 Direct Squence Coding............................................ 7
Gambar 2.3 Prinsip Dasar DS-SS................................................ 7
Gambar 2.4 Proses Spreading........................................................ 9
Gambar 2.5 Proses Despreading................................................... 9
Gambar 2.6 Proses Pembangkitan Kode Linier............................. 12
Gambar 2.7 Konfigurasi Register Geser........................................ 12
Gambar 2.8 Pembangkitan Kode Gold........................................... 15
Gambar 2.9 Koneksi pin pada LM 35.......................................... 16
Gambar 2.10 Contoh aplikasi LM 35............................................. 16
Gambar 2.11 Pin Atmega 8535...................................................... 18
Gambar 2.12 Blok Diagram AT-Mega 8535.................................... 19
Gambar 2.13 Register ADMUX....................................................... 20
Gambar 2.14 ADCSRA.................................................................... 22
Gambar 2.15 Modul TRW-2.4G ..................................................... 23
Gambar 2.16 Konfigurasi Pin pada TRW-2.4G............................... 24
Gambar 3.1 Tampilan BASCOM................................................... 28
Gambar 3.2 Membuat Program Baru............................................. 28
Gambar 3.3 Dialog Create New File.............................................. 28
Gambar 3.4 Tampilan Simulator pada Software BASCOM........... 29
Gambar 3.5 Rangkaian Sensor LM 35......................................... 29
Gambar 3.6 Rangkaian Sensor Suhu dengan Mikrokontroler....... 30
Gambar 3.7 Konfigurasi Board AVR........................................... 32
Gambar 3.8 Blok Diagram ADC................................................... 33
Gambar 3.9 Blok Diagram Kode Maxlenght [5,3]........................ 35
Gambar 3.10 Sistem Rangkaian Spreading..................................... 36
Gambar 3.11 Sistem Rangkaian Despreading................................. 36
Gambar 3.12 Rangkaian Load......................................................... 37
Gambar 3.13 Blok Diagram Output Data Informasi....................... 38
Gambar 3.14 Blok Diagram Kode Maxleght [5,3].......................... 39
Gambar 3.15 Proses Pembuatan Gold Code.................................... 40
Gambar 3.16 Clock Devider............................................................. 40
Gambar 3.17 Sirkuit Modulasi GFSK.............................................. 41
Gambar 3.18 Analisa Modulasi GFSK............................................ 42
Gambar 3.19 Sistem Modulasi FSK Biner....................................... 43
Gambar 3.20 Rangkaian Modulator FSK dengan TCM 3105.......... 44
Gambar 3.21 Rangkaian Lengkap Demodulator FSK...................... 45
Gambar 4.1 Sistem Logger Suhu Berbasis 2.4G............................ 47
Gambar 4.2 Diagram Pengujian Suhu LM 35................................ 48
Gambar 4.3 Tampilan Nilai Suhu.................................................. 49
Gambar 4.4 Diagram Alir Input Data............................................. 51
Gambar 4.5 Grafik Suhu Terhadap Waktu..................................... 54
Gambar 4.6 Diagram Alir Pseudo Noise........................................ 56
Gambar 4.7 Bentuk Sinyal Kode Maxleght [5,2]............................ 58
Gambar 4.8 Bentuk Lain Sinyal Kode Maxleght [5,2]................... 58
Gambar 4.9 Bentuk Sinyal Kode Maxleght [5,4,3,2]..................... 59
Gambar 4.10 Bentuk Lain Sinyal Kode Maxleght [5,4,3,2].......... .. 59
Gambar 4.11 Diagram Alir Pembentukan Pseudo-noise.................. 62
Gambar 4.12 Bentuk Sinyal Proses Spreading-Despreading............ 64
Gambar 4.13 Diagram Alir Proses Spreading.................................. 65
Gambar 4.14 Diagram Alir Modulasi GFSK.................................... 67
Gambar 4.15 Diagram Alir Demodulator GFSK.............................. 68
Gambar 4.16 Diagram Alir Despreading.......................................... 70
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Preferred-Pair...................................................................... 14
Tabel 2.2 Mode Tegangan Referensi................................................... 21
Tabel 2.3 Single Ended Input.............................................................. 21
Tabel 2.4 Hubungan DT-AVR dengan TRW-2.4G............................. 23
Tabel 2.5 Fungsi-Fungsi PIN TRW-2.4G............................................ 25
Tabel 2.6 Mode Utama TRW-2.4G..................................................... 25
Tabel 2.7 Spesifikasi TRF-2.4G RT.................................................... 26
Tabel 3.1 Karakteristik Sensor Suhu LM 35........................................ 31
Tabel 3.2 Feedback Tap dari kode Maxleght........................................ 35
Tabel 3.3 Feedback Tap dari kode Maxleght....................................... 39
Tabel 3.4 Mode Operasi Demodulator FSK pada TCM 3105.............. 45
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Sensor Suhu LM 35................................. 49
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Data Nilai Suhu Selama 24 Jam.............. 54
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi IC terprogram yang


semakin canggih dan modern seperti Dx-24 Tranceiver 2.4
GHz dan yang lainnya, maka pada proyek akhir kali ini
dibuat suatu modul sistem spread-spectrum dengan Dx-24
Transceiver 2.4 GHz sebagai implementatornya.
Sistem telekomunikasi spread-spectrum berbasis
Dx-24 Transceiver 2.4 GHz merupakan solusi yang
dihadirkan untuk mengatasi masalah interferensi, dapat
menjamin kerahasiaan informasi yang dikirim dan dapat
beroperasi pada tingkat S/N (signal to noise ratio) yang
rendah atau tahan terhadap derau yang besar. Pengertian lain
dari teknik spread-spectrum adalah suatu teknik yang
memungkinkan beberapa pengguna (user) untuk
menggunakan bandwidth yang sama pada waktu yang sama
tanpa terjadi interferensi satu sama lain.
Pada proyek akhir ini dilakukan rancang bangun
sistem spread-spectrum berbasis pada mikrokontroler AT-
Mega 8535 dan sebagai pengirim data dan penerima data
digunakan Dx-24 Transceiver 2.4 GHz. Sebagai kode acak
semu dipilih jenis Gold Code. Untuk melihat kinerja sistem
tersebut dilakukan uji coba dan pengukuran hasil terhadap
proses pengiriman dan penerimaan data, apakah dapat
diperoleh hasil input berupa data nilai temperatur yang sama
dengan hasil output yang tentunya juga harus berupa data
nilai temperatur. Modul peralatan yang dibuat dapat
digunakan sebagai simulasi secara hardware untuk membantu
praktikum spread-spectrum, dimana untuk melihat sinyal-
sinyal spreading, sinyal-sinyal pseudonoise (PN), serta
pengamatan sistem spread-spectrum jika diaplikasikan pada
rancang bangun pengiriman temperatur.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Permasalahan pada proyek akhir tersebut diantaranya adalah
sebagai berikut:
• Permasalahan dari proyek akhir ini dibatasi pada proses
pengkodean data informasi melalui pseudonoise (PN) yang
akan dibuat, yaitu PN jenis Gold Code.
• Sistem spread-spectrum yang digunakan adalah Direct
Sequence Spread Spectrum (DS-SS).
• Mikrokontroler yang digunakan adalah AT-Mega 8535
dengan DX-24 Transmitter 2,4 GHz yang berfungsi
sebagai modul utama yang digunakan untuk melakukan
komunikasi data.
• Apakah sinyal informasi dapat tersebar dengan baik atau
tidak, dengan membangkitkan kode pseudonoise berbasis
pada mikrokontroler AT-Mega 8535.

1.3 BATASAN MASALAH


1 Pengujian alat dilakukan pada ruang bebas dalam
pengambilan data nilai temperatur yang diinginkan.
2 Data temperatur yang diambil antara range 250C sampai
380C.
3 Bagaimana cara mengkonversi sinyal analog menjadi
bentuk biner.

1.4 TUJUAN
Tujuan dari proyek akhir ini adalah melakukan
implementasi sistem spread-spectrum dengan membangkitkan
kode pseudonoise berbasis pada mikrokontroler AT-Mega
8535 dengan menggunakan Dx-24 Transceiver 2.4 GHz secara
terstruktur, utamanya pada proses spreading, dan untuk
mengetahui apakah sinyal informasi telah ter-sebar dengan
baik.

1.5 METODOLOGI
Proyek Akhir ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu
sebagai berikut:

2
1.5.1 Studi Pustaka
Pemahaman studi pustaka tentang konsep dan
teori sistem komunikasi data, teori spreading dengan
despreading dengan menggunakan kode pseudonoise
Gold Code, pengkodean data analog menjadi data biner,
kemudian hasilnya diterjemahkan melalui mikrokontroler
AT-Mega 8535 dengan menggunakan Dx-24 Transceiver
2.4 GHz.

1.5.2 Perancangan Dan Pembuatan Alat


a. Perancangan rangkaian suhu
Sensor temperatur yang digunakan adalah IC
LM35DZ. IC ini dipilih karena sifatnya yang dapat
menghasilkan sinyal output secara linier terhadap
temperatur dengan kenaikan sebesar 10 mV/ºC.
b. Pengujian Rangkaian sensor Suhu LM 35
Sensor temperatur LM 35 diuji pada range
temperatur 25°C sampai dengan 38°C dalam suatu
medium dengan temperatur yang dipanaskan dengan
elemen pemanas. Adapun pengujian dengan
menggunakan diagram pengujian dengan melihat tiap
kenaikan temperatur dengan dengan menggunakan
termometer terhadap kenaikan waktu.
c. Proses yang Terjadi pada Sisi Pemancar
Sensor suhu LM35 mengkonversikan suhu atau
temperatur yang ada di sekitar kita menjadi tegangan
analog dengan kenaikan 0.1 mV/0C. Tegangan ini
masuk ke ADC internal DST-R8C dan dikonversikan
menjadi data digital.
d. Proses yang Terjadi pada Sisi Penerima
Modul Transceiver DX24 menerima data nilai
suhu/temperatur melalui gelombang radio. Data ini
akan dikonversikan oleh AT-Mega 8535 untuk
ditampilkan di LCD. Proses konversi bertujuan untuk
mengubah data yang diterima dalam bentuk analog
kembali, sehingga data yang diterima dapat diamati
melalui layar LCD pada sisi penerima.

3
e. Rangkaian Mikrokontroler
Rangkaian ini digunakan untuk mengubah sinyal
analog menjadi sinyal digital dari sensor suhu. Karena
di dalam mikrokontroler AT-Mega 8535 terdapat
ADC internal dan juga terdapat counter untuk
menghitung input dari rangkaian mikro kondensor.

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN


Sistematika pembahasan yang akan diuraikan dalam buku
laporan proyek akhir ini terbagi dalam bab-bab yang akan
dibahas sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang, tujuan,
permasalahan, batasan masalah, dan sistematika pembahasan
yang digunakan dalam pembuatan proyek akhir ini.

BAB II TEORI PENUNJANG


Teori-teori pembahasan secara garis besar tentang teori
komunikasi data, teori tentang spread-spectrum, rangkaian
pengirim dan penerima, sensor yang digunakan,
mikrokontroler AVR AT-Mega 8535.

BAB III PERENCANAAN SISTEM


Membahas secara lengkap tentang perencanaan dan
pembuatan sistem seperti perencanaan rangkaian suhu,
rangkaian pengirim dan penerima data, rangkaian dan
perencanaan mikrokontroler AVR.

BAB IV PEMBUATAN SISTEM


Bab ini memuat tentang pembuatan sistem /
implementasi dari perencanaan pada bab sebelumnya serta
hasil penelitian / hasil analisis data dan pembahasannya.

BAB V PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran yang berdasarkan
analisa hasil data yang diperoleh.

4
BAB II
TEORI PENUNJANG

2.1 SPREAD SPRECTRUM


Prinsip utama dalam komunikasi Spread-Spectrum adalah
pendudukan bandwidth yang jauh lebih tinggi dari yang lain. Karena
dengan bandwidth yang lebih tinggi, akan menghasilkan Power
Spectral Density (PSD) yang lebih kecil, sehingga sinyal di dalam
sebuah kanal akan telihat seperti noise. Penyebaran sinyal dilakukan
dengan menggabungkan sinyal data dan kode (Code Division Multiple
Access), di mana kode ini tidak akan berpengaruh terhadap data yang
dikirimkan.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu sistem komunikasi
spread-spectrum:
• Sinyal transmisi harus menempati bandwidth yang jauh lebih lebar
dibandingkan dengan bandwidth minimum yang diperlukan untuk
mengirimkan data informasi.
• Proses spreading (penyebaran) dilakukan dengan suatu model kode
signal yang memiliki sifat independent terhadap sinyal informasi
dan dapat dikenal oleh penerima.
• Proses despreading dengan mengkorelasikan sinyal input dengan
suatu bentuk replikasi (perulangan) sinyal yang digunakan untuk
penyebaran informasi.
Sistem spread-spectrum memiliki beberapa kelebihan yaitu:
• Anti jamming
• Anti interferensi
• Kemampuan untuk multiple access
• Tangguh terhadap fenomena multipath
• Sulit untuk disadap
Kode yang digunakan pada sistem spread-spectrum memiliki sifat
acak tetapi periodik sehingga disebut dengan sinyal acak semu (pseudo
random). Kode tersebut bersifat sebagai noise tapi deterministik
sehingga disebut juga noise semu (pseudo noise). Pembangkit sinyal
kode ini disebut Pseudo Random Generator (PRG) atau Pseudo Noise
Generator (PNG). PRG inilah yang akan melebarkan sekaligus
mengacak sinyal data yang akan dikirimkan. Dalam komunikasi

5
spread-spectrum semakin lebar bandwidth yang digunakan maka data
akan semakin tahan terhadap jamming dan akan semakin terjamin
tingkat kerahasiaannya. Disamping itu akan semakin banyak kanal
yang bisa dipakai.

Gambar 2.1 Perbandingan Gelombang Spread Spectrum dan


Gelombang Narrow Band
Ada beberapa teknik spread-spectrum yang telah
dikembangkan yaitu:
• Direct sequence spread spectrum (DS-SS)
• Frequency hopping spread spectrum (FH-SS)
• Time hopping spread spectrum (TH-SS)
• Chirp
• Hybrid
Di sini kami hanya akan membahas tentang Direct Sequence
Spread Spectrum (DS-SS).

2.1.1 Prinsip Dasar Direct Sequence Spread Spectrum (DS-SS)


Direct Sequence adalah teknik spread-spectrum yang paling
populer. Sinyal data dikalikan dengan kode Pseudo Random
Noise (PN-code). PN-code adalah urutan chips bernilai -1 dan 1
(polar) atau 0 dan 1 (non-polar). Jumlah chip dalam satu kode
disebut periode kode. PN-code adalah kode yang menyerupai
noise (noise-like code) dengan properti-properti tertentu.
Ada beberapa macam binary (2-phase) PN-codes: M-
sequences (base), Gold-codes dan Kasami-codes. PN-code
dapat dibuat dengan satu atau lebih shift-registers. Jika panjang
dari shift-register adalah n, secara umum periode N dapat
dinyatakan sbb:
N = 2n -1

6
Dalam contoh paling sederhana, PN-code dikalikan dengan
satu bit data (lihat gambar, dalam contoh ini N = 7). Bandwidth
sinyal data dikalikan dengan faktor N, faktor ini disebut sebagai
processing gain.

Gambar 2.2 Direct Sequence Coding


Sinyal yang dibangkitkan dengan teknik ini nampak seperti
noise yang dipancarkan ke daerah frekuensi.

Prinsip dasar dari DS-SS dapat digambarkan sebagai


berikut:

Gambar 2.3 Prinsip Dasar DS-SS


Input:
1. Data biner d t dengan simbol rate R s = 1/ T s. (= bit rate R b
untuk BPSK)
2. Kode acak semu (Pseudonoise Code) pn t dengan chip rate R c
= 1/ T c.

7
Spreading:
Pada sisi pemancar, data biner d t secara langsung dikalikan
dengan pseudonoise sequence (PN sequence) pn t untuk
menghasilkan sinyal baseband tx b :
tx b = d t . pn t ……………………................. (2.1)
Operasi perkalian ini dilakukan dengan menggunakan
gerbang Ex-NOR. Pengaruh dari perkalian d t dan pn t adalah
untuk menyebarkan bandwidth sinyal input baseband (R s ) ke
bandwidth PN sequence (R c ).

Despreading:
Sinyal spread-spectrum tidak bisa dideteksi oleh penerima
konvensional dengan bandwidth yang sempit. Pada penerima,
sinyal baseband yang diterima rx b dikalikan dengan PN sequence
pn r.
1. Jika pn t = pn r dan rx b telah dicocokkan dengan PN sequence,
maka perkalian akan menghasilkan output d r . Pengaruh
perkalian antara sinyal spread-spectrum rx b dengan PN
sequence pn r adalah untuk mendapatkan sinyal input kembali.
2. Jika pn t ≠ pn r maka tidak akan terjadi proses despreading.
Sinyal d r tetap berupa sinyal acak. Penerima tidak dapat
mengenali PN sequence dari pemancar yang tidak dapat
mereproduksi data yang dipancarkannya.
Berikut ini adalah gambaran dari spread-spectrum untuk
komunikasi BPSK dengan menggunakan kanal yang ideal

8
Proses Spreading:

Gambar 2.4 Proses Spreading

Proses Despreading:

Gambar 2.5 Proses Despreading

9
Sistem spread-spectrum yang menyebarkan sinyal
informasi d t dengan bandwidth BW info , memiliki bandwidth
BW ss yang jauh lebih besar:

BW info ≅ R s <<BW ss ≅R c ..…………… (2.2)


Sinyal spread-spectrum tampak seperti noise. Amplitudo
dan juga daya di sinyal-SS tx b sama dengan sinyal informasi asli
d t. Karena bertambahnya bandwidth dari sinyal spread-spectrum
kekuatan dayanya seharusnya mengecil. Faktor perluasan daya,
yaitu rasio dari chip rate R c dan simbol rate R s, selalu menjadi
konstanta pada sistem spread-spectrum:

SF = G p = BW ss / BW info = R c / R s = T s / T c = N c ……..
(2.3)
Kemudian untuk mendespreadingkan sinyal yang diterima
rx b dikalikan dengan Pn r, PN sequence ini sama dengan pn t.
Sinyal rx b juga disinkronkan dengan PN sequence tersebut.
Proses despreading ini digunakan untuk menata kembali sinyal
yang disebarkan oleh transmitter.
Output perkalian pada receiver ini menjadi (Pn r = Pn t ):

d r = rx b .pn r = (d t . pn t ).pn t …………………….(2.4)


Perkalian pn t dengan dirinya sendiri akan hilang
(sinkronisasi sempurna), karena

pn t . pn t = +1……………………………….. (2.5)
Sehingga output yang dihasilkan dari perkalian adalah:

d r = d t ..................................................... (2.6)
Tetapi pada kondisi pn r ≠ pn t, jika sinyal yang diterima
dikalikan dengan PN sequence pn r maka outputnya menjadi:

d r = rx b . pn r = (d t . pn t ) . pn r …………………….. (2.7)
Pada penerima, pendeteksian sinyal yang diinginkan dicapai
dengan adanya korelasi pada PN sequence yang ada. Untuk
komunikasi yang aman pada peralatan multiguna, data yang

10
ditransmisikan tidak dapat diterima oleh pengguna yang tidak
mengetahui PN sequence pn t pada pemancar. Karena:
Crosskorelasi Rc (τ) = rata – rata (pn t . pn r ) <<1……… (2.8)
Dengan demikian dapat diartikan bahwa output yang dihasilkan
akan bernilai nol seluruhnya.

2.2 TEKNIK PEMBANGKITAN KODE ACAK SEMU


Pada sistem Direct Sequence Spread Spectrum, sinyal
informasi digabungkan dengan sinyal yang mempunyai bandwidth
lebih lebar dari bandwidth sinyal informasi dan biasa disebut sinyal
penebar (Pseudonoise). Sinyal penebar ini adalah kode – kode acak
semu atau juga disebut deretan kode linier maksimal.
Kode yang digunakan dalam sistem spread-spectrum memiliki
karakteristik, yaitu:
1. Melindungi dari interferensi. Pengkodean dapat memperbesar
lebar pita sehingga processing-gain-nya dapat mengatasi
interferensi.
2. Meningkatkan kerahasian. Pengkodeaan melindungi informasi
dari para penerima yang tidak diinginkan.
3. Mengurangi pengaruh dari noise. Pendekatan dan pembenaran
kode dapat mengurangi pengaruh noise dan interferensi.
4. Panjang PN code yang direncanakan. Setiap PN code yang akan
dibangkitkan harus memiliki panjang periode kode tertentu
karena hal ini dapat menghindari ketidaksinkronan pada bagian
penerimanya.
5. Polynomial umpan balik. Menunjukkan tingkat tahapan mana
yang merupakan umpan balik dari sistem pembangkitan PN code.
6. Banyak PN code yang dapat dibangkitkan. Menunjukkan jumlah
kode yang dapat dibangkitkan suatu PN code.
7. Status inisial register geser. Menunjukkan status awal dari suatu
deretan yang sangat berpengaruh dari suatu pembangkitan PN
code.
Pada dasarnya setiap PN code didapatkan dari pembangkitan
kode linear. Untuk mengetahui prinsipnya maka perlu diketahui
proses pembangkitannya seperti gambar berikut:

11
Modulo
P

Kode linear
1 n
Panjang = Pn -1

Gambar 2.6 Proses Pembangkitan Kode Linier


Gambar di atas menunjukkan pembangkit kode linear untuk
register geser dengan tahap P. Masing-masing tahap mempunyai P
kemungkinan dalam keadaan yang berbeda. Dimana P adalah
integer dan n adalah jumlah register geser.
2.2.1 Konfigurasi Pembangkitan Kode Linear
Teknik penerapan pembangkitan deretan PN code masa
kini yang paling umum menggunakan konfigurasi register
geser.

D D D
Output

Gambar 2.7 Konfigurasi Register Geser


Gambar di atas menunjukkan bentuk umum dari sebuah
pembangkit linear umpan balik register geser. Keluaran dari
tahap tunda terakhir D n (dalam hal ini n = 3) dan tahap tengah
D 2 ditambah secara modulo-2 dan hasilnya diumpanbalikkan
ke input dari elemen tunda yang pertama D 1. Kode biner
apapun dapat dinyatakan dengan polynomial, yang nilai
pangkatnya sama dengan jumlah tahapan dalam register yang
terbangkit. Bentuk polynomial, misalnya x,x2,x4,…,xn,
menunjukkan tahapan dalam register, sedangkan koefisien 0
atau 1 menentukan tahapan mana yang termasuk dalam
jaringan umpan balik (1 termasuk dalam deretan sebagai
tahap x0, dengan koefisien 1). Sebagai contoh, 1 + x + x2 + x4
+ x7 adalah pembangkit kode 7 tahap dengan umpan balik dari
tahap 1,2,4, dan 7.

12
2.2.2 Jenis – Jenis Kode Acak Semu
Pada proses penebaran suatu sistem spread-spectrum
dibutuhkan suatu jenis kode acak semu yang dapat digunakan
untuk mengalikan data informasi yang diterima sehingga
dapat diperoleh kode hasil proses penebaran yang memiliki
lebar pita yang semakin lebar, sedangkan pada bagian ini
akan diuraikan tentang jenis kode acak semu yang akan
digunakan dalam proyek akhir ini yaitu:

a. Gold Code
Teori Gold Code telah membuktikan bahwa pasangan
yang cocok dari kode Maksimal dengan periode, N = 2n – 1
memiliki tiga nilai fungsi crosskorelasi {-1, -t (n), t (n) –2},
dimana :
t (n)[5] = 2(n+1)/2 +1 (n ganjil)
2(n+2)/2 +1 (n genap) ……………… (2.22)
Kode ini memiliki tahap umpan balik yang relatif lebih
sedikit. Gold Code dibentuk dari penambahan chip demi chip
dengan clock yang disinkronkan. Kode-kode yang
disinkronkan ini memiliki panjang yang sama, sehingga
kedua pembangkitan kode panjang maksimal dapat terjaga
agar phase-nya sama. Kode yang dibangkitkan memiliki
panjang sama dengan kode dasarnya, namun tidak maksimal.
Dengan konfigurasi Gold Code, dapat dihasilkan 33
kombinasi kode panjang maksimal dengan lima shift register.
Sehingga dengan n register, kita dapat membangkitkan 2n-1
deretan panjang maksimal ditambah dua deretan maksimal
dasarnya.
Untuk mendapatkan pasangan yang cocok dari kode
panjang maksimal yang memiliki nilai crosskorelasi rendah.
Kita membutuhkan preferred pair. Berikut ini adalah tabel
yang mendaftarkan seluruh preferred pairs yang paling
umum digunakan untuk derajat 5 sampai 13

13
Tabel 2.1 Preferred-Pair
Derajat Preferred pairs
5 [ 5,2] [ 5,4,3,2 ]
6 tidak ada
7 [7,3] [7,3,2,1]
[7,3,2,1]
[7,5,4,3,2,1]
8 [8,7,6,5,2,1] [8,7,6,1]
9 [9,6] [9,6,4,3]
[9,6,4,3] [9,8,4,1]

10 [10,9,8,7,6,5,4,3] [10,9,7,6,4,1]
[10,8,5,1] [10,7,6,4,2,1]
[10,8,7,6,5,1] [10,5,3,2]
[10,8,4,3] [10,9,6,5,4,3]
[10,8,7,6,2,1] [10,9,4,2]
[10,5,2,1] [10,9,7,6,4,3,2,1]
11 [11,2] [11,8,5,2]
[11,8,5,2] [11,10,3,2]
[11,7,3,2] [11,10,9,7,6,4,3,2,]
12 [12,11,9,8,7,5,2,1] [12,10,9,8,7,5,2,1]
[12,9,3,2] [12,11,8,7,6,3,2,1]
[12,11,6,4,2,1,] [12,11,8,7,5,4,3,2]
[12,11,9,7,6,4] [12,6,5,3]
[12,9,8,3,2,1] [12,11,8,7,3,1]
[12,9,8,5,4,3] [12,7,6,4]
[12,10,7,5,3,2] [12,11,8,4,3,1]
[12,10,6,5,4,2,1] [12,10,9,8,4,3]
[12,10,6,5,2,1] [12,11,10,4]
[12,11,10,9,8,7,5,4,3,2] [12,11,7,4]
[12,9,7,6,3,1] [12,10,7,6,5,4,1]
[12,11,10,9,4,2] [12,8,4,3,2,1]
[12,9,8,5,4,3,2,1] [12,11,7,5,4,3]
Preferred pairs

14
[12,10,8,7,6,2] [12,10,2,1]

[13,4,3,1] [1 3,12,8,7,6,5]
13
[13,10,9,7,5,4] [13,12,8,7,6,5]
[13,11,8,7,4,1] [13,11,10,5,4,3,2,1]

Di bawah ini akan ditunjukkan contoh pembangkitan


Gold Code dengan nilai N=5 sehingga panjang periode L= 25
– 1 = 31. Selanjutnya berdasarkan teori Peterson dan Weldon
pasangan preffered yang dapat terbentuk adalah:
g 1 (D) =1+D2+D5
g 2 (D)=1+D2+D3+D4+D5……………..(2.23)
Bentuk blok diagram dari persamaan di atas adalah
seperti gambar di bawah ini:
g1(D)=1+D2+D5

1 2 3 4 5

Gold
Output

1 2 3 4 5
g2(D)=1+D2+D3+D4+D5
Gambar 2.8 Pembangkit Gold Code dengan Konfigurasi
[5,2]-[5,4,3,2]

Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan


kode ini antara lain adalah:
1. Sedikitnya tahap umpan balik yang akan dipakai.
2. Kode-kode yang ditambahkan melalui proses penambahan
chip per chip dengan clock yang disinkronkan mempunyai
panjang periode yang sama, sehingga kedua
pembangkitan kode panjang maksimal tersebut dapat
menjaga agar fase-nya selalu sama.

15
3. Dengan konfigurasi Gold Code akan dihasilkan
konfigurasi yang panjangnya ditambahkan dua deretan
dari maksimal dasarnya L=2n-1.
4. Crosskorelasi dari kode-kode panjang maksimalnya yang
rendah dan terbatas.
5. Untuk teknologi CDMA yang menginginkan kerja
simultan banyak digunakan Gold Code ini untuk
membawa banyak sinyal pada frekuensi pembawa yang
sama.

2.3 Tranduser Suhu


Sensor ini digunakan untuk merubah bentuk sinyal dasar suatu
parameter yang dapat dibaca oleh rangkaian pemroses sinyal. Semua
temperatur ada berbagai macam bentuk, diantaranya adalah
Resistance Temperatur Detector (RTD).

Gambar 2.9 Koneksi Pin pada LM35

Salah satu sensor suhu adalah jenis LM35 DZ yang


dikembangkan dengan sangat kompak. LM35 DZ tidak
memerlukan kalibrasi eksternal ataupun timing khusus, dengan
range pengukuran antara 0ºC sampai 100ºC. Sensor ini
mempunyai karakteristik yang linier yaitu pada tiap kenaikan
1ºC tegangan output naik 10 mv .

Gambar 2.10 Contoh Aplikasi LM35

16
2.4 Teori Mikrokontroler AVR AT-Mega 8535
Mikrokontroler adalah suatu chip yang dapat digunakan
sebagai pengontrol utama sistem elektronika, misalnya sistem
pengukur suhu digital (termometer digital), sistem keamanan rumah,
dan lain-lain.
Hal ini dikarenakan di dalam chip tersebut sudah ada unit
pemroses, memori ROM (Read Only Memory), RAM (Random
Access Memory), input-output dan fasilitas pendukung lainnya. Pada
alat ini menggunakan AVR dikarenakan memiliki beberapa
kelebihan antaranya sudah ada pengubah Analog ke Digital (ADC
internal) di dalam chip tersebut.

2.4.1 Arsitektur AT-Mega 8535

Di dalam Mikrokontroler AT-Mega 8535, sudah terdiri dari:


1. Saluran I/O sebanyak 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C,
dan Port D.
2. ADC (Analog to Digital Converter) 10 bit sebanyak 8
channel.
3. Tiga buah Timer/counter dengan kemampuan
pembandingan.
4. CPU yang terdiri dari 32 buah register.
5. Watchdog Timer dengan osilator internal.
6. SRAM sebesar 512 byte.
7. Memori flash sebesar 8 Kb dengan kemampuan Read While
Write.
8. Unit interupsi internal dan eksternal.
9. Port antarmuka SPI.
10. EEPROM sebesar 512 byte yang dapat diprogram saat
operasi.
11. Antarmuka komparator analog.
12. Port USART untuk komunikasi serial.

17
2.4.2 Konfigurasi Pin AT-Mega 8535

Gambar 2.11 Pin AT-Mega 8535

Berikut adalah susunan pin/kaki dari AT-Mega 8535 :


1. VCC merupakan pin masukan positif catu daya. Setiap
peralatan elektronika tentunya membutuhkan sumber catu
daya.
2. GND sebagai pin Ground.
3. Port A (Pa0..PA7) merupakan pin I/O dua arah dan dapat
diprogram sebagai pin masukan ADC.
4. Port B (PB0..PB7) merupakan pin I/O dua arah dan pin
fungsi khusus, yaitu timer/counter, komparator analog, dan
SPI.
5. Port C (PC0..PC7) merupakan pin I/O dua arah dan pin
fungsi khusus, yaitu TWI, komparator analog dan timer
osilator.
6. Port D (PD0..PD7) merupakan pin I/O dua arah dan pin
fungsi khusus, yaitu komparator analog, interupsi eksternal
dan komunikasi serial.
7. Reset merupakan pin yang digunakan untuk me-reset
mikrokontroler.
8. XTAL 1 dan XTAL 2 sebagai pin masukan clock eksternal.
Suatu mikrokontroler membutuhkan sumber detak (clock)
agar dapat mengeksekusi instruksi yang ada di memori.
Semakin tinggi nilai kristalnya, maka semakin cepat
mikrokontroler tersebut.
9. AVCC sebagai pin masukan tegangan untuk ADC.
10. AREF sebagai pin masukan tegangan referensi.

18
Gambar 2.12 Blok diagram AT-Mega 8535

19
2.5 Power AVR AT-Mega 8535
Mikrokontroler ini dilengkapi dengan rangkaian penyearah dan
regulator sehingga untuk keperluan power supply hanya diperlukan
sebuah trafo penurun tegangan dari 220V ke 9 V atau 12 V saja.
Walau demikian, input power supply 9-12 Volt AC tersebut juga
dapat digunakan sebagai input power supply DC sebesar 9-12 Volt
pula di mana power supply (adaptor) tersebut juga banyak tersedia di
pasaran dengan harga yang relatif murah.

2.6 Teori ADC AVR


Suatu sensor umumnya mengeluarkan tegangan analog.
Tegangan analog ini harus diubah menjadi digital oleh
mikrokontroler. Hal ini dikarenakan peranti penampil data adalah
dalam format digital, misalnya LCD dan 7 segmen. AT-Mega 8535
memiliki fitur ADC dengan resolusi 10-bit, yang terhubung dengan
delapan saluran Analog Multiplexer, sehingga memungkinkan untuk
membangun sistem elektronika yang kompak.
Pada pin ADC mikrokontroler tersebut terdapat rangkaian
Sample and Hold, dimana tegangan input ADC ditahan dalam tingkat
yang konstan pada saat konversi berlangsung. Kecepatan konversinya
sekitar 65-260 us.

2.6.1 Inisialisasi ADC


Proses inisialisasi ADC meliputi proses penentuan
clock, tegangan referensi, format output data, dan mode
pembacaan. Register yang perlu diset nilainya adalah ADMUX
(ADC Multiplexer Selection Register), ADCSRA (ADC Control
and Status Register), dan SFIOR (Special Function IO
Register). ADMUX merupakan register 8 bit yang berfungsi
menentukan tegangan referensi ADC, format data output, dan
saluran ADC yang digunakan.

Gambar 2.13 Register ADMUX

20
• RFS[1..0] merupakan bit pengatur tegangan referensi ADC
AT-Mega8535. Memiliki nilai awal 00 sehingga referensi
tegangan berasal dari pin AREF.

Tabel 2.2 Mode Tegangan Referensi

• ADLAR merupakan bit pemilih mode data keluaran ADC.


Bernilai awal 0 sehingga 2 bit terkini data hasil konversinya
berada di register ADCH dan 8 bit sisanya berada di register
ADCL.
• MUX[4..0] merupakan bit pemilih saluran pembacaan
ADC. Bernilai awal 00000. Untuk single ended input,
MUX[4..0] bernilai dari 00000 – 11111.

Tabel 2.3 Single Ended Input

21
• ADCSRA merupakan register 8 bit yang berfungsi
melakukan manajemen signal control dan status dari
ADC. Proses konversi dimulai dengan cara memberikan
logika 1 pada bit ADC start conversion (ADAC). Bit ini
terus berlogika 1 selagi proses konversi masih
berlangsung dan akan di-clear-kan oleh hardware ketika
konversi selesai.
0 0 0

Gambar 2.14 ADCSRA

Oleh karena dipakai 8 bit ADC, maka rentang output


yang mungkin dihasilkan adalah dari 0 sampai 255 (8 bit =
28 = 256). Jika masukan analog adalah 0 V, maka keluaran
hasil konversi adalah 0. Jika masukan analog ADC sama
besarnya dengan tegangan referensi, maka hasil keluaran
konversi adalah 255.

2.7 Antena Tranceiver-Receiver 2.4 GHz (TRW-2.4G)

TRW-2.4G merupakan modul RF dengan modulasi GFSK


dan memiliki 2 mode transmisi data yaitu direct dan shock burst,
menurut vendor-nya daya jangkau modul ini mencapai 280 meter
pada kondisi open area. Dalam aplikasi ini, TRW-2.4G digunakan
dalam mode shock burst agar dapat menggunakan mikrokontoler
yang murah yaitu DT-AVR Low Cost Nano System.

22
Aplikasi ini membutuhkan modul / komponen berikut:
- 2 bh DT-AVR Low Cost Nano System,
- 2 bh TRW-2.4G,
- 2 bh 74HC125,
- 4 bh transistor 2N3904,
- 6 bh resistor 10K ohm ¼ W.

TRW-2.4G memiliki spesifikasi berikut:


• Frekuensi kerja : 2,4 – 2,524 GHz ISM band.
• Tipe modulasi : GFSK.
• Catu daya : 1,9 – 3,6 V.
• RF data rate : 1 Mbps atau 250 Kbps.
• Multi channel, hingga 125 channel.
• Dual receiver.
• Jangkauan : 280m @ 250Kbps, 150m @ 1Mbps.
• Built-in antenna.

Gambar 2.15 Modul TRW-2.4G

Hubungan antara modul-modul tersebut adalah sebagai berikut:

* Pin ini tidak mutlak dan dapat diganti pin lain tetapi harus mengubah
program
** Hubungan ini melalui rangkaian level converter

Tabel 2.4 Hubungan DT-AVR Low Cost Nano System dengan TRW-2.4G

23
TRW-2.4G menggunakan catu daya +3 VDC dan memiliki I/O
yang bekerja pada level tegangan 3 V sehingga beberapa hubungan
dalam Tabel 1 harus melalui rangkaian level converter seperti pada
Gambar 2. Setelah itu hubungkan modul DT-AVR Low Cost Nano
System ke COM port komputer dengan menggunakan kabel serial
DT-AVR Low Cost Nano System. Setelah semua rangkaian dan catu
daya terhubung dengan benar, programlah TRANSMITTER3.HEX
atau RECEIVER3.HEX ke dalam DT-AVR Low Cost Nano System
menggunakan DT-HiQ AVR In System Programmer atau
peralatan in-system programmer lain dengan konektor 10 pin standar
ATMEL. Program TRANSMITTER3.HEX akan bertindak sebagai
transmitter saat pertama kali dijalankan, sedangkan program
RECEIVER.HEX akan bertindak sebagai receiver saat pertama kali
dijalankan. Setelah rangkaian transmitter dan receiver siap, jalankan
program TRW1.EXE pada kedua komputer dengan konfigurasi
baudrate 9600bps, 8 bit data, 1 bit stop, tanpa bit parity, dan tanpa
flow control.

Gambar 2.16 Konfigurasi Pin pada TRW-2.4 Ghz

24
Tabel 2.5 Fungsi – Fungsi Pin TRW-2.4 G

Tabel 2.6 Mode Utama TRW-2.4 G

Modul Laipac TRF-2.4G merupakan modul yang mudah untuk


digunakan pada radio transceiver dengan standart yang berlaku di
seluruh dunia 2,4 - 2,5 GHz ISM band. Transceiver yang terdiri dari
antena, frekuensi yang menggunakan integrasi synthesizer, power
amplifier, suatu Kristal osilator dan perangkat modulasi. Output
power dan channel - channel frekuensi merupakan pemrograman
yang mudah dengan menggunakan 3-wire serial interface. Arus yang
dibutuhkan sangat rendah, hanya 10.5 mA pada power output yaitu
sebesar 5 dBm dan menerima 18 mA pada sisi penerima. Cara Built-
in Power Down membuat daya yang akan disimpan dapat dicapai
dengan mudah.

25
Tabel 2.7 Spesifikasi TRF-2.4G RF

26
BAB III
PERENCANAAN SISTEM

Berdasarkan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini kami akan
menjelaskan tentang proses perancangan seluruh bagian pada sistem pada
mokrokontroler dengan menggunakan teknik spreading – despreading
meliputi:
1. Perancangan rangkaian sensor suhu.
2. Perancangan rangkaian mikrokontroler AT-Mega 8535.
3. Perencangan rangkaian ADC (Analog to Digital Converter).
4. Perancangan data informasi.
5. Perancangan pseudonoise Gold Code.
6. Perancangan rangkaian spreading.
7. Perancangan rangkaian despreding.

3.1 PERALATAN
Peralatan – peralatan yang digunakan dalam pengujian ini antara
lain adalah:
1. Oscilloscope National VP-5231A-30
2. Logic Analyzer National VP-3621A
3. Probe Logic Analyzer National VQ 059A22
4. Function Generator
5. Power Supply
6. Kabel LPT

3.2 PROSES PENGUJIAN


3.2.1 Langkah Pengujian Alat
Dalam proses pengujian ini dilakukan beberapa langkah
antara lain adalah:
1. Merangkai seluruh peralatan yang hendak digunakan seperti
gambar rangkaian pada perencanaan sistem.
2. Pengerjaan program hardware akan dijalankan menggunakan
software BASCOM. Untuk menjalankan BASCOM, klik double
icon BASCOM kemudian akan keluar tampilan seperti berikut

27
Gambar 3.1 Tampilan BASCOM
3. Buat program baru dengan cara :pilih File a New, kemudian akan
keluar tampilan seperti berikut :

Gambar 3.2 Membuat Program Baru


4. Sebelum menjalankan program, pastikan pada software
BASCOM tidak terdapat file atau projek yang terbuka. Jika
masih ada yang terbuka, tutup dahulu (klik menu, pilih Close).
5. Ketik atau masukkan program yang akan anda jalankan,
kemudian simpan program dengan cara : pilih File a Save

Gambar 3.3 Dialog Create New File

28
6. Compiler Program anda dengan cara : pilih : Program a
Compiler.
7. Jika masih ada error, maka dapat diperbaiki dengan melihat
error pada docked window atau cek ulang hardware.
8. Jika tidak ada error, maka hardware yang terhubung pada PC
akan dapat dijalankan sesuai dengan program yang telah di
inputkan dan disimpan pada software BASCOM yang
sebelumnya telah di program terlebih dahulu.
9. Sebelum program di koneksikan ke hardware, program yang
telah di Compile dapat disimulasikan untuk memastikan apakah
program dapat dijalankan pada rangkaian (hardware yang akan
digunakan).

Gambar 3.4 Tampilan Simulator pada Software BASCOM


10. Kemudian hubungkan kabel – kabel dari logic analyzer pada pin-
pin yang terdapat pada mikrokontroler untuk mengamati keluaran
sinyal spektrum.
11. Nyalakan supply dari mikrokontroller AT-Mega 8535, hingga
lampu led pada mikro menyala lau hubungkan juga kabel LTP
yang menghubungkan PC dengan mikrokontoler Board.
12. Kemudian buka software BASCOM masukkan file (nama
project anda). Lakukan perintah LOAD atau COMPILE program.
Jika tidak ada kesalahan maka akan dapat dilanjutkan pada
proses download.
13. Dan seluruh sinyal pada data input, kode spread, sinyal spread,
sinyal despread, dan data output dapat diamati pada layar Logic
Analyzer.
14. Dan jika program benar dan hardware dapat berjalan, maka dapat
diketahui nilai data input akan sama dengan nilai data output.

29
3.3 PERENCANAAN RANGKAIAN SENSOR SUHU
Sensor temperatur yang digunakan adalah sensor LM 35 DZ
buatan National Semikonduktor. Karakteristik sensor ini
menghasilkan sinyal keluaran secara linier terhadap temperatur
dengan kenaikan sebesar 10 mV/ºC.
Vs = +5V

LM 35 Vout = 10 mV/ºC

GND
Gambar 3.5 Rangkaian Sensor Suhu LM 35

Komponen LM35 DZ merupakan sensor suhu dengan


tegangan output yang linier sebesar 10 mV/0C. Tegangan yang
dibutuhkan oleh LM 35DZ antara 4 V sampai 30 V dengan
pengukuran suhu antara 00C sampai +1000C. Misalnya suhu yang di
inginkan sebesar 260C, maka tegangan output sensor yang diperoleh
adalah :
Vout = 260C x 10 mV/0C = 260 mV = 0.26 V

Gambar 3.6 Rangkaian Sensor Suhu LM35 dengan


ADC Mikrokontroler 8535

30
Tabel 3.1 Karakteristik Sensor Suhu LM 35

31
3.4 PERENCANAAN MIKROKONTROLER AT-MEGA 8535
Mikrokontroler yang digunakan disini adalah jenis AVR AT-
Mega 8535 yang memiliki banyak kelebihan diantaranya mempunyai
saluran I/O sebanyak 32 buah yaitu port A, port B, port C, port D,
kemudian juga terdapat ADC (Analog to Digital Converter) internal
dengan resolusi 10 bit sebanyak 8 channel.

Mikrokontroler yang digunakan adalah jenis AVR AT-Mega


8535, adapun port yang digunakan adalah:
• Port A :
Sebagai inisialisasi ADC, port yang digunakan adalah port A.0
dan port A.7 masing- masing pada port A.0 sebagai masukan
sensor suhu dan pada port A.7 sebagai masukan sensor tekanan
darah.
• Port D :
Sebagai penghitung counter (0-1), port yang digunakan adalah
port D.2 sebagai masukan dari mik kondesor.
• SW1 :
Digunakan sebagai tombol reset

Gambar 3.7 Konfigurasi Target Board untuk AVR


dengan Internal ADC

32
3.5 PERENCANAAN RANGKAIAN ADC (ANALOG TO DIGITAL
CONVERTER)
Di dalam mikrokontroler AVR AT-Mega 8535, masukan
ADC dihubungkan ke sebuah channel analog multiplexer yang
digunakan untuk single ended input channels. Artinya masukan
ADC diukur dengan referensi pada ground (GND). Masing-masing
channel dari analog multiplexer terhubung dengan port A. jadi
masukan ADC pada saat tertentu hanya terhubung dengan satu
tegangan input saja (dengan memilih channel pada analog
multiplexer).

Gambar 3.7 Blok Diagram ADC

33
Cara kerja ADC sebagai berikut:
1. Untuk memilih channel ADC mana yang digunakan yaitu dengan
mengatur nilai MUX 4:0 (dalam I/O register ADMUX). Jadi
channel ADC 0 (pin A.0) sebagai masukan ADC (referensi
terhadap ground) maka MUX 4:0 diberi nilai 00000B.
2. Pada ADC mikrokontroler ini mempunyai tegangan referensi
yang dapat dipilih. Tegangan referensi ini menentukan tegangan
masukan maksimum ADC dan hasil konversi ADC. Untuk
memilih tegangan referensi mana yang digunakan yaitu dengan
mengatur nilai REFS 1:0 (dalam I/O register ADMUX).
3. Agar ADC dapat digunakan, ADEN (ADC enable, dalam I/O
register ADCSRA) harus diberi nilai ‘1’.
4. Untuk memulai konversi tegangan masukan analog menjadi nilai
digital yaitu dengan memberi nilai ‘1’pada ADSC (ADC Start
Conversion, dalam I/O register ADCSRA). Nilai ADSC akan
tetap bernilai ‘1’ selama proses konversi berlangsung dan akan
bernilai ‘0’ (otomatis, secara hardware) pada saat proses konversi
sudah selesai.
5. Pada ADC diperlukan frekuensi clock untuk proses konversi
tegangan analog menjadi nilai digital. Untuk mndapatkan hasil
konversi dengan ketelitian tinggi, diperlukan frekuensi clock
ADC antara 50 kHz sampai 200 kHz.

3.6 PERENCANAAN PSEUDONOISE GOLD CODE


Dalam sistem ini teknik yang digunakan untuk
pembangkitan kode acak semu adalah dengan menggunakan
konfigurasi shift-register yang dibentuk dari D-Flip flop. Shift
register yang digunakan sama dengan yang digunakan pada data
informasi. Dengan menggunakan tipe ini, secara paralel dimasukkan
kemudian digeser dan output pada Ex-OR diumpanbalikkan. Kode-
kode yang dibangkitkan dalam sistem dijelaskan pada sub bab - sub
bab berikut ini.
3.6.1 Perancangan Pseudonoise Kode Gold
Kode acak semu yang dipilih untuk tugas akhir ini adalah
jenis Gold Code. Kode-kode Gold merupakan kode yang
dibangkitkan dengan penambahan modulo-2 dari pasangan
deretan kode linier maksimal. Kode maksimal adalah kode
terpanjang yang dapat dibangkitkan oleh kode linier register
geser atau unsur tunda. Pada proyek akhir ini kode maxlength
yang akan kami buat memiliki panjang register 5 bit. Tapping

34
feedback kode maxlength harus memenuhi aturan tapping dari
kode maxlength, berikut table feedback dari maxlength code:
Tabel 3.2 Tabel Feedback Tap dari Kode Maxlength

Contoh salah satu konfigurasi tap pada maxlength code


adalah maxlength [5, 3] yang ditunjukkan pada gambar
dibawah ini:

Gambar 3.9 Blok Diagram Kode Maxleght [5,3]

Berdasarkan gambar blok diagram di atas maka setiap


output dari shift-register ke-5 akan di-XOR-kan dengan output
dari shift-register ke-3 dan hasilnya akan menjadi masukkan
baru dari shift-register ke-1. Setelah itu nilai tersebut akan
terus bergeser sampai kembali lagi ke nilai awal dan berulang
setelah data ke - 2N-1. Sedangkan yang mengalami proses X-
NOR dengan data informasi dalam proses spreading adalah
output dari shift-register ke-5.

35
3.7 RANGKAIAN SPREADING - DESPREADING

CLOC Clock Devider DATA EX-NOR

PN
LOAD Generator

Gambar 3.10 Sistem Rangkaian Spreading

Gambar 3.11 Sistem Rangkaian Despreading

Keterangan Gambar :
Pada pembuatan rancangan sistem spreading, rangkaian
master clock, clock divider, data informasi, PN generator dan
gerbang logika EX-NOR akan dibuat dengan bantuan software
Bahasa Computer (BASCOM). Sedangkan untuk rangkaian load
akan dibuat secara hardware. Tetapi dalam pengerjaan proyek akhir
ini, untuk clock devider akan menggunakan clock intern yang
terdapat pada rangkaian mikrokontroler AT-Mega 8535, begitu juga
dengan rangkaian loadnya.

36
3.8 PERANCANGAN SISTEM SPREADING – DESPREADING
3.8.1 PERENCANAAN RANGKAIAN CLOCK
Dalam sistem ini diperlukan suatu clock generator dari
master clock yang berada pada board mikrokontroler. Clock ini
digunakan untuk men-supply generator acak semu dan
informasi. Karena frekuensi yang men-supply generator acak
semu dan informasi berbeda, maka diperlukan suatu pembagi
clock. Output dari clock generator langsung men-supply
generator acak semu dan output dari pembagi clock men-
supply informasi. Generator acak semu ini membutuhkan clock
dengan frekuensi tinggi dan stabil. Maka dalam realisasi sistem
spreading ini digunakan master clock. Master clock memiliki
sinyal yang lebih baik dan stabil dibandingkan dengan clock
eksternal, frekuensi tertinggi yang mampu dihasilkan adalah
50 MHz.

3.8.2 Perancangan Rangkaian Load


Dalam sistem spread-spectrum, diperlukan suatu pen-
trigger pulsa clock (load) untuk men-trigger sistem agar
deretan sinyal data dan sinyal acak semu dapat masuk ke
dalam sistem. Setelah sinyal data dan sinyal acak semu
diperoleh, maka sistem telah siap untuk melakukan proses.
Penggunaan load ini dilakukan pada awal dimulainya sistem,
setelah sistem bekerja load masih dapat digunakan lagi untuk
proses sinkronisasi antara spreading dan despreading. Dalam
realisasi rangkaian load ini digunakan sebuah monostable yang
didesain agar menghasilkan pulsa ‘1’ dalam beberapa saat saja.
Rangkaian load ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 3.12 Rangkaian Load

37
3.8.3 Perancangan Data Informasi
Data informasi yang diberikan menggunakan suatu
shift-register yang di bentuk dari D-Flip flop. Dalam sistem ini
digunakan shift-register empat bus, parallel input parallel
output. Proses pembentukan data adalah dengan cara
memasukkan konstanta ke bus input dari shift-register.
Kemudian nilai-nilai yang masuk ke shift-register ini digeser.
Output pada bus tertinggi diumpanbalikkan ke input pada bus
terendah. Output dari bus tertinggi setelah diumpanbalikkan
merupakan data informasi. Seperti ditunjukkan pada blok
diagram berikut :

Data
20 2 22 23 24 Informa

Bus Pember
Bus ian
Konsta
Bus nta
atau
Bus
Bus

Gambar 3.12 Blok Diagram Output Data Informasi

3.8.4 Pembangkitan Kode Acak Semu (Pseudonoise Code)


Dalam sistem ini teknik yang digunakan untuk
pembangkitan kode acak semu adalah dengan menggunakan
konfigurasi shift-register yang dibentuk dari D-Flip flop. Shift-
register yang digunakan sama dengan yang digunakan pada data
informasi. Dengan menggunakan tipe ini, secara paralel
dimasukkan kemudian digeser dan output pada Ex-OR diu
mpanbalikkan. Kode-kode yang dibangkitkan dalam sistem
dijelaskan pada sub bab - sub bab berikut ini.

38
3.8.4.1 Perancangan Pseudonoise Gold Code
Kode acak semu yang dipilih untuk tugas akhir ini
adalah jenis Gold Code. Kode-kode Gold merupakan kode
yang dibangkitkan dengan penambahan modulo-2 dari
pasangan deretan kode linier maksimal. Kode maksimal
adalah kode terpanjang yang dapat dibangkitkan oleh kode
linier register geser atau unsur tunda. Pada proyek akhir ini
maxlength code yang akan kami buat memiliki panjang
register 5 bit. Tapping feedback maxlength code harus
memenuhi aturan tapping dari maxlength code, berikut table
feedback dari maxlength code:
Tabel 3.2 Tabel Feedback Tap dari Kode Maxlength
Jumlah
Shift Panjang Kode feedback Tap
Register
5 31 [5,3];[5,4,3,2];[5,4,2,1]

Contoh salah satu konfigurasi tap pada maxlength code


adalah maxlength [5, 3] yang ditunjukkan pada gambar
dibawah ini :

Gambar 3.14 Blok Diagram Kode Maxlength [5, 3]


Berdasarkan gambar blok diagram di atas maka
setiap output dari shift-register ke-5 akan di-XOR-kan
dengan output dari shift-register ke-3 dan hasilnya akan
menjadi masukkan baru dari shift-register ke-1. Setelah itu
nilai tersebut akan terus bergeser sampai kembali lagi ke
nilai awal dan berulang setelah data ke - 2N-1. Sedangkan
yang mengalami proses X-NOR dengan data informasi
dalam proses spreading adalah output dari shift-register ke-
5.

39
Gambar 3.15 Proses Pembuatan Gold Code Dengan
Penggabungan 2 buah Kode Maxlength
3.8.5 Perancangan Rangkaian Spreading - Despreading
Dari rancangan rangkaian clock, clock divider, data
informasi , load dan Gold Code, maka dapat dibuat rangkaian
transmitter spread spektrum yang dapat ditunjukkan pada
gambar dibawah ini:

Gambar 3.16 Clock divider


Pada sistem spreading ini dilakukan penggabungan dari
bagian – bagian yang telah dibuat tadi. Clock untuk info dan
gold code harus berbeda dimana clock untuk Gold Code harus
lebih besar dari pada clock info. Untuk membedakan clock
info dan clock maka diperlukan suatu pembagi clock yaitu
clock devider. Pada clock divider ini clock input dibagi
sebanyak 25, sehingga hasilnya untuk tiap 32 clock input akan
menjadi 1 clock. Dan outputnya akan memiliki lebar clock
yang lebih besar daripada clock awal. Pada sistem despreading
merupakan kebalikan dari sistem spreading, dimana clock
untuk gold code harus lebih kecil dari pada clock info. Konsep
dasar spread-spectrum yaitu merubah suatu sinyal narrowband
menjadi wideband yaitu suatu sinyal seperti noise yang
memiliki lebar pita frekuensi lebih lebar daripada lebar sinyal
pita informasi.

40
3.8.6 GFSK (Gaussian Frequency Shift Keying)
Gaussian Frequency-Shift Keying (GFSK) adalah jenis
modulasi Frequency Shift Keying (FSK) yang menggunakan
Gaussian filter untuk melancarkan penyimpangan frekuensi
positif / negatif, yang diwakili dengan biner 1 atau 0.
Digunakan pada DECT, Bluetooth, Cypress WirelessUSB,
Nordic Semiconductor, Texas Instruments LPRF dan
perangkat z-gelombang. Bluetooth untuk deviasi minimum
adalah 115 kHz.
Dalam perangkat modulasi GFSK, semuanya sama
seperti yang ada pada perangkat modulasi FSK kecuali
proses sinyal pulsa baseband (-1, 1) sebelum masuk ke
dalam perangkat modulasi FSK. Sinyal pulsa baseband harus
melalui Gaussian Filter untuk membuat sinyal pulsa
menjadi lebih baik sehingga lebar sinyal spectral dapat
terbatasi. Gaussian Filtering merupakan salah satu cara yang
sangat standar untuk mengurangi lebar spectral yang disebut
dengan "pulse shaping". Jika kita menggunakan -1 untuk
nilai fc-fd dan 1 untuk nilai fc + fd, ketika kita melompat
dari -1 ke 1 atau 1 ke -1 bentuk gelombang termodulasi akan
mengalami perubahan secara pesat dimana besar out-of-band
spectrum akan dapat terlihat. Jika kita mengubah sinyal
pulsa yang sedang berlangsung dari -1 ke 1 sebagai -1, -. 98,
-. 93 ..... ,96, ,99, 1 dan sinyal pulsa ini digunakan sebagai
sinyal pulsa halus yang memodulasi carrier, maka sinyal
spektrum out-of-band akan berkurang.
GFSK juga merupakan sistem modulasi FSK
(Frequency Shift Keying) secara sederhana dengan
menggunakan Gaussian Filter. Rangkaian secara umum dari
perangkat modulasi pada FSK adalah sama, tetapi sinyal bit
yang melewati Gaussian Filter hanya sedikit.

Gambar 3.17 Sirkuit Modulasi GFSK

41
Hal ini untuk menghindari adanya pembatasan shift
minimum dari teknik modulasi FSK yang paling sederhana.
Parameter Gaussian Filter memiliki pengaruh pada jumlah
lateral spectrum dasar akan dipersempit, dan berapa banyak
kemungkinan manipulasi shift frekuensi. Dalam prakteknya
(sebenarnya dalam teori juga) ukuran nilai X selalu lebih dari
Br / 2, karena pengurangan lateral yang dicapai oleh kuat
landaian / miring pada bagian depan dari manipulasi tegangan /
kekuatan, yang mengarah ke salah satu serangan lain pada
sinyal impuls, dan sebagai akibat dari ke ketidakmungkinan
demodulation.
Jarak pengurangan yang digunakan untuk modulasi
GFSK sekitar 30-40% dari klasik Shift = Br, yaitu Shift = (0.7-
0.6) * Br. Sangat sulit, dalam kasus umum, modulasi GFSK
dapat digunakan dsebagai bahan analisa, karena adanya
pengaruh yang sama atau mirip dengan filter yang lainnya.

Gambar 3.18 Analisa Modulasi GFSK

3.8.6.1 Modulasi Frequency Shift Keying (FSK)


Ekpresi yang umum untuk sebuah sinyal FSK biner
adalah diperlihatkan pada persamaan berikut.

dengan :
v(t) = adalah bentuk gelombang FSK biner
VC = puncak amplitudo carrier tanpa termodulasi
ù C = carrier frekuensi (dalam radian)
fm(t) = frekuensi sinyal digital biner pemodulasi
Äù = beda sinyal pemodulasi (dalam radian)

42
Pada sebuah modulator FSK biner, center dari frekuensi
carrier tergeser (terdeviasi) oleh masukan data biner.
Sebagai konsekuensinya, keluaran pada suatu modulator
FSK biner adalah suatu fungsi step pada domain frekuensi.
Sesuai perubahan sinyal masukan biner dari suatu logic 0 ke
logic 1, dan sebaliknya, keluaran FSK bergeser diantara dua
frekuensi: suatu mark frekuensi atau logic 1 dan suatu space
frekuensi atau logic 0. Modulator FSK biner, ada suatu
perubahan frekuensi keluaran setiap adanya perubahan
kondisi logic pada sinyal masukan. Sebagai konsekuensinya,
laju perubahan keluaran adalah sebanding dengan laju
perubahan masukan. Suatu FSK biner secara sederhana
diberikan seperti Gambar 2.4.

Gambar 3.19 Sistem Modulasi FSK Biner

Modulator FSK (Frequency Shift Keying)


Untuk mengirimkan bit-bit digital maka diperlukan
suatu sistem modulasi digital yang dapat mengkonversi bit -
bit tersebut ke dalam bentuk sinyal analog. Modulasi digital
yang dipakai ialah sistem FSK dengan menggunakan
rangkaian terintegrasi tipe TCM3105.

43
Gambar 3.20 Rangkaian Modulator FSK dengan
TCM 3105

Demodulator FSK (Frequency Shift Keying)


Menurut standar CCITT untuk mengatur mode operasi
penerimaan pada demodulator FSK yang menggunakan IC
TCM3105 dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.4 Mode operasi demodulator FSK pada


TCM3105

Mode operasi tersebut digunakan untuk mengatur baudrate


pada demodulatornya. Dalam penerimaan data
menggunakan baudrate sebesar 1200 bps sehingga TRS‚
TXR1‚ dan TXR2 diberi masukan logika rendah (L). Atau
TRS diberi masukan logika rendah (L), TXR1 diberi
masukan logika tinggi (H) dan TXR2 diberi masukan logika
rendah (L).

44
Gambar 3.21 Rangkaian Lengkap Demodulator FSK
dengan IC TCM3105

3.8.6.2 Gaussian Filter


Dalam elektronik dan pemrosesan sinyal, sebuah
Gaussian filter merupakan sebuah filter dimana respon
impuls sebagai fungsi Gaussian. Gaussian filter dirancang
untuk memberikan batasan yang tidak overshoot ke
langkah fungsi input sehingga dapat meminimalkan rise
time dan fall time. Hal ini sangat berkaitan dengan
kenyataan bahwa Gaussian Filter memiliki kemungkinan
delay (waktu tunda) minimum. Secara matematis, sebuah
Gaussian Filter memodifikasi sinyal input melalui
konvolusi dengan menggunakan fungsi Gaussian.
Transformasi ini juga dikenal sebagai Weierstrass
Transform.
Satu dimensi Gaussian Filter memiliki respon
impuls yang diberikan oleh

atau dengan standar deviasi sebagai parameter

45
Dalam dua dimensi, Gaussian Filter merupakan hasil dari
dua Gaussian :

di mana x adalah jarak awal dalam sumbu horizontal, y


adalah jarak awal dalam sumbu vertikal, dan σ adalah
standard deviasi dari pembagian Gaussian.
Bila diterapkan dalam dua dimensi, formula ini
menghasilkan permukaan dengan kontur menggunakan
konsentris lingkaran dengan pembagian Gaussian dari titik
pusat. Pembagian dari nilai-nilai ini digunakan untuk
membangun sebuah konvolusi matrik-matrik yang
diterapkan pada gambar asli. Masing-masing nilai piksel
baru diatur ke dalam nilai rata-rata dari nilai piksel
sekitarnya. Nilai asli piksel penerima berat terbesar (yang
memiliki nilai Gaussian tertinggi) dan piksel sekitarnya
menerima bobot yang lebih kecil karena mereka tidak jauh
dari piksel asli yang semakin meningkat.

46
BAB IV
PEMBUATAN SISTEM

4.1 RANGKAIAN PEMBUATAN SISTEM

Gambar 4.1 Sistem Logger suhu berbasis 2.4 GHz

PRINSIP KERJA SISTEM


Rangkaian sensor LM35 akan menditeksi nilai suhu yang
ada disekitarnya, kemudian nilai suhu tersebut akan diolah dalam
bentuk biner. Nilai awal suhu yang diperoleh dari lingkungan sekitar
masih berupa nilai dalam bentuk analog, sedangkan nilai data yang
dapat diolah pada mikrokontroler harus berupa nilai biner. Sehingga
di dalam mikrokontroler data yang diterima akan di ubah dari bentuk
analog menjadi bentuk biner dengan menggunakan ADC yang sudah
tersedia pada rangkaian mikrokontroler. Nilai data input dan nilai
data output dapat diamati secara langsung pada layar LCD yang
telah terhubung pada rangkaian Mikrokontroler AT-Mega 8535.
Data di dalam rangkaian mikrokontroler akan mengalami proses
spreading dengan melakukan penambahan nilai pseudonoise code
dengan metode Gold Code sehingga data diharapkan akan lebih
aman dan terlindungi serta tahan terhadap jamming pada saat data
dikirimkan. Penambahan nilai pseudonoise code merupakan bagian
dari proses modulasi dengan metode penambahan M-sequence. Pada
saat data diterima oleh sisi penerima, maka proses awal yang akan
terjadi pada sisi penerima adalah proses demodulasi. Kemudian di
dalam rangkaian mikrokontoler pada sisi penerima akan terjadi

47
proses DAC untuk mengembalikan data biner menjadi data analog
kembali sehingga nilai data dapat teramati melalui LCD yang
terpasang pada sisi penerima. Tentunya data juga akan mengalami
proses despreading untuk mengembalikan data ke dalam bentuk
semula (seperti data input). Data output yang diinginkan harus sama
seperti data input. Jika data input berbeda dengan data output, maka
proses pengiriman bisa dikatakan gagal. Kegagalan pada saat
melakukan proses pengiriman data informasi bias dikarenakan
pemasangan hardware yang kurang tepat, terjadi kesalahan saat
melakukan konfigurasi pemrograman pada mikrokontoler, atau
Human Error.

4.2 Pengujian Rangkaian


Pada pengujian alat ini, setiap rangkaian pendukung akan
diuji menggunakan peralatan AVO meter dan untuk mengetahui
apakah rangkaian dapat dijalankan sebelum dilakukan pengujian
secara nyata, pengujian dapat dilakukan secara simulasi dengan
menggunakan pemrograman Bahasa Basic Computer (BASCOM).

4.2.1 Pengukuran Rangkaian Suhu LM 35

Gambar 4.2 Diagram Pengujian Rangkaian LM 35

48
Hasil yang diperoleh :

Gambar 4.3 Tampilan Hasil Nilai Suhu yang Terukur


pada Sisi Transceiver dan Receiver

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Sensor Suhu LM 35

Analisa dari hasil pengukuran dengan 2 piranti yang berbeda :


Dari gambar di atas dapat terlihat bahwa nilai suhu pada
sisi Tranceiver sama dengan nilai suhu pada sisi Receiver yaitu
sebesar 300C. Jika nilai data pada sisi input sama dengan nilai data
pada sisi output, maka dapat dikatakan bahwa pengiriman data
suhu telah berhasil. Tetapi jika data tidak sama, maka pengiriman
tersebut gagal.
Pada Tabel 4.1 yang menunjukkan hasil pengukuran sensor
suhu LM 35, dapat teramati adanya perbedaan hasil pengukuran
berdasarkan 2 jenis piranti yang digunakan pada saat pengambilan
data, yaitu berdasarkan pada hasil pengukuran dengan
menggunakan termometer dan dengan menggunakan sensor suhu
LM 35. Perbedaan pengambilan data dari 2 piranti yang berbeda,

49
menimbulkan terjadinya nilai error diantara kedua data yang
diperoleh. Perbedaan nilai yang diperoleh juga dapat
menunjukkan seberapa bagus tingkat keakuratan sensor suhu LM
35 dalam menditeksi suhu lingkungan yang telah berhasil diterima
oleh sensor suhu tersebut. Berikut merupakan perhitungan secara
teoritis untuk mengetahui nilai error yang terjadi karena adanya
perbedaan nilai data yang diperoleh pada saat pengukuran :

Masing-masing %Error didapat dari keluaran termometer


terhadap keluaran LM 35 :
Saat waktu 5 detik = (34,9 – 35,111 )/ 34,867 x 100% = 0,59%
Saat waktu 10 detik = (35,2 – 34,877 )/ 34,877 x 100% = 0,92%
Saat waktu 15 detik = (34,8 – 34,525 )/ 34,525 x 100% = 0,79%
Saat waktu 20 detik = (35,6 – 35,435 )/ 35,435 x 100% = 0,47%
Saat waktu 25 detik = (35,8 – 35,435 )/ 35,435 x 100% = 1,03%
Saat waktu 30 detik = (35,8 – 35,435 )/ 35,435 x 100% = 1,03%

Nilai error yang diperoleh secara teoritis berdasarkan hasil


perolehan nilai data yang diambil pada saat melakukan
pengukuran dengan menggunakan 2 piranti yang berbeda,
menunjukkan bahwa nilai error yang di peroleh tidak lebih dari
2% atau dapat dikatakan bahwa nilai error yang diperoleh tidak
besar. Perolehan nilai error yang kecil dapat menunjukkan bahwa
tingkat keakuratan sensor suhu dapat dikatakan baik, karena hasil
yang diperoleh pada saat melakukan pengukuran dengan
menggunakan sensor suhu LM 35 sebesar kurang lebih 98%.

4.3 PEMBUATAN SOFTWARE


4.3.1 Umum
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pembuatan software
untuk pengiriman dan penerimaan data informasi yang berupa data
nilai temperatur dengan menggunakan teknik Direct Sequence Spread
Spektrum meliputi : input data, kode pseudo-noise, spreading,
modulasi, demodulasi, despreding, output data informasi.

4.3.2 Input Data


Pada umumnya input data yang bisa diberikan oleh seorang
user bisa berupa : suara, data gambar, video dan sebagainya. Tapi
pada proyek akhir ini, kita asumsikan input data yang dimasukkan
berupa data nilai temperatur yang sudah dikonversikan dalam bentuk

50
biner, sebab semua data yang diterima melalui sensor suhu masih
dalam bentuk analog sehingga perlu diadakan konversi ke dalam
bentuk biner seperti voice. Sebelum data informasi kita spreading
dengan menggunakan pseudo-noise, maka terlebih dahulu data kita
konversikan kedalam bentuk biner melalui ADC (Analog to Digital
Converter) sehingga pada saat mengalami proses spreading, input
data sudah dalam keadaan biner.
start

Menginput data biner dari sensor

end

Gambar 4.4 Diagram Alir Input Data

Dari gambar diagram alir di atas, menunjukkan bahwa input


data yang dihasilkan dari bilangan biner disimpan pada suatu variabel
tertentu. Kemudian variabel yang akan dipanggil pada perhitungan X-
OR dengan Pseudo Random Generator (PRG). Input data yang
dimasukkan oleh user akan diinisialisasikan dalam variabel yang bisa
dikenali mikrokontroler. Kemudian kita konversikan dalam bentuk
biner yang sesuai dengan yang diinginkan oleh mikrokontroler. Input
data yang dimasukkan sangat sensitive, jadi hanya input data biner
saja yang dapat diproses pada software ini. Jika data yang diinputkan
selain berupa data biner “0” dan “1”, maka saat program dijalankan
user akan menerima pesan error.
Data input berupa nilai suhu / temperatur (dalam bentuk
karakter) yang akan dikonversikan dalam bentuk biner. Nilai suhu
diperoleh dari penerimaan sensor suhu LM 35 DZ. Nilai suhu yang
dapat ditangkap oleh sensor antara 250 C sampai 380 C, hal ini
dikarenakan pada program telah dilakukan pengaturan range untuk
penerimaan nilai input yang dapat diditeksi oleh sensor suhu LM 35.
Program yang digunakan untuk mendapatkan nilai input yang
diinginkan adalah :

51
Cls
Lcd "NILAI INPUT"
Waitms 500

Mulai:
Stop Adc
Call Config_fullmode
Waitms 10
'''''''''''''''''''''''''''''''
'Dat0 = Waitkey()
'If Dat0 = &HFA Then
' Print Chr(&Hfd)
'Else
' Print Chr(&Hfc);
'End If
Goto Kirim
'''''''''''''''''''''''''''''

Kirim:
Rx_en = 0
Call Config_tr

Kirim2:
Do
Start Adc

Dat0 = Getadc(0)

Dat0 = Dat0 - 27
If Dat0 < 25 Then
Dat0 = Dat0

Elseif Dat0 >= 39 Then


Dat0 = 0
End If

Cls
Lcd "INPUT Tx..."
Lowerline
Lcd Dat0 ; "C"
Waitus 1

52
Program di atas digunakan untuk memanggil nilai input berupa nilai
data temperatur yang diterima oleh sensor suhu. Data akan dianalisa
dalam bentuk karakter. Data yang diinginkan adalah nilai suhu
dengan batas range antara 250 C sampai 380 C. Jika nilai data yang
diperoleh sesuai dengan batas range yang telah ditentukan, maka data
akan dikirim atau mengalami proses penambahan PN-Code dan
diteruskan dengan proses modulasi data dengan menggunakan teknik
modulasi GFSK (Gaussian Frequency Shift Keying). Tetapi jika data
yang di peroleh tidak sesuai dengan nilai range data yang diinginkan,
maka program akan memerintahkan hardware untuk menunggu input
data baru melalui sensor suhu LM 35 DZ sampai diperoleh nilai input
yang sesuai dengan batas nilai range yang diinginkan. Karena
masukan input data dari sensor suhu sudah diberi batas atau range
nilai data yang bisa diterima oleh mikrokontroler, maka jika data
yang diterima oleh sensor suhu tidak sesuai, mikrokontroler tidak
akan memproses data input yang tidak sesuai. Dengan demikian pada
hardware (mikrokontroler) tidak akan tejadi proses pengiriman data
dan karena tidak ada data input yang akan dikirimkan maka pada sisi
penerima juga tidak ada proses penerimaan data sehingga tidak
ditemukan hasil data output. Jika mikrokontroler tidak memproses
data input yang telah diterima karena data yang diinginkan tidak
sesuai, maka tampilan pada layar lcd akan terlihat nilai suhu 00 C.
Pengujian fungsi sensor suhu LM 35 pada mikrokontroler
dapat juga dilaksanakan dengan cara menjalankan peralatan
mikrokontroler selama 24 jam dengan teknik pengambilan data setiap
jam. Pengambilan data yang dilakukan setiap jam memerlukan
pengaturan perangkat lunak yang diatur supaya pergantian
penerimaan data baru atau perubahan data dapat terjadi dalam setiap
jam. Hasil pengambilan data nilai temperatur oleh sensor suhu selama
24 jam dengan jeda waktu pergantian data input selama 1 jamm dapat
terlihat pada Tabel 4.2

53
Tabel 4.2 Hasil Pengambilan Data Nilai Suhu selama 24 Jam

JAM HASIL PENGUKURAN


0:00:00 26°C
1:00:00 26°C
2:00:00 26°C
3:00:00 26°C
4:00:00 27°C
5:00:00 28°C
6:00:00 29°C
7:00:00 29°C
8:00:00 29°C
9:00:00 29°C
10:00:00 30°C
11:00:00 30°C
12:00:00 31°C
13:00:00 32°C
14:00:00 32°C
15:00:00 31°C
16:00:00 31°C
17:00:00 30°C
18:00:00 30°C
19:00:00 29°C
20:00:00 29°C
21:00:00 28°C
22:00:00 28°C
23:00:00 27°C
23:59:59 27°C

54
Dari Tabel 4.2 dapat dibuat grafik seperti ditunjukkan gambar 4.5.
Dari grafik ini dapat diamati perubahan suhu udara selama satu hari
penuh.

HASIL PENGUKURAN
40
20 HASIL
0 PENGUKU
0:00:…
5:00:…
10:00…
15:00…
20:00…
RAN

Gambar 4.5 Grafik Suhu terhadap Waktu

Analisa dari hasil data yang diperoleh :


Berdasarkan hasil data yang telah diperoleh menunjukkan bahwa
sensor suhu beserta hardware (mikrokontoler) yang digunakan dapat
berfungsi dengan baik. Hardware dapat dinyatakan dalam kondisi
baikn apabila hardware yang kita gunakan dapat berjalan sesuai
dengan fungsi dan kegunaannya meliputi semua teknik yang
digunakan di dalamnya. Pada proyek akhir ini, hardware digunakan
sebagai seperangkat mikrokontroler yang dapat mengkonfigurasi
perangkat eksternal yang terhubung pada perangkat utamanya yaitu
mikrokontroler AT-Mega 8535. Hardware ini di aplikasikan sebagi
alat pendeteksi nilai suhu yang ada disekitar hardware itu berada.
Hasil yang diinginkan dari perancangan hardware adalah
mendapatkan nilai input yang sama dengan nilai ouput. Pada tabel di
atas, menunjukkan nilai suhu yang terukur pada sisi penerima dan sisi
pengirim. Data pada tabel menunjukkan hasil yang diinginkan dalam
proyek akhir ini, sehingga dapat dikatakan bahwa semua teknik yang
digunakan pada hardware khususnya teknik spreading-despreading
dapat terlaksana dengan baik.

55
4.3.3 Kode Pseudo Noise
Tipe kode pseudo-noise yang di gunakan pada pembuatan
software untuk proses pengiriman dan penerimaan sinyal informasi
ini berupa maximal-length sequence (m-sequence) dan gold code.
Kode pseudo-noise ini dihasilkan dari Pseudo Random Generator
(PNG).
• Maximal-Length Sequence
M-sequence tersusun dari deretan elemen shift-register yang diberi
feedback sebagai input tunggalnya. Pemberian feedback diatur
berdasarkan kode-kode oktal yang telah ditetapkan seperti yang
terlihat pada tabel 2.1. Hal ini telah dijelaskan secara teoritis pada
bab sebelumnya yaitu pada bab 2.
Di bawah ini merupakan diagram alir dari pembangkitan kode m-
sequence :

Gambar 4.6 Diagram Alir Pseudo-noise Tipe M-sequence

56
Misalnya :
Tipe shift-register yang dipakai 8 dengan tipe Pseudo Random
Generator 545. Terlebih dahulu kita konversikan ke dalam bentuk
biner sesuai dengan tabel 2.2, sehingga untuk menghasilkan
bentuk biner :

545 = 101100101

Sehingga hasil persamaan polinomialnya menjadi :

g(D) = 1 + D2 + D5 + D6

Untuk membangkitkan nilai pseudo-noise yang dihasilkan dari


Pseudo Random Generator dapat digunakan persamaan
polinomial di atas.

Analisa Diagram Alir :


Diagram alir di atas menjelaskan bahwa nilai awal yang
dihasilkan dari pengambilan bilangan random biner mencapai 8
bit. Bilangan random yang dimaksud adalah nilai suhu yang telah
dikonversikan ke dalam bentuk biner. Bentuk biner dari data suhu
akan di OR kan pada masing-masing tipe maxlegth m-sequence
seperti yang terlihat pada diagram alir di atas. Tujuan dari masing-
masing proses OR data input dengan masing-masing jenis tipe m-
sequence adalah untuk menghasilkan data output lebih dari satu
(menyamarkan data asli dengan cara memberikan pseudo-noise
sehingga data yang dihasilkan akan menjadi banyak). Dengan
banyaknya data output yang dikirimkan dari sisi transmitter,
membuat kanal bandwidth pada sisi transmitter menjadi lebih
lebar. Semakin lebar kanal bandwidth yang dibutuhkan atau
digunakan, akan membuat sinyal informasi yang dikirimkan
memiliki nilai jauh di bawah nilai level noise. Oleh karena itu,
pada saat proses mengirim data sinyal informasi, sinyal informasi
yang dikirimkan akan lebih terlindung dari jamming atau noise
sehingga tingkat keamanan data yang dikirim lebih terjamin dan
memperkecil nilai error data yang diperoleh pada saat dilakukan
pengukauran. Proses OR data input akan dilakukan sampai kl=7,
setelah itu nilai perhitungan selanjutnya akan dilakukan feedback
terhadap variabel nilai yang diinginkan dan proses pengolahan
data yang terjadi untuk data selanjutnya akan sama dengan proses

57
pengolahan data sebelumnya. Hal ini akan dilakukan secara terus-
menerus antara 0-255.

• Pengujian Sistem Menggunakan Kode Maxlength


Untuk pengujian sistem Spreading-Despreading dengan
menggunakan kode maxlength kali ini yang akan diamati adalah
kode maxlegth yang memiliki jumlah shift-register 5 buah
dengan pasangan tap [5,2] dan [5,4,3,2]. Dan hasil yang
didapatkan adalah sebagai berikut:
A. Kode Maxlength dengan Tapping [5,2]
Hasil Pengukuran Pada Logic Analyzer

Gambar 4.7 Bentuk Sinyal Proses Spreading-Despreading


Menggunakan Kode Maxlength [5, 2]

Gambar diatas dapat diperjelas dengan gambar dibawah ini:

Gambar 4.8 Bentuk Lain dari Sinyal Proses Spreading-Despreading


Menggunakan Kode Maxlength [5, 2]

58
B. Kode Maxlength dengan Tapping [5,4,3,2]
Hasil Pengukuran Pada Logic Analyzer

Gambar 4.9 Bentuk Sinyal Proses Spreading-Despreading


Menggunakan Kode Maxlength [5,4,3,2]

Gambar diatas dapat diperjelas dengan gambar dibawah ini:

Gambar 4.10 Bentuk Lain dari Sinyal Proses Spreading-Despreading


Menggunakan Kode Maxlength [5,4,3,2]

Dari hasil pengujian diatas dapat dianalisa bahwa:


Semakin banyak nilai kode Maxlength yang digunakan pada
shift-register dalam proses spreading-despreading, maka akan
menghasilkan output kode yang semakin panjang dan semakin
panjang data output yang dihasilkan akan membuat data
informasi semakin sulit dipengaruhi oleh noise, sehingga tingkat
keamanan data informasi pada saat mengalami proses
transmitter-receiver akan lebih terjamin. Output kode yang
semakin panjang atau semakin banyak akan mengakibatkan
kanal bandwidth yang dibutuhkan akan semakin lebar dan
semakin labar kanal bandwidth yang digunakan akan
memperkecil nilai amplitudo yang terjadi. Nilai amplitudo yang
kecil dapat menyebabkan nilai data informasi yang dikirimkan
berada di bawah nilai level noise, sehingga keamanan data
informasi akan lebih terjamin. Data informasi yang lebih
terjamin tingkat keakuratannya akan berpengaruh terhadap nilai
kesalahan untuk ketepatan data dari transmitter menuju receiver,
maksudnya data informasi yang dikirim dari transmitter

59
diharapkan sama dengan hasil data informasi yang di terima pada
sisi receiver.

• Gold Code
Sebuah Gold Code, juga dikenal sebagai Gold Sequence
yang merupakan bentuk urutan biner yang digunakan dalam
telekomunikasi (CDMA) dan satelit navigasi (GPS). Pada Gold
Code diharuskan memilih dua sequence panjang maksimum yang
sama panjang yaitu dengan ketentuan 2m - 1, sehingga cross-
correlation pada Gold Code hanya memiliki tiga nilai. Rangkaian
Gold Code merupakan rangkaian dari eksklusif-or 2m - 1 yang
terdiri dari 2-sequence dari Gold Code dalam berbagai tahapan.
Sebuah rangkaian Gold Code Sequence terdiri dari 2m + 1 untuk
masing-masing sequence dengan periode 2m - 1. Dalam satu
rangkaian Gold Code terdiri dari rangkaian bit biner yang di
deklarasikan dengan angka “1” dan “0” dimana banyaknya jumlah
angka “1” dan angka “0” hanya berbeda 1 angka saja.
Tipe kode pseudo-noise dihasilkan dari bentuk penambahan
dari 2 bentuk kode pseudo-noise m-sequence. Penambahan
dilakukan dengan menggunakan X-OR. Dengan melakukan X-OR
diharapkan dapat menghasilkan pseudo-noise code yang lebih
kompleks dari bentuk m-sequence sebelumnya. Untuk tipe kode
pseudo-noise ini banyak dipakai dalam sistem komunikasi CDMA
(Code Division Multiple Access). Untuk mendapatkan nilai
pencampuran pseudo-noise code ini yaitu dengan menjumlahkan
nilai output yang dihasilkan dari masing-masing m-sequence. Hal
ini telah dijelaskan pada bab sebelumnya yaitu pada bab 2.

60
61
Gambar 4.11 Diagram Alir Pembentukan Pseudo-noise Code pada Tipe
Gold Code.

62
Misal :
Tipe yang dipilih 435 dan 551. Hasil konversi dari masing-masing
tipe kode pseudo-noise ini yaitu sebagai berikut :

435 = 100011101  g(D) = 1 + D2 + D3 +D4 + D8


551 = 101101001  g(D) = 1 + D3 + D5 +D6 + D8

Untuk membangkitkan nilai pseudo-noise yang dihasilkan dari


Pseudo Random Generator dengan menggunakan persamaan
polinomial di atas.

Analisa terhadap diagram alir di atas :


Diagram alir di atas menjelaskan tentang pembuatan nilai pseudo-
noise code dari tipe shift-register 435 dan 545. Tipe Gold Code
memerlukan 2 bentuk kode pseudo-noise m-sequence, oleh karena
itu digunakan 2 tipe shift-register. Alur programnya : buat terlebih
dahulu nilai pseudo-noise pada masing-masing tipe shift-register
435 dan 545 dengan menggunakan parsamaan polinomial yang
telah diperoleh berdasarkan ppada nilai biner dari tipe shift-
register yang digunakan. Kemudian nilai dari kedua shift-register
berdasarkan persamaan polinomial di XOR. Nilai hasil dari proses
XOR akan di OR kan dengan nilai input data yang diterima dari
sensor suhu. Dalam program ini pasangan maxleght sequence
yang digunakan adalah [5,3] dan [5,4,3,2]. Gold Code Sequence
sangat bermanfaat karena sebagian besar kode (dengan panjang
kode yang sama dan dikontrol dengan crosscorrelation) dapat
dibangkitkan, meskipun gold code sequence hanya memerlukan
satu 'pasangan' umpan balik dari rangkaian shif-register. M-
sequence harus memiliki maxleght yang sama, dua generator
code yang akan menjaga supaya hubungan phase tetap sama, dan
kode yang dihasilkan adalah kode yang memiliki maxleght yang
sama sebagai 2 kode dasar yang ditambahkan secara bersama-
sama dengan penggunakan XOR, tetapi belum dilakukan secara
maksimal sehingga fungsi autocorrelation akan lebih buruk
apabila dibandingkan dengan fungsi m-sequences.

63
• Pengujian Sistem Spreading - Despreading Menggunakan
Gold Code
Untuk pengujian sistem spreading - despreading dengan
menggunakan Gold Code kali ini akan diamati adalah kode yang
memiliki jumlah shift-register 5 buah dengan pasangan tap [5,3]
dan [5,4,3,2]. Dan hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut:

Gold Code dengan pasangan Tapping [5,3] dan [5,4,3,2].

Gambar 4.12 Bentuk Sinyal Proses Spreading - Despreading


Menggunakan Gold Code

Keterangan gambar: (dari atas ke bawah)


1. Master Clock
2. Sinyal Keluaran Blok FTC
3. Sinyal Gold Code
4. Sinyal Spreading - Despreading

Dari hasil pengujian diatas dapat dianalisa bahwa:


Sinyal data informasi dapat diterima dengan baik oleh
penerima tanpa menggunakan rangkaian sinkronisasi, sehingga
dapat terlihat bahwa data informasi pada sisi pengirim sama dengan
data informasi pada sisi penerima. Data informasi yang dapat
diamati dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sinyal
informasi dapat menjalani proses spreading dan proses despreading
dengan baik dengan menggunakan metode Gold Code. Sinyal data
output dari penerima akan terlambat dari sinyal data informasi

64
karena faktor delay. Delay pada saat pengiriman dan penerimaan
data bisa ditentukan sesuai dengan yang kita inginkan. Delay yang
kita inginkan dapat diatur pada software yang kita gunakan untuk
mengendalikan mikrokontroler.

4.3.4 Spreading
Spreading dilakukan dengan meng-XOR-kan nilai pseudo-
noise dengan menggunakan input data yang telah diperoleh
sebelumnya, sehingga dihasilkan kode-kode data yang acak dengan
bandwidth yang lebar.

Gambar 4.13 Diagram Alir Proses Spreading

Untuk dapat manghasilkan nilai perhitungan XOR antara


input data dengan pseudo-noise, maka kode program yang
digunakan adalah sebagai berikut :

Print Chr(dat_out);
If Dat_out = &H11D Then
Dat_out = 0
Else
If Dat_out = &H169 Then
Dat_out = 0
else
If Dat_out = &HF3 Then
Dat_out = 0
else
If Dat_out = &H12A Then

65
Dat_out = 0
else
If Dat_out = &H165 Then
Dat_out = 0
else
If Dat_out = &H15F Then
Dat_out = 0
else
If Dat_out = &H1C3Then
Dat_out = 0
else
If Dat_out = &H163 Then
Dat_out = 0
else
Goto Kirim
End If
Wend
Loop

Kirim:
Rx_en = 0
Call Config_tr
Kirim2:
Do
Dat0 = &Hfa
'''''''''''''''
If Dat0 = 0 Then
Print Chr(&Hfd)
Goto Kirim2
End If

Program di atas menjelaskan tentang nilai pseudo-noise gold


code yang dihasilkan dari hasil nilai m-sequence 1 yang di OR
dengan nilai m-sequence 2 kemudian di XOR dengan input data
yang diterima dari sensor suhu dan telah mengalami konversi
dalam bentuk biner melalui ADC (Analog to Digital Converter)
yang ada pada mikrokontroler. Hasil perhitungan XOR antara
pseudo-noise dengan input data akan diletakkan pada suatu
variabel yang dideklarasikan dalam bentuk hexa yang kemudian
akan diinputkan ke rangkaian antena transmitter, dimana input
menuju ke rangkaian antena transmitter akan meneruskan data
input yang sudah mangalami penambahan PN code untuk
mengalami proses modulasi dengan menggunakan teknik
modulasi GFSK (Gaussian Frequency Shift Keying). Teknik
modulasi GFSK sudah terprogram pada rangkaian antena TRW-
2.4G. Teknik modulasi GFSK yang digunakan merupakan teknik

66
modulasi FSK (Frequency Shift Keying) yang mendapatkan
penambahan filter dengan menggunakan metode Gaussian Filter.

4.3.5 Modulasi
Modulasi yang digunakan adalah modulasi dengan tipe
modulasi GFSK (Gaussian Frequency Shift Keying). Sistem kerja
dari modulasi ini yaitu dengan membalikkan nilai phase antara 00
sampai 1800 dari nilai hasil spreading. Bila nilai input yang
dihasilkan dari hasil spreading tersebut bernilai “1”, maka phase
yang dihasilkan adalah 900. Sedangkan nilai input yang masuk pada
modulasi ini menghasilkan nilai phase sebesar -900. Hal ini dapat
terlihat pada diagram phasor yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya.

START

Input data hasil


spreading

Y
Jum1=1 Gambar +180

Y
Jum1=1 Gambar -180

END

Gambar 4.14 Diagram Alir Modulasi GFSK

Kode program yang digunakan untuk membuat suatu modulasi sinyal


dari hasil perhitungan spreading adalah sebagai berikut :

67
Kirim:
Rx_en = 0
Call Config_tr
Kirim2:
Do
Dat0 = &Hfa
'''''''''''''''
If Dat0 = 0 Then
Print Chr(&Hfd)
Goto Kirim2
End If

Dari list program di atas menjelaskan bahwa bila nilai input yang
diberikan bernilai sesuai dengan nilai input yang diinginkan (sesuai
dengan batasan range nilai input yang ditentukan), maka data input
yang diterima akan mengalami proses modulasi. Apabila nilai data
yang diterima tidak sesuai dengan nilai yang diinginkan, maka
program akan memberi perintah untuk tidak mengolah data atau
meneruskan data pada proses modulasi. Program akan
memerintahkan hardware untuk mencari data input baru yang sesuai
dengan batas range nilai data input yang telah ditentukan sebelumnya.
Teknik modulasi yang digunakan dalam proses modulasi ini adalah
modulasi GFSK (Gaussian Frekuensi Shift Keying) dimana teknik
modulasi ini merupakan teknik modulasi FSK (Frequency Shift
Keying) dengan menggunakan Gaussian Filter. Sinyal baseband pada
modulasi GFSK harus melalui Gaussian Filter sebelum mengalami
proses modulasi secara FSK dan hasil output pada suatu modulator
FSK biner merupakan suatu fungsi step pada domain frekuensi.
Gaussian Filtering merupakan salah satu cara yang sangat standar
untuk mengurangi lebar spectral yang disebut dengan "pulse
shaping". Gaussian Filter berfungsi untuk membuat sinyal pulsa
menjadi lebih baik sehingga lebar sinyal spectral dapat terbatasi. Hal
ini untuk menghindari adanya pembatasan terhadap shift minimum.

4.3.6 Demodulasi
Pada demodulasi sinyal output dari sisi transmitter yang
dihasilkan dari udara akan diproses pada demodulator dengan
menggunakan teknik modulasi yang sama seperti yang digunakan
pada sisi transmitter, yaitu teknik modulasi GFSK. Sehingga akan
menghasilkan nilai-nilai biner seperti pada hasil perhitungan
spreading. Selanjutnya nilai-nilai ini akan diproses lebih lanjut pada
bagian despreding. Tipe demodulasi yang digunakan pada proyek

68
tugas akhir ini adalah tipe demodulasi GFSK seperti modulasi pada
sisi transmitter.

Gambar 4.15 Diagram Alir Demodulator GFSK

Kode program yang digunakan untuk mendapatkan hasil dari proses


demodulasi adalah sebagai berikut:

Kirim:
Rx_en = 0
Call Config_tr
Kirim2:
Do
Dat0 = &Hfd
'''''''''''''''
If Dat0 = 0 Then
Print Chr(&Hfa)
Goto Kirim2
End If

Listing program di atas merupakan progarm untuk mengembalikan


nilai data dalam bentuk sebelum mengalami proses modulasi pada
sisi pengirim. Jika pada sisi penerima tidak terjadi proses
demodulasi, maka data yang diterima tidak akan sama dengan data
yang terkirim atau bahkan data tidak akan bisa terbaca oleh
mikrokontroler. Proses demodulasi pada sisi receiver menggunakan
teknik modulasi yang sama yaitu teknik modulasi GFSK. Jika
teknik modulasi yang digunakan pada sisi transmitter berbeda
dengan teknik modulasi yang digunakan pada sisi receiver, maka
data informasi tidak akan terditeksi oleh mikrokontroler dan pada
program akan terlihat pemberitahuan bahwa program tidak dapat
dijalankan karena mengalami error. Pada proses demodulasi, data

69
informasi juga akan mengalami proses modulasi secara FSK dan
juga akan mengalami proses penyaringan melalui Gaussian Filter.

4.3.7 Despreading
Pada sisi despreading, input data berasal dari hasil atau output
proses demodulasi. Nilai tersebut akan di XOR-kan dengan pseudo
noise yang berada pada sisi receiver. Apabila nilai atau kode
pseudo-noise yang berada pada sisi receiver sama dengan nilai atau
pseudo-noise pada sisi transmitter, maka data informasi yang di
kirimkan oleh transmitter akan diterima kembali oleh sisi receiver.
Sebaliknya, apabila nilai atau pseudo noise pada sisi receiver
berbeda dengan nilai yang ada pada sisi transmitter, maka pada sisi
receiver akan menerima kode-kode acak yang menyerupai noise.

Gambar 4.16 Diagram Alir Despreading

Kode program yang digunakan adalah sebagai berikut :

70
Print Chr(dat_out);
If Dat_out = &H11D Then
Dat_out = 0
Else
If Dat_out = &H169 Then
Dat_out = 0
else
If Dat_out = &HF3 Then
Dat_out = 0
else
If Dat_out = &H12A Then
Dat_out = 0
else
If Dat_out = &H165 Then
Dat_out = 0
else
If Dat_out = &H15F Then
Dat_out = 0
else
If Dat_out = &H1C3Then
Dat_out = 0
else
If Dat_out = &H163 Then
Dat_out = 0
else
Goto Kirim
End If
Wend
Loop

Kirim:
Rx_en = 0
Call Config_tr
Kirim2:
Do
Dat0 = &Hfd
'''''''''''''''
If Dat0 = dat_0 Then
Print Chr(&Hfa)
Goto Kirim2
End If

Setelah mengalami proses demodulasi, maka data akan mengalami


proses penambahan pn code noise kembali atau lebih dikenal dengan
proses despreading kembali seperti yang terjadi pada saat data
mengalami proses spreading dan program yang digunakan
merupakan kebalikan program yang digunakan pada saat proses

71
spreading. Penambahan kembali pn code noise terhadap data
informasi adalah supaya data output pada sisi receiver memiliki nilai
yang sama dengan nilai data input sebelum data informasi
mengalami segala jenis proses yang berlangsung pada sisi
transmitter. Penambahan pn code noise juga dilakukan dengan 2
metode yaitu dengan metode m-sequence dan metode Gold Code
dan tentunya dengan penggunaan tipe nilai persamaan polinomial
yang sama seperti yang digunakan pada sisi transmitter. Jika tipe pn
noise code yang digunakan pada kedua sisi mikrokontroler berbeda
maka proses pengiriman dan penerimaan data informasi tidak akan
terjadi atau akan mengakibatkan program error.

4.3.8 Output Data


Output data yang dihasilkan merupakan dari proses
despreading. Jadi outpu yang dihasilkan dari proses despreading
akan dikeluarkan melalui output data. Pengamatan terhadap output
data bisa diamati melalui 2 cara, yaitu dengan mengamati hasil yang
telah muncul pada layar LCD dan juga melalui penggamatan dalam
bentuk sinyal output yang dapat terlihat spektrum analyzer. Apabila
hasil dari proses despreading berupa noise, maka output data yang
akan dihasilkan juga akan berupa noise. Pada LCD akan
menunjukkan bahwa nilai data output adalah 00C, sedangkan pada
spektrum analyzer sinyall yang teramati akan berbentik seperti
sinyal noise. Dan apabila hasil dari proses despreading berupa data
informasi, maka outputan data yang akan dihasilkan juga akan
berupa data informasi. Pada layar LCD akan menunjukkan nilai
yang sesuai dengan data informasi yang diinputkan, sedangkan pada
spektrum analyzer akan menunjukkan bahwa bentuk sinyal output
yang diterima sama dengan bentuk sinyal input.

72
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Setelah melakukan proses pengamatan dan analisa terhadap sistem
yang telah dibuat dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya adalah:

1. Kode acak semu dibangkitkan dari konfigurasi shift-register


dengan tap umpan balik tertentu, dimana proses umpan baliknya
dilewatkan melalui gerbang logika EX-OR.
2. Semakin banyak jumlah shift-register yang digunakan untuk
pembangkitan kode Pseudonoise dapat dikatakan bahwa
keandalan sistem akan semakin baik karena akan dihasilkan
periode yang semakin panjang sehingga data hasil Spreading
akan semakin sulit dikenali oleh noise atau interferensi.
3. Kode Gold Code dihasilkan dari 2 buah kode acak semu yaitu
kode maxlenght. Dengan bantuan Gold code, data informasi
dapat terspreading dengan baik.
4. Nilai delay yang diberikan sangat berpengaruh terhadap proses
pengiriman dan penerimaan data informasi.
5. Pada perancangan rangkaian antenna TRW-2,4G, dibutuhkan
rangkaian converter yang berrfungsi untuk mengubah nilai
tegangan dari ATMEL 8535 dari 5V menjadi + 3V sebagai
inputan tegangan pada antenna.

73
5.2 SARAN
Berdasarkan pada apa yang telah kami lakukan selama pembuatan
proyek akhir ini, saran-saran yang dapat kami berikan antara lain:
1. Hendaknya dalam perancangan dan pembuatan rangkaian logika
harus disertai dengan teori teknik modulasi yang yang labih
lengkap dan jelas.
2. Dalam pengujian sistem sebaiknya sistem dibandingkan dengan
beberapa parameter lainnya, logic Analyzer dan spektrum
analyzer untuk mendapatkan hasil pengukuran yang lebih akurat.

74
DAFTAR PUSTAKA

[1]. Dixon, Robert C. “Spread spectrum system with commercial


application”,thid edition,1994.
[2]. Ronald JT, Neal SW,Gregory LM.”Digital System”,9 th
Edition,2003.
[3]. Budiharto, Widodo , ”12 Proyek Mikrokontroler untuk Pemula” ,
PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2007.
[4]. Wiyono, Didik, ”Panduan Praktis Mikrokontroler Keluarga AVR
Menggunakan DT-Combo AVR-51 Starter Kit Dan DT-Combo
AVR Exercise Kit”, Innovative Electronics, Surabaya, 2007.
[5]. www.google.com/search spread spectrum tutorial
[6]. www.denayer.be

75
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

76
LAMPIRAN A

Listing Program dengan Menggunakan Software BASCOM

Pada Sisi TRANSMITTER

$regfile = "m8535.dat"
$baud = 9600
$crystal = 12000000
Ce Alias Portb.2
Cs Alias Portb.3
Dr Alias Pinb.0
Clk Alias Portb.4
Dat Alias Portb.1
Dat_pin Alias Pinb.1

Declare Sub Config_fullmode


Declare Sub Send_byte
Declare Sub Read_byte
Declare Sub Config_tr
Declare Sub General_config

Config Pinb.2 = Output


Config Pinb.3 = Output
Config Pinb.0 = Input
Config Pinb.4 = Output
Config Pinb.1 = Output
Config Lcdpin = Pin , Db4 = Portc.4 , Db5 = Portc.5 , Db6 = Portc.6 , Db7 =
Portc.7 , E = Portc.2 , Rs = Portc.0
Dim A As Byte
Config Lcd = 16 * 2
Config Adc = Single , Prescaler = Auto

Dim W As Word , Channel As Byte


Dim Jumlah As Byte
Dim Dat_out As Byte
Dim I As Byte
Dim J As Byte
Dim Data_print As Bit

'shockburst configuration
Dim Data2_w As Byte , Data1_w As Byte
Dim Addr2_1 As Byte , Addr2_2 As Byte , Addr2_3 As Byte , Addr2_4 As
Byte , Addr2_5 As Byte
Dim Addr1_1 As Byte , Addr1_2 As Byte , Addr1_3 As Byte , Addr1_4 As
Byte , Addr1_5 As Byte
Dim Addr_w As Byte , Crc_length As Bit , Crc_en As Bit '6-1-1

'general configuration
Dim Rx2_en As Bit , Cm As Bit , Rfdr_sb As Bit , Xo_f As Byte , Rf_pwr As
Byte '1-1-1-3-2
Dim Rf_ch As Byte , Rx_en As Bit '7-1
Dim Dat0 As Byte , S As Byte

Channel = 0
Ce = 0
Cs = 0
Clk = 0
Dat = 0
Waitms 500
'jangan lupa selalu config input/output->baca=input - tulis=output
Data2_w = 8
Data1_w = 8 'panjang data
Addr2_5 = &H00
Addr2_4 = &H00
Addr2_3 = &H00
Addr2_2 = &H00
Addr2_1 = &H00
Addr1_5 = &H00 'address
Addr1_4 = &H00
Addr1_3 = &H00
Addr1_2 = &H00
Addr1_1 = &H00
Addr_w = 40 'panjang address
Crc_length = 1 'panjang crc
Crc_en = 1
Rx2_en = 0
Cm = 1 'direct/shockburst
Rfdr_sb = 1 'data rate kbps/mbps
Xo_f = 3 'crystal freq
Rf_pwr = 1 'db
Rf_ch = &H55 '0-83
Rx_en = 1

Cls
Lcd "NILAI INPUT"
Waitms 500
Mulai:
Stop Adc
Call Config_fullmode
Waitms 10
'''''''''''''''''''''''''''''''
'Dat0 = Waitkey()
'If Dat0 = &HFA Then
' Print Chr(&Hfd)
'Else
' Print Chr(&Hfc);
'End If
Goto Kirim
'''''''''''''''''''''''''''''
Kirim:
Rx_en = 0
Call Config_tr
Kirim2:
Do
Start Adc
Dat0 = Getadc(0)
Dat0 = Dat0 - 27
If Dat0 < 25 Then
Dat0 = Dat0
Elseif Dat0 >= 39 Then
Dat0 = 0
End If

Cls
Lcd "INPUT Tx..."
Lowerline
Lcd Dat0 ; "C"
Waitus 1

Ce = 0
Cs = 0
Waitus 10
Ce = 1
Waitus 10
Dat_out = Addr1_1 'addr1
Call Send_byte
Dat_out = Addr1_2 'addr2
Call Send_byte
Dat_out = Addr1_3 'addr3
Call Send_byte
Dat_out = Addr1_4 'addr4
Call Send_byte
Dat_out = Addr1_5 'addr5
Call Send_byte
Dat_out = Dat0 'data
Call Send_byte
Waitus 100
Ce = 0
Waitms 100
Goto Mulai
Loop
End

Sub Read_byte
Dat_out = 0
For I = 1 To 8
Waitus 1
Clk = 1
Shift Dat_out , Left
Dat_out = Dat_out Or Dat_pin
Waitus 1
Clk = 0
Next
Clk = 0
End Sub

Sub Send_byte
For I = 1 To 8
Rotate Dat_out , Left
Data_print = Dat_out And 1
' Print Data_print;
Dat = Data_print
Waitus 1
Clk = 1
Set Portd.0
Waitus 1
Clk = 0
Reset Portd.0
Next
Clk = 0
' Print ""
End Sub

Sub Config_tr
Cs = 1
Ce = 0
Config Dat_pin = Output
Waitms 10
Dat = Rx_en
Waitus 1
Clk = 1
Waitus 1
Clk = 0
Cs = 0
End Sub

Sub Config_fullmode
Cs = 1
Ce = 0
Config Dat_pin = Output
Waitms 10
Dat_out = Data2_w
Call Send_byte
Dat_out = Data1_w
Call Send_byte
Dat_out = Addr2_5
Call Send_byte
Dat_out = Addr2_4
Call Send_byte
Dat_out = Addr2_3
Call Send_byte
Dat_out = Addr2_2
Call Send_byte
Dat_out = Addr2_1
Call Send_byte
Dat_out = Addr1_5
Call Send_byte
Dat_out = Addr1_4
Call Send_byte
Dat_out = Addr1_3
Call Send_byte
Dat_out = Addr1_2
Call Send_byte
Dat_out = Addr1_1
Call Send_byte

Shift Addr_w , Left , 1


Addr_w = Addr_w Or Crc_length
Shift Addr_w , Left , 1
Dat_out = Addr_w Or Crc_en
Call Send_byte
Dat_out = Rx2_en
Shift Dat_out , Left , 1
Dat_out = Dat_out Or Cm
Shift Dat_out , Left , 1
Dat_out = Dat_out Or Rfdr_sb
Shift Dat_out , Left , 3
Dat_out = Dat_out Or Xo_f
Shift Dat_out , Left , 2
Dat_out = Dat_out Or Rf_pwr
Call Send_byte

Dat_out = Rf_ch
Shift Dat_out , Left , 1
Dat_out = Dat_out Or Rx_en
Call Send_byte

Cs = 0
End Sub
Pada Sisi RECEIVER

$regfile = "m8535.dat"
$crystal = 4000000
Ce Alias Portb.2
Cs Alias Portb.3
Dr Alias Pinb.0
Clk Alias Portb.4
Dat Alias Portb.1
Dat_pin Alias Pinb.1

Declare Sub Config_fullmode


Declare Sub Send_byte
Declare Sub Read_byte
Declare Sub Config_tr
Declare Sub General_config

Config Pinb.2 = Output


Config Pinb.3 = Output
Config Pinb.0 = Input
Config Pinb.4 = Output
Config Pinb.1 = Output
Config Lcdpin = Pin , Db4 = Portc.4 , Db5 = Portc.5 , Db6 = Portc.6 , Db7 =
Portc.7 , E = Portc.2 , Rs = Portc.0
Dim A As Byte
Config Lcd = 16 * 2

Dim Jumlah As Byte


Dim Dat_out As Byte
Dim I As Byte
Dim J As Byte
Dim Data_print As Bit

'shockburst configuration
Dim Data2_w As Byte , Data1_w As Byte
Dim Addr2_1 As Byte , Addr2_2 As Byte , Addr2_3 As Byte , Addr2_4 As
Byte , Addr2_5 As Byte
Dim Addr1_1 As Byte , Addr1_2 As Byte , Addr1_3 As Byte , Addr1_4 As
Byte , Addr1_5 As Byte
Dim Addr_w As Byte , Crc_length As Bit , Crc_en As Bit '6-1-1
'general configuration
Dim Rx2_en As Bit , Cm As Bit , Rfdr_sb As Bit , Xo_f As Byte , Rf_pwr As
Byte '1-1-1-3-2
Dim Rf_ch As Byte , Rx_en As Bit '7-1
Dim Dat0 As Byte

Ce = 0
Cs = 0
Clk = 0
Dat = 0
Waitms 500
'jangan lupa selalu config input/output->baca=input - tulis=output
Data2_w = 8
Data1_w = 8 'panjang data
Addr2_5 = &H00
Addr2_4 = &H00
Addr2_3 = &H00
Addr2_2 = &H00
Addr2_1 = &H00
Addr1_5 = &H00 'address
Addr1_4 = &H00
Addr1_3 = &H00
Addr1_2 = &H00
Addr1_1 = &H00
Addr_w = 40 'panjang address
Crc_length = 1 'panjang crc
Crc_en = 1
Rx2_en = 0
Cm = 1 'direct/shockburst
Rfdr_sb = 1 'data rate kbps/mbps
Xo_f = 3 'crystal freq
Rf_pwr = 1 'db
Rf_ch = &H55 '0-83
Rx_en = 1

Mulai:
Cls
Call Config_fullmode
Waitms 10

Terima:
Rx_en = 1
Call Config_tr
Config Dat_pin = Input
Waitms 10
Do
Cs = 0
Ce = 1
Waitus 10
While Dr = 0
Wend
Ce = 0
Dat_out = 0
While Dr = 1
Call Read_byte
Cls
Lcd "HASIL RX"
Lowerline
Lcd "from Tx:" ; Dat_out ; "C"
'Waitms 10
Dat_out = 0
Goto Terima
Wend
Goto Mulai
Loop

Sub Read_byte
Dat_out = 0
For I = 1 To 8
Waitus 1
Clk = 1
Shift Dat_out , Left
Dat_out = Dat_out Or Dat_pin
Waitus 1
Clk = 0
Next
Clk = 0
End Sub

Sub Send_byte
For I = 1 To 8
Rotate Dat_out , Left
Data_print = Dat_out And 1
' Print Data_print;
Dat = Data_print
Waitus 1
Clk = 1
Waitus 1
Clk = 0
Next
Clk = 0
' Print ""
End Sub
Sub Config_tr
Cs = 1
Ce = 0
Config Dat_pin = Output
Waitms 10
Dat = Rx_en
Waitus 1
Clk = 1
Waitus 1
Clk = 0
Cs = 0
End Sub

Sub Config_fullmode
Cs = 1
Ce = 0
Config Dat_pin = Output
Waitms 10
Dat_out = Data2_w
Call Send_byte
Dat_out = Data1_w
Call Send_byte
Dat_out = Addr2_5
Call Send_byte
Dat_out = Addr2_4
Call Send_byte
Dat_out = Addr2_3
Call Send_byte
Dat_out = Addr2_2
Call Send_byte
Dat_out = Addr2_1
Call Send_byte
Dat_out = Addr1_5
Call Send_byte
Dat_out = Addr1_4
Call Send_byte
Dat_out = Addr1_3
Call Send_byte
Dat_out = Addr1_2
Call Send_byte
Dat_out = Addr1_1
Call Send_byte
Shift Addr_w , Left , 1
Addr_w = Addr_w Or Crc_length
Shift Addr_w , Left , 1
Dat_out = Addr_w Or Crc_en
Call Send_byte

Dat_out = Rx2_en
Shift Dat_out , Left , 1
Dat_out = Dat_out Or Cm
Shift Dat_out , Left , 1
Dat_out = Dat_out Or Rfdr_sb
Shift Dat_out , Left , 3
Dat_out = Dat_out Or Xo_f
Shift Dat_out , Left , 2
Dat_out = Dat_out Or Rf_pwr
Call Send_byte

Dat_out = Rf_ch
Shift Dat_out , Left , 1
Dat_out = Dat_out Or Rx_en
Call Send_byte
Cs = 0
End Sub
LAMPIRAN B
RIWAYAT HIDUP

Name : Nidya Cory Pristining


Address : Jl.Sawunggaling II no.15 Sidoarjo
Birthday : 14th Mei
Hobby : Travelling, watching movie, etc
Email : cute_n333da@yahoo.com
Phone agar tidak: disalah
081230984014
gunakan no HP dan Alamat sengaja di hitamkan
Education : 1. SD Negeri II Jemundo
2. SLTP Negeri 2 Taman
3. SMU Negeri 15 Surabaya
4. PENS - ITS
(Telecommunication Engineering)

You might also like