You are on page 1of 21

MANAJEMEN STATUS KONVULSI

OLEH : RM. AGUNG PRANATA


PEMBIMBING : DR. FARIDA SP.S
KONVULSI DAN EPILEPSI

 Kejang dan epilepsi telah dikenal sejak


zaman Hipokrates → abad ke 19 :
pemahaman klinis
 kejang dan epilepsi : ↑ 152.000 kasus yang
terjadi tiap tahunnya di USA → kematian.
 Status epileptikus dan status konvulsi harus
ditangani secara cepat dan tepat tertangani
untuk mencegah kematian ataupun akibat
yang terjadi kemudian.
Definisi

 Dorland (2002) : Status konvulsi mengacu pada apa


yang disebut dengan status epilepticus konvulsius,
yaitu suatu rangkaian kejang tonik-klonik yang
menyeluruh tanpa kembalinya kesadaran yang
kontinyu, termasuk suatu keadaan gawat darurat
 EFA (1990) : status epileptikus didefenisikan
sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih
rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan
kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang >
30 menit
Epidemiologi

 USA : 1,5 juta penduduk mengidap epilepsi yang aktif,


dimana dari angka tersebut, sebagian besarnya adalah
epilepsi kronis.
 Prediksi : 7 juta orang sewaktu-waktu akan terkena
epilepsi
 1 dari 11 orang yang akan mengalami kejang tunggal
sekali seumur hidupnya.
 kejang dan epilepsi dapat menyerang semua umur dan
semua jenis kelamin→kecendrungan bahwa laki-laki
dengan kondisi sosial ekonomi rendah lebih mudah
terkena
Provokator Konvulsi

 Alkohol
 Anoksia
 Antikonvulsan-withdrawal (20%)
 Penyakit cerebrovaskular
 Epilepsi kronik
 Infeksi SSP
 Toksisitas obat-obatan
 Metabolik
 Trauma
 Tumor
 Hipoglikemia-Hiperglikemia
Non Epileptik Konvulsi
 No brain damage
 Dapat diprovokasi oleh :
• Positional vertigo mendadak • Non-epileptic myoclonus
• Breath-holding spell • Opsoclonus
• Cataplexy • Parasomnias
• Hyperekplexia ( sy. startle) • Paroxysmal kinesiogenic
• Hypoglycemia yang terkait • dyskinesia
neuroglycopenia • Syncope
• Migraine • Tics
• Narcolepsy
Komplikasi
 Otak  Aritmia
 Peningkatan Tekanan Intra  Glikosuria, dilatasi pupil
Kranial  Hipersekresi, hiperpireksia
 Oedema serebri  Jantung
 Trombosis arteri dan vena  Hipotensi, gagal jantung,
otak tromboembolisme
 Disfungsi kognitif
 Metabolik dan Sistemik
 Gagal Ginjal  Dehidrasi
 Myoglobinuria,  Asidosis
rhabdomiolisis
 Hiper/hipoglikemia
 Gagal Nafas  Hiperkalemia, hiponatremia
 Apnoe  Kegagalan multiorgan
 Pneumonia
 Idiopatik
 Hipoksia, hiperkapni
 Fraktur, tromboplebitis, DIC
 Gagal nafas
 Pelepasan Katekolamin
 Hipertensi
Gejala Klinis
 Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah keterlambatan penanganan. Status
tonik-klonik umum (Generalized Tonic-Clonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari
survei ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.
 A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epileptikus)
 Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan potensial dalam mengakibatkan kerusakan.
Kejang didahului dengan tonik-klonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada
status tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan kesadaran diantara
serangan dan peningkatan frekuensi.
 Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan
pernafasan yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2.4,5,7 Adanya
takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat
serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang sampai
lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani.
 B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)
 Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas
klonik pada periode kedua.
 C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)
 Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini
terjai pada ensefalopati kronik dan merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.
 D. Status Epileptikus Mioklonik
 Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan mioklonus adalah menyeluruh tetapi sering asimetris
dan semakin memburuknya tingkat kesadaran. Tipe dari status epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat
dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.5,6
Manajemen Status Epipelticus
Konvulsif
P3K Kejang :
Prinsip : A + B+ C + Call for Help
 Beberapa pedoman pertolongan pertama mengatasi episode kejang :
 Bersikap tenang
 Bantulah pasien untuk berbaring , jauhkan pasien dari sesuatu yang keras dan tajam seperti sudut meja,
dll
 Gulingkanlah pasien sehingga kepala menghadap ketanah agar air ludah tidak masuk ke jalan nafas.
 Longgarkan baju, tali pinggang dan celana, lepaskan kaca mata yang dipakai pasien.
 Jangan berusaha memasukkan sesuatu apapun kedalam mulut pasien. Lidah tidak dapat berfungsi
untuk menelan, sehingga akan menyebabkan tersedak. Ingat otot untuk mengunyah sangat kuat
 Sesudah kejang berhenti, sebaiknya jangan menahan, restrain pasien, hal ini akan mengakibatkan
perlawanan atau agitasi pasien. Ini disebabkan oleh karena pasien belum pulih 100% kesadarannya.
Berusahalah untuk menempatkan pasien dalam lingkungan yang aman.
 Hindarilah pemberian obat, minuman, atau makanan sebelum pasien pulih 1000 persen kesadarannya.
 Temanilah pasien sampai sadar betul. Tanyakanlah “dimanan alamatmu” kalau ia dapat menjawab
dengan benar berarti sudah pulih.
 Jika kejangnya adalah kejang pertama kali dan berlangsung lebih dari 5 menit, segera panggil
ambulance untuk diobservasi dirumah sakit.
 Jika kejang berlangsung di tempat umum/keramaian, selama kejang berlangsung, mintalah agar tidak
menjadi tontonan, satu dua orang sudah cukup untuk membantu pertolongan pertama.
P3K Kejang
Prinsip :

 Status convulsus perlu segera dihentikan sebab :


 Semakin lama kejang berlangsung, semakin sulit
dikontrol dan semakin banyak kerusakan sel otak itu
terjadi
 Kerusakan sel otak terjadi terutama oleh bangkitan
eksitasi yang terus menerus dan bukan oleh komplikasi
aktivitas kejangnya
 Faktor sistimik (hiperpireksia) dapat menimbulkan
kerusakan sel otak
 Oleh karenanya sebaiknya seizure dapat dihentikan
dalam waktu 30 menit baik secara klinik maupun elektrik
Algoritma pilihan terapi
pada konvulsi berlanjut
Manajemen S.Convulsi
(EFA, 1993)
 Pada : awal menit
1. Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi
berlebihan segera bersihkan (bila perlu
intubasi)
 a. Periksa tekanan darah
 b. Mulai pemberian Oksigen
 c. Monitoring EKG dan pernafasan
 d. Periksa secara teratur suhu tubuh
 e. Anamnesa dan pemeriksaan neurologis
Manajemen St.Konvulsi
(EFA, 1993)
 2. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar glukosa,
hitung darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan darah; periksa
AGDA (Analisa Gas Darah Arteri)

 3. Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat

 4. Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan Tiamin 100 mg


IV atau IM untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wernicke’s encephalophaty

 5. Lakukan rekaman EEG (bila ada)

 6. Berikan Lorazepam (Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8 mg) intravena
dengan kecepatan 2 mg per menit
atau Diazepam 0,2 mg/kg (5 sampai 10 mg).
Jika kejang tetap terjadi berikan Fosfenitoin (Cerebyx) 18 mg per kg intravena dengan
kecepatan 150 mg per menit, dengan tambahan 7 mg per kg jika kejang berlanjut.
Jika kejang berhenti, berikan Fosfenitoin secara intravena atau intramuskular dengan 7
mg per kg per 12 jam. Dapat diberikan melalui oral atau NGT jika pasien sadar dan
dapat menelan.
Manajemen S.Convulsi
(EFA, 1993)
 Pada : 20 sampai 30 menit, jka kejang tetap berlangsung
 1. Intubasi, masukkan kateter, periksa temperatur
 2. Berikan Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg per kg intravena
dengan kecepatan 100 mg per menit

 Pada : 40 sampai 60 menit, jika kejang tetap berlangsung


 Mulai infus Fenobarbital 5 mg per kg intravena (dosis inisial),
kemudian bolus intravena hingga kejang berhenti, monitoring EEG;
lanjutkan infus Pentobarbital 1 mg per kg per jam; kecepatan infus
lambat setiap 4 sampai 6 jam untuk menetukan apakah kejang telah
berhenti. Pertahankan tekanan darah stabil.
-atau-
 Berikan Midazolam (Versed) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75
sampai 10 mg per kg per menit, titrasi dengan bantuan EEG.
Tata laksana St.Konvulsi
menurut PERDOSSI
TERIMA KASIH

You might also like