You are on page 1of 64

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit trofoblas gestasional adalah sekumpulan penyakit yang berkaitan dengan vili
korialis, terutama sel trofoblas dan berasal dari suatu kehamilan. Pada umumnya setiap
kehamilan berakhir dengan lahirnya anak yang cukup bulan dan tidak cacat, namun hal ini
tidak selalu terjadi. Kadang-kadang terjadi kegagalan kehamilan, bergantung pada tahap dan
bentuk gangguannya. Kegagalan ini bisa berupa abortus, kehamilan ektopik, prematuritas,
kematian janin dalam rahim, atau cacat. Ada bentuk kegagalan kehamilan yang lain, yaitu vili
korialis yang seluruhnya atau sebagian berkembang tidak wajar berbentuk gelembung-
gelembung seperti anggur. Kelainan ini disebut mola hidatidosa [2].

Penyakit trofoblas pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini


kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi
keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi
hidropik dari jonjot korion, sehingga menyerupai gelembung [1].

Lima belas sampai dua puluh persen penderita mola hidatidosa dapat berubah menjadi
ganas dan dikenal sebagai tumor trofoblas gestasional. Jadi, yang dimaksud dengan penyakit
trofoblas gestasional adalah mola hidatidosa yang jinak, dan tumor trofoblas gestasional yang
ganas atau disebut sebagai koriokarsinoma [2].

Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika dan Amerika Latin
dibandingkan negara-negara Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:200 atau 2000
kehamilan. Di negara-negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejonoes dkk (1967)
melaporkan 1:85 kehamilan; RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31 persalinan dan 1:49
kehamilan; Luat A. Siregar (Medan) tahun 1982: 11-16 per 1000 kehamilan; Soetomo
(Surabaya): 1:80 persalinan; Djamhoer Martaadisoebrata (Bandung): 9-12 per 1000
kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada umur reproduktif (15-45 tahun); dan pada
multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar
[3].

1
BAB II

KERANGKA TEORI

DEFINISI

- Mola hidatidosa adalah tumor yang jinak (benigna) dari chorion.


- Choriocarsinoma adalah tumor ganas (maligna) dari trofoblas dan biasanya timbul
setelah kehamilan mola, kadang-kadang setelah abortus dan persalinan.
- Mola destruen adalah tumor yang mempunyai daya tarik luar biasa untuk menyerbu
ke dalam jaringan rahim, hingga menyebabkan perforasi tapi jarang metastasis. [3]

KLASIFIKASI

MOLA HIDATIDOSA

 Mola Hidatidosa Komplet (MHK)

Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio atau janin yang seluruh vili korialisnya
mengalami degenerasi hidropik yang menyerupai anggur. Mikroskopik tampak edema stroma
vili tanpa vaskularisasi disertai hiperplasia dari kedua lapisan trofoblas. Secara sitogenetik
umumnya bersifat diploid 46 XX, sebagai hasil pembuahan satu ovum, tidak berinti atau
intinya tidak aktif, dibuahi oleh sperma yang mengandung 23 X kromosom, yang kemudian
mengadakan duplikasi menjadi 46 XX. Jadi umumnya MHK bersifat homozigot, wanita dan
berasal dari bapak (androgenetik) [2].

Kadang-kadang pembuahan terjadi oleh dua buah sperma 23 X dan 23 Y (dispermi)


sehingga menjadi 46 XX atau 46 XY. Di sini MHK bersifat heterozigot, tetapi tetap
androgenetikdan bisa terjadi walaupun sangat jarang terjadi hemil kembar dizigotik yang
terdiri dari satu bayi normal dan satu lagi MHK [2].

2
Gambar 1

Mola hydatidosa komplit

 Mola Hidatidosa Parsialis (MHP)

Masih ditemukan embrio atau janin yang biasanya mati pada masa dini. Degenerasi
hidropik dari vili bersifat setempat dan mengalami hiperplasia hanya pada sinsitiotrofoblas
saja. Gambaran yang khas adalah crinkling atau scalloping dari vili dan stromal
trophoblastic inclusions [2].

Kariotipe umumnya triploid sebagai hasil pembuahan satu ovum oleh dua sperma
(dispermi). Bisa berupa 69 XXX, 69 XXY atau 69 XYY [2].

Gambar 2

Mola hydatidosa parsial

3
CHORIOCARSINOMA

 Chriocarsinoma non villosum : pada jenis ini sama sekali tidak ada bentuk villus.
Jenis ini lebih ganas daripada villosum.

 Choriocarsinoma villosum : masih ada bentuk villus.

Gambar 3

Choriocarsinoma

FAKTOR RESIKO

MOLA HIDATIDOSA

- Wanita masa reproduksi


- Wanita umur lebih dari 45 tahun
- Status sosial ekonomi

CHORIOCARSINOMA

- Status sosial ekonomi


- Umur
- Gizi
- Perkawinan antar keluarga

4
PATOLOGI

MOLA HIDATIDOSA

Sebagian vili berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya


tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar
butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum
uteri [3].

Di bawah mikroskop tampak degenerasi hidropik dari stroma jonjot, tidak adanya
pembuluh darah dan proliferasi trofoblas. Pada pemeriksaan kromosom didapatkan poliploidi
dan hampir pada semua kasus mola sex kromatin adalah wanita [3].

Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein, kadang-kadang pada
satu ovarium, kadang pada keduanya. Kista ini berdinding tipis dan berisikan cairan
kekuningan dan dapat mencapai ukuran sebesar tinju atau kepala bayi. Kista lutein terjadi
karena perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin yang tinggi. Kista ini hilang sendiri
setelah mola dilahirkan [3].

CHORIOCARSINOMA

Mikroskopis tanda-tanda yang khas untuk choriocarsinoma adalah

- Nekrosis
- Perdarahan
- Infeksi
Selain itu, nampak sel-sel trofoblas yang menembus otot-otot dan pembuluh darah.

Choriocarsinoma mengadakan metastasis yang bersifat hematogen, biasanya ke vagina dan


paru-paru. Kadang-kadang juga ke ginjal, hati, ovaria, otak.

5
GEJALA KLINIS

MOLA HIDATIDOSA

Pada pasien amenorrhoe terdapat:

 Perdarahan kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak.


Karena perdarahan ini pasien biasanya anemis
 Rahim lebih besar daripada tuanya kehamilan
 Hiperemesis lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama
 Mungkin timbul preeklampsi atau eklampsi.
Terjadi preeklampsi atau eklampsi sebelum minggu ke-24 menunjuk ke arah mola
hidatidosa
 Tidak ada tanda-tanda adanya janin ; tidak ada ballotemen, tidak ada bunyi jantung
janin dan tidak nampak rangka janin pada rontgen foto
Pada mola parsialis, keadaan yang jarang terjadi, dapat ditemukan janin
 Kadar gonadotropin chorion tinggi dalam darah dan urin [3]

CHORIOCARSINOMA

Gejala-gejala:

- Perdarahan yang tidak berhenti setelah kelahiran mola, bersifat metrorrhagia


- Subinvolusi
- Metastasis pada paru-paru, vulva atau vagina
- Reaksi biologis yang tetap positif atau malahan naik kuantitatif setelah kelahiran mola
- Kadang-kadang terjadi perforasi rahim dengan tanda-tanda perdarahan
retroperitoneal.

DIAGNOSIS

MOLA HIDATIDOSA

Diagnosis pasti kalau kita melihat lahirnya gelembung-gelembung mola. Kalau uterus
lebih besar dari tuanya usia kehamilan, maka kemungkinan yang harus dipertimbangkan:

6
 Haid terakhir keliru
 Kehamilan dengan myoma uteri
 Hydramnion
 Gemelli
 Mola hidatidosa

Untuk membuat diagnosa sering dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:

 Ro Foto: kalau ada rangka janin maka kemungkinan terbesar adalah kehamilan biasa,
walaupun kadang pada mola parsialis kadang-kadang terdapat janin.
 Reaksi biologis (misalnya Galli Mainini) : pada mola hidatidosa, kadar gonadotropin
chorion dalam darah dan urin sangat tinggi, maka reaksi Galli Manini dilakukan
kuantitatif. Kadar gonadotropin yang diperoleh selalu harus dibandingkan dengan
kadar gonadotropin pada kehamilan biasa dengan umur kehamilan yang sama.
Pada kehamilan muda, kadar gonadotropin naik dan mencapai puncaknya pada hari
ke-100 setelah itu kadarnya turun.
Kadar yang tinggi setelah hari ke-100 dari kehamilan lebih berarti daripada kadar
yang tinggi sebelum hari ke-100.
 Percobaan sonde : pada mola, sonde mudah masuk ke dalam cavum uteri, pada
kehamilan biasa terdapat tahanan oleh janin.
 Teknik baru yang sedang dikembangkan:
1. Arteriografi : yang memperlihatkan pengisian bilateral vena uterina yang tinggi
2. Suntikan zat kontras ke dalam uterus : memperlihatkam gambaran sarang tawon
3. Ultrasonografi : gambaran badai salju [3]

Gambar 4

Gambaran badai salju

7
CHORIOCARSINOMA

Semua penderita yang telah melahirkan mola harus dicurigai dan diawasi dengan
teliti. Juga perdarahan yang tidak berhenti-henti setelah abortus atau persalinan aterm harus
mengingatkan kita pada kemungkinan choriocarsinoma. Yang menjadi pegangan ialah reaksi
biologis atau imunologis, reaksi harus menjadi negatif dalam beberapa hari setelah abortus
atau partus, kalau reaksi biologis tetap positif atau kuantitatif naik, maka harus ada
pertumbuhan sel trofoblas yang baru [3].

CHORIOCARSINOMA KLINIS

Pada umumnya setelah dilakukan pengeluaran jaringan, penderita mola akan sehat
kembali. Sel-sel trofoblas yang masih tersisa kan diresopsi. Tidak adanya sel-sel trofoblas
yang aktif ternyata pada kadar hormon hCG yang makin lama makin menurun akhirnya
normal kembali. Dikatakan normal bila kadar hCG di bawah 10 mIU/ml dan hal ini biasanya
tercapai dalam 2 minggu setelah evakuasi jaringan mola. Bila seteah pengeluaran jaringan
mola kadar hCG menurun lambat, apalagi menetap atau meningkat, maka kasus ini dianggap
sebagai penyakit trofoblas ganas. Oleh karena hal ini berarti ada sel-sel trofoblas yang aktif
lagi tumbuh di uterus atau metastasis ke tempat lain dan menghasilkan hCG. Jadi di sini,
diagnosis keganasan tidak ditentukan oleh pemeriksaan histopatologik, tetapi oleh tingginya
kadar HCG dan adanya metastasis.

Stadium berdasarkan jauhnya penyebaran koriokarsinoma:

 Stadium I terbatas pada uterus


 Stadium II Metastasis ke parametrium
 StadiumIII Metastasis ke paru-paru
 Stadium IV Metastasis ke organ-organ lain seperti usus, hepar atau otak

Penyebaran ini umumnya bersifat hematogen karena itu organ yang paling sering dikenai
adalah paru-paru. Metastasis ke servis atau sekitarnya bisa secara limfogen atau
perkontinuitatum [1].

8
PROGNOSIS

MOLA HIDATIDOSA

Mola hidatidosa merupakan sebab kematian yang penting. Kematian disebabkan oleh:

1. Perdarahan
2. Perforasi misalnya oleh mola destruens dimana gelembung menembus dinding rahim
sampai terjadi perforasi
3. Infeksi, sepsis
4. Choriocarcinoma setelah mola hidatidosa antara 2% - 8% dan makin tinggi pada umur
tua

CHORIOCARSINOMA

Kalau tidak diobati, maka penderita choriocarsinoma meninggal dalam beberapa


bulan sampai beberapa tahun. Matinya karena perdarahan dari rahim atau dari metastasis
cerebral, vaginal, gastronintestinal atau abdominal [3].

PENATALAKSANAAN

MOLA HIDATIDOSA

Mengingat adanya bahaya dari mola hidatidosa, maka mola harus segera digugurkan
setelah diagnosis ditegakkan, tetapi mengingat bahaya choriocarcinoma harus diadakan
follow up yang teliti, jadi terapi terdiri atas 2 bagian:

1. Pengguguran dan kuretase dari mola atau dilakukan histerektomi


2. Follow up untuk mengatasi gejala-gejala choriocarcinoma

Kalau sudah ada pembukaan kira-kira sebesar satu jari maka dilakukan kuretase.
Kuretase ini harus selalu dengan transfusi darah karena kemungkinan perdarahan yang
banyak besar sekali. Sebaiknya dipergunakan vakum kuret. Mengingat bahaya perforasi,
karena uterus sangat lunak baik diberikan oxytocin sebelum kuretase dimulai. Dengan
penyuntikan oxytocin, uterus berkontraksi, dindingnya lebih keras dan mengurangi bahaya
perforasi [3].

9
Kalau belum ada pembukaan maka harus diusahakan dulu supaya serviks cukup
membuka karena kuretase mola melalui ostium yang sempit sangat berbahaya. Pembukaan
serviks dapat dicapai secara kimiawi misalnya dengan pemberian infus oxytocin 10 satuan
dalam 500 cc glucose 5% atau dengan penyuntikan 2,5 satuan oxytocin tiap setengah jam
sebanyak 6 kali. Cara yang lain ialah secara mekanis dengan menggunakan laminaria stift
atau kombinasi dari kedua cara [3].

Supaya pengosongan rahim dapat dilakukan dengan cepat, dipergunakan cunam


abortus dulu dan ekspresi pada fundus, baru kalau uterus sudah kecil dilakukan kuretase.
Kira-kira 10-14 hari setelah kuretase pertama, dilakukan kuretase kedua. Pada waktu ini
uterus sudah mengecil hingga lebih besar kemungkinan bahwa kuretase betul menghasilkan
uterus yang bersih. Pada wanita yang sudah berumur 40 tahun atau lebih, mungkin lebih baik
dilakukan histerektomi. Kejadian choriocarcinoma setelah histerektomi hanya 2,8%,
sedangkan sesudah kuretase 8,4% [3].

Untuk follow up setelah kuretase, reaksi biologis dilakukan sekali 2 minggu samapi
reaksi negatif, kemudian sekali satu bulan selama dua tahun. Hal ini harus dilakukan untuk
diagnosis dini choriocarcinoma [3].

Pada umumnya reaksi imunologis atau biologis 3 minggu setelah pengosongan mola
dan paling lambat setelah 6 minggu menjadi negatif (sesudah 2 minggu 50% negatif dan
sesudah 40 hari 75% negatif). Kalau setelah 6 minggu reaksi masih positif perlu pengawasan
klinis [3].

Kalau reaksi biologis kwantitatif naik atau tidak mau menjadi negatif atau setelah
negatif menjadi psotif kembali, maka ini merupakan tanda choriocarcinoma.

Gejala-gejala dari choriocarcinoma ialah bahwa sesudah kuretase mola terdapat:

1. Perdarahan terus-menerus
2. Involusi rahim tidak terjadi
3. Kadang-kadang malahan nampak metastase di vagina berupa tumor-tumor yang biru-
ungu, rapuh dan mudah berdarah sebesar kacang bogor

Mungkin juga timbul metastase di paru-paru yang menimbulkan batuk dan hemoptoe. Maka
kalau ada gejala-gejala yang mencurigakan harus dibuat foto thorax berulang-ulang [3].

10
CHORIOCARSINOMA

Terapi pilihan ialah dengan pemberian metotrexate sebanyak 0,4 mg/kg/hari selama 5
hari yang dapat diberikan intravena, intramuskular, oral. Pada umumnya diberi 15-25 mg
sehari. Kuur ini diulang-ulang dengan antara 14 hari sampai gonadotropin dalam urin
menjadi normal, kadang-kadang baru setelah 6 kuur. Setelah reaksi negatif, diberi satu kuur
tambahan. Juga dapat diberikan actinomycin sebanyak 7-11 µg/kg/hari intravena selama 5
hari. Kuur diulangi setelah 5 hari [3,5].

Walaupun begitu, histerektomi masih banyak dilakukan, mengingat mahalnya


metotrexate atau actinomycin D bagi masyarakat Indonesia. Histerektomi mutlak perlu pada
perdarahan yang hebat atau kasus yang resisten terhadap sitostatika [3,5].

HIPERTIROID

DEFINISI

Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi.
Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif.
Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid dalam darah
dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis tirotoksikosis [6].

FAAL TIROID

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :

1. TRH (Thyrotrophin relasing hormon) : Hormon ini disintesa dan dibuat di


hipotalamus. TRH ini dikeluarkan lewat sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop
hipofisis.
2. TSH (Thyroid Stimulating Hormone): Suatu glikoprotein yang terbentuk oleh sub unit
(alfa dan beta). Sub unit alfa sama seperti hormon glikoprotein (TSH, LH, FSH, dan
human chronic gonadotropin/hCG) dan penting untuk kerja hormon secara aktif.
Tetapi sub unit beta adalah khusus untuk setiap hormon. TSH yang masuk dalam
sirkulasi akan mengikat reseptor dipermukaan sel tiroid TSH-receptor (TSH-r) dan

11
terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan yodinasi, coupling,
proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon meningkat.
3. Umpan balik sekresi hormon. Kedua ini merupakan efek umpan balik ditingkat
hipofisis. Khususnya hormon bebaslah yang berperan dan bukannya hormon yang
terikat. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus.
Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri. Gangguan yodinasi tirosin dengan
pemberian yodium banyak disebut fenomena Wolf-Chaikoff escape, yang terjadi
karena mengurangnya afinitas trap yodium sehingga kadar intratiroid akan
mengurang. Escape ini terganggu pada penyakit tiroid autoimun [6].

ETIOLOGI

Penyebab hipertiroidisme sebagian besar adalah penyakit Graves, goiter


miltinodular toksik dan mononodular toksik. Hipertiroidisme pada penyakit Graves
adalah akibat antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid. Sedang pada
goiter multinodular toksik ada hubungannya dengan autoimun tiroid itu sendiri [6].

PATOGENESIS

Pada penyakit graves, limfosit T didensitisasi terhadap antigen dalam kelenjar


tiroid dan merangsang limfosit B untuk mensintesa antibodi terhadap antigen-antigen
ini. Satu dari antibodi ditunjukan terhadap tempat reseptor TSH pada membran sel
tiroid dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid dalam peningkatan
pertumbuhan dan fungsi. Adanya antibodi dalam darah berkorelasi positif dengan
penyakit aktif dan kekambuhan penyakit. Ada predisposisi genetik yang mendasari,
namun tidak jelas apa yang mencetus episode akut ini. Beberapa faktor yang
mendorong respon imun pada penyakit graves ialah :
1. Kehamilan.
2. Kelebihan iodida, khusus di daerah defisiensi iodida. Dimana kekurangan iodida dapat
menutupi penyakit graves laten pada saat pemeriksaan.
3. Infeksi bakterial atau viral.
Diduga stress dapat mencetus suatu episode penyakit graves, tapi tidak ada bukti yang
mendukung [6].

12
GEJALA KLINIK

Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum yaitu palpitasi,
kegelisahan, ,mudah capai dan diare, banyak keringat, tidak tahan panas, dan senang
dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan.
Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksikosis pada mata, dan takikardi ringanumumnya
terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya massa otot dapat sangat berat sehingga
pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan. Pada anak-anak terdapat
pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien diatas 60
tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih menonjol. Keluhan yang
paling menonjol adalah palpitasi, dispnea pada latihan, tremor, nervous dan penurunan
berat badan. [6]

Terjadinya hipertiroidisme biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan


sampai beberapa tahun, namun dapat juga timbul secara dramatik. Manifestasi klinis
yang paling sering adalah penurunan berat badan, kelelahan, tremor, gugup, berkeringat
banyak, tidak tahan panas, palpitasi, dan pembesaran tiroid. Penurunan berat badan
meskipun nafsu makan bertambah dan tidak tahan panas adalah sangat spesifik,
sehingga segera dipikirkan adanya hipertiroidisme [6].

DIAGNOSIS

Manifestasi klinis hipertiroid umumnya ditemukan. Sehingga mudah pula dalam


menegakkan diagnosa. Namun pada kasus-kasus yang sub klinis dan orang yang lanjut
usia perlu pemeriksaan laboraturium yang cermat untuk membantu menetapkan
diagnosa hipertiroid. Diagnosa pada wanita hamil agak sulit karena perubahan
fisiologis pada kehamilan seperti pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik,
sama seperti pada tirotoksikosis. Meskipun diagnosa sudah jelas, namun pemeriksaan
laboratorium untuk hipertiroidisme perlu dilakukan, dengan alasan :

1. Untuk lebih menguatkan diagnosa yang sudah ditetapkan pada pemeriksaan klinis.
2. Untuk menyingkirkan hipertiroidisme pada pasien dengan beberapa kondisi, seperti
atrial fibrilasi yang tidak diketahui penyebabnya, payah jantung, berat badan menurun,
diare atau miopati tanpa manifestasi klinis lain hipertiroidisme.

13
3. Untuk membantu dalam keadaan klinis yang sulit atau kasus yang meragukan.
Menurut Bayer MF kombinasi hasil pemeriksaan laboraturium Thyroid Stimulating
Hormone sensitif (TSHs) yang tak terukur atau jelas subnormal dan free T4 (FT4)
meningkat, jelas menunjukan hipertiroidisme [6].

HIPERTIROIDISME DALAM KEHAMILAN

FISIOLOGI TIROID DALAM KEHAMILAN


Peningkatan aktivitas kelenjar tiroid terlihat dari peningkatan uptake
radioiodine oleh kelenjar tiroid selama kehamilan. Mulai trimester II kehamilan, kadar
total triioditironin dan tiroksin serum (T3 dan T4) meningkat dengan tajam.
Peningkatan sekresi tiroksin tersebut dihubungkan dengan meningkatnya degradasi
plasenta [6].
Pada awal kehamilan terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerular sehingga terjadi peningkatan bersih iodida dari plasma. Keadaan ini akan
menimbulkan penurunan konsentrasi plasma iodida dan memerlukan penambahan
kebutuhan iodida dari makanan. Pada wanita dengan kecukupan iodida, keadaan ini
hanya akan menimbulkan sedikit pengaruh terhadap fungsi tiroid karena penyimpanan
iodida intratiroidal mencukupi sejak mula konsepsi dan tidak berubah selama
kehamilan. Juga terjadi peningkatan kebutuhan iodine untuk keperluan sintesa
iodothyronine janin melalui plasenta [6].
Proses sintesa ini mulai berfungsi secara progresif setelah trimester pertama.
 Metabolisme hormon tiroid di plasenta
Plasenta mengandung enzim iodothyronine deiodinase dalam jumlah yang banyak.
Deionisasi T4 yang dikatalisir oleh enzim ini merupakan sumber reverse T3 yang
ditemukan dalam cairan ketuban. Kadar reverse T3 dalam ketuban ini sebanding
dengan kadar T4 maternal. Enzim ini berfungsi untuk menurunkan konsentrasi T3 dan
T4 dalam sirkulasi janin. Kadar T4 total pada hamil muda (antara 6-12
minggu),meskipun jumlahnya kecil secara kualitatif, konsentrasi seperti ini
menunjukkan betapa pentingnya hormon tiroid untuk menjamin pertumbuhan yang
adekuat dari unit fetomaternal [6].

14
 Efek hCG terhadap fungsi tiroid
Human chorionic gonadothropin (hCG) adalah hormon peptida yang disusun oleh dua
sub unit disebut rantai alfa dan beta. Sub unit alfa identik dengan TSH, sementara
rantai beta berbeda dengan keduanya. Dengan demikian, hormon struktur parsial
antara TSH dengan hCG mengakibatkan hCG bisa bertindak sebagai hormon
tirotropik. Selama kehamilan normal, efek stimulasi langsung hCG menimbulkan
peningkatan sementara kadar tiroksin bebas hingga akhir trimester pertama (puncak
sirkulasi hCG) sehingga terjadi supresi parsial TSH. Pada mola hidatidosa dan
khoriokarsinoma sering timbul manifestasi hipertiroid secara klinis dan biokimia [6].
 Fisiologi Tiroid pada Janin
Sistem hipotalamus-hipofisis janin berkembang dan berfungsi secara lengkap bebas
dari fungsi ibu pada kehamilan 11 minggu, setelah sistem portal hipofiseal
berkembang, akan ditemukan adanya TSH dan TRH yang dapat diukur. Pada waktu
yang bersamaan, tiroid janin mulai menangkap iodine. Namun sekresi hormon tiroid
kemungkinan dimulai pada pertengahan kehamilan (18-20 minggu). TSH meningkat
dengan cepat hingga kadar puncak pada 24-28 minggu, dan kadar T4 memuncak pada
35-40 minggu. Kadar T3 tetap rendah selama kehamilan, T4 diubah menjadi rT3 oleh
deiodinase-5 tipe 3 selama perkembangan janin. Pada saat lahir, terdapat peningkatan
mendadak yang nyata dari TSH, suatu peningkatan T4, suatu peningkatan T3 dan
suatu penurunan rT3. parameter ini secara berangsur-angsur kembali normal dalam
bulan pertama kehidupan [6,3].
 Hubungan Janin Ibu Pada Kehamilan Hipertiroid
Sejak mulai kehamilan terjadi perubahan-perubahan pada fungsi kelenjar tiroid ibu,
sedang pada janin kelenjar tiroid baru mulai berfungsi pada umur kehamilan gestasi
ke 12-16. TSH agaknya tidak dapat melalui barier plasenta. Dengan demikian baik
TSH ibu maupun TSH janin tidak saling mempengaruhi. Baik T4 maupun T3 dapat
melewati plasenta dalam jumlah yang sangat sedikit, sehingga dapat dianggap tidak
saling mempengaruhi. Pasien penyakit Grave cenderung mengalami remisi pada
waktu hamil dan eksaserbasi pada masa pasca persalinan. Kehamilan merupakan
suatu bentuk alograf jaringan asing yang dapat berkembang tanpa penolakan tubuh.
Keadaan seperti ini dapat berlangsung karena pada proses kehamilan baik imunitas
humoral maupun imunitas selular ditekan. Antibodi antitiroid pada penyakit grave
biasanya menurun selama kehamilan. Fungsi sel T supresor janin meningkat

15
mencegah penolakan ibu dan juga akan menurun intensitas penyakit grave untuk
sementara [6,2]
Sesudah melahirkan sel T supresor turun kembali, maka terjadilah eksaserbasi
penyakit grave pasca persalinan. Pada beberapa kasus bahkan penyakit Grave nya
sama sekali tidak tampak selama kehamilan namun pasca persalinan tampak seolah-
olah baru muncul. Keadaan ini lazim disebut sebagai tirotoksikosis pasca persalinan.
Telah kita ketahui bahwa terdapat kehamilan dimana kelenjar tiroid mengalami
hiperfungsi yang ditandai dengan naiknya metabolisme basal sampai 15-25% dan
kadang kala disertai pembesaran ringan. Keadaan ini adalah dalam batas-batas normal
[1,3,6].

PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah mengendalikan tirotoksikosis ibu tanpa gangguan
fungsi tiroid janin. Pengobatan yang dapat dilakukan pada tirotoksikosis kehamilan
ada 2 macam yaitu : OAT (obat anti tiroid) dan pembedahan. Kehamilan merupakan
kontraindikasi untuk pemberian iodium radioaktif.
• Obat anti tiroid
Obat anti tiroid yang dianjurkan ialah golongan tionamid yaitu propilthiourasil (PTU)
dan carbamizole (Neo Mercazole) . Yodida merupakan kontraindikasi untuk diberikan
karena dapat langsung melewati sawar plasenta dan dengan demikian mudah
menimbulkan keadaan hipotiroid janin. Wanita hamil dapat mentolerir keadaan
hipertiroid yang tidak terlalu berat sehingga lebih baik memberikan dosis OAT yang
kurang dari pada berlebih. Bioavilibilitas carbamizole pada janin ± 4 kali lebih tinggi
dari pada PTU sehingga lebih mudah menyebabkan keadaan hipotiroid. Melihat hal-
hal tersebut maka pada kehamilan PTU lebih terpilih. PTU mula-mula diberikan 100-
150 mg tiap 8 jam. Setelah keadaan eutiroid tercapai (biasanya 4-6 minggu setelah
pengobatan dimulai), diturunkan menjadi 50 mg tiap 6 jam dan bila masih tetap
eutiroid dosisnya diturunkan dan dipertahankan menjadi 2 kali 50 mg/hari. Idealnya
hormon tiroid bebas dipantau setiap bulan. Kadar T4 dipertahankan pada batas normal
dengan dosis PTU ≤ 100 mg/hari. Bila tirotoksikosis timbul lagi, biasanya pasca
persalinan, PTU dinaikkan sampai 300 mg/hari. Efek OAT terhadap janin dapat
menghambat sintesa hormon tiroid. Selanjutnya hal tersebut dapat menyebabkan
hipotiroidisme sesaat dan struma pada bayi, walaupun hal ini jarang terjadi. Pada ibu
yang menyusui yang mendapat OAT, OAT dapat keluar bersama ASI namun jumlah

16
PTU kurang dibandingkan carbamizole dan bahaya pengaruhnya kepada bayi sangat
kecil, meskipun demikian perlu dilakukan pemantauan pada bayi seketat mungkin
[4,6].
• Golongan β-Bloker
Obat golongan ini tidak dianjurkan pada kehamilan karena berbagai penelitian
menunjukan bahwa obat tersebut menyebabkan terjadinya plasenta yang kecil,
pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat, tidak ada respon terhadap keadaan
anoksia, dapat menimbulkan bradikardi dan hipoglikemia. Atas dasar ini maka
golongan β- Bloker tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama pada hipertiroid
dengan kehamilan. Tetapi apabila sangat diperlukan umpama pada hipertiroid berat,
krisis atau ancaman krisis tiroid, dapat diberikan seperti biasa [4,6].
• Tiroidektomi
Tiroidektomi secara umum sebenarnya tidak dianjurkan. Hanya perlu dilakukan bila
pasien hipersensitif terhadap obat anti tiroid (OAT) atau OAT sama sekali tidak
efektif, suatu hal yang sangat jarang atau pada mereka dengan gejala mekanik akibat
penekanan dari struma [6].
• Terapi Yodium Radioaktif
Pemberian terapi maupun pemeriksaan fungsi tiroid dengan iodida radioaktif
merupakan kontraindikasi pada hipertiroid dalam kehamilan, oleh karena yodida dan
radiodida juga dengan mudah melewati plasenta [6].

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

DEFINISI
Hipertensi dalam kehamilan (HDK), adalah suatu keadaan yang ditemukan
sebagai komplikasi medik pada wanita hamil dan sebagai penyebab morbiditas dan
mortalitas pada ibu dan janin. Komplikasi hipertensi pada kehamilan terjadi kira-kira
5-10% dari semua kehamilan dan merupakan penyebab terpenting dari tingginya
angka kematian pada ibu hamil termasuk abruptio placenta, intravascular koagulation
(DIC), perdarahan cerebral, gangguan fungsi hati dan ginjal akut, sedangkan pada
janin akan mengakibatkan prematuritas, gangguan pertumbuhan intra utrine, aspiksia,
dan kematian bayi [6,3].

17
Secara umum HDK dapat didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah
sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg yang diukur paling
kurang 6 jam pada saat yang berbeda. Dari beberapa hasil penelitian restropektif
tentang hipertensi pada wanita hamil menunjukkan bahwa terapi anti hipertensi
menurunkan insidens stroke dan komplikasi kardiovaskular pada wanita hamil dengan
tekanan darah diastolik diatas 100 mmHg. Sebagai faktor predisposisi untuk
timbulnya HDK adalah adanya riwayat keluarga, umur, primigravida , multigravida,
diabetes, penyakit ginjal,dan penyakit kolagen [5,6].

KLASIFIKASI
Berdasarkan The National High Blood Pressure Education Programme Working
Group (HBPEP) 2000, membagi HDK dalam :
1. Gestational Hipertensi
Disebut juga hipertensi yang di induse oleh kehamilan. Hipertensi yang di deteksi
pertama kali pada kehamilan > 20 minggu tanpa proteinuria,dan menghilang
sebelum 12 minggu post partum.
2. Hipertensi Kronik
Didefinisikan sebagai kenaikkan tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau
diastolik > 90 mmHg sebelum kehamilan 20 minggu dan menetap setelah 12
minggu post partum.
3. Pre Eklampsia
Hipertensi yang di deteksi sesudah kehamilan 20 minggu disertai dengan
proteinuria > 0,3 gr / 24 jam
4. Eklampsia
Pre-eklampsia yang memburuk disertai kejang dan atau penurunan kesadaran
yang bukan disebabkan oleh faktor lain
5. Hipertensi Kronik dengan Super impose Pre eklampsia
Didapatkan pada wanita dengan hipertensi kronik secara tiba-tiba takanan darah
meningkat disertai proteinuria trombositopnia dan gangguan fungsi hati [5,6].

PATOFISIOLOGI
Selama kehamilan normal terdapat perubahan-perubahan dalam sistem
kardiovaskuler, renal dan endokrin. Perubahan ini akan berbeda dengan respons
patologi yang timbul pada HDK. Pada kehamilan trimester kedua akan terjadi

18
perubahan tekanan darah, yaitu penurunan tekanan sistolik rata-rata 5 mmHg dan
tekanan darah diastolik 10 mmHg, yang selanjutnya meningkat kembali dan mencapai
tekanan darah normal pada usia kehamilan trimester ketiga. Selama persalinan tekanan
darah meningkat, hal ini terjadi karena respon terhadap rasa sakit dan karena
meningkatnya beban awal akibat ekspulsi darah pada kontraksi uterus. Tekanan darah
juga meningkat 4-5 hari post partum dengan peningkatan rata-rata adalah sistolik 6
mmHg dan diastolik 4 mmHg [5,6].
Pada keadaan istirahat, curah jantung meningkat 40% dalam kehamilan.
Perubahan tersebut mulai terjadi pada kehamilan 8 minggu dan mencapai puncak pada
usia kehamilan 20-30 minggu. Tahanan perifer menurun pada usia kehamilan trimester
pertama. Keadaan ini disebabkan oleh meningkatnya aktifitas sistem renin –
angiotensin aldosteron dan juga sistem saraf simpatis [5].
Penurunan tahanan perifer total disebabkan oleh menurunnya tonus otot polos
pembuluh darah. Volume darah yang beredar juga meningkat 40% , peningkatan ini
melebihi jumlah sel darah merah, sehingga hemoglobin dan viskositas darah menurun.
Terjadi penurunan tekanan osmotik plasma darah yang menyebabkan peningkatan
cairan ekstraseluler, sehingga timbul edema perifer yang biasa timbul pada kehamilan
normal [5].
Etiologi dan patogenesis HDK belum jelas, multifaktorial dan dapat melibatkan
berbagai sistem organ. Ada beberapa hipotesis yang diajukan untuk menerangkan HDK
antara lain : teori reaktifitas pembuluh darah,hipoperfusi uteroplacenta,konsep
imunologis dan disfungsi endotel. Pada reaktifitas pembuluh darah, kontriksi pembuluh
darah merupakan tahanan bagi aliran darah dan menyebabkan hipertensi anterial [5].
Hipoperfusi uteroplacental, timbul karena adanya ketidak seimbangan antara
masa placenta dan aliran darah disertai kelainan trophoblastik. Keadaan ini dapat terjadi
bila masa plasenta relatif lebih besar seperti pada kehamilan kembar dan mola
hidatidosa atau pada keadaan-keadaan dimana terdapat gangguan aliran darah pada
uterus seperti diabetes dan hipertensi. Pada multipara diduga karena masa placenta
yang super normal tidak seimbang dengan aliran darah [6].
Akhir-akhir ini patogenesis HDK dari aspek disfungsi endotel telah banyak
dibicarakan dari berbagai laporan penelitian. Disfungsi endotel menyebabkan
penurunan produksi Nitric Oxida (NO), yang merupakan vasodilator poten dan
menghambat agregasi platelet. Penurunan NO akan meningkatkan agregasi platelet,
pelepasan trombosan A2 dan serotonin. Serotonin menyebabkan peningkatan

19
permiabilitas vaskuler dan serotonin juga menyebabkan vasodilatasi atau vasokonstriksi
tergantung integritas sel endotel vaskular [5,6].
Dalam keadaan normal reseptor serotonin (S1) endotel spesifik akan merespon
serotonin dalam darah dengan akibat dilepaskannya prostasiklin dan NO oleh sel
endotel sehingga terjadi vasodilatasi. Sedangkan pada HDK yang ditandai dengan
menghilangnya reseptor S1 endotel dan meningkatnya serotonin yang diproduksi oleh
platelet 10 kali lebih tinggi dalam darah akan mengakibatkan serotonin hanya dapat
bereaksi dengan reseptor S2 di otot polos vaskuler dan platelet yang menghasilkan
vasokontriksi.

PENATALAKSANAAN
Secara umum tujuan tata laksana HDK dengan atau tanpa proteinuria adalah
sama, yaitu untuk melindungi ibu dari berbagai komplikasi termasuk kardiovaskuler
dan melanjutkan kehamilannya sampai persalinan yang aman. Tata laksana ini meliputi
pengelolaan secara umum dan khusus baik konservatif maupun dengan terminasi
kehamilan . Pembahasan tata laksana disini akan lebih menekankan masalah tekanan
darah, tentunya dengan mengetahui bahwa meningkatnya tekanan darah bukanlah satu-
satunya masalah yang dihadapai pada HDK.
1. Terapi Konservatif
Terapi konservatif dilakukan bila tekanan darah terkontrol ( sistolik < 140 mmHg,
diastolik 90 mmHg, proteinuria < +2 ( 1 gr/hari), trombosit > 100.000, keadaan
janin baik (USG, Stress test). Faktor yang sangat menentukan terapi konservatif
adalah umur kehamilan. Jika HDK disertai proteinuria berat dan kehamilan > 36
minggu maka terminasi kehamilan perlu dilakukan. Apabila kehamilan < 36
minggu, maka dilakukan terapi konservatif jika : tekanan darah stabil < 150mmHg
dan diastolik < 95 mmHg, proteinuria <+2, keadaan janin dan ketuban normal,
trombosit > 100.000.
2. Terminasi Kehamilan
Bila selama terapi konservatif, ditemukan hal-hal dibawah ini maka dilakukan
terminasi kehamilan.
Dari Sudut Ibu:
- Sakit kepala hebat, gangguan penglihatan
- Tekanan darah sistolik > 170 mmHg dan atau diastolik > 110 mmHg
- Oliguria < 400 ml/ 24 jam

20
- Fungsi ginjal dan hepar memburuk
- Nyeri epigartium berat, mual, muntah
- Suspek abruptio placenta
- Edema paru dan sianosis
- Kejang dan tanda-tanda perdarahan intracerebral pada eklampsia
Dari Sudut Janin: 
- Pergerakan janin menurun
- Oligohidramnion [5,6]

Tujuan dalam menurunkan tekanan darah telah disepakati dianggap optimal bila sistolik
< 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg. Ada beberapa konsensus kapan kita
menggunakan obat anti hipertensi pada HDK antara lain:
a. Segera
Bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan diastolik > 109 mmHg dengan gejala
klinis.
b. Setelah observasi 1-2 jam
Bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan atau diastolik > 109 mmHg tanpa gejala
klinis.
c. Setelah observasi 24-48 jam
- Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diastolik > 89 mmHg sebelum
kehamilan 28 minggu tanpa proteinuria
- Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diatolik > 89 mmHg pada wanita
hamil dengan gejala klinis, proteinuria, disertai penyakit lain ( kardiovaskular, ginjal),
Super imposed hipertension [5].

21
BAB III

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN 1

DATA PASIEN DATA SUAMI

Nama : Ny. N Nama : Tn. A

Umur : 22 tahun Umur : 22 tahun

Pendidikan : SMA Pendidikan : SD

Pekerjaan : Karyawati Pekerjaan : Buruh

Agama : Islam Agama : Islam

Suku : Jawa Suku : Jawa

Alamat : Jalan Pula Saren, Pekalipan

Tanggal Masuk : 17 Juli 2010, jam 12.05 WIB

Rujukan Puskesmas PKM Jaga Satria

Keterangan Rujukan: Perdarahan pervaginam

II. ANAMNESA
Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir
Keluhan Tambahan : Nyeri perut bagian bawah, mual hebat dan
pusing

Riwayat Penyakit Sekarang :


Wanita G1P0A0 merasa hamil 3 bulan, keluar darah cukup banyak dari jalan
lahir sejak 1 minggu yang lalu, disertai dengan pusing. Nyeri perut dan mual hebat
dirasa sejak 3 hari yang lalu. Pergerakan janin tidak dirasakan.

22
Kejadian berawal ketika wanita ingin buang air kecil, pada pakaian dalam
didapatkan adanya darah berwarna merah kehitaman dengan jumlah cukup banyak
seperti menstruasi. Pasien mengira hal tersebut tidak apa-apa Setelah 1 minggu,
dirasakan darah keluar bertambah banyak dan tidak berhenti disertai rasa pusing.
Kemudian pasien memeriksakan dirinya ke poli kebidanan RSUD Gunung Jati.

Riwayat Penyakit Dahulu:

 Riwayat penyakit darah tinggi disangkal


 Riwayat penyakit darah tinggi selama kehamilan disangkal
 Riwayat penyakit kencing manis disangkal
 Riwayat penyakit asma disangkal
 Riwayat penyakit hati disangkal

Riwayat Haid:

 Menarche : 17 tahun
 Siklus : 7 hari
 Lamanya : 28 hari
 HPHT : 08-04-2010
 HPL : 15-01-2011

Riwayat Perkawinan:

Menikah pertama kali, sudah berlangsung selama 7 bulan

Riwayat Kehamilan:

No. Kehamilan, Partus, Abortus Tahun / Tanggal Lahir Keadaan Anak


1 Sekarang

Riwayat ANC:

Wanita rutin periksa ke bidan dan dokter sudah 4x selama 4 bulan

Riwayat Kontrasepsi:
Wanita tidak mengikuti program KB

23
III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present ( 17 Juli 2010 )

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign : TD : 90/70 mmHg

N : 100 x / menit

RR : 16 x / menit

S : 36,3oC

Mata : Konjungtiva : Anemis

Sklera : Tidak ikterik

Wajah : Pucat kekuningan

Mulut, Bibir, Leher : Tidak ada kelainan

Thorax : Cor : Bunyi Jantung I-II regular, murmur (-),

gallop (-)

Pulmo : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Bising Usus (+), normal, lunak, nyeri

tekan (+), nyeri lepas (-), nyeri ketuk (-),

asites (-)

Ekstremitas : Oedema

Sianosis

24
Akral : Hangat

Status Obstetrik

Pemeriksaan Luar

Inspeksi : Pada abdomen terlihat pembesaran


abdomen simetris, tampak perdarahan
pervaginam dengan jumlah cukup
banyak

Palpasi : Ballotemen test (-), TFU = setinggi


pusat, Uterus lembek.

Auskultasi : Denyut Jantung Janin tidak terdeteksi

( Dengan CTG dan Doppler )

Pemeriksaan Dalam

Vaginal Touche : Vulva / Vagina : Tidak ada kelainan

Portio : Tebal, lunak

Pembukaan : (-)

Ketuban : (-)

Bagian terendah : (-)

Uterus terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin,

perdarahan dan jaringan dari kanalis servikalis

Inspekulo : Tidak dilakukan

25
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Kimia Darah

17/07/2010 19/07/2010 21/07/2010 04/11/2010 08/11/2010


Hemoglobin 10,1 10,5 11,0 10,5 11,0
(g/dL)
Hematokrit 30,3 32,1 33,0 32,0 33,0
(%)
Leukosit 9700 10.100 10.250 9800 9760
(mm3)
Trombosit 254 267 255 265 245
(x 103 mm3)

Imunoserologi Darah 17 Juli 2010

HbsAg -
Anti HIV -

Kimia Klinik

23/08/2010
Glukosa sewaku 90
(mg/dL)
Ureum (mg/dL) 168
Kreatinin (mg/dL) 79
Protein T (g/dL) 11,6
Albumin (g/dL) 0,95
SGPT (U/I) 7,14
SGOT (U/I) 3,69
Glukosa sewaku 31
(mg/dL)
Ureum (mg/dL) 14

Pemeriksaan β-HCG

26/07/201 23/08/2010 20/09/201 27/09/201 04/11/2010 24/11/2010


0 0 0
β-HCG 408.428 559,51 35,96 36,44 4,78 12,04
(mIU/

26
mL )

Biopsi Jaringan 20 Juli 2010

Makro : Jaringan compang-camping sebanyak 15 cc, coklat kehitaman,

lunak, bergelembung diameter 1-3 mm

Mikro : Diantara massa nekrotik dan beku darah tampak jaringan

decidua dan villi chorialis berbagai ukuran dengan stroma

mengalami degenerasi hidropik avaskuler, dilapisi sel-sel

trofoblas atipik yang proliferatif berkelompok-kelompok

Kesimpulan : Mola Hydatidosa Komplit dengan proliferasi sedang trofoblas

V. RESUME
Riwayat Penyakit Sekarang :
Wanita G1P0A0 merasa hamil 3 bulan, keluar darah cukup banyak dari jalan
lahir sejak 1 minggu yang lalu, disertai dengan pusing. Nyeri perut dan mual hebat
dirasa sejak 3 hari yang lalu. Pergerakan janin tidak dirasakan.
Kejadian berawal ketika wanita ingin buang air kecil, pada pakaian dalam
didapatkan adanya darah berwarna merah kehitaman dengan jumlah cukup banyak
seperti menstruasi. Pasien mengira hal tersebut tidak apa-apa Setelah 1 minggu,
dirasakan darah keluar bertambah banyak dan tidak berhenti disertai rasa pusing.
Kemudian pasien memeriksakan dirinya ke poli kebidanan RSUD Gunung Jati.

27
Status Present ( 17 Juli 2010 )

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign : TD : 90/70 mmHg

N : 100 x / menit

RR : 16 x / menit

S : 36,3oC

Mata : Konjungtiva : Anemis

Sklera : Tidak ikterik

Mulut, Bibir : Tidak ada kelainan

Thorax : Cor : Bunyi Jantung I-II regular, murmur (-),

gallop (-)

Pulmo : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Bising Usus (+), normal, lunak, nyert

tekan (+), nyeri lepas (-), nyeri ketuk (-),

asites (-)

Status Obstetrik

Pemeriksaan Luar

Inspeksi : Pada abdomen terlihat pembesaran


uterus, tampak perdarahan pervaginam
dengan jumlah cukup banyak

Palpasi : Ballotemen test (-), TFU = setinggi


pusat, Uterus lembek

28
Auskultasi : Denyut Jantung Janin tidak
terdeteksi

( Dengan CTG dan Doppler )

Pemeriksaan Dalam

Vaginal Touche : Vulva / Vagina : Tidak ada kelainan

Portio : Tebal, lunak

Pembukaan : (-)

Ketuban : (-)

Bagian terendah : (-)

Uterus terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin,

perdarahan dan jaringan dari kanalis servikalis

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Kimia Darah

17/07/2010 19/07/2010 21/07/2010 23/08/2010 04/11/2010 08/11/2010


Hemoglobin 10,1 10,5 11,0 10,9 10,5 11,0
(g/dL)
Hematokrit 30,3 32,1 33,0 35,5 32,0 33,0
(%)
Leukosit 9700 10.100 10.250 6200 9800 9760
(mm3)
Trombosit 254 267 255 201 265 245
(x 103 mm3)

Imunoserologi Darah 17 Juli 2010

29
HbsAg -
Anti HIV -

23/08/2010
Glukosa sewaku (g/dL) 90
Kolesterol (g/dL) 168
Trigliserid (g/dL) 79
Ureum 11,6
Kreatinin 0,95
Protein T 7,14
Albumin 3,69
SGPT 31
SGOT 14
Pemeriksaan β-HCG

26/07/201 23/08/2010 20/09/201 27/09/201 04/11/2010 24/11/2010


0 0 0
β-HCG 408.428 559,51 35,96 36,44 4,78 12,04
(mIU/
mL )

Biopsi Jaringan 20 Juli 2010

Makro : Jaringan compang-camping sebanyak 15 cc, coklat kehitaman,

lunak, bergelembung diameter 1-3 mm

Mikro : Diantara massa nekrotik dan beku darah tampak jaringan

decidua dan villi chorialis berbagai ukuran dengan stroma

mengalami degenerasi hidropik avaskuler, dilapisi sel-sel

trofoblas atipik yang proliferatif berkelompok-kelompok

Kesimpulan : Mola Hydatidosa Komplit dengan proliferasi sedang trofoblas

VI. DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis Kerja: G1P0A0 gravida 14-15 minggu dengan perdarahan pervaginam
ec mola hydatidosa

30
Diagnosis Banding:
- Abortus insipien
- Kehamilan Ganda
- Hidramnion
- Kehamilan Ektopik Terganggu

VII. PENATALAKSANAAN
- Perbaiki keadaan umum
- Pasang laminaria stift
- Transfusi PRC 1 labu
- IVFD D5% + oksitosin 10 satuan
- Pro curretage
- Profilaksis Metotrexat 5 x 20 mg
- Asam folat 1x1
- Pemerikaan Hcg rutin

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam dubia ad malam

Quo ad functionam dubia ad malam

Quo ad sanam dubia ad malam

31
KRONOLOGIS

17 Juli 2010 10.00 WIB Pasien datang ke poli kebidanan dengan


perdarahan pervaginam disertai nyeri perut dan
pusing.
Dilakukan test pack, hasilnya +
Konsul dr. Hardiansyah, SpOG
Advice : rawat dan curretage
12.05 WIB Pasien tiba di VK
13.30 WIB Konsul dr. Samsudin, SpOG
Advice: - Periksa β-HCG
- Pasang laminaria stift
- Curretage
19 Juli 2010 22.30 WIB Dilakukan pemasangan laminaria stift
20 Juli 2010 11.00 WIB Dilakukan curretage oleh dr.Doddi Sp.OG:
Penderita diletakkan pada posisi litotomi.
Setelah dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik
pada daerah vulva dan sekitarnya, dipasang
spekulum bawah yang dipasang oleh asisten.
Dengan pertolongan spekulum atas, bibir depan
portio dijepit dengan kogel tang.
Sonde masuk sedalam 7 cm
Tidak dilakukan pengeluaran jaringan dengan
dilator hegar.
Uterus antefleksi.
Tidak dilakukan pengeluaran jaringan dengan
cunam abortus.
Dilakukan kuretase secara sistematik dan hati-
hati sampai kavum uteri dengan sendok kuret
nomer 6
Berhasil dikeluarkan jaringan mola sebanyak ±
250 gram
Jumlah perdarahan sebanyak ± 50 cc
Tidak dilakukan pemasangan IUD.
D/ pre curretage: Mola Hydatidosa Komplit

32
D/ post curretage: Mola Hydatidosa Komplit
Th/ - Cefadroxil 500 mg 3x1
- Metronidazol 500 mg 3x1
- Meterghin tab 3x1
- Asam mefenamat 500 mg 3x1
- Sulfas Ferrous 1x1
21 Juli 2010 10.00 WIB Keluhan: keluar darah pervaginam sedikit
Th/ - oral ( resep saat curretage )
Pasien diperbolehkan pulang
26 Juli 2010 11.00 WIB Pasien ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
Konsul dr. Dadang Sp.OG
TD: 110/70 mmHg
β-HCG : 408.428 mIU / mL
Advice: Periksa β-HCG 4 minggu lagi harus <
1000 mIU / mL
Th/ Asam Mefenamat 3x1
Neurodex 1x1
Methyl Ergometrin 3x1
Antasida 500 mg 3x1
23 Agustus 2010 11.00 WIB Pasien ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
Konsul dr. Dadang Sp.OG
TD: 130/80 mmHg
β-HCG : 559,5 mIU / mL
6 minggu post curretage β-HCG > 100 mIU / mL
D/ Choriocarsinoma klinis
Advice: Rawat
Th/ Metotrexat fl II
Asam folat 1x1
12.20 WIB Tiba di VK
Keluhan: keluar darah sedikit dari jalan lahir
TD: 100/60 mmHg
15.00 WIB Konsul dr. Dadang, Sp.OG
Advice: Rawat untuk terapi Metotrexat 5 x 20 mg
Periksa laboratorium lengkap
24 Agustus 2010 10.00 WIB Visit dr. Doddi Sp.OG

33
Advice: rencana Metotrexat 5 x 20 mg selama 5
Hari
12 jam kemudian beri asam folat 3 tab
26 Agustus 2010 10.00 WIB Visit dr. Doddi Sp.OG
Advice: : Metotrexat 5 x 20 mg
12 jam kemudian beri asam folat 3 tab
28 Agustus 2010 10.00 WIB Visit dr. Dadang Sp.OG
Advice: : Metotrexat 5 x 20 mg
12 jam kemudian beri asam folat 3 tab
29 Agustus 2010 10.00 WIB Pasien pulang
6 September 2010 11.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
post rawat
Konsul dr. Dadang Sp.OG
TD : 100/60 mmHg
Th/ Neurodex 1x1
Viliron 1x1
Vitamin B Complex 1x1
20 September 2010 11.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
Konsul dr.Dadang Sp.OG
TD : 90/60 mmHg
β-HCG : 35,96 mIU / mL
Advice: Methotrexat 5 x 20 mg selama 8
minggu, β-HCG harus < 30 mIU / mL
Absen selama 2 minggu lalu periksa β-HCG
kuantitatif lagi
Th/ Neurodex 1x1
Asam Folat 1x1
Viliron 1x1
27 September 2010 11.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
dengan alasan obat habis
Konsul dr.Dadang Sp.OG
TD : 100/60 mmHg
Advice: periksa β-HCG kuantitatif
Th/ Neurodex 1x1
Asam Folat 1x1

34
Viliron 1x1
04 Oktober 2010 11.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
Konsul dr. Hardiansyah Sp.OG
TD : 100/70 mmHg
β-HCG : 36,44 mIU / mL
Advice: periksa β-HCG kuantitatif
04 November 2010 11.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
Konsul dr.Dadang Sp.OG
TD : 110/70 mmHg
β-HCG : 4,78 mIU / mL
Th/: Metotrexat 5 x 20 mg
Asam Folat 1x1
Rawat
12.00 WIB Pasien masuk VK
13.06 WIB Pasien dipindahkan ke ruang 4
05 November 2010 07.00 WIB Keluhan (-)
KU: Sedang, TD: 100/70 mmHg, N: 80 x/menit,
R: 22 x/menit T: 36,4 oC
Anemis (-)
10.00 WIB Visit dr.Doddi Sp.OG
06 November 2010 07.00 WIB Keluhan (-)
KU: Sedang, TD: 100/80 mmHg, N: 76 x/menit,
R: 20 x/menit T: 35,9 oC
Anemis (-)
10.00 WIB Visit dr.Hardiansyah Sp.OG
Advice: Lanjutkan Metotrexat 5 x 20 mg
08 November 2010 07.00 WIB Keluhan (-)
KU: Sedang, TD: 110/80 mmHg, N: 80 x/menit,
R: 22 x/menit T: 36,8 oC
Anemis (-)
10.30 WIB Visit dr.Hardiansyah Sp.OG
Advice: Lanjutkan Metotrexat 5 x 20 mg
09 November 2010 07.00 WIB Keluhan (-)
KU: Sedang, TD: 100/70 mmHg, N: 86 x/menit,
R: 24 x/menit T: 36,2 oC
Anemis (-)
10.00 WIB Visit dr.Samsudin Sp.OG

35
Advice: Lanjutkan Metorexat 5 x 20 mmHg
Asam folat 3x1
10 November 2010 07.00 WIB Keluhan (-)
KU: Sedang, TD: 110/70 mmHg, N: 72 x/menit,
R: 24 x/menit T: 35,9 oC
11 November 2010 07.00 WIB Keluhan (-)
KU: Sedang, TD: 110/70 mmHg, N: 72 x/menit,
R: 24 x/menit T: 35,9 oC
10.00 WIB Visit dr.Samsudin Sp.OG
Advice: Konsul jika β-HCG masih (+)
Pasien diperbolehkan pulang
23 November 2010 11.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
dengan alasan obat habis
Konsul dr.Dadang Sp.OG
TD : 90/60 mmHg
Advice: periksa β-HCG kuantitatif
Th/ Neurodex 1x1
Asam Folat 1x1
Viliron 1x1
04 Desember 2010 11.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
dengan alasan obat habis
Konsul dr.Dadang Sp.OG
TD : 110/80 mmHg
β-HCG : 12,4 mIU / mL
Advice: periksa PPT test harus (-)
Th/ Neurodex 1x1
Viliron 1x1

36
I. IDENTITAS PASIEN 2

DATA PASIEN DATA SUAMI

Nama : Ny. R Nama : Tn. M

Umur : 38 tahun Umur : 41 tahun

Pendidikan : SD Pendidikan : SD

Pekerjaan : Tidak bekerja Pekerjaan : Supir

Agama : Islam Agama : Islam

Suku : Jawa Suku : Jawa

Alamat : Bakul Kidung Jamblang

Tanggal Masuk : 18 September 2010, jam 22.20 WIB

Rujukan dr. Dadang Sp.OG

Keterangan rujukan: Mola Hydatidosa

II. ANAMNESA
Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir
Keluhan Tambahan : Sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang :


Wanita G4P2A1 merasa hamil 5 bulan, keluar darah cukup banyak dari jalan lahir.
Tanggal 9 September 2010, Pasien memeriksakan dirinya ke dr. Dadang Sp.OG,
dari hasil USG didapatkan kesan mola hydatidosa. Pasien disarankan untuk
melakukan curretage, tetapi pasien menolak.
Tanggal 17 September 2010, Pasien kontrol ke bidan, bidan merujuk ke RS.
Tanggal 18 September 2010, Jam 19.05 Wanita merasa keluar darah berwarna
merah kecoklatan dari jalan lahir cukup banyak, kemudian wanita memeriksakan
dirinya ke dr. Dadang Sp.OG, dokter menyarankan untuk dirawat di RS.
Sesak nafas dirasakan sejak pagi hari.

37
Riwayat Penyakit Dahulu:

 Riwayat penyakit darah tinggi disangkal


 Riwayat penyakit darah tinggi selama kehamilan disangkal
 Riwayat penyakit kencing manis disangkal
 Riwayat penyakit asma disangkal
 Riwayat penyakit hati disangkal

Riwayat Haid:

 Menarche : 16 tahun
 Siklus : 7 hari
 Lamanya : 28 hari
 HPHT : 07-04-2010
 HPL : 14-01-2011

Riwayat Perkawinan:

Menikah pertama kali sudah 21 tahun.

Riwayat Obsetri:

No Kehamilan, Partus, Abortus Usia Keterangan


.

1 Abortus

2 Laki-laki / aterm / dukun / 20 tahun Sehat


spontan / 3500 gr

3 Perempuan / aterm / dukun / 13 tahun Sehat


spontan / 3500 gr

4 Sekarang

Riwayat ANC:

Wanita rutin tiap bulan periksa ke bidan 5x selama 5 bulan.

38
Riwayat Kontrasepsi:
Wanita tidak mengikuti program KB

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present ( 18 September 2010 )

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign : TD : 140/100 mmHg

N : 92 x / menit

RR : 35 x / menit

S : 37,9oC

Mata : Konjungtiva : Anemis

Sklera : Tidak ikterik

Wajah : Pucat kekuningan

Mulut, Bibir, Leher : Tidak ada kelainan

Thorax : Cor : Bunyi Jantung I-II regular, murmur (-),

gallop (-)

Pulmo : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Bising Usus (+), normal, lunak, nyeri

tekan (-), nyeri lepas (-), nyeri ketuk (-),

asites (-)

Ekstremitas : Oedema

39
Sianosis

Akral : Hangat

Status Obstetrik

Pemeriksaan Luar

Inspeksi : Pada abdomen terlihat pembesaran


abdomen simetris, tampak perdarahan
pervaginam dengan jumlah cukup
banyak

Palpasi : Ballotemen test (-), TFU = 1 jari atas


pusat, uterus teraba lembek

Auskultasi : Denyut Jantung Janin tidak terdeteksi

( Dengan CTG dan Doppler )

Pemeriksaan Dalam

Vaginal Touche : Vulva / Vagina : Tidak ada kelainan

Portio : Tebal, lunak

Pembukaan : (-)

Ketuban : (-)

Bagian terendah : (-)

Uterus terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin,

perdarahan dan jaringan dari kanalis servikalis

Inspekulo : Tidak dilakukan

40
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Kimia Darah

18/09/2010 20/09/2010 22/09/2010 24/09/2010 25/09/2010


Hemoglobin 9,9 7,1 10,8 10,7 10,4
(g/dL)
Hematokrit 30,9 32,4 29,4 31,7
(%)
Leukosit 18.600 14.600 25.300 20.600
(mm3)
Trombosit 364 245 183 285
(x 103 mm3)

Kimia Klinik

18/09/2010 24/09/2010 25/09/2010 26/09/2010

Glukosa sewaku 98 96
(mg/dL)

Ureum (mg/dL) 18,5

Kreatinin (mg/dL) 0,95

Protein T (g/dL) 7,14 4,72 4,78

Albumin (g/dL) 3,69 2,12 2,44

SGPT (U/I) 31

SGOT (U/I) 14

Kalium (mmol/L) 2,71 3,83 2,74

Natrium (mmol/L) 134,6 137 138,9

Chlorida (mmol/L) 100,7 101 100,7

Calcium (mg/dL) - - -

Protein urine +3

Imunoserologi Darah 18 September 2010

41
HbsAg -
Anti HIV -

Pemeriksaan β-HCG

16/09/2010 22/11/2010
β-HCG 476.910 12.657
(mIU/
mL )

Biopsi Jaringan Uterus 25 September 2010 (Post HSV 24 September 2010)

Makro : Uterus tanpa cervix maupun adneksa berukuran 5 x 9 x 4 cm.

Pada lamelasi rongga uterus terdapat massa coklat kehitaman

sebagian. Tidak jelas gelembung. Dinding tertebal 1 cm.

Mikro : Endometrium berupa massa nekrotik, bekuan darah, jaringan

decidua dan beberapa villi chorialis yang dilapisi sel-sel

trofoblas yang proliferatif. Tidak jelas degenerasi hidropik

stroma vili.

Miometrium terdiri dari sel-sel otot polos yang tidak tampak

diinfiltrasi villi chorialis maupun sel-sel trofoblas.

Kesimpulan : Mola Hydatidosa Partial

IV. RESUME
Riwayat Penyakit Sekarang :
Wanita G4P2A1 merasa hamil 5 bulan, keluar darah cukup banyak dari jalan lahir.
Tanggal 9 September 2010, Pasien memeriksakan dirinya ke dr. Dadang Sp.OG,
dari hasil USG didapatkan kesan mola hydatidosa. Pasien disarankan untuk
melakukan curretage, tetapi pasien menolak.

42
Tanggal 17 September 2010, Pasien kontrol ke bidan, bidan merujuk ke RS.
Tanggal 18 September 2010, Jam 19.05 Wanita merasa keluar darah berwarna
merah kecoklatan dari jalan lahir cukup banyak, kemudian wanita memeriksakan
dirinya ke dr. Dadang Sp.OG, dokter menyarankan untuk dirawat di RS.
Sesak nafas dirasakan sejak pagi hari.

Status Present ( 18 September 2010 )

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign : TD : 140/100 mmHg

N : 92 x / menit

RR : 35 x / menit

S : 37,9oC

Pemeriksaan Luar

Inspeksi : Pada abdomen terlihat pembesaran


abdomen simetris, tampak perdarahan
pervaginam dengan jumlah cukup
banyak

Palpasi : Ballotemen test (-), TFU = 1 jari atas


pusat, Uterus lembek

Auskultasi : Denyut Jantung Janin tidak


terdeteksi

( Dengan CTG dan Doppler )

Pemeriksaan Dalam:

Uterus terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, perdarahan dan


jaringan dari kanalis servikalis

43
Laboratorium Kimia Darah

18/09/2010 20/09/2010 22/09/2010 24/09/2010 25/09/2010


Hemoglobin 9,9 7,1 10,8 10,7 10,4
(g/dL)
Hematokrit 30,9 32,4 29,4 31,7
(%)
Leukosit 18.600 14.600 25.300 20.600
(mm3)
Trombosit 364 245 183 285
(x 103 mm3)

Kimia Klinik

18/09/2010 24/09/2010 25/09/2010 26/09/2010

Glukosa sewaku 98 96
(mg/dL)

Ureum (mg/dL) 18,5

Kreatinin (mg/dL) 0,95

Protein T (g/dL) 7,14 4,72 4,78

Albumin (g/dL) 3,69 2,12 2,44

SGPT (U/I) 31

SGOT (U/I) 14

Kalium (mmol/L) 2,71 3,83 2,74

Natrium (mmol/L) 134,6 137 138,9

Chlorida (mmol/L) 100,7 101 100,7

Calcium (mg/dL) - - -

Protein urine +3

Imunoserologi Darah 18 September 2010

HbsAg -

44
Anti HIV -

Pemeriksaan β-HCG

16/09/2010 22/11/2010
β-HCG 476.910 12.657
(mIU/
mL )

Pemeriksaan fungsi tiroid 20 September 2010

Hasil Metoda Nilai normal


T3 (nmol / L) 0,8 ECL 1,3 – 3,1
T4 (nmol / L) >320 ECL 66 – 181
TSH IU / mL 0,02 ECL 0,27 – 4,2

Biopsi Jaringan Uterus 25 September 2010 (Post HSV 24 September 2010)

Makro : Uterus tanpa cervix maupun adneksa berukuran 5 x 9 x 4 cm.

Pada lamelasi rongga uterus terdapat massa coklat kehitaman

sebagian. Tidak jelas gelembung. Dinding tertebal 1 cm.

Mikro : Endometrium berupa massa nekrotik, bekuan darah, jaringan

decidua dan beberapa villi chorialis yang dilapisi sel-sel

trofoblas yang proliferatif. Tidak jelas degenerasi hidropik

stroma vili.

Miometrium terdiri dari sel-sel otot polos yang tidak tampak

45
diinfiltrasi villi chorialis maupun sel-sel trofoblas.

Kesimpulan : Mola Hydatidosa Partial

V. DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis Kerja: G4P2A1 gravida 22-23 minggu perdarahan pervaginam ec mola
hydatidosa dengan hipertiroid dan preeklampsi ringan

Diagnosis Banding:
- Abortus insipien
- Kehamilan Ganda
- Hidramnion
- Kehamilan Ektopik Terganggu

VI. PENATALAKSANAAN
- Prophytiouracil 3x1
- Propanolol 3x1
- Lasix 1 amp
- Amdixal 5 mg 1x1
- Nortifen 1mg 1x1
- Calnex inject 500 mg
- Pasang laminaria stift
- Transfusi PRC 1 labu
- IVFD D5% + oksitosin 10 satuan
- Pro curretage
- HSV
- Profilaksis Metotrexat 5 x 20 mg
- Asam folat 1x1
- Pemerikaan HCG rutin

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam dubia ad malam

46
Quo ad functionam dubia ad malam

Quo ad sanam dubia ad malam

47
KRONOLOGIS

18 September 2010 22.20 WIB Pasien tiba di VK


23.00 WIB Perdarahan pervaginam ± 300 cc dan keluar
jaringan mola ± 50 gr
23.15 WIB Konsul dr. Samsudin, SpOG
Advice: - Periksa Hb
- Perbaiki keadaan umum
- Transfusi
- Antibiotik
- Observasi
19 September 2010 00.10 WIB Keluar jaringan mola dan darah ± 500 gr
KU: Somnolen
T: 90/palpasi
00.40 WIB Konsul dr. Samsudin Sp.OG
Advice: - Infus RL guyur, dan Dextran 40 tetes /
Menit sampai TD sistolik > 100
- Calnex inject 500 mg
- Transfusi WB 5 labu atau WB 2 labu
dan PRC 3 labu
- Inform consent keluarga
00.50 WIB TD: 70 / palpasi
01.00 WIB TD: 100/80 mmHg
06.20 WIB Konsul dr.Samsudin
Advice: sediakan darah, siapkan curretage
08.00 WIB Konsul dr. Dadang Sp.OG
Advice: - Cek EKG
- Cek T3, T4, TSH
- Pasang laminaria stift
- Sedia darah 1 labu
- Curretage
20 September 2010 09.00 WIB Hb: 7,1 mg/dl
Konsul dr. Dadang Sp.OG
Advice: - Tunda curretage
- Perbaiki keadaan umum
- Transfusi
21 September 2010 20.00 WIB Keluhan : Sesak

48
T4 > 320 nmol / L, TSH = 0,02 IU / mL
TD: 160/110 mmHg
Konsul dr. Azhari Sp.PD
Advice : Prophytiouracil 3x1
Propanolol 3x1
Becefort 1x1
22 September 2010 23.45 WIB Keluhan: Sesak
TD: 160/120 mmHg
N: 100 x/menit
R: 35 x/menit
Hb: 10,8 mg/dl (Setelah transfusi PRC 7 labu)
Konsul dr. Azhari Sp.PD
Advice: - Lasix 1 amp
- Amdixal 5 mg 1x1
- Nortifen 1 mg 1x1
23 September 2010 10.00 WIB Visit dr. Doddi Sp.OG
Advice: - curretage di OK bila KU baik
19.30 WIB Konsul dr. Samsudin Sp.OG
Advice: - ACC curretage
- Siapkan PRC 2 labu
20.00 WIB Konsul dr. Widodo Sp.An
Advice: - Rawat di ICU 1 malam
- ACC curretage
20.05 WIB Telepon ke ICU, ternyata ICU penuh
20.30 WIB Konsul dr. Widodo Sp.An
Advice: - Observasi di R4
- Siapkan darah 2 labu
24 September 2010 10.00 WIB Inform consent ke keluarga pasien bahwa akan
dilakukan pengangkatan rahim.
10.00 – 12.00 WIB Operasi HSV
Operator: dr. Samsudin Sp.OG:
Anastesi: dr. Widodo Sp.An
Jenis anastesi: NU
Asisten I & II : Asmani
D/ Pra bedah: Mola hidatidosa
D/ Pasca bedah: Mola

49
Indikasi operasi: Mola
Jenis operasi: HSV
Saat dilakukan kuretase, terdapat perdarahan
banyak. Kesan, mola destruen, diputuskan untuk
dilakukan HSV. Ligamentum rotundum di tuba
diikat dan dipotong. Ligamentum pelvicum diikat
kemudian dipotong. Kemudian plica
vesicauterina diikat dan dipisahkan dari portio
dan corpus uteri di klem dan diikat kemudian
dipotong sampai portio. Ligamentum rotundum
dan ligamentum pelvicum kemudian disambung
dengan portio, dijahit jelujur dan dilakukan
retroperitonealisasi. Setelah diyakini tidak ada
perdarahan, kemudian dijahit lapis demi lapis lalu
ditutup dengan kasa steril.
D/ pre op: mola hidatidosa
D/ post op: mola destruen
Th/ Cefotaxim 3x1
Metronidazol 3x1
27 September 2010 10.00 WIB Visit dr. Samsudin
TD: 140/90 mmHg
BU (+)
Pasien diijinkan pulang
14 Oktober 2010 10.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan dan
kandungan RSUD GJ
Konsul dr. Doddi Sp.OG
PP test (+)
Advice: Cek β-HCG
Th/ Amoxicillin 500 mg 2x1
Viliron 1x1
15 November 2010 10.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan dan
kandungan RSUD GJ
Konsul dr. Doddi Sp.OG
TD: 120/80 mmHg

50
BB: 60 kg
PP test (+)
Advice: Cek β-HCG
Th/ Glisodin 1x1
26 November 2010 10.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan dan
kandungan RSUD GJ
Konsul dr. Samsudin Sp.OG
22/11/2010 β-HCG : 12.657 mIU/ mL
TD: 120/80 mmHg
BB: 56 kg
PP test (+)
Th/ Metotrexate 5 x 20 mg
Asam folat 3x1
04 Desember 2010 10.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan dan
kandungan RSUD GJ
Konsul dr. Dadang Sp.OG
22/11/2010 β-HCG : 12.657 mIU/ mL
TD: 130/90 mmHg
BB: 61 kg
Th/ Metotrexate 5 x 20 mg selama 5 hari
Advice: rawat
12.30 WIB Pasien tiba di VK
Keluhan: sedikit pusing
TD: 140/90 mmHg
N: 80 x/menit
R: 22 x/menit
D/ Choriocarsinoma klinis
05 Desember 2010 10.00 WIB Visit dr.Hardiansyah Sp.OG
TD: 120/80 mmHg
Th/ Metotrexate lanjut
06 Desember 2010 10.00 WIB TD: 110/70 mmHg
N: 80 x/menit
R: 20 x/menit
Th/ Metotrexate lanjut
08 Desember 2010 10.00 WIB TD: 130/80 mmHg

51
N: 80 x/menit
R: 22 x/menit
Th/ Metotrexate lanjut
09 Desember 2010 10.00 WIB TD: 140/90 mmHg
N: 80 x/menit
R: 20 x/menit
Pasien diperbolehkan pulang

52
BAB IV

ANALISIS KASUS

PASIEN 1

A IDENTIFIKASI MASALAH :

G1P0A0 gravida 14-15 minggu dengan perdarahan pervaginam ec mola hydatidosa komplit

B. DASAR-DASAR DIAGNOSIS:

G1P0A0 gravida 14-15 minggu dengan perdarahan pervaginam ec mola hydatidosa komplit

Anamnesis : perdarahan pervaginam kecoklatan, nyeri perut bagian bawah,

mual hebat, pusing, dan tidak merasa pergerakan janin

Pemeriksaan Fisik : konjugtiva anemis, muka pucat kekuningan

Pemeriksaan Obstetri : ballotemen (-), TFU lebih besar dari usia

kehamilan yang seharusnya, uterus lembek, tidak teraba

gerakan anak

Pemeriksaan Penunjang : DJJ tidak terdeteksi, kadar β-Hcg yang meningkat sangat

tinggi, hasil lab PA yang menyatakan Mola Hydatidosa

Komplit

Diagnosis Banding:

- Abortus Insipiens
Pada abortus insipien juga disertai perdarahan dan nyeri abdomen, tetapi nyerinya
dirasakan lebih sering dan kuat, didapatkan ostium terbuka dan adanya dilatasi serviks,
TFU sesuai dengan usia kehamilan. β-Hcg didapatkan normal.

53
- Kehamilan Ganda
Pada kehamilan ganda juga didapatkan tinggi fundus lebih besar dari usia kehamilan
yang seharusnya, tetapi pada pemeriksaan fisik lainnya didapatkan adanya DJJ (+) di dua
tempat dengan perbedaan kecepatan paling sedikit 10 denyut per menit, banyak bagian
kecil yang teraba, teraba 3 bagian besar janin, teraba 2 ballotemen.

- Hidramnion
Pada hidramnion juga didapatkan uterus lebih besar dari tuanya kehamilan tetapi bagian
janin serta DJJ sulit ditentukan. Pada USG didapatkan adanya besarnya kantung
kehamilan > 8 cm.

- Kehamilan Ektopik

Pada kehamilan ektopik terganggu sama-sama nyeri pada abdomen, tetapi dirasakan
lebih kuat. Juga didapatkan adanya perdarahan. Pada VT didapatkan nyeri saat
menggerakkan serviks uteri, kavum douglas menonjol dan nyeri. Bisa saja ditemukan
tanda-tanda syok seperti tekanan darah turun, nadi kecil dan cepat, ujung ekstremis
basah, pucat, dan dingin.

C. PENATALAKSANAAN

- Perbaiki keadaan umum


- Pasang laminaria stift
- Transfusi PRC 1 labu
- IVFD D5% + oksitosin 10 satuan
- Pro curretage
- Profilaksis Metotrexat 5 x 20 mg
- Asam folat 1x1
- Pemerikaan Hcg rutin

54
D. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI SERTA HUBUNGAN ANTAR
MASALAH

Pada pasien dengan mola hydatidosa berkaitan dengan defisiensi protein,


karena penyakit ini banyak ditemukan pada wanita dari golongan sosioekonomi rendah.
Mola terjadi karena pembuahan sebuah sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak
aktif lagi sel sperma yang mengandung sel sperma 23 x kromosom, kemudian membelah
menjadi 46 xx, sehingga mola hydatidosa bersifat homozigot.

Mudigah yang mati pada kehamilan 3-5 minggu menyebabkan gangguan


peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi
dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Kematian mudigah itu bisa
disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folat dan histidine pada kehamilan 13
dan 21. Ada juga teori yang mengatakan bahwa sel-sel trofoblas yang abnormal
mempunyai fungsi yang abnormal juga, sehingga terjadi resopsi cairan yang berlebihan
ke dalam villi sehingga timbul gelmbung. Hal ini yang menyebabkan gangguan
peredaran darah dan kematian mudigah.

E. ANALISIS PENATALAKSANAAN

- Pasang laminaria stift dilakukan untuk membuka kanalis servikalis supaya


pada saat dilakukan kuretase tidak terjadi kesulitan karena sempitnya kanalis
servikalis.
- Transfusi PRC 500 cc untuk pencegahan anemia ataupun syok hemorrhagic
karena perdarahan banyak sewaktu dilakukan curretage.
- IVDF D5% 500 cc + oksitosin 10 IU diberikan supaya uterus tetap
berkontraksi untuk mengurangi bahaya perforasi pada saat dilakukan
curretage.
- Pro curretage dilakukan untuk mengeluarkan jaringan mola dan menghindari
bahaya terjadinya choriocarsinoma. Tapi saya lebih setuju jika dilakukan
vaccum curretage daripada hanya curretage saja karena dengan vaccum
curretage dapat dilakukan dengan waktu yang lebih singkat kemudian
dilanjutkan dengan menggunakan sendok curretage yang tumpul untuk
mengeluarkan sisa-sisa jaringan mola tersebut.

55
- Profilaksis Metotrexat 5 x 20 mg diberikan untuk mencegah keganasan dengan
metastasis serta mengurangi resiko terjadinya koriokarsinoma.
- Asam folat 1x1 diberikan supaya tidak terjadi kematian mudigah akibat
terganggunya sintesis DNA, gangguan pembentukan eritrosit, gangguan
pertumbuhan dan replikasi sel, gangguan pembentukan sel, serta gangguan
perkembangan janin..
- Pemerikaan HCG dilakukan:
1 x 2 minggu sampai reaksi negatif
Lanjutkan 1 x 1 bulan selama 2 tahun
Hal ini dilakukan supaya cepat mendiagnosis adanya koriokarsinoma.
- Seharusnya pasien dinasehatkan untuk tidak hamil terlebih dahulu dengan
menggunakan kontrasepsi

56
PASIEN 2

A. IDENTIFIKASI MASALAH

Diagnosis Kerja: G4P2A1 gravida 22-23 minggu perdarahan pervaginam ec mola hydatidosa
parsialis dengan hipertiroid dan preeklampsi ringan

B. DASAR-DASAR DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja: G4P2A1 gravida 22-23 minggu perdarahan pervaginam ec mola hydatidosa
parsialis

Anamnesis : perdarahan pervaginam kecoklatan dan sesak nafas

Pemeriksaan Fisik : konjugtiva anemis, muka pucat kekuningan, uterus membesar

tidak sesuai dengan usia kehamilan, hipertensi, udem pada

ekstremitas

Pemeriksaann Obstetri : ballotemen (-), TFU lebih besar dari usia

kehamilan yang seharusnya, uterus lembek, perdarahan dari

jalan lahir, gerakan janin tidak terasa

Pemeriksaan Penunjang : DJJ tidak terdeteksi, kadar β-Hcg yang meningkat sangat

tinggi, hasil lab PA yang menyatakan Mola hydatidosa

parsialis, peningkatan T4 dan penurunan TSH, protein urine +3

C. PENATALAKSANAAN
- Prophytiouracil 3x1
- Propanolol 3x1
- Lasix 1 amp
- Amdixal 5 mg 1x1
- Nortifen 1mg 1x1

57
- Calnex inject 500 mg
- Pasang laminaria stift
- Transfusi PRC 1 labu
- IVFD D5% + oksitosin 10 satuan
- Pro curretage
- HSV
- Profilaksis Metotrexat 5 x 20 mg
- Asam folat 1x1
- Pemerikaan HCG rutin

D. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI SERTA HUBUNGAN ANTAR


MASALAH

HCG adalah hormon peptida yang disusun oleh 2 subunit yaitu rantai α dan β. Sub unit α
identik dengan TSH, sedangkan β berbeda. Dengan demikian, hormon struktur parsial antara
TSH dan hCG mengakibatkan hCG bisa bertindak sebagai hormon tirotropik. Selama
kehamilan, efek stimulasi hCG menimbulkan peningkatan kadar tiroksin bebas. Pada pasien
mola ataupun koriokarsinoma, karena didapatkan hCG yang tinggi oleh karena juga terjadi
peningkatan hormon tiroksin terutama T4 dan penurunan TSH.

Hipertensi pada pasein mola kemungkinan disebabkan karena degenerasi hidropik


berlebihan pada villi-vili chorialis sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi utero-plasenta
yang kemudian menimbulkan hipertensi.

E. ANALISIS PENATALAKSANAAN
- Untuk mengurangi sesaknya, saya menyarankan pemberian oksigen via
sungkup muka untuk menaikkan PaO2 supaya tidak terjadi hipoksemia.
- Prophytiouracil digunakan untuk menghambat sintesis hormon tiriod dengan
cara menghambat proses pengikatan yodium pada residu tirosil dan
tiroglobulin.
- Propanolol digunakan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi dengan cara mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard.
Propanolol dapat menyebabkan bronko konstriksi. Saya tidak setuju diberikan
propanolol karena akan menambah beratnya sesak nafas pada pasien ini.

58
- Amdixal digunakan untuk menurunkan tekanan darah secara lambat dengan
cara vasodilatasi perifer pembuluh darah.
- Lasix digunakan untuk menurunkan aliran darah ke ginjal sehingga
meningkatkan resopsi cairan dan elektrolit di tubulus proximal lalu
meningkatkan diuresis. Biasanya digunakan pada pasien dengan udem. Saya
tidak setuju penggunaan lasix karena pada pasien ini tidak didapatkan adanya
udem.
- Nortifen digunakan sebagai antihistamin untuk profilaksis pada asma bronkial.
Pada pasien ini, sesak terjadi karena hipertiroid. Saya tidak setuju bila
diberikan terapi ketotifen. Saya menyarankan hanya memberi oksigen saja.
Karena dengan pemberian PTU terjadi penurunan hormon tiroksin, sesak juga
akan berkurang.
- Kalnex digunakan untuk menghambat fibrinolisis yang berlebihan sehingga
dapat mengurangi perdarahan yang terjadi.
- Pasang laminaria stift dilakukan untuk membuka kanalis servikalis supaya
pada saat dilakukan kuretase tidak terjadi kesulitan karena sempitnya kanalis
servikalis.
- Transfusi PRC 500 cc untuk pencegahan anemia ataupun syok hemorrhagic
karena perdarahan banyak sewaktu dilakukan curretage.
- IVDF D5% 500 cc + oksitosin 10 IU diberikan supaya uterus tetap
berkontraksi untuk mengurangi bahaya perforasi pada saat dilakukan
curretage.
- Pro curretage dilakukan untuk mengeluarkan jaringan mola dan menghindari
bahaya terjadinya choriocarsinoma.
- Saya tidak setuju dilakukan HSV karena walaupun sudah dilakukan HSV,
masih ada kemungkian terjadinya metastasis ke tempat lain, misalnya ke
daerah sekitar uterus yang tidak diangkat seperti serviks atau vagina. Saya
lebih setuju dilakukan HT karena menurut saya itu lebih sedikit resikonya
untuk terjadi metastasis.
- Profilaksis Metotrexat 5 x 20 mg diberikan untuk mencegah keganasan dengan
metastasis serta mengurangi resiko terjadinya koriokarsinoma.
- Asam folat 1x1 diberikan supaya tidak terjadi kematian mudigah akibat
terganggunya sintesis DNA, gangguan pembentukan eritrosit, gangguan

59
pertumbuhan dan replikasi sel, gangguan pembentukan sel, serta gangguan
perkembangan janin..
- Pemerikaan hCG dilakukan:
1 x 2 minggu sampai reaksi negatif
Lanjutkan 1 x 1 bulan selama 2 tahun
Hal ini dilakukan supaya cepat mendiagnosis adanya koriokarsinoma.
- Seharusnya pasien dinasehatkan untuk tidak hamil terlebih dahulu dengan
menggunakan kontrasepsi

60
BAB V

PENUTUP

a. KESIMPULAN

Mola hidatidosa komplit merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio atau janin
yang seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidropik yang menyerupai anggur.
Mikroskopik tampak edema stroma vili tanpa vaskularisasi disertai hiperplasia dari kedua
lapisan trofoblas.

Pada mola hidatidosa parsialis Masih ditemukan embrio atau janin yang biasanya mati
pada masa dini. Degenerasi hidropik dari vili bersifat setempat dan mengalami hiperplasia
hanya pada sinsitiotrofoblas saja.

Setelah dilakukan pengeluaran jaringan, penderita mola akan sehat kembali. Sel-sel
trofoblas yang masih tersisa kan diresopsi. Tidak adanya sel-sel trofoblas yang aktif ternyata
pada kadar hormon hCG yang makin lama makin menurun akhirnya normal kembali.
Dikatakan normal bila kadar hCG di bawah 10 mIU/ml dan hal ini biasanya tercapai dalam 2
minggu setelah evakuasi jaringan mola. Bila seteah pengeluaran jaringan molakadar hCG
menurun lambat, apalagi menetap atau meningkat, maka kasus ini dianggap sebagai penyakit
trofoblas ganas atau bisa disebut choriocarsinoma klinis.

Human chorionic gonadothropin (hCG) adalah hormon peptida yang disusun oleh dua
sub unit disebut rantai alfa dan beta. Sub unit alfa identik dengan TSH, sementara rantai beta
berbeda dengan keduanya. Dengan demikian, hormon struktur parsial antara TSH dengan
hCG mengakibatkan hCG bisa bertindak sebagai hormon tirotropik.

Selama kehamilan normal, efek stimulasi langsung hCG menimbulkan peningkatan


sementara kadar tiroksin bebas hingga akhir trimester pertama (puncak sirkulasi hCG)
sehingga terjadi supresi parsial TSH. Pada mola hidatidosa dan khoriokarsinoma sering
timbul manifestasi hipertiroid secara klinis dan biokimia.

Secara umum HDK dapat didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah sistolik > 140
mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg yang diukur paling kurang 6 jam pada
saat yang berbeda. Dari beberapa hasil penelitian restropektif tentang hipertensi pada wanita

61
hamil menunjukkan bahwa terapi anti hipertensi menurunkan insidens stroke dan komplikasi
kardiovaskular pada wanita hamil dengan tekanan darah diastolik diatas 100 mmHg. Sebagai
faktor predisposisi untuk timbulnya HDK adalah adanya riwayat keluarga, umur,
primigravida , multigravida, diabetes, penyakit ginjal,dan penyakit kolagen.

Pada kasus ini ada dua pasien yang dibahas, yaitu:

1. G1P0A0 gravida 14-15 minggu dengan perdarahan pervaginam ec mola


hydatidosa. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah kuretase, terapi
metotrexate sebagai profilaksis untuk mencegah metastasis dan menghindari
korikasinoma, medikasi lain yaitu diberikan asam folat. Follow up β-hCG
digunakan untuk memantau apakah terjadi keganasan atau tidak. Pemeriksaan
β-hCG dilakukan pasien jika pasien kontrol ke dokter. Hasil β-hCG pada
pasien ini semakin menurun dan semakin baik. Tiap pasien kontrol ke
poliklinik, hasilnya baik.
2. G4P2A1 gravida 22-23 minggu perdarahan pervaginam ec mola hydatidosa
dengan tirotoksikosis + preeklampsi ringan. Pentalaksanaan yang dilakukan
untuk mola adalah HSV, metotrexate dan asam folat. Untuk hipertiroidnya
diberikan PTU sedangkan hipertensinya diberikan lasix, amdixal dan
nortifen. Pasien ini tidak teratur periksa β-hCG dan menganggap penyakit
yang dideritanya hanya penyakit biasa, oleh karena itu dia pun jarang
memeriksakan dirinya ke dokter. Terakhir kontrol ke poliklinik, hasil β-hCG
masih sangat tinggi, dokter menyarankan dirawat. Pada saat dirawat, pasien
diberi metotrexate selama 5 hari dan disarankan dokter untuk kembali setelah
2 minggu. Tapi pasien tidak datang untuk periksa kondisinya.

b. SARAN
- Pasien yang merasa hamil dengan tanda-tanda perdarahan pervaginam,
hipertensi, hipertiroid harus segera ditangani karena kalau sampai terlambat
bisa terjadi kematian. Diagnosis harus segera ditetapkan sesuai dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetri dan pemeriksaan
penunjang.
- Pasien yang sudah terdiagnosis sebagai penderita mola hidatidosa sebaiknya
disarankan untuk langsung dirawat supaya cepat dilakukan terapi sebelum

62
terjadi keganasan. Terapi yang dapat dilakukan adalah kuretase lalu pemberian
metotrexate selam 5 hari, rutin memeriksa β-hCG tiap 2 minggu selama 1
bulan dan 1 kali sebulan selama dua tahun dan dianjurkan untuk menggunakan
kontrasepsi supaya tidak terjadi kehamilan.
- Pengetahuan tentang pentingnya ANC harus diberitahu kepada pesien supaya
pasien tahu saat terjadi tanda-tanda bahaya saat kehamilan dan cepat berobat
ke dokter.

63
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Hanifa, dkk. 2007. Ilmu Kebidanan Edisi ketiga, cetakan kesembilan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2. Sastrawinata, Sulaeman, dkk. 2003. Obstetri Patologi Ed.2. Jakarta: EGC
3. Sastrawinata, Sulaeman, dkk. 1981. Obstetri Patologi. Bandung: Penerbit dan
Percetakan Elstar Offset Bandung
4. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri jilid 1 Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
5. Cunningham, F.G dkk. 2005. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
6. Hipertiroid dan Hipertensi dalam Kehamilan. http://kamisah-
misae.blogspot.com/2009/06/kehamilan-dengan-hipertiroid-dan.html

64

You might also like