You are on page 1of 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persaingan di dunia bisnis bukanlah hal yang asing didengar, setiap

perusahaan akan berlomba-lomba dalam menarik calon pelanggan untuk

mengkonsumsi produk yang mereka tawarkan. Pemimpin perusahaan dan

stakehorder didalamnya harus merencanakan strategi-strategi pemasaran yang

tepat guna menarik serta mendekatkan diri kepada konsumen agar timbul suatu

hubungan emosional yang kuat sehingga tercapai tujuan perusahaan secara jangpa

panjang.

Pemilihan strategi multilevel marketing merupakan suatu strategi yang

perlu difikirkan karena produsen bisa langsung berbicara dan bertatap muka

dengan konsumen secara langsung walaupun strategi multi level marketing dalam

mendapatkan keuntungan dalam jangka waktu yang panjang.

Multilevel marketing ini memangkas jalur distribusi dalam penjualan

konvensional karena tidak melibatkan distributor atau agen tunggal dan grosir

atau sub agen, tetapi langsung mendistribusikan produk kepada distributor

independen yang bertugas sebagai pengecer atau penjual langsung kepada

konsumen.

Keunikan utama sistem multilevel marketing dibanding dengan sistem

distribusi konvensional terletak pada eksklusivitas cara pendistribusian, dimana

produk tidak dapat dibeli umum di tempat – tempat seperti toko, pasar swalayan,

1
departemen store dan lain – lain, tetapi hanya diperoleh melalui distribusi

langsung.

MLM yang merupakan suatu bentuk pemasaran berjenjang, terdiri atas

jaringan yang merupakan kumpulan orang, baik sebagai konsumen maupun

distributor, yang bekerja tidak hanya mendistribusikan produk utama saja, namun

juga mempromosikan.

Dengan demikian perusahaan yang menerapkan strategi multi level

marketing bisa mendekatkan diri kepada konsumen lebih intens, dalam hal ini

perusahaan harus memberikan nilai yang maksimal kepada pelanggan dan apabila

perusahaan tidak mampu memberikan nilai yang tinggi kepada pelanggan

terutama setelah melakukan pembelian dan dievaluasi ternyata nilai yang diterima

lebih kecil dari pengorbanan maka pelanggan dalam hal ini pelanggan tidak

merasakan tingkat kepuasan

Perusahaan Oriflame merupakan perusahaan multilevel, bergerak dalam

bidang kosmetika yang berasal dari Swedia. Perusahaan Oriflame sendiri telah

memproduksi produk kosmetika selama 42 tahun. Produk-produk oriflamme tidak

dijual langsung ke toko-toko eceran maupun grosir melainkan dengan

menggunakan Consultant (member) sebagai pemasar dan sekaligus konsumen dari

produk

Pt.Orindo Alam Ayu selaku distributor independent Oriflamme wilayah

Indonesia memilki beberapa kantor cabang perwakilan distributor di setiap daerah

yang salah satunya di Surabaya, perusahaan menydiakan berbagai fasilitas dalam

melakukan transaksi dalam berbelanja bagi para consultant (member) Oriflamme

diantaranya :

2
1. Berbelanja On-line melalui internet dengan cara membuka situs

resmi Oriflame yaitu www.Oriflame.co.id

2. Lewat Telephon ( By Phone) dengan menghubungi nomer yang

tertera di COF pada setiap kantor cabang yang diinginkan.

3. Datang langsung ke kantor cabang Oriflame yang diinginkan

dengan menggunakan kartu tanda Consultant

Dari berbagai alternatife tersebut dan salah satunya yang terjadi di

Surabaya terdapat beberapa hambatan dan kendala yang menimbulkan

kekecewaan konsumen Oriflame yang melakukan transaksi Order baik it via

online,telepon,maupun dating langsung ke kantor cabang oriflamme di Surabaya,

salah satu bentuk permasalahan yang dihadapi tersebut adalah ;

1. Berbelanja On-line melalui internet dengan cara membuka situs

resmi Oriflame yaitu www.Oriflame.co.id kendalanya adalah

ketidakpastian pesanan yang sudah di order tidak bisa langsung

diterima konsumen dikarenakan tidak ada confirm mengenai stok-

stok yang ada maupun kosong sehingga rasa was-was sering

menghantui para member Oriflame dalamk menggunakan media

ini dalam melakukan transaksi order.

2. Lewat Telephon ( By Phone) dengan menghubungi nomer yang

tertera di COF pada setiap kantor cabang yang diinginkan

kendalanya disini adalah para member Oriflame harus antri di

telepon guna menunggu giliran dalam transaksi Order barang

dikarenakan member yang menggunakan media ini jumllahnya

3
juga tidak sedikit sehingga pulsa bisa cepat habis dan seringkali

putus di tengah menuggu giliran bertransaksi. Keluhan lain

seringkali terjadi terkait masalah personel( pekerja) yang menagani

bagian pelayanan order by phone yang tidak terkesan ramah dan

tergesa-gesa sehingga pelanggan (member) merasa tidak nyaman

dalam bertransaksi lewat media ini.

3. Datang langsung ke kantor cabang Oriflame di Surabaya yang

dengan menggunakan kartu tanda Consultant: kendalanya disini

adalah para pelanggan (member) harus antri seperti rel kereta dan

tidak jarang waktu tanggal-tanggal Muda dan tanggal tua mereka

harus rela antri berjam-jam dikarenakan kondisi rutin yang tidak

bisa dihindari pada waktu tanggal-tanggal seperti itu, dalam kaitan

ini para mmber Oriflame rugi secara waktu, tenaga dan uang.

Dari fenomena tersebut tentunya Pt.Orindo Alam Ayu cabang Surabaya

apakah sudah mampu memuaskan para pelanggannya (member) dan mencapai

tingkat loyalitas kepada perusahan tersebut dikala tidak sedikit kekecewaan yang

dialami oleh para member Oriflame di Surabaya berdasarkan hasil survey

dilapangan atau apakah hal itu hanya dirasakan oleh sebagian kecil orang saja, hal

tersebut perlu diteliti lebih lanjut tentang pengaruh Post-purchase Perceived

value, kepuasan terhadap loyalitas member Oriflame pada Pt. Orindo Alam Ayu

cabang Surabaya

B. Rumusan Masalah

4
1. Apakah Post-purchase Perceived Value ( persepsi nilai pasca pembelian )

yang terbagi menjadi beberapa sub variabel yaitu Functional value of

installation of supplier, functional value of supplier personel, functional

value of product, functional value of price, emotional value, social

value,kepuasan berpengaruh terhadap loyalitas member Oriflame pada Pt.

Orindo Alam Ayu cabang Surabaya?

2. Manakah dari sub variabel pada Post-purchase Perceived Value yang

paling dominan berpengaruh terhadap loyalitas?

C. Tujuan

1. Untuk menganalisis apakah Post-purchase Perceived value memiliki

pengaruh secara simultan terhadap loyalitas member Oriflame pada Pt.

Orindo Alam Ayu cabang Surabaya?

2. Untuk menganalisis apakah Post-purchase Perceived value memiliki

pengaruh secara parsial terhadap loyalitas member Oriflame pada Pt.

Orindo Alam Ayu cabang Surabaya?

3. Untuk menganalisis sub variable mana pada Post-purchase Perceived

value yang paling dominan berpengaruh terhadap loyalitas?

D. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis : hasil penelititn ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan ilmu manajemen pemasaran terutama mangenai Post-

purchase perceived value terhadap loyalitas pelanggan

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis

5
Melatih pola berpikir Ilmiah dalam menghadapi suatu fenomena yang

sedang terjadi, dan untuk mengetahui seberapa jauh aplikasi antara

teori yang didapat dengan fenomena sesungguhnya dilapangan.

b. Bagi Universitas Negeri Surabaya

Dapat dijadikan sebagai referensi bagi mahasiswa UNESA dalam

penulisan Skripsi atau tugas lainnya yang berkaitan dengan topik yang

sama diwaktu yang akan dating.

c. Bagi Pt.Orindo Alam Ayu

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dan informasi

sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk mengevaluasi sejauh

mana perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas

terhadap pelanggan (member).

E. Asumsi dan Keterbatasan

1) Asumsi

Asumsi adalah anggapan dasar yang diyakini kebenarannya. Dalam

penalitian ini peneliti memeiliki asumsi bahwa perceived value

berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Pelanggan yang puas

cenderung menjadi pelanggan yang loyal.

2) Batasan Masalah

a. Ruang lingkup penelitian ini terbatas di Surabaya

b. Subyeknya yang menjadi responden adalah member Oriflame yang

minimal 1 tahun menjadi member atau sudah 1 kali melakukan

perpanjangan keanggotaan.

6
c. Pernah melakukan transaksi Order mininimal 2 kali dalam 1 bulan

(baik itu secara on line maupun off line)

d. Minimal melakukan pembelian individu 1-2 produk setiap kali

transaksi

e. Post-purchase Perceived value yang diteliti adalah Functional

value of installation of supplier, functional value of supplier

personel, functional value of product, functional value of price,

emotional value, social value.

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Strategi Pemasaran

a. Pengertian strategi pemasaran

Bennet (dalam Fandy Tjiptono, 1997), strategi pemasaran

merupakan pernyataan (baik secara implisit maupun eksplisit)

mengenai bagaimana suatu merek atau lini produk mencapai

tujuannya.

Menurut Tull dan Kahle dalam Fandy Tjiptono (1997),


mendefinisikan strategi pemasaran sebagai alat fundamental yang
direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan
mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan
melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan
untuk melayani pasar sasaran tersebut.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian strategi

pemasaran adalah serangkaian tindakan terpadu menuju keunggulan

kompetitif yang berkelanjutan.

b. Elemen strategi pemasaran

Strategi pemasaran merupakan bagian integral dari strategi bisnis

yang memberikan arah bagi semua fungsi manajemen suatu organisasi.

Menurut Corey (dalam Fandy Tjiptono 1997:6), strategi pemasaran

terdiri atas lima elemen yang saling berkait. Kelima elemen tersebut

adalah :

a) Pemilihan pasar, yaitu memilih pasar yang akan dilayani.

Keputusan ini didasarkan pada faktor – faktor :

8
1. Persepsi terhadap fungsi produk dan pengelompokan

teknologi yang dapat diproteksi dan didominasi.

2. Keterbatasan sumber daya internal yang mendorong

perlunya pemusatan yang lebih sempit.

3. Pengalaman kumulatif yang didasarkan pada trial and error

di dalam menanggapi peluang dan tantangan.

4. Kemampuan khusus yang berasal dari akses terhadap

sumber daya langka atau pasar yang terproteksi.

b) Perencanaan produk, meliputi produk spesifik yang dijual,

pembentukan lini produk, dan desain penawaran individual

pada masing - masing lini. Produk itu sendiri menawarkan

manfaat total yang dapat diperoleh dengan pelanggan dengan

melakukan pembelian.

c) Penetapan harga, yaitu menentukan harga yang dapat

mencerminkan nilai - nilai kuantitatif dari produk kepada

pelanggan.

d) Sistem distribusi, yaitu saluran perdagangan grosir dan eceran

yang dilalui produk hingga mencapai konsumen akhir yang

membeli dan menggunakannya.

e) Komunikasi pemasaran, yaitu meliputi periklanan, personal

selling, promosi penjualan, direct marketing, dan public

relation.

Dari pemaparan yang sudah dijelaskan di atas tentang strategi

pemasaran yang memiliki beberapa elemen diantaranya pemilihahan pasar,

9
sistem distribusi, komunikasi pemasaran,penetapan harga, perencanaan

produk.Kelima elemen tersebut satu sama lain saling terkait guna

menciptakan strategi perusahaan yang mampu bersaing atau mengungguli

pesaing sehingga perlu dicermati bagaimana pentingnya elemen –elemen

dari strategi pemasaran ini perlu dipahami dan dijadikan dasar dalam

penentuan segmen pasar yang akan dibidik.

Hal yang mencakup penelitian saya adalah terkait dengan sistem

distribusi dari suatu perusahaan yang kaitannnya hubungan dengan

pelanggan, bagaimana perusahaan lebih mendekatkan diri dengan

pelanggan dan menarik pelanggan secara langsung dan efisien dapat loyal

terhadap perusahaan tersebut.

2. Pemasaran Langsung

a. Pengertian pemasaran langsung

Menurut Direct Marketing Association (DMA) (dalam Philip

Kotler,2002:740), pemasaran langsung diartikan sebagai sistem

pemasaran interaktif yang menggunakan satu atau lebih media

iklan untuk menghasilkan tanggapan dan / atau transaksi yang dapat

diukur pada suatu lokasi.

Philip Kotler dan Gary Armstrong (2001:242), menyebutkan

bahwa pemasaran langsung merupakan komunikasi langsung dengan

konsumen perorangan yang menjadi sasaran untuk memperoleh

tanggapan segera.

10
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemasaran

langsung merupakan komunikasi langsung dengan konsumen yang

menggunakan satu atau lebih media iklan untuk memperoleh

tanggapan segera.

b. Manfaat pemasaran langsung

Mencerminkan kecenderungan ke arah pemasaran yang lebih

memiliki sasaran, pemasaran langsung merupakan bentuk pemasaran

yang berkembang paling cepat. Pemasaran langsung memberikan

manfaat kepada konsumen dan penjual. Adapun manfaat pemasaran

langsung bagi konsumen (Philip Kotler, 2002:741) antara lain :

a) Konsumen dapat melakukan perbelanjaan perbandingan

dengan membuka - buka katalog dan layanan belanja on-line,

serta dapat memesan barang untuk mereka sendiri atau orang

lain.

b) Konsumen dapat mempelajari barang dan jasa yang tersedia

tanpa menghabiskan waktu untuk bertemu dengan wiraniaga.

Sedangkan manfaat pemasaran langsung bagi penjual adalah

sebagai berikut:

a) Penjual dapat membeli daftar alamat yang memuat nama dari

hampir semua kelompok.

b) Penjual dapat membangun hubungan yang berkesinambungan

dengan setiap pelanggan.

11
c. Saluran pemasaran langsung

Pemasar langsung dapat menggunakan berbagai saluran untuk

menjangkau calon pembeli dan pelanggan. Saluran itu (Philip

Kortler, 2002:747-755) terdiri dari :

a) Penjualan tatap muka yang merupakan suatu bentuk

pemasaran langsung yang memperkerjakan perwakilan dan

agen perusahaan untuk menjalankan tugas penjualan langsung.

b) Pemasaran surat langsung (direct mail) merupakan medium

yang popular karena memungkinkan selektivitas pasar sasaran

yang tinggi, dapat dibuat untuk perseorangan, fleksibel yang

terdiri dari pengiriman tawaran, pemberitahuan, pengingat

kepada seseorang di alamat tertentu.

c) Pemasaran melalui katalog adalah pemasaran langsung melalui

katalog yang diposkan ke daftar pelanggan terpilih atau

disediakan dalam toko.

d) Telemarketing menggambarkan penggunaan operator telepon

untuk menarik pelanggan baru, untuk berkontak dengan

pelanggan yang ada guna mengetahui dengan pasti level

kepuasan pelanggan, atau untuk mengambil pesanan.

e) Pemasaran kios adalah pemasaran yang menggunakan mesin

penerima pesanan yang dinamakan kios dan ditempatkan di

toko dan di tempat – tempat lain.

12
f) Pemasaran online adalah pemasaran yang dilakukan melalui

sistem komputer online interaktif, yang menghubungkan

konsumen dan penjual secara elektronik.

3. Multilevel Marketing

a. Pengertian Multilevel Marketing

David Ruller (1995), Multilevel marketing atau network marketing

adalah sistem melalui mana sebuah induk perusahaan mendistribusikan

barang atau jasanya lewat suatu jaringan orang – orang bisnis yang

independen.

Sedangkan menurut Benny Santoso (2003:28), Multilevel


marketing adalah suatu metode bisnis alternatif yang menentukan cara
terbaik untuk menjual produk dari suatu perusahaan melalui inovasi di
bidang pemasaran dan distribusi. Dari keterangan di atas, kesuksesan suatu
MLM tergantung pada kualitas produk yang dijual.

b. Konsep Multilevel Marketing

Sistem MLM yaitu berusaha dengan memperpendek jalur yang ada

pada sistem penjualan konvensional cara mempersingkat jarak antara

produsen dan konsumen. Perbedaan antara MLM (sistem penjualan

langsung) dan sistem penjualan konvensional dapat dilihat pada

diagram (Benny Santoso, 2003:29)

Gambar 2.1
Perbedaan antara model penjualan konvensional dengan Mlm model
penjualan langsung

Penjualan Konvensional Penjualan Langsung

PRODUSEN PRODUSEN

13
DISTRIBUTOR DISTRIBUTOR
INDEPENDEN

GROSIR
KONSUMEN

PENGECER

KONSUMEN

Andreas Harefa (dalam Benny Santoso, 2003:29), menyatakan bahwa


MLM bisa biaya pemasaran dan distribusi yang besarnya sekitar 60% dari
harga jual dan memberikannya kepada distributor independen dari
perusahaan MLM yang seharusnya bisa bersaing dengan produk yang
dijual melalui konvensional.

MLM adalah singkatan dari Multi Level Marketing (Pemasaran

Multi Tingkat) yaitu sistem pemasaran melalui jaringan distribusi yang

dibangun secara berjenjang dengan memposisikan pelanggan perusahaan

sekaligus sebagai tenaga pemasaran (Kuswara, 2005)

Dengan kata lain, MLM sebuah metode pemasaran barang dan atau

jasa dari sistem penjualan langsung melalui program pemasaran berbentuk

lebih dari satu tingkat dimana mitra usaha mendapatkan komisi penjualan

dan bonus penjualan dari hasil penjualan barang dan atau jasa yang

dilakukan sendiri dan anggota jaringan di dalam kelompoknya.

Sistem ini memiliki ciri khusus yang membedakan dengan sistem

pemasaran lain, diantaranya ciri – ciri khusus itu adalah terdapatnya

banyak jenjang level, melakukan perekrutan anggota baru, penjualan

14
produk, terdapat sistem pelatihan, serta adanya komisi atau bonus untuk

jenjangnya.

Dalam sistem ini, calon distribusi semacam ’membeli’ hak untuk

merekrut anggota baru, menjual produk, dan mendapatkan kompensasi

dari hasil penjualan mereka sendiri maupun dari hasil penjualan anggota

yang direkrut (downline) di dalam organisasi jaringan.

Secara teoritis pemasaran sistem MLM mempunyai daya tarik yang

luar biasa bagi masyarakat terbukti dengan banyaknya orang yang

mendirikan perusahaan berjenjang. MLM juga mempunyai kelebihan dan

kekurangan.

Kelebihan dari MLM (Kuswara 2005:36) adalah :

1. Kompensasi

Sistem kompensasi usaha MLM merupakan kompensasi bisnis

paling menarik. Sangat berbeda dengan sistem gaji bagi pegawai yang

paling bersifat linier dan naik secara berkala, penghasilan dan bisnis

ini bersifat eksponensial. Setiap jenjang memiliki sumber penghasilan

yang boleh dikatakan tanpa batas, sesuai dengan prestasi

distributornya. Bisa berbentuk aneka bonus dan komisi, serta bentuk

lainnya.

2. Modal

Masalah yang sering muncul ketika memulai bisnis adalah

modal. Banyak calon pengusaha mengurungkan niatnya membuka

usaha dengan alasan tidak punya modal. Nah, memulai bisnis MLM

tidak memerlukan modal besar. Bisnis ini hanya membutuhkan jumlah

15
uang yang relatif kecil untuk mulai ikut bergabung di dalamnya.

Karena modal utama bukanlah uang, tapi jaringan yang dimiliki oleh

para distributornya.

2. Waktu

Bisnis MLM adalah bisnis dengan waktu fleksibel. Para

distributor dapat melakukan presentasi atau penjualan pada waktu yang

mereka tentukan sendiri. Hal ini membuat mereka bisa mengatur

waktu dengan lebih baik.

3. Pemasaran

Bisnis apapun jika memiliki jaringan pemasaran yang solid akan

membuahkan keuntungan yang berlipat ganda, dan bisnis MLM

memiliki sistem jaringan pemasaran yang sangat baik. Ditambah lagi

dengan sistem pendukung (support system) yang mudah ditiru dan

dijalankan oleh setiap orang yang bergabung, memungkinkan bisnis ini

akan terus berkembang.

4. Kelompok

MLM adalah bisnis yang mengorganisasikan banyak orang,

menggabungkan masing – masing kekuatannya, dan saling mendukung

untuk meraih sukses secara bersama – sama. Ada banyak orang dalam

bisnis ini yang siap menolong setiap yang bergabung dalam organisasi

mereka untuk mengatasi kesulitannya. Beberapa perusahan bahkan

melengkapinya dengan aneka media untuk berbagi informasi, tips- tips

penjualan, dan beberapa kisah sukses.

5. Bisnis

16
Bisnis ini seperti membeli waralaba pribadi. Ketika kita

membelinya, terdapat seperangkat sistem siap pakai yang dapat

digunakan untuk segera memulainya. Sistem pendukung (support

system) ini secara terintegrasi menjadi bagian dari bisnis ini secara

keseluruhan. Distributor yang konsisten menjalankan sistem ini,

kemungkinan untuk suskes dalam beberapa tahun saja, adalah suatu

hal yang tidak mustahil.

6. Pendidikan

MLM merupakan tempat yang baik untuk belajar keterampilan

bisnis dalam kehidupan yang nyata. Inilah sebenarnya bagian yang

terpenting dalam bisnis MLM. Kelebihan dalam hal pendidikan bisnis

ini, bahkan seharusnya melampaui kelebihan pada sistem kompensasi

yang ditawarkan, untuk mengetahui sejauh mana keseriusan dari

perusahan MLM dalam melatih dan mendidik para calon distributor

mereka.

Kekurangan dari MLM (Kuswara, 2005:38) adalah :

1. Kejenuhan pasar

Kejenuhan pasar (market saturation) berkaitan dengan kondisi pasar

dan menanggapi suatu produk. Suatu pasar dikatakan jenuh jika

terdapat terlalu banyak produk yang ditawarkan sehingga pasar

mengalami kesulitan atau tidak mampu untuk menyerap produk

tersebut. Pada bisnis MLM misalnya, dengan tidak adanya batasan

jumlah distributor pada suatu daerah, sangat memungkinkan suatu

daerah akan kelebihan distributor, dampak langsungnya adalah

17
timbulnya persaingan yang kurang sehat, atau beberapa distributor

akhirnya tidak mampu menjual produknya. Yang berarti tidak mampu

mendapatkan downline baru.

2. Keorganisasian

Pada dasarnya semua struktur organisasi baik yang konvensional

maupun organisasi bisnis MLM, mengadopsi variasi-variasi dari

sistem piramida, sedikit orang pada level puncak dan memerlukan

banyak orang pada level bawah adalah salah satu bentuk piramida. Hal

ini sangat wajar. Tidak mungkin semua orang ada pada level puncak.

Setiap kapal hanya punya satu nahkoda. Begitu juga bisnis MLM.

Hanya saja, secara hitungan matematis, struktur organisasi dengan

jenjang yang tidak dibatasi memungkinkan terjadinya penumpukan

pada level – level akhir. Untuk menghindarinya maka seorang haruslah

tertarik kepada produk yang ditawarkan sebelum mulai

mempertimbangkan untuk bergabung dengan suatu bisnis MLM.

3. Penyampaian materialisme

Dalam menarik konsumen untuk menjadi distributor, beberapa usaha

MLM cenderung melakukan dengan menjanjikan pemberian bonus

yang luar biasa (luxurius) untuk ukuran masyarakat kita. Misalnya,

mobil mewah, rumah mewah, jet pribadi, liburan ke Eropa atau kapal

pesiar, yang kadang secara terbuka dikampanyekan. Inilah yang

banyak disorot di kalangan tertentu yang memandang MLM sedang

mengkampanyekan materialisme. Kesuksesan orang selalu dikatkan

dengan kesuksesan secara materiil. Kalaupun bonus itu nyata, akan

18
lebih baik jika ditonjolkan adalah kualitas produk, pelayanan, atau

program pelatihan yang diberikan.

4. Hubungan

Seorang distributor MLM akan selalu memandang hubungan sosial

dengan orang lain sebagai prospek untuk membangun bisnis. Kerabat,

teman, rekan kerja, atau bawahan dipandang sebagai potensi jaringan

yang harus diajak bersama. Nah, apabila distributor tersebut tidak

pandai mengorganisasikannya, justru malah dapat merusak hubungan.

Disini diperlukan kemampuan pendekatan persuasif yang sangat baik

dari siapapun yang bergabung dalam bisnis ini, sehingga ketika terjadi

kekecewaan karena sesuatu hal dalam melakukan bisnis ini, tidak

merusak hubungan yang sudah lama terjalin.

(Kuswara, 2005)

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa MLM

merupakan suatu metode bisnis alternatif dimana perusahaan yang

menganut sistem ini berusaha memperpendek jalur yang ada pada sistem

penjualan konvensional dengan cara mempersingkat jarak antara produsen

dan konsumen sehingga perusahaan bisa mendekatkan diri kepada

konsumen guna menciptakan loyalitas pelanggan dan mengurangi jalur

distribusi berarti mempermudah produk yang dihasilkan bisa langsung

dinikmati oleh konsumen dan tentunya dengan harga yang jauh lebih

murah.

Dengan kata lain Multilevel marketing adalah konsep penyaluran

barang (produk atau jasa tertentu) yang memberi kesempatan kepada para

19
konsumen untuk turut terlibat secara aktif sebagai penjual dan

memperoleh keuntungan di garis kemitraannya.

Dalam kaitan dengan penelitian kami bahwa Pt.Orindo Alam Ayu

bukanlah perusahaan yang menghasilkan produk yang bermerek Oriflame

melainkan statusnya disini adalah Distributor Independen yang

menyalurkan produk-produk Oriflame bisa dinikmati oleh konsumen dan

perusahaan ini memeiliki beberapa kantor cabang guna lebih mudah

pendistribusiaanya ke tangan konsumen di beberapa wilayah Indonesia

termasuk di Surabaya. Dimana Pelanggan yang berstatus sebagai Member

Oriflame bisa berbelanja langsung ke kantor cabang terdekat atau bisa via

telepon atau online yang nomer serta alamat web site nya tertera pada COF

pada setiap kantor cabang.

4. NILAI PELANGGAN

Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada perpepsi

pelanggan (Kotler, 1994).

Persepsi didefinsikan sebagai proses dimana individu memilih,

mengorganisasikan, serta stimulasi yang diterima melalui alat indranya

menjadi suatu makna. Meskipun demikian, makna proses persepsi tersebut juga

dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan. Persepsi

pelanggan terhadap kepentingan pelanggan, kepuasan pelanggan, nilai, harga,

citra, tahap pelayanan, dan momen pelayanan.

Menurut kotter ( 1997) menyatakan bahwa Para pelanggan


menginginkan nilai maksimal yang dibatasi oleh biaya pencarian serta
pengetahuan, mobilitas, dan penghasilan yang terbatas. Kumpulan manfaat
yang diharapkan diperoleh pelanggan akan membentuk suatu harapan akan

20
nilai dan pelanggan akan bertindak berdasarkan hal ini. Kenyataan apakah
suatu penawaran memenuhi harapan akan nilai pelanggan mempengaruhi
kepuasan mereka.
Philip Kotler (1997) berpendapat bahwa para pembeli akan membeli
barang atau jasa dari perusahaan yang mereka anggap menawarkan customer
deliver value yang tinggi. Padahal, customer delivered value (nilai yang
diterima pelanggan adalah selisih antara total customer value (jumlah nilai bagi
pelanggan) dan total customer cost (total biaya yang dikeluarkan pelanggan).
Total customer value merupakan kumpulan nilai yang diperoleh pelanggan
dalam kaitannya dengan penggunaan suatu produk atau jasa. Sementara itu,
total merupakan kumpulan pengorbanan yang diperkirakan pelanggan akan
terjadi dalam mengevaluasi, memperoleh dan menggunakan produk atau jasa
tersebut.

Product Value

Service Value
Total customer
value
Personal Value

Customer
Image value
delivered value

Monetary cost

Time cost

Total customer cost


Energy cost

Psychic cost

21
Gambar 2.2 Determinants of Customer Delivered Value

Sumber : Kotler (2003)

Faktor-faktor yang menentukan nilai pelanggan menurut Kotler adalah

persepsi pelanggan terhadap produk, pelayanan, karyawan dan citra

perusahaan. Jumlah dari nilai-nilai pelanggan terhadap keempat faktor tersebut

merupakan jumlah nilai bagi pelanggan (total customer value). Sementara itu,

faktor-faktor yang menentukan biaya / pengorbanan dari pelanggan adalah

moneter, waktu, tenaga, dan pikiran, dimana jumlah biaya / pengorbanan yang

dikeluarkan / dihabiskan oleh pelanggan terhadap keempat faktor tersebut

merupakan jumlah biaya bagi pelanggan (total customer cost).

Kriteria penilaian didasarkan pada analisis internal unit organisasi untuk

melihat kemampuan unit organisasi tersebut dalam memberikan jasa pelayanan

kepada pelanggan sangat ditentukan oleh customer value unit organisasi

tersebut. Yang dimaksud customer value adalah nilai-nilai yang diterima oleh

pelanggan yang dilihat dari semua aspek nilai-nilai organisasi yang melekat

dalam produk dan atau jasa yang diberikan kepada pelanggan. Pemahaman ini

didasarkan juga pada pengertian yang disebutkan oleh Philip Kotler (1998)

yang menyatakan bahwa total customer value in the bundle of benefit customer

expect from a given product or service.

Nilai-nilai yang diterima pelanggan adalah berbagai benefit dalam bentuk

sebagai berikut :

22
a. Product value, pelanggan memperoleh produk yang berkualitas

sesuai dengan yang diharapkan

b. Service value, pelanggan memperoleh jasa yang berkualitas sesuai

dengan yang diharapkan

c. Personnel value, pelanggan memperoleh layanan yang prima

d. Image value, citra organisasi yang menjadi bahan pertimbangan

dalam menilai kualitas pelayanan.

Nilai yang diterima oleh pelanggan (customer delivered value) adalah

perbedaan antara nilai total pelanggan (total customer value, TCV) dengan total

biaya pelanggan (total customer cost, TCC). Total nilai pelanggan adalah

sejumlah manfaat yang diharap pelanggan dari barang / jasa yang dibeli.

Sementara itu, total biaya pelanggan adalah sejumlah biaya yang harus

dikeluarkan oleh pelanggan untuk mendapatkan barang / jasa yang diinginkan.

Apabila konsumen membeli suatu produk / jasa, sesungguhnya

konsumen tidak hanya mengeluarkan biaya berupa uang harga produk / jasa

tersebut, tetapi konsumen juga mengeluarkan biaya berupa waktu, tenaga,

pikiran, transport, dan lain-lain. Demikian juga pada saat konsumen menerima

produk / jasa yang bersangkutan, sebenarnya juga menerima manfaat lainnya

seperti pelayanan, citra dan lain-lain.

Perbandingan antara total customer value (TVC) dengan total customer

cost (TCC) merupakan customer delivered value (CDV). Apabila TVC lebih

besar dari pada TCC, pelanggan merasa diuntungkan atau puas. Sebaliknya

23
apabila TTC lebih besar dari pada TCV, pelanggan merasa dirugikan atau tidak

puas.

TCV > TCC = Pelanggan merasa diuntungkan / puas

TCV < TCC = Pelanggan merasa dirugikan / tidak puas

Apabila TCV diselisihkan dengan TCC hasil inilah yang sebenarnya

disebut CDV. Jika CDV positif, berarti pelanggan diuntungkan / puas dan

sebaliknya bila CDV negatif maka pelanggan merasa dirugikan / kurang puas.

Untuk lebih meningkatkan dan mengoptimalkan nilai yang diberikan

kepada konsumen, perusahaan harus dapat menciptakan nilai lebih di setiap

aktivitasnya dan bekerja lebih efisien dari pada pesaing. Melalui analisis rantai

nilai (value chain analysis), perusahaan harus dapat mengurangi biaya-biaya di

setiap rantai kegiatannya, baik itu kegiatan utama (primary activities) seperti

logistik dalam perusahaan (inbound logistics), operasional, outbound logistic,

marketing, jasa dan lain-lain, serta kegiatan pendukung (support activities)

seperti infrastruktur perusahaan, sumber daya manusia, pengembangan

teknologi, dan lain-lain.

Pendapat lain mengenai nilai pelanggan diungkapkan oleh Earl Naumann

dan Katleen Giel (1995) yang mendefinisikan nilai pelanggan terdiri atas

kualitas produk, kualitas pelanggan, dan harga berdasarkan elemen tersebut.

Kualitas produk dan kualitas pelayanan merupakan pilar yang dapat

mendukung tingkat harga. Akan tetapi, kualitas produk dan pelayanan tidak

hanya dapat dinilai dengan ukuran baik dan buruk. Image perusahaan

24
mempengaruhi nilai pelanggan karena image perusahaan sangat berkaitan erat

dengan kualitas produk dan pelayanan.

Pendapat lain tentang persepsi nilai pasca pembelian diungkapkan dalam

Europen Journal of marketing oleh Miguel A. Moliner dkk dalam judul

Perceived relationship quality and post-purchase perceived value bahwa nilai

yang dirasakan pelanggan pasca membeli terdiri dari 6 komponen diantaranya

A. Functional value of installations of suplier ( sama dengan service value

dalam Philip Kotler)

B. Functional value of supplier personel (sama dengan personel value dalam

Philip Kotler)

C. Functional value of product (sama dengan Produk value dalam Philip

Kotler)

D. Value of price

E. Emotional value

F. Social value

Sehingga dalam penelitian ini peneliti ingin mengkaji atau mengulas

mengenai nilai-nilai yang diterima/dirasakan pelanggan terutama pasca

pembelian ( post-purchase perceived value) dalam Europen Journal of

marketing oleh Miguel A. Moliner dkk dalam judul Perceived relationship

quality and post-purchase perceived value.

Berikut ini komponen-komponen dalam mengukur nilai pelanggan atau

dalam bahasan jurnal ini disebut post-purchaseperceived value :

1) Functional value of installations supplier

25
a) Pembagian interior mendukung kenyamana dan privacy

b) Pembagian interiornya rapi dan tertata dengan baik

c) Pemasanagan Interiornya luas, modern dan bersih

d) Lokasinya mudah dijangkau dan dapat dilalui berbagai alat

transportasi

2) Functional value of supplier personel

a) Mereka up-to-date tentang berita atau informasi yang terakait

didalamnya

b) Mereka paham tentang tugas mereka dengan baik

c) Informasi yang mereka sampaikan berharga bagi anda

d) Mereka tau bagaimana memajang produk-produk yang ada di

dalam toko dengan baik.

3) Functional value of product

a) Produk dibuat oleh perusahhan yang ahli dan berpengalaman

dibidangnya.

b) Kualitas produk dipertahankan secara terus-menerus

c) Merek produk lain yang sejenis kualitasnya sama dengan produk

ini

d) Produk tersebut sesuia dengan yang anda harapakan

4) Value of price

a) Membeli produk yang baik dari membayar harga

b) Produk tersebut memiliki harga yang pantas

c) Harga merupakan kriteria yang paling penting dalam pengambilan

keputusan.

26
5) Emotional value

a) Saya merasa nyaman dengan produk tersebut

b) Para pegawai selalu bersedia untuk memenuhi kehendak demi

kepuasan pelanggan

c) Para pegawai selalu memberikan positife feeling

d) Saya merasa relax berada didalam toko

e) Pra pekerja tidak menyuruh saya untuk menetukan pilihan dalam

membeli secara cepat

f) Memilih merek ini lebih baik dari yang saya rasakan dari merek

lain

6) Social value

a) Orang-orang yang memilih merek ini memperolah status social

b) Merek yang saya pilih dipakai oleh orang banyak yang saya tahu

c) Membeli di toko ini lebih baik dari yang saya rasakan dari toko

yang lain.

5. Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfction)

Menurut Kotler (1997) kepuasan pelanggan adalah”.... a person’s feeling

of pleasure or disappointment resulting from comparing a poduct’s

received performance (or outcome) in relations to the person’s

expectation”.

Kepuasaan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah

membandingkan antara kinerja yang ia rasakan/alami terhadap harapannya

(Kotler, 2000).

27
Menurut Richard F. Gerson (1993), kepuasan pelanggan bahwa

harapannya telah terpenuhi atau terlampaui.

Menurut Hoffman dan Beteson (1997), kepuasan atau ketidakpuasan

adalah perbandingan dari ekspektasi konsumen kepada persepsi mengenai

interaksi jasa (service encounter) yang sebenarnya.

Dari pendapat para pakar tersebut disimpulkan bahwa secara umum

pengertian kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan dilihat dri kesesuaian

antara harapan (expectation) pelanggan dengan persepsi, pelayanan yng

diterima (kenyataan yang dialami).

Definisi tersebut menyangkut komponen kepuasan harapan (harapan dan

kinerja/hasil yang dirasakan). Umumnya harapan pelanggan merupakan

perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya

bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa).

Sementara itu, kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap

apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Kepuasan

merupakan fungsi dari kesan kinerja (performnce) dn harapan

(expectation). Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas

(dissatisfaction). Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan sangat puas

atau senang (delight)

Kepuasan pelanggan menurut Kotler (2003) adalah perasaan senang atau

kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya

terhadap kinerja (hasil) suatu produk atau harapan-harapannya. Pelanggan

akan merasa puas kalau harapan mereka terpengaruh dan merasa amat

gembira kalau harapan mereka terpenuhi. Pelanggan yang puas

28
cenderung tetap loyal lebih lama, membeli lebih banyak, kurang peka

terhadap perubahan harga dan pembicaranya menguntungkan perusahaan.

Menurut Levelock (1994) yag dimaksud kepuasan pelanggan dalam

pemasaran jasa adalah

Pelayananyangdirasakan
kepuasan pelanggan = pelayananyangdiharapkan

Jika pelanggan merasakan pelaksanaan pelayanan lebih baik dari yang

diharapkan, mereka akan senang, namun bila hal tersebut di bawah

harapan mereka, maka mereka tidak akan puas.

Menurut Lele (1991), pelanggan menilai kepuasan atau ketidakpuasan

terhadap suatu produk dengan membandingkan unjuk kerjanya dengan

suatu tingkat harapan sebagai acuan yang telah mereka ciptakan telah

terdapat di dalam pikiran mereka.

UjukKerja
Kepuasan Pelanggan = Harapan

Dimensi kepuasaan pelanggan menurut customer satisfaction

measurement survey (SCMS) yang digunakan oleh Intercept Research

Corporation (Nauman dan Giel), 1995) adalah sebagai berikut.

1. Quality image (citra mengenai kualitas)

2. Relational outcomes (hasil-hasil yang berhubungan)

3. Order fulfillment (pemenuhan pesanan)

4. Inside Customer service support (dukungan bagian pelayanan

pelanggan)

5. Delivery service (penyampaian pelayanan)

6. Reporting and billing (laporan dan penagihan)

29
7. Outside sales person support (dukungan bagian pemasaran)

8. Recommendation (rekomendasi)

Dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan

pelanggan dari sector amnufaktur maupun jasa pada intinya sama yaitu

apabila harapan bias terpenuhi atau sesuai dengan kenyataan atau lebih dari

yang seseorang yang harapkan sebelumnya baik itu terkait dengan pelayanan

yang diberikan, image mengenai produknya atau kualitas dari pelayanan

atau produk yang dirasakan maka orang tersebut bias dikatakan mencapai

tingkat kepuasan.

Standard pengukuran dalam menentukan kepuasan terkait dengan penelitian

yang akan saya lakukan berdasarkan jurnal Perceived relationship quality and

post-purchase perceived value oleh Miguel A. Moliner dkk adalah :

 Saya selalu meras puas dengan bangunan dan fasilitas didalamnya

 Harapan saya tentang bangunan telah terpenuhi setiap waktu

 Level kepuasan mencapai tingkat tinggi dibandingkan dari bangunan yang

sama

 Saya merasa puas dengan produknya

 Harapan saya tentang produk tersebut telah terpenuhi

 Dibandingkan produk lain yng sejenis, saya lebih suka setuju yang swatu

ini dan mencapai tingkat kepuasan yang tinggi.

6. Loyalitas Pelanggan

Loyalitas merupakan konsep multidimensional yang kompleks. Salah satu

penyebabnya adalah beragamnya definisi dan operasionalanya konsep ini.

30
Uncles,et.al(2003) menyatakan bahwa loyalitas lebih menyangkut

karakteristik orang dan bukan suatu yang melekat atau intern pada merek.

Olaeh karena itu, mereka lebih suka menggunakan loyalitas pelanggan

daripada loyalitas merek. Menurut Nugroho J. Setiadi ( 2003:206) loyalitas

konsumen dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu :

a. Loyalitas merek

Sheth (1968) mendefinisikan loyalitas merek sebagai “ fungsi dari

frekuensi pembelian relative suatu merek dalam situasi yang terhgantung pada

waktu “. Reynolds,et,al (1997) merumuskan loyalitas merek sebgaia

“kecenderungan seseorang untuk selalu menunjukkan sikap yang sama

terhadap merek-merek yang sebelumnya dibeli”. Definisi shett menekankan

loyalitas merek dari sudut pandang behavioral, sedangkan Reynold et, al

berfokus pada loyalitas sikap ( dalam Tjiptono. 2005 : 387). Perspektif

loyalitas merek berlaku untuk merek, jasa, toko/pemasok, kategori produk

( dalam Tjiptono. 2005:387). Sedangkan menurut Nugroho J. Setiadi

( 2003:124) loyalitas merek didefinisikan sebagai “sikap meneyenangi

terhadap suatu merek yang direplesentasikan dalam pembelian yang konsisten

terhadap merek itu sepanjang waktu.”

Dalah kaitan ini, mak jika seseorang konsumen merasa perusahaan atau

produk mampu memberikan solusi kebutuhannya dan menghubungkannya

dengan tingkat emosi maka nilai pelanggan yang diberikan perusahaan sesuai

dengan pengorbanan mereka tau lebih yang mereka harapkandapat

menimbulkan sebuah ikatan emosi tersendiri antara perusahaan/produk dan

konsumen, sehinggan konsumen akan bertahan (retention) dan mengarah pada

31
pembelian ulang, perekomendasian, serta proporsi pembelanjaan ulang

meningkat.

Dick and Basu, 1994 (dalam Tjiptono, 2005 :393) berusaha

mengintegrasikan perspektif sikap dan behavioral ke dalam suatu nodel

pembelian ulang, maka didapat empat situasi kemungkinan loyalitas, dapat

dilihat

Gambar 2.3

Loyalitas pelanggan berdasarkan sikap dan perilaku pembelian ulang.

Perilaku pembelian Ulang

Kuat Lemah

K
U LOYALTY LATEN
S A LOYALTY
I T
K
L
A
E
P
M SPURIOUS NO
A LOYALTY LOYALTY
H

Sumber : Dick dan basu ( 1994) dalam Fandy Tjiptono, Pemasaran jasa, Edisi
pertama , Malang , 2005, hal 393

Keterangan

1) No loyalty

Pelanggan seperti ini jarang berbelanja ke tempat yang sama untuk yang ke

dua kalinya. Umumnya mereka selalu berganti-ganti tempat.

2) Inertia Loyalty

32
Pelanggan jenis ini membeli sesuatu karena factor kebiasaan. Biasanya,

menggunakan produk tertentu atau karena sudah merasa cocok. Dengan

fanatic ini, pelanggan tidak mau pindah membeli di tempat lain. Syarat

untuk menjadikan pelanggan seperti ini sebenarnya sederhanha saja, yaitu

asal pelanggan tidak kecewa, pemasar harus meningkatkan diferensiasi

produk tersebut cukup berkualitas.

3) Latent Loyalty

Pelanggan seperti ini mempunyai tingkat pembelian ulang yang rendah.

Factor situasi menyebabkan seseorang akan melakukan pembelian atau

tidak sama sekali. Sebagai ilustrasi, terdapat pasangan suami istri, dimana

sang istri lebih menyukai makanan Indonesia. Setiap kali bepergian,

mereka selalu makan di restoran yang menyajikan masakan Indonesia.

Sedangkan, suami hanya menyukai makanan Amerika. Suami masih

merupakan pelanggan laten. Agar suami mau membeli produk di restoran

tersebut, maka restoran paling tidak juga menediakan beberapa variasi

menu Amerika.

4) Premium loyalty

Pelanggan sangat bangga terhadap produk yang digunakan. Bahkan, mereka

mereferensikan kepada teman dan keluarga. Pelanggan seperti ini merupakan alat

promosi gratis bagi perusahaan loyalitasnya sudah tidak diragukan lagi.

b. Loyalitas Toko

Konsep loyalotas toko analog dengan loyalitas merek. Menurut widing, et

al. 2003 (dalam Tjiptono,2005:404) loyalitas toko dapat didefinisikan sebagai

“costomer is peredominat patronage of a store, based on a favorable

33
attitutude”. Jadi, pelanggan berbelanja di toko tertentu lebih sering daripada

toko-toko lain untuk tipe produk tertentu dan memiliki sikap yang lebih positif

terhadap toko yang bersangkutan.

Widing, et al. 2003 ( dalam tjiptono, 2005:404) mengemukakan model


loyalitas terhadap toko yang menjelaskan dua kelompok determinan utama
yang menyebabkan seorang pelanggan loyal pada toko tertentu yakni “what
factor dan how factor”. What factor mengacu pada produk dan jasa apa saja
yang bias didapatkan pelanggan dari toko yang bersangkutan, salah satunya
adalahy tersedianya store brand. Sedeangkan How factor mencerminkan
proses yang dibutuhkan dalam rangka memfasilitasipembelian produk dan jasa
oleh pelanggan di toko bersangkutan.

3. Karakteristik loyalitas pelanggan

Menurut Griffin (dalam Huriyati, 2005 : 130) pelanggan yang loyal

merupakan asset penting bagi perusahaan, hal ini dapat dilihat dari

karakteristik sbb:

a. Melakukan pembelian secara teratur ( Makes regular factor purchase)

b. Membeli di luar lini produk atau jasa ( Purchase across product and

service lines)

c. Merekomendasikan produk lain ( Refer other)

d. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing

(Demon trates an immunity to the full of the competition)

Menurut Zeitmal et, al. 1996, ( dalam lailatul, 2005:47), kesetiaan

konsumen dapat diukur dengan beberapa indikator, yaitu:

1. Mengarahkan hal positif kepada orang lain.

2. Merekomedasiakan bahwa perusahaan merupakan pilihan pertama

dalam melakukan pembelian jasa.

34
3. mengajukan rekan dan anggota keluarga yang lain untuk melakukan

bisnis dengan perusahaan

4. Mempertimbangkan bahwa perusahhan merupakan pilihan pertama

dalam melakukan pembelian jasa.

5. Melakukan lebih banyak bisnis atau pembelian denagn perusahaan

untuk beberapa tahun mendatang.

4. Tahap loyalitas pelanggan.

Seseorang yang tumbuh menjadi pelanggan loyal harus melalui beberapa

tahap. Setiap tahap memerlukan perhatian khusus yang harus dicermati oleh

pemasar. Tahap-tahap yang diperlukan sebagai berikut.

 Tahap 1: Suspect

Setiap orang yang mungkin membeli produk atau jasa yang ditawarkan.

Untuk itu opemasar harus dapat mengamati kebutuhan, keinginan, dan

harapan calon pelanggan.

 Tahap 2: Prospect

Seorang prospek adalah seorang yang membutuhkan produk/jasa yang

ditawarkan serta memiliki kemampuan untuk membeli. Mereka mungkin

sudah menegetahui perusahaan yang menjual produk tersebut, lokasi

perusahaan, dan macam-macam produk yang dijual, tetapi mereka masih

belum mau membeli.

 Tahap 3: Disqualified Prospect

35
Seseorang yang sudah menegetahui perusahaan yang menjual produk,

tetapi ssat ini masih belum membutuhkan atau tidak mempunyai

kemampuan untuk membeli produk tersebut.

 Tahap 4: First Time Customer

Seseorang yang kali pertama mnembeli dan juga masih membeli dari

pesaing Anda. Pengalaman pertama yang kurang memuaskan akan

berakibat mambahayakan hubungan selanjutnya. Oleh karena itu,

pemasar harus memberikan perhatian terhadap layanan dabn

keterhandalan produk yang dijual. Berikan kesan pertama yang indah.

 Tahap 5: Repeat Customer

Pelanggan yang sudah mulai berbelanja dua kali atau lebih, baik untuk

produk yang sama maupun lini produk yang lain. Untuk itu bentuk iklan

yang ditujukan kepada pelanggan tidak boleh lagi bersifat mass

advertisementn melainkan sudah harusbersifat dialog pribadi, misalnya

dengan mengirim wieraniaga yang dapat memberikan penjelasan

langsung kepada pelanggan.

 Tahap 6: Client

Pelanggan yang secara teratur berbelanja semua produk yang dipasarakan

oleh perusahaan. Pada tahap ini, pesaing sulit mempengaruhi pelanggan,

karena hubungan antara keduanya sudah sangat erat. Kiat menjual harus

diubah dari pendekatan “wiraniaga” menjadi pendekatan “konsultan”

Artinya, pemasar harus bersikap proaktif dengan memberikan solusi

terhadap semua problem yang dihadapi pelanggan.

 Tahap 7: Advocate

36
Pelanggan yang melakukan pembelian secara teratur semua produk yang

dipasarkan oleh perusahaan sekaligus mempromosikan kepda orang lain.

Dengan kata lain, perusahaan memperoleh manfaat, seperti dapat

membina loyalitas pelanggan serta dapat mengurangi anggaran promosi.

Standard dalam mengukur loyalitas terkait dengan penelitian yang akan saya

lakukan berdasarkan jurnal internasional Modeling store loyalty: perceived value

in market orientation practice oleh Shu-ching Chen and Pascale G. Quester,

2006:

 Revisit Intention ( niat untuk kunjungan) Yaitu melakukan pembelian

kembali produk merek Oriflame ke Pt. Orindo Alam Ayu cabang

Surabaya lewat media manapun yang disediakan. Dalam hal ini peneliti

ingin membatasi dengan melakukan minimal 2 kali transaksi order

pembelian.

 Consumpsion frequency : ( frekuensi pembelian) : yaitu malakukan lebih

banyak pemakaian produk oriflamme. Dalam hal ini peneliti ingin

membatasi minimal melakkukan pembelian 1-2 (pembelian individu)

produk setiap kali transaksi

 Consumption expenditure ( frekuensi pembayaran) : yaitu membayar

sejumlah uang dalam membeli produk oriflamme,

 Recommendation intention (merekomendasikan) :Yaitu

merekomendasikan kepada orang lain untuk menjadi member Oriflame

atau memakai produk Oriflame.

37
7. HUBUNGAN POST-PURCHASE PERCEIVED VALUE,

KEPUASAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN

Nilai pelanggan telah menjadi faktor yang mendukung konsumen untuk

setia pada perusahhan agar dapat bertahan di pasar, karena konsumen tersebut

tidak akan mudah terpengaruh oleh penawaran perusahaan lain.

Penciptaan kesetiaan pelanggan bermula dari nilai pelanggan dapat

ditujukan oleh :

Gambar 2.4

Penciptaan nilai menuju loyalitas

Pembelian Ulang

Perekomendasian
LOYALITAS

PeningkatanProporsiPembelian
KETAHANAN

KEPUASAN

NILAI

38
Sumber : Barret ( dikutip dalam Hurriyati, 2005 : 126)

Penjelasan gambar diatas adalah sbb:

a. Jika seorang konsumen merasa perusaahn mampu memberikan solusi

akan kebutuhannya, dapat mempertahankan mereka dengan hormat dan

menghubungkannya denagn tingkatan emosi maka nilai pelanggan yang

diberikan sesuai denagn pengorbanan mereka.

b. Bila konsumen dapat merasakan nilai yang diberikan oleh kepuasan

karena terpenuhnya kebutuhan sesuai harapanya

c. Dari kepuasan tersebut, konsumen akan mempercayai perusahaan. Dari

rasa percaya ini, dapat menimbulkan ikatan emosi tersendiri antara

perusahaan dan konsumen, sehingga konsumen akan bertahan (retention).

d. Bila perusahaan memiliki konsumen yang mau bertahan (retention) maka

secara tidak langsung mereka akan cenderung bersikap atau menceritakan

berita tentang perusahaan yang mampu memberikan kepuasan tersebut

yang dibawa melalui positive word of mouth yang direkomendasikan

pada teman, rekan kerja atau bahkan anggota keluarga. Sehingga aktivitas

tersebut akan memberikan keuntungan ganda bagi perusahaan, yakni

mengurangi biaya promosi dan akan merubah pelanggan yang

mendatangkan profit.

Hubungan nilai dan loyalitas diungkapkan pula oleh James.G.Barnes,

2001 (dalam Hurriyati,2005:125), menurutnya pelanggan yang memilki

39
loyalitas merasakan adanya ikatan emosional dengan perusahaan , ikatan

emosional inilah yang membuat pelanggan menjadi loyal dan mendorong

mereka untuk terus melakukan pembelian terhadap produk perusahaaan serta

memberikan rekomendasi. Menciptakan emosi dan perasaan positif sangat

penting dalam membangun hubungan.

Scoot Robin et al (dalam hurriyati, 2005 : 125) mengungkapkan bahwa “

terdapat terdapat pengaruh antara nilai, loyalitas, dan profit, semakin tinggi

nilai yang dirasakan maka semakin tinggi pula loyalitas dan profit yang

diperoleh pelanggan.

Gambar 2.5

Hubungan Nilai,Loyalitas,Profit

value

L
O
Y
A
L
T
Y

Profit

Sumber : Diadaptasi dari Scott Robin et al (2001) oleh ratih Hurriyati, Bauran

pemasaran dan Loyalitas konsumen,, bandung, 2005, hal 126.

40
pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang

diterima pelanggan adalah dalam bentuk benefit yang dirasakan pelanggan

( perceived vakue). Dalam Philip kotler( 1997) ada 4 benefit yang dirasahan

pelanggan yaitu product, service, personel, dan image value. Sedangkan

menurut Earl Naumann dan Katleen Giel (1995) yang mendefinisikan nilai

pelanggan terdiri atas kualitas produk, kualitas pelanggan, dan harga

berdasarkan elemen tersebut. Dan dari jurnal international Perceived

relationship quality and post-purcahse perceived value oleh Miguel A.

Moliner dkk, 2006 terdapat 6 elemen benefit yang dirasakan pelanggan pasca

pembelian yaitu product, service, personel, price, emotional, dan social value

Sehingga jelas keterkaitan antara nilai dengan post-purchase perceived value

( nilai yang dirasakan pelanggan pasca pembelian ), dalam hal ini peneliti

ingin mengambil pendapat dari Scott Robin et al (2001) oleh ratih Hurriyati,

Bauran pemasaran dan Loyalitas konsumen,, bandung, 2005, hal 126. yaitu

nilai yang berhubungan langsung dengan loyalitas.

Hubungan post-purchase perceived value, terhadap loyalitas diungkapkan

oleh beberapa jurnal penelitian internasional diantaranya :

a) Perceived relationship quality and post-purcahse perceived value oleh

Miguel A. Moliner dkk, 2006. memaparkan bahwa post purchase

perceived value berpengaruh positif pada kepuasasan pelanggan

terhadap produk dan supplier (H4 dalam penelitian tersebut hasilnya

diterima).

b) Modeling store loyalty: perceived value in market orientation practice

oleh Shu-Ching Chen dan Pascale G. Quester, 2006. kepuasan

41
pelanggan dengan pelayanan kerja provider’s dari hubungan yang

berorientasi pasar untuk perceived value adalah signifikan dan

berpengaruh positif ( H2 dalam penelitian tersebut hasilnya diterima)

c) An integrated model for the effects of perceived product, perceived

service quality, and perceived price fairness on consumer satisfaction

on loyalty oleh Lien-Ti Bei dan Yu-Ching Chiao, H 5: Kualitas

pelayanan yang diterima secara langsung berpengaruh positif terhadap

kepuasan dan loyalitas. H6: kulitas produk yang diterima secara

langsung berpengaruh positif terhadap kepuasan dan loyalitas H 7:

Harga yang diterima secara langsung berpengaruh positif terhadap

kepuasan onsumen dan loyalitas konsumen.

C. PENELITIAN TERDAHULU

Judul jurnal Penulis Tujuan Hipotesis Populas Teknik Hasil


/tahun penelitian i/sampel analisi penelitia
s n
Perceived Miguel Mempelaj H1:kepuasan Penelitia Mengg H1:
relationship A. ari pelanggan n unakan diterima
quality and Moliner pembentu dengan Supplier dilakuka skala H2:
post- dkk, kan corak secara langsung n di GLOV diterima
purcahase 2006 pikiran dan Madrid AL H3:
perceived konsumen berpengaruh (Spain), dan diterima
value terhadap positif pada dengan analisi H4:diteri
pemasok, komitmen polulasi/ s factor ma
memberik pelanggan sampeln pengua H5:
an H2: ya tan diterima
identifikas Kepercayaan siswa/m (LISR H6:
i indicator pelanggan pada ahasisw EL) diterima
kunci dari supplier secara a,ibu
kulaitas langsung dan rumah
hubungan berpengaruh tangga,
yang positif pada bisnisma
diterima, komitmen n yang

42
dan orang pelanggan pernah
lain H3: Kepuasan membeli
dengan pelanggan dan
nilai yang dengan supplier mengko
diterima secara langsung nsumsi
dari dan furniture
membeli berpengaruh ,tiles,sep
positif pada atu dan
kepercayaan travel
konsumen agency
H4: Perceived
value dari
membeli
berpengarih
positif pada
kepuasan
pelanggan
dengan supplier
H5:Perceived
value dari
membeli secara
langsung dan
berpengaruh
positif terhadap
komitmen
konsumen
kepada supplier
H6: Perceived
value dari
membeli secara
langsung dan
berpengaruh
positif terhadap
komitmen
konsumen
kepada supplier

Modeling Mengemb H1: pelayanan Pemakai AMOS H1:


store Shu- angkan pegawai pelayana version diterima
loyalty: ching model mengimplement n hair 4.0 H2:
perceived Chen pembelaja asikan pada dressing diterima
value in and ran orientasi pasar salons, H3:
market Pascale loyaltas oleh rata-rata barbersh ditolak
orientation G. toko/pema perceived value op di
practice Quester, sok dalam adalah Taiwan
2006 dasar signifikan dan dengan
pelayanan berpengaruh menagm
ritel pada positf terhadap bil

43
nilai dasar kepuasan sample
orientasi pelanggan 8-11
praktek H2: kepuasan toko jasa
pasar, pelanggan yang
pucuk dengan respond
pimpinan pelayanan kerja ennya
dari atas provider’s dari mahasis
sampai hubungan yang wa
bawah berorientasi dengan
pasar untuk menggu
perceived value nakan 7
adalah skala
signifikan dan likert
berpengaruh
positif
H3: Pelayanan
kerja pegawai
dalam praktek
yang
berorientasi
pasar adalah
signifikan dan
berpengaruh
positif terhadap
loyalitas toko

An Mengmba H1:Kepuasan Pasar Teknik H1:


integrated Lien-Ti ngkan konsumen mobil di penguk diterima
model for Bei dan kulaitas berhubunagn Taiwan : uran H2:
the effects of Yu- pelayanan positih terhadap Nissan, pelaya diterima
perceived Ching dan loyalitas Toyota, nan H3:
product, Chao, kulitas konsumen Mitsubh dengan diterima
perceived 2001 produk ke H2: Pelayanan isi. SERV H4:
service dalam yang diterima Sampeln QUAL diterima
quality, and model berhubungan ya 5 dari Analisi H5:
perceived penyempu positif terhadap 15 s factor diterima
price rnaan kepuasan service pengua H6:
fairness on serta konsumen center tan diterima
consumer untuk H3: Kualitas dari 3 (LISR H7:
satisfaction mempredi produk perush EL) diterima
on loyalty ksi berhubungan mobil
pengaruh positif terhadap tersebut.
3 persepsi kepuasan Taipeh
konsumen konsumen merupak
tentang H4: harga yang an area
kulaitas diterima dari
produk,ku berhubungan penelitia
litas positif terhadap n ini.

44
layanan kepuasan
dan harga konsumen
terhadap H5: Kualitas
kepuasan pelayanan yang
pelanggan diterima secara
dan langsung
perilaku berpengaruh
loyal positif terhadap
kepuasan dan
loyalitas
H6: kulitas
produk yang
diterima secara
langsung
berpengaruh
positif terhadap
kepuasan dan
loyalitas
H7: Harga yang
diterima secara
langsung
berpengaruh
positif terhadap
kepuasan
onsumen dan
loyalitas
konsumen.

45
D. KERANGKA BERPIKIR

Fenomena : member dalam melakukan transaksi order produk Oriflame baik secara
online maupun offline merasa dikecewakan mulai dari ketidak pastian pesanan,
lamanya menunggu antrian , personel staff yang kurang ramah dan lain-lain
sehingga memunculkan sejumlah pertanyaan tentang value apa yang diberikan
perusahaan kepada member Oriflame sehingga masih setia mengkonsumsi produk
Oriflame dan tetap melakukan transaksi order di kantor cabang PT. Orindo Alam
Ayu cabang Surabaya.

Post-Purchase Perceived Value

Functional Functional Functional Functional Emotional


value of Social
value of value of value of price value
supplier
product value
installation of
suplier personel

Loyalitas
pelanggan

Ket : ( secara parsial)

(secara simultan)

46
E. HIPOTESIS

1. Diduga Post-purchase Perceived berpengaruh secara simultan

berpengaruh terhadap loyalitas member Oriflame pada Pt. Orindo Alam

Ayu cabang Surabaya?

2. Diduga Post-purchase Perceived berpengaruh secara parsial berpengaruh

terhadap loyalitas member Oriflame pada Pt. Orindo Alam Ayu cabang

Surabaya?

47
DAFTAR PUSTAKA

Arief. 2007. Pemasaran jasa dan kualitas pelayana. Malang : Bayumedia

Hurriyati, Ratih. 2005. Bauran pemasaran dan loyalitas konsumen. Bandung

: CV Alvabeta

Kotler, Philip. 2005. Manajemen pemasaran. Jilid I. Jakarta : Indeks

Lien-Ti Bei and Yu-ching Chao. 2001. An integrated model for the effects of

perceived product, perceived service quality, and perceived price fairness on

consumer satisfaction on loyalty. Journal of consumer satisfaction,

Disatisfaction anad complaining Behaviour. (online)

(www.proquest.com/pqdweb, diakses 20 oktober 2009)

Moliner, Miguel A dkk. 2006. Perceived relationship quality and post-

purcahase perceived value. Europen journal of marketing, (online), vol 41, no

11, ( www.emeraldinsight.com , diakses 15 oktober 2009)

Santoso, Benny. 2003. All about MLM. Yogyakarta : Penerbit Andi

Setiadi J, Nugroho. 2003. Perilaku Konsumen : konsep dan aplikasi untuk

strategi dan penelitian pemasaran. Jakarta : Pernada Media

Su-Ching Chen and Quester, Pascale G. 2006. Modeling store loyalty:

perceived value in market orientation practice. Journal of service marketing,

(online), (www.emeraldinsight.com, diakses 15 oktober 2009)

48
Tandjung, J Widajaja. 2004. Pendekatan pada nilai-nilai pelanggan.

Malang : Bayumedia publishing

Tjiptono, Fandy. 2005. Pemasaran jasa. Edisi pertama. Cetakan pertama.

Malang : Bayumedia Publishing

49

You might also like