You are on page 1of 15

Rangkuman Kompleksometri

Ditulis oleh Ikhsan Firdaus pada 07-03-2009

Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan memanfaatkan reaksi
kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang umum di indonesia EDTA
( disodium ethylendiamintetraasetat/ tritiplex/ komplekson, dll ).

Kestabilan termodinamik (dari) suatu spesi merupakan ukuran sejauh mana spesi ini akan
terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi-kondisi tertentu, jika sistem itu dibiarkan
mencapai keseimbanagan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan kompleks, yaitu :

a.  Kemampuan mengkompleks logam-logam.

Kemampuan mengkompleks relatif (dari) logam-logam digambarkan dengan baik menurut


klarifikasi Schwarzenbach, yang dalam garis besarnya didasarkan atas pembagian logam
menjadi asam Lewis (penerima pasangan elektron) kelas A dan kelas B.

b.  Ciri-ciri khas ligan itu.

Di antara ciri-ciri khas ligan yang umum diakui sebagai mempengaruhi kestabilan kompleks
dalam mana ligan itu terlibat, adalah :

1.  kekuatan basa dari ligan itu,

2.  sifat-sifat penyepitan (jika ada), dan

3.  efek-efek sterik (ruang).

Keinertan atau kelabilan kinetik dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi pengamatan umum
berikut ini merupakan pedoman yang baik akan perilaku kompleks-kompleks dari berbagai
unsur, yaitu diantaranya :

1.   Unsur grup utama, biasanya membentuk kompleks-kompleks labil.

2.  Dengan kekecualian Cr(III) dan Co(III), kebanyakan unsur transisi baris-pertama,
membentuk kompleks-kompleks labil.

3. Unsur transisi baris kedua dan baris ketiga, cenderung membentuk kompleks-kompleks
inert.

Suatu reaksi kompleks dapat dipakai dalam penitaran apabila:

ü      Kompleks cukup memberikan perbedaan pH yang cukup besar pada daerah titik setara.

ü      Terbentuknya cepat.


Ø      Beberapa jenis senyawa Kompleks

Ada 2 jenis lignand dilihat dari jumlah atom donor di dalamnya :

1. Ligand monodentat : terdapat 1 atom di dalamny


2. Ligand polidentat : terdapat lebih dari 1 atom donor di dalamnya

Contoh beberapa komplekson :

1. Asam nitrilotriasetat(III)

Nama lainnya adalah :

 NITA
 NTA
 Komplekson I

2 . Asam trans-1,2-diaminosikloheksana-N,N,N’,N’-tetraasetat(IV)

Nama lainnya adalah:

 EDTA
 DcyTA
 DCTa
 Komplekson IV

3. Asam 2,2’2etilenadioksibis(etiliminodiasetat) (V)

Nama lainnya:

 Asam etilenaglikolbis (2-aminoetil eter) N,N,N’,N-tetraasetat (EGTA)

4.      Asam trietilenatetramina-N,N,N’,N”,N”’,N”’-heksaasetat (TTHA)

Ø      Jenis-jenis titrasi EDTA, yaitu :

1.      Titrasi langsung

2.      Titrasi balik

3.      Titrasi penggantian atautitrasi substitusi

4.      Titrasi alkalimetri

5.      Macam-macam metode

Kurva pada titrasi EDTA dibuat dengan memplot  pM (logaritma negatif dari konsentrasi ion
logam bebas : pM = -log[Mn+]) pada sumbu y dan volume larutan EDTA yang ditambahkan
pada sumbu x.
Ø      Faktor-faktor yang akan membantu menaikkan selektivitas, yaitu :

1.      Dengan mengendalikan pH larutan dengan sesuai

2.      Dengan menggunakan zat-zat penopeng

3.      Kompleks-kompleks sianida

4.      Pemisahan secara klasik

5.      Ekstraksi pelarut

6.      Indikator

7.      Anion-anion

8.      ‘Penopengan Kinetik’

Ø      Macam-macam indikator logam, yaitu diantaranya :

1.      Mureksida (C.I. 56085)

2.      Hitam Solokrom (Hitam Eriokrom T)

3.      Indikator Patton dan Reeder

4.      Biru Tua Solokrom atau Kalkon

5.      Kalmagit

6.      Kalsikrom (calcichrome)

7.      Hitam Sulfon F Permanen (C.I. 26990)

8.      Violet Katekol (Catechol Violet) atau Violet Pirokatekol (Pyrocatechol Violet)

9.      Merah Bromopirogalol (Bromopyrogalol Red)

10.  Jingga Xilenol (Xylenol Orange)

11.  komplekson Timolftalein (Timolftalein)

12.  Biru Metiltimol (Komplekson Biru Metiltimol)

13.  Zinkon (Zincon) atau 1-(2-hidroksi-5-sulfofenil)-3-fenil-5-(2-karboksifenil)-formazan

14.  Biru Variamina (C.I. 37255)


Kesalahan titrasi kompleksometri tergantung pada cara yang dipakai untuk mengetahui titik
akhir. Pada prinsipnya ada dua cara, yaitu kelebihan titran yang pertama ditunjukkam atau
berkurangnya konsentrasi komponen tertentu sampai batas yang ditentukan, dideteksi.

1.    Kesalahan titrasi dihitung dengan cara yang sama pada titrasi pengendapan.

2.    Digunakan senyawa yang membentuk senyawa kompleks yang berwarna tajam dengan
logam yang ditetapkan. Warna ini hilang atau berubah sewaktu logam telah diikat menjadi
kompleks yang lebih stabil. Misalnya EDTA.

Kesalahan Titrasi Kompleksometri


Ditulis oleh Ikhsan Firdaus pada 07-03-2009

Korbl dan Pribil telah mengkelompokkan titrasi kompleksometri. Meliputi titrasi asam –
basa, demikian Ringbom. Kesalahan titrasi kompleksometri tergantung pada cara yang
dipakai untuk mengetahui titik akhir.

Pada prinsipnya ada dua cara, yaitu kelebihan titran yang pertama ditunjukkam atau
berkurangnya konsentrasi komponen tertentu sampai batas yang ditentukan, dideteksi.
Pertama, kesalahan titrasi dihitung dengan cara yang sama pada titrasi pengendapan. Kedua,
digunakan senyawa yang membentuk senyawa kompleks yang berwarna tajam dengan logam
yang ditetapkan. Warna ini hilang atau berubah sewaktu logam telah diikat menjadi kompleks
yang lebih stabil. Misalnya EDTA.

Zat yang digunakan sebagai indikator dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan. Pertama,
senyawa – senyawa yang tidak berwarna. Kedua zat warna organik yang mempunyai sifat
sebagai indikator asam-basa dan mengandung gugus pembentuk khelat. Korbl menamakan
indikator tersebut Indikator Meakhromik. Dalam suatu titrasi dengan indikator tersebut,
titik akhir ditandai oleh perubahan dari warna kompleks indikator logam ke warna indikator
bebas.

Kesalahan absolut sama dengan jumlah logam yang tidak terikat menjadi kompleks pada titik
ekivalen. Jumlah logam yang diubah menjadi kompleks, sangat tergantung pada kepekaan
indikator yang dipakai. Kepekaan ini tergantung pada tetapan satabilitas atau tetapan
pembentukan kompleks. K untuk reaksi antara logam dengan indikator M + I ó MI,
didefinisikan sebagai K1= [ MI ] / [ M ] [ I ]. Dan tergantung pada konsentrasi indikator,
sebab indikator bertindak sebagai pembentuk kompleks, bersaing dengan titran. pH juga
mempengaruhi kesalahan titrasi kompleksometri.

Jika digunakan indikator metakhromik dua warna, warna larutan ditentukan oleh rasio A=
[ MI ] / [ M ]. Seperti pada indikator asam-basa, perubahan warna berlangsung pada interval
A=9 sampai A=1/9.
Pada indikator satu warna, titik akhir diamati jika konsentrasi kompleks indikator logam [ MI
] telah berkurang sampai nilai batas b = [ MI ]min berbeda-beda, tergantung absoptivitas molar
dari kompleks berwarna.

Kita tetapkan knsentrasi optimum indikator metakhromik dengan menggunakan rumus yang
menggambarkan hubungan antara kepekaan indikator ( U ) dengan konsentrasi,
menggunakan persamaan

U = A ( 1/K1 + C1/A + 1 )

Dimana C1 konsentrasi total indikator. Tentu, jika reaksi indikator makin peka, makin besar
perubahan nilai A yang diakibatkan oleh perubahan kecil konsentarsi logam ( bebas / terikat
pada indikator ), atau makin dekat turunan dU/dA = 1/K1 + C1/( A + 1 )2 terhadap
minimumnya. Minimum tercapai jika C1 = 0, sesuai dengan praktek. Paling baik jika
ditambahkan sedikit indikator metkhromik. Sama dengan persamaan kepekaaan bahwa
konsentrasi indikator praktis tidak berpengaruh jika C1 £ U.

Pada indikator satu wana, U = B ( 1/K1.C1 + 1 ) dan turunan pertama dU/dB = ( 1/K1.C1 ) + 1
mencapai minimum jika C1 sebesar mungkin. Disini inikator harus ditambahkan untuk
meniadakan disosiasi warna kompleks yang terbentuk dari logam dan iindikator agar sedikit
jumlah logam yang tak tertitrasi. Untuk perhitungan kesalahan titrasinya, perlu menentukan
kepekaan aktual dari indikator pada kondisi tertentu.

Kepekaan ini dapat ditetapkan baik secara percobaan atau nilai K1 dan C1 diketahui, dapat
dihitung dengan rumus untuk interval A dari 1/9 sampai 9, atau dengan nilai B yang
ditetapkan secara pecobaan. Kesalahan relatif didapat dari rumus ? = ( p – 1 ) x 100%
dimana p rasio konsentrasi logam C1 dan jumlah titran yang diperlukan Cy yang dapat
ditetapkan dari hubungan : p = 1 – U/Cm + ay/U.K

Cm = [ M ] + [ MY ] menyatakan konsentrasi total logam, dan K tetapan stabilitas kompleks


yang tebentuk antara logam dengan titran. K = [ MY ]/ [ M ] [ Y ]. Rasio K/ay merupakan
tetapan stabilitas untuk pH tertentu, besaran ay oleh Ringbom disebut koefisien reaksi
samping, modifikasi tetapan stabilitas termodinamik dengan mempertimbangkan derajat
pembentukan kompleks tertentu pada nilai pH tertentu.

Tabel V

Nilai log ay untuk EDTA

PH log ay pH log ay pH log ay


0,0 21,18 3,0 10,63 6,0 4,65

0,2 20,39 3,2 10,16 6,2 4,33

0,4 19,59 3,4 9,71 6,4 4,06

0,6 18,42 3,6 9,28 6,6 3,79

0,8 18,01 3,8 8,86 6,8 3,55


1,0 17,20 4,0 8,45 7,0 3,32

1,2 16,45 4,2 8,04 7,55 2,78

1,4 15,68 4,4 7,65 8,0 2,26

1,6 14,93 4,6 7,23 8,5 1,77

1,8 14,21 4,8 6,84 9,0 1,29

2,0 13,52 5,0 6,45 9,5 0,83

2,2 12,79 5,2 6,06 10,0 0,45

2,4 12,24 5,4 5,69 11,0 0,07

2,6 11,67 5,6 5,05 12,0 0,00

2,8 11,13 5,8 4,98 14,0 0,00

Tabel VI

Tetapan stabilitas khelat beberapa kation dengan EDTA

( pK1 = 2,0 ; pK2 = 2,76 ; pK3 = 6,16 ; pK4 = 10,26 )

Kation log KMey Kation log KMey


Mg2+ 8,69 Co3+ 16,31

Ca2+ 10,96 Ni2+ 18,62

Sr2+ 8,63 Cu2+ 18,80

Ba2+ 7,76 Zn2+ 16,50

Mn2+ 14,04 Cd2+ 16,46

Fe2+ 14,33 Pb2+ 18,04

Fe3+ 25,1 Al3+ 16,13

Kesalahan relatif dengan mudah ditetapkan menggunakan monogram yang dipublikasi dalam
makalah asli Korbl dan Pribil. Dalam monogram ini nilai U/Cm dan ay/U.K terbaca langsung
dalam persen dan selisihnya menunjukkan kesalahan relatif total.

Masalah tajamnya perubahan warna indikator pada titik ekivalen titrasi kompleksometri,
sangat penting untuk ketelitian hasil, telah diteliti oleh Reilley dan Schmid.
Kestabilan kompleks-kompleks logam
EDTA
Ditulis oleh Ikhsan Firdaus pada 07-03-2009

Dalam praktek, kestabilan kompleks-kompleks logam EDTA dapat diubah dengan (a)
mengubah-ubah pH dan (b) adanya zat-zat pengkompleks lain. Maka tetapan kestabilan
kompleks EDTA akan berbeda dari nilai yang dicatat untuk suatu pH tertentu dalam larutan
air EDTA akan berbeda dari nilai yang dicatat untuk kondisi-kondisi baru ini dinamakan
tetapan kestabilan nampak atau tetapan kestabilan menurut kondisi. Jelaslah bahwa efek
dari kedua faktor ini perlu kita teliti dengan agak terperinci.

(a) Efek pH. Tetapan kestabilan nampak pada suatu pH tertentu dapat dihitung dari angka
banding K/a, diamana a adalah angka banding dari EDTA total yang tak tergabung (dalam
semua bentuk) terhadap EDTA dalam bentuk Y4-. Begitulah KH, tetapan kesatbilan namapak
untuk kompleks logam EDTA pada suatu pH tertentu, dapat ditulis dari pernyatan.

log KH = log K – log a                                   (7)

(b) Efek zat-zat pengkompleks lain. Jika suatu zat pengkompleks lain (misalnya NH3) juga
terdapat dalam larutan, maka dalam persamaan (6), [Mn+] akan berkurang karena
pengkompleksan ion logam itu dengan molekul-molekul amonia. Pengurangan dalam
konsentrasi efektif, ini akan mudah ditunjukkan, denganmenampilkan suatu faktor b, yang
didefinisikan sebagai angka banding (dari) jumlah konsentrasi semua bentuk ion logam yang
tak terkomplekkan dengan EDTA terhadap konsentrasi ion sederhana (terhidrasi). Maka
tetapan kestabilan namapak dari kompleks Logam EDTA, jika kita perhitungkan efek-efek
baik dari pH maupun dari adanaya zat-zat pengkompleks lain, diberikan oleh :

log KHZ = log K - log a -log b

Dalam titrasi asam basa, titik akhir umumnya dideteksi dengan indikator. Pada titrasi EDTA,
suatu indikator yang peka ion logam (disingkat indikator-logam atau indikator ion-logam)
sering digunkan untuk mendeteksi perubahan-perubahan pH. Indikator demikian (yang
mengandung jenis-jenis gugusan-guusan sepit dan umumnya memiliki sistem resonansi yang
khas pada zat warna) membentuk kompleks dengan ion-ion logam khusus. Kompleks-
kompleks ini berbeda warnanya dari indikator yang bebas, dan akibatnya, terjadilah
perubahan warba yang mendadak pada titik ekivalen. Titik akhit titrasi dapat juga dievaluasi
dengan lain-lain metode, yang meliputi teknik-teknik potensiometri, amperometri,
konduktometri, dan spektrofotometri.

Penentuan Ca dan Mg dalam air sudah dilakukan dengan titrasi EDTA. pH untuk titrasi
adalah 10 dengan indikator eriochrom black T. Pada pH lebih tinggi, 12, Mg(OH)2 akan
mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide.
Adanya penggangguan Cu bebas dari pipa – pipa saluran air dapat dimasking dengan H2S.
EBT yang dihaluskan bersama NaCl padat kadang kala juga digunakan sebagai indikator
untuk penentuan Ca ataupun hidroksinaftol. Seharusnya Ca tidak ikut terkopresipitasi dengan
Mg, oleh karena itu EDTA direkomendasikan. Bagaimana juga indikator Patton-Reeder
terbaik untuk penentuan kalsium dalam air sudah dibandingkan dengan indikator lain.

Contoh lain adalah titrasi campuran Mg, Cu, Zn tanpa pemisahan pendahuluan, dengan
memenfaatkan reaksi masking-demasking selama titrasi dengan EDTA. Logam total dititrasi
pada pH 10 dengan indikator EBT. Kemudian Zn dan Cu dimasking dengan KCN, sehingga
Mg dalam larutan dapat ditentukan. Setelah titik akhir tercapai, formaldehid ditambahkan
untuk mendisosiasi kompleks Zn(CN)4, sehingga Zn dapat dibebaskan dan titrasi dilanjutkan
untuk menentukan Zn dalam larutan, dan jumlah Cu dapat dihitung dari perbedaan titrasi
dengan logam total.

Beberapa Contoh Penetapan dalam


Kompleksometri
Ditulis oleh Ikhsan Firdaus pada 07-03-2009

1.       Penetapan Total Kesadahan Air

DASAR

Pada umumnya kesadahan jumlah air, disebabkan oleh kandunngan garam Kalsium atau
Magnesium. Larutan ion Mg2+ dan ion Ca2+ dititar secara kompleksometri dengan larutan
EDTA dan digunakan petunjuk EBT. Pertama-tama EDTA akan bereaksi dengan ion Ca2+
,kemudian dengan ion Mg2+ dan akhirnya dengan senyawa rangkai Mg-EBT yang berwarna
merah anggur.Titik akhir pada pH 7-11, dengan adanya perubahan warna dari merah anggur
menjadi biru yang berasal dari larutan penunjuk yang bebas.

REAKSI

Ca2+ + H2Y2-à CaY2- + 2H+

Mg2+ + H2Y2- à MgY2- + 2H+

Mg2+ + HIn2-à MgIn2- + 2H+

MgIn- + H2Y2-à MgY2- + HIn2- + H+

BAHAN DAN ALAT

 Pipet gondok 50 mL
 Pipet 2 mL
 Erlenmeyer 100 mL
 Buret
 Contoh air Limbah
 Larutan buffer pH 10
 Indikator EBT
 Larutan EDTA 0,01

CARA KERJA

1)      Dipipet 50 mL air limbah yang telah disaring

2)      Dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100 mL

3)      Ditambahkan ± 2 mL buffer pH 10

4)      Ditambahkan indicator EBT

5)      Dititar dengan larutan EDTA 0,01 N hingga titik akhir dari merah anggur kebiru.

PERHITUNGAN

Vp × 1000
Ppm CaCO3/L =
Vc

2.       Penetapan kadar Mg dan MgCl2

DASAR

Pada pH 10, Mg dapat ditetapkan secara kompleksometri.in Mg 2+ dalam contoh dapat


bereaksi dengan EDTA dan menggunakan indicator EBT. Mg dan EBT membentuk senyawa
rangkai yang berwarna merah anggur.Larutan penunjuk yang bebas berwarna biru pada pH 7-
11 warna larutan pada titik akhir berubah dari merah menjadi biru.

REAKSI

Mg2+ + HIn2-à MgIn- (merah) + H+

MgIn- + H2Y2-à MgY2- + HIn2- (biru) + H+

ALAT DAN BAHAN

§         Labu ukur 100 mL

§         Erlenmeyer 100 mL

§         Buret

§         Gelas ukur

§         Contoh
§         Larutan buffer pH 10

§         Indikator EBT

§         Larutan EDTA 0,01

CARA KERJA

1)      Ditimbang 4 gram contoh dalam labu ukur 100 mL

2)      Dilarutkan dan dihimpitkan dengan aquadest hingga 100 mL

3)      Dipipet 20 mL larutan diatas

4)      Ditambahkan 10 mL larutan buffer pH 10

5)      Ditambahkan indicator EBT

6)      Dititar dengan larutan EDTA 0,1 M hingga titik akhir warna biru

7)      Dilakukan blanko

PERHITUNGAN

Kadar MgCl2/Mg = (a-b) × M EDTA × Bst × fP × 100 %

Mg contoh

Keterangan:

a = volume contoh

b = volume blanko

Bst MgCl2 = 203

Bst Mg =24

3.       Analisis Kadar Attapulgite dalam Tablet A

DASAR

Attapulgite dalam tablet A dapat ditetapkan dengan cara titrasi kompleksometri. Attapulgite
dapat dititar dengan EDTA 0,05 M. Dengan indikator EBT akan menghasilkan titik akhir
berwarna biru kecoklatan.

ALT DAN BAHAN

Alat Titroprocessor
CARA KERJA

1.             Ditimbang gerusan serbuk contoh ( 1 x bobot standar ) ~ 650 mg Attapulgite.

2.             Dimasukkan kedalam erlenmeyer 100 ml.

3.             Ditambahkan 5 ml HCl pekat dan diimpitkan dengan air ± 50 ml.

4.             Dipanaskan diatas kompor sampai mendidih ± 10 menit, didinginkan.

5.             Larutan disaring kedalam labu ukur 100 ml.

6.             Wadah dan kertas saring dibilas dengan air sampai volume ± 90 ml.

7.             Diimpitkan dengan air, dikocok sampai homogen ( larutan A ).

8.             Larutan A dipipet kedalam erlenmeyer 250 ml.

9.             Ditambahkan 10 ml triethanolamin dan 20 ml buffer ammonium pH 10,6.

10.         Didinginkan dalam ice – bath 3 – 4°C, atau ditambahkan es kedalam erlenmeyer
sebanyak ± 50 g.

11.         Ditambahkan 2 – 3 tetes indikator EBT.

12.         Dititar dengan larutan EDTA 0,05 M dari warna merah cerah berubah menjadi biru
muda kecoklatan.

13.  Dilakukan pula hal yang sama terhadap attapulgite pembanding ( attapulgite dari pabrik
yang sama dengan yang digunakan untuk produk tersebut ). Dengan penimbangan 650 mg.
Tiap 1 ml EDTA 0,05 M ~ 9,7315 mg attapulgite.

PERHITUNGAN

%P = Vp x M x 9,7315 x 100/25 x 100%


0,05 x 650

dan

% Attapulgite = Vs x M x 9,7315 x 100 / %P x 100/25 x mg/tablet


0,05 x bobot contoh

bobot standar

Atau

% Attapulgite = % Attapulgite x 100%


650

Keterangan :
%P     = Kadar pembanding

Vp     = Volume EDTA untuk titrasi pembnading ( ml )

Vs      = Volume EDTA untuk titrasi contoh ( ml )

M       = Molaritas EDTA yang digunakan

Syarat : Company Limit = 586,0 – 715,0 mg/tablet


90,0 – 110,0 %

Catatan : Perubahan warna pada titik akhir titrasi stabil dalam 10 detik

Jenis Komplekson
Ditulis oleh Ikhsan Firdaus pada 07-03-2009

Salah satu dari jenis reaksi kimia yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatakan pembentukan suatau kompleks atau ion kompleks yang dapat larut tetapi sedikit
terdisosiasi. Salah satu contoh reakasinya adalah reaksi dari ion perak dengan ion sianida
untuk membentuk ion kompleks Ag(CN)2- yang sangat stabil:

Ag+ + 2CN ? Ag(CN)2-

Dalam isi laporan, yaitu pada bagian Komplekson, disana terdaapt empat jenis komplekson,
sedangkan dalam sumber yang lain disebutkan ada tiga macam komplekson, yaitu
diantaranya :

1. Asam etilen-diamin-tetra-asetat, pada umumnya disebut “EDTA” (Ethylene


Diaminatetra Acetic Acid). Nama lain untuk EDTA adalah:

o       Complexon II. (Siegfried)

o       Titriplex II. (Merck)

o       Versena acid (Dow)

o       Sesquestic acid (Hopkins & Williams)

EDTA merupakan asam lemah yang mempunya nilai pK1 = 2,0, pK2 = 2,67 pK3 = 6,16, pK4
=10,26. Harga tersebut menunjukkan bahwa kedua proton yang pertama, lebih mudah lepas
dibandingkan dengan 2 proton lainnya. Asam bebas ini sukar larut dalam air, karena itu
jarang sekali dipakai dalam larutan standard.

Garam dinatriumnya (Na2H2Y) biasanya dipakai dalam kimia nalisis dengan nama:
 Komplekson III,
 Titriplex III,
 Sesquesterne,
 Trilon B
 Versene
 Chelaton 3

2. Asam nitroloasetat

Nama lainnya adalah:

 Complexon I
 NITA atau NTA

Asam ini mempunyai nilai pk1 = 1,9, pk2 = 2,5, pk3 = 9,7. Asam nitroloasetat bebas sukar
larut dalam air, jadi seperti halnya EDTA yang biasa dipakai dalam garam dinatriumnya.

3. Asam 1,2 – diaminosiklo heksana – N N N1 N1 – tetraasetat

Nama lainnya:

 Complexon VI
 DCYT atau DCTA

Zat ini akan membentuk senyawa kompleks lebih lambat jika dibandingkan dengan   EDTA
sehingga mengakibatkan kesukaran pada penetapan titik akhir.

Dari ketiga komplekson di atas, yang paling banyak dipakai adalah komplekson III, sebab :

o       Harganya lebih murah

o       Merupakan lignand heksadentat dan dalam rumus kompleksnya membentuk cincin
dengan 5 atom sehingga cukup mantap.

Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan
bahan pengkelat sebagai titran. Bayangkan, sebagai contoh, komponen trietilenatetramina,
sebuah ligan kuadridentat, yang sering sekali disingkat “trine”. Di sini, 4 atom nitrogen
terhubung oleh jembatan-jembatan etilena dalam sebuah molekul tunggal yang dapat
memenuhi angka koordinasi 4 dalam tembaga normal dalam satu langkah.

Dapat dianggap bahwa pembentukan dari ikatan nitrogen-tembaga pertama akan membawa
molekul nitrogen lain dari molekul trien sampai suatu kedekatan yang sedemikian rupa
sehingga pembentukan dari ikatan tambahan yang melibatkan nitrogen-nitrogen ini jauh lebih
mungkin terjadi daripada pembentukan ikatan-ikatan antar tembaga dengan molekul trien
lainnya
Proses Kimia dalam Dapur Tinggi
Kata Kunci: besi kasar, Besi kasar kelabu muda, Besi kasar kelabu tua, karbon dioksida

Ditulis oleh Suparni Setyowati Rahayu pada 13-07-2009

Operasi dapur tinggi modern secara ringkas sbb: Pada waktu bijih-bijih besi, bahan bakar dan
tambah dimasukkan kedalam dapur,partama-tama dihilangkan kelembaban dan kadar air pada
daerah suhu 200-30o°C.

Dengan meningkatnya suhu, terjadinya reaksi tak langsung terhadap bijih-bijih besi dengan
reaksi sbb:

1. 3 Fe2O3 + CO -> 2 Fe3O4 + CO2


2. 2 Fe2O3 + 6CO -> 4 Fe + 6 CO2
Pada suhu -> 535OC, carbon monoksida mulai terurai menjadi karbon bebas dan karbon
dioksida, dengan reaksi sbb :
3. Fe3O4 + CO -> 3 FeO + CO2 Pada suhu ± 400 °C reduksi langsung terdapat bijih-bijih besi
sbb :
4. Fe2O3 + C -> 2 FeO + CO
5. Fe3O4 + C -> 3 FeO + CO
Pada daerah suhu 700 – 800 0C reduksi langsung ferro oksida mulai dengan membentuk besi
spong yang mengandung karbon.Reaksi ini terjadi antara pertengahan (setengah jalan
antara puncak dan dasar dapur tinggi).Batu kapur terurai pada suhu 800°C. dan dolomit
pada suhu 1075OC dengan reaksi :
6. CaCO3 -> CaO + CO2 MgCO3 -> MgO + CO2
Sementara besi spong memperoleh kandungan karbon yang menurunkan titik lebur dan
dalam peleburan menyerap karbon dari kokas semakin lama scmakin banyak.Batu kapur
mengikat kotoran-kotoran bijih besi dan abu kokas.Semakin ke bawah suhu semakin
meningkat dan terjadi reduksi langsung paduan dan metalloid dean reaksi sbb
7. a. SiO2 + 2C -> Si + 2CO
b. MnO + C -> Mn + CO
c. P205 + 5C -> 2P + 5CO
d. FeS + CaO + C -> CaS + Fe + CO
8. Ca3PO4 + 3SiO2 + 5CO -> 3CaSiO3 + 5CO + 3Fe3P
Didekat tuyer (Lubang tiup) ada hembusan udara panas yang mongenai kokas terjadi reaksi
sbb:
9. 2C + O2 -> 2CO
Sehingga selalu ada gas CO yang dipakai untuk roduksi. Jadi kokas didalam dapur tinggi
berfungsi selain sebagai sumber kalor adalah berfungsi untuk mereduksi oksigen dalam bijih-
bijih besi.

Besi kasar

Ada dua macam besi kasar yang dihasilkan oleh dapur tinggi yaitu besi kasar putih dan besi
kasar kelabu.
1. Besi kasar kelabu (Kishy pig iron) Nama besi kasar ini didapat berdasarkan warna bidang
patahnya,yang berwarna kelabu muda sampai tua hampir hitam. Besi kasar kelabu lebih
halus lebih liat dibandingkan dengan besi kasar putih,Titik Cairnya -> 1300OC dan berat
jenisnya 7 Sampai 7,2, kg/dm3
Besi kasar kelabu ada 2 macam yaitu
o Besi kasar kelabu muda.Besi kasar ini mengandung silisium ½ % – 1 % dan
butirbutirnya halus baik untuk silinder mesin.
o -Besi kasar kelabu tua.
Sifat-sifatnya mudah dituang butir-butirnya kasar juga tahan terhadap tekanan tinggi
2. Besi kasar putih (Forge pig iron).Nama besi kasar ini juga didapat dari warna bidang
patahnya.Pada besi kasar ini zat arangnya sebagian besar berbentuk karbid besi (Fe3C),
sehingga sifatnya keras dan getas. Titik cairnya + 1100 °C. Kadar karbonnya 2,3 % – 3,5 %,
dan kadar mangannya agak besar. Besi kasar ini paling baik untuk digunakan untuk baja
berat jenisnya 7,58 – 7,73. kg/dm3

You might also like