Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Penyakit trofoblas gestasional adalah sekumpulan penyakit yang berkaitan dengan vili
korialis, terutama sel trofoblas dan berasal dari suatu kehamilan. Pada umumnya setiap
kehamilan berakhir dengan lahirnya anak yang cukup bulan dan tidak cacat, namun hal ini
tidak selalu terjadi. Kadang-kadang terjadi kegagalan kehamilan, bergantung pada tahap dan
bentuk gangguannya. Kegagalan ini bisa berupa abortus, kehamilan ektopik, prematuritas,
kematian janin dalam rahim, atau cacat. Ada bentuk kegagalan kehamilan yang lain, yaitu vili
korialis yang seluruhnya atau sebagian berkembang tidak wajar berbentuk gelembung-
gelembung seperti anggur. Kelainan ini disebut mola hidatidosa [2].
Lima belas sampai dua puluh persen penderita mola hidatidosa dapat berubah menjadi
ganas dan dikenal sebagai tumor trofoblas gestasional. Jadi, yang dimaksud dengan penyakit
trofoblas gestasional adalah mola hidatidosa yang jinak, dan tumor trofoblas gestasional yang
ganas atau disebut sebagai koriokarsinoma [2].
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika dan Amerika Latin
dibandingkan negara-negara Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:200 atau 2000
kehamilan. Di negara-negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejonoes dkk (1967)
melaporkan 1:85 kehamilan; RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31 persalinan dan 1:49
kehamilan; Luat A. Siregar (Medan) tahun 1982: 11-16 per 1000 kehamilan; Soetomo
(Surabaya): 1:80 persalinan; Djamhoer Martaadisoebrata (Bandung): 9-12 per 1000
kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada umur reproduktif (15-45 tahun); dan pada
multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar
[3].
1
BAB II
KERANGKA TEORI
DEFINISI
KLASIFIKASI
MOLA HIDATIDOSA
Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio atau janin yang seluruh vili korialisnya
mengalami degenerasi hidropik yang menyerupai anggur. Mikroskopik tampak edema stroma
vili tanpa vaskularisasi disertai hiperplasia dari kedua lapisan trofoblas. Secara sitogenetik
umumnya bersifat diploid 46 XX, sebagai hasil pembuahan satu ovum, tidak berinti atau
intinya tidak aktif, dibuahi oleh sperma yang mengandung 23 X kromosom, yang kemudian
mengadakan duplikasi menjadi 46 XX. Jadi umumnya MHK bersifat homozigot, wanita dan
berasal dari bapak (androgenetik) [2].
2
Gambar 1
Masih ditemukan embrio atau janin yang biasanya mati pada masa dini. Degenerasi
hidropik dari vili bersifat setempat dan mengalami hiperplasia hanya pada sinsitiotrofoblas
saja. Gambaran yang khas adalah crinkling atau scalloping dari vili dan stromal
trophoblastic inclusions [2].
Kariotipe umumnya triploid sebagai hasil pembuahan satu ovum oleh dua sperma
(dispermi). Bisa berupa 69 XXX, 69 XXY atau 69 XYY [2].
Gambar 2
3
CHORIOCARSINOMA
Chriocarsinoma non villosum : pada jenis ini sama sekali tidak ada bentuk villus.
Jenis ini lebih ganas daripada villosum.
Gambar 3
Choriocarsinoma
FAKTOR RESIKO
MOLA HIDATIDOSA
CHORIOCARSINOMA
4
PATOLOGI
MOLA HIDATIDOSA
Di bawah mikroskop tampak degenerasi hidropik dari stroma jonjot, tidak adanya
pembuluh darah dan proliferasi trofoblas. Pada pemeriksaan kromosom didapatkan poliploidi
dan hampir pada semua kasus mola sex kromatin adalah wanita [3].
Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein, kadang-kadang pada
satu ovarium, kadang pada keduanya. Kista ini berdinding tipis dan berisikan cairan
kekuningan dan dapat mencapai ukuran sebesar tinju atau kepala bayi. Kista lutein terjadi
karena perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin yang tinggi. Kista ini hilang sendiri
setelah mola dilahirkan [3].
CHORIOCARSINOMA
- Nekrosis
- Perdarahan
- Infeksi
Selain itu, nampak sel-sel trofoblas yang menembus otot-otot dan pembuluh darah.
5
GEJALA KLINIS
MOLA HIDATIDOSA
CHORIOCARSINOMA
Gejala-gejala:
DIAGNOSIS
MOLA HIDATIDOSA
Diagnosis pasti kalau kita melihat lahirnya gelembung-gelembung mola. Kalau uterus
lebih besar dari tuanya usia kehamilan, maka kemungkinan yang harus dipertimbangkan:
6
Haid terakhir keliru
Kehamilan dengan myoma uteri
Hydramnion
Gemelli
Mola hidatidosa
Ro Foto: kalau ada rangka janin maka kemungkinan terbesar adalah kehamilan biasa,
walaupun kadang pada mola parsialis kadang-kadang terdapat janin.
Reaksi biologis (misalnya Galli Mainini) : pada mola hidatidosa, kadar gonadotropin
chorion dalam darah dan urin sangat tinggi, maka reaksi Galli Manini dilakukan
kuantitatif. Kadar gonadotropin yang diperoleh selalu harus dibandingkan dengan
kadar gonadotropin pada kehamilan biasa dengan umur kehamilan yang sama.
Pada kehamilan muda, kadar gonadotropin naik dan mencapai puncaknya pada hari
ke-100 setelah itu kadarnya turun.
Kadar yang tinggi setelah hari ke-100 dari kehamilan lebih berarti daripada kadar
yang tinggi sebelum hari ke-100.
Percobaan sonde : pada mola, sonde mudah masuk ke dalam cavum uteri, pada
kehamilan biasa terdapat tahanan oleh janin.
Teknik baru yang sedang dikembangkan:
1. Arteriografi : yang memperlihatkan pengisian bilateral vena uterina yang tinggi
2. Suntikan zat kontras ke dalam uterus : memperlihatkam gambaran sarang tawon
3. Ultrasonografi : gambaran badai salju [3]
Gambar 4
7
CHORIOCARSINOMA
Semua penderita yang telah melahirkan mola harus dicurigai dan diawasi dengan
teliti. Juga perdarahan yang tidak berhenti-henti setelah abortus atau persalinan aterm harus
mengingatkan kita pada kemungkinan choriocarsinoma. Yang menjadi pegangan ialah reaksi
biologis atau imunologis, reaksi harus menjadi negatif dalam beberapa hari setelah abortus
atau partus, kalau reaksi biologis tetap positif atau kuantitatif naik, maka harus ada
pertumbuhan sel trofoblas yang baru [3].
CHORIOCARSINOMA KLINIS
Pada umumnya setelah dilakukan pengeluaran jaringan, penderita mola akan sehat
kembali. Sel-sel trofoblas yang masih tersisa kan diresopsi. Tidak adanya sel-sel trofoblas
yang aktif ternyata pada kadar hormon hCG yang makin lama makin menurun akhirnya
normal kembali. Dikatakan normal bila kadar hCG di bawah 10 mIU/ml dan hal ini biasanya
tercapai dalam 2 minggu setelah evakuasi jaringan mola. Bila seteah pengeluaran jaringan
mola kadar hCG menurun lambat, apalagi menetap atau meningkat, maka kasus ini dianggap
sebagai penyakit trofoblas ganas. Oleh karena hal ini berarti ada sel-sel trofoblas yang aktif
lagi tumbuh di uterus atau metastasis ke tempat lain dan menghasilkan hCG. Jadi di sini,
diagnosis keganasan tidak ditentukan oleh pemeriksaan histopatologik, tetapi oleh tingginya
kadar HCG dan adanya metastasis.
Penyebaran ini umumnya bersifat hematogen karena itu organ yang paling sering dikenai
adalah paru-paru. Metastasis ke servis atau sekitarnya bisa secara limfogen atau
perkontinuitatum [1].
8
PROGNOSIS
MOLA HIDATIDOSA
Mola hidatidosa merupakan sebab kematian yang penting. Kematian disebabkan oleh:
1. Perdarahan
2. Perforasi misalnya oleh mola destruens dimana gelembung menembus dinding rahim
sampai terjadi perforasi
3. Infeksi, sepsis
4. Choriocarcinoma setelah mola hidatidosa antara 2% - 8% dan makin tinggi pada umur
tua
CHORIOCARSINOMA
PENATALAKSANAAN
MOLA HIDATIDOSA
Mengingat adanya bahaya dari mola hidatidosa, maka mola harus segera digugurkan
setelah diagnosis ditegakkan, tetapi mengingat bahaya choriocarcinoma harus diadakan
follow up yang teliti, jadi terapi terdiri atas 2 bagian:
Kalau sudah ada pembukaan kira-kira sebesar satu jari maka dilakukan kuretase.
Kuretase ini harus selalu dengan transfusi darah karena kemungkinan perdarahan yang
banyak besar sekali. Sebaiknya dipergunakan vakum kuret. Mengingat bahaya perforasi,
karena uterus sangat lunak baik diberikan oxytocin sebelum kuretase dimulai. Dengan
penyuntikan oxytocin, uterus berkontraksi, dindingnya lebih keras dan mengurangi bahaya
perforasi [3].
9
Kalau belum ada pembukaan maka harus diusahakan dulu supaya serviks cukup
membuka karena kuretase mola melalui ostium yang sempit sangat berbahaya. Pembukaan
serviks dapat dicapai secara kimiawi misalnya dengan pemberian infus oxytocin 10 satuan
dalam 500 cc glucose 5% atau dengan penyuntikan 2,5 satuan oxytocin tiap setengah jam
sebanyak 6 kali. Cara yang lain ialah secara mekanis dengan menggunakan laminaria stift
atau kombinasi dari kedua cara [3].
Untuk follow up setelah kuretase, reaksi biologis dilakukan sekali 2 minggu samapi
reaksi negatif, kemudian sekali satu bulan selama dua tahun. Hal ini harus dilakukan untuk
diagnosis dini choriocarcinoma [3].
Pada umumnya reaksi imunologis atau biologis 3 minggu setelah pengosongan mola
dan paling lambat setelah 6 minggu menjadi negatif (sesudah 2 minggu 50% negatif dan
sesudah 40 hari 75% negatif). Kalau setelah 6 minggu reaksi masih positif perlu pengawasan
klinis [3].
Kalau reaksi biologis kwantitatif naik atau tidak mau menjadi negatif atau setelah
negatif menjadi psotif kembali, maka ini merupakan tanda choriocarcinoma.
1. Perdarahan terus-menerus
2. Involusi rahim tidak terjadi
3. Kadang-kadang malahan nampak metastase di vagina berupa tumor-tumor yang biru-
ungu, rapuh dan mudah berdarah sebesar kacang bogor
Mungkin juga timbul metastase di paru-paru yang menimbulkan batuk dan hemoptoe. Maka
kalau ada gejala-gejala yang mencurigakan harus dibuat foto thorax berulang-ulang [3].
10
CHORIOCARSINOMA
Terapi pilihan ialah dengan pemberian metotrexate sebanyak 0,4 mg/kg/hari selama 5
hari yang dapat diberikan intravena, intramuskular, oral. Pada umumnya diberi 15-25 mg
sehari. Kuur ini diulang-ulang dengan antara 14 hari sampai gonadotropin dalam urin
menjadi normal, kadang-kadang baru setelah 6 kuur. Setelah reaksi negatif, diberi satu kuur
tambahan. Juga dapat diberikan actinomycin sebanyak 7-11 µg/kg/hari intravena selama 5
hari. Kuur diulangi setelah 5 hari [3,5].
HIPERTIROID
DEFINISI
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi.
Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif.
Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid dalam darah
dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis tirotoksikosis [6].
FAAL TIROID
11
terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping, peningkatan yodinasi, coupling,
proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi hormon meningkat.
3. Umpan balik sekresi hormon. Kedua ini merupakan efek umpan balik ditingkat
hipofisis. Khususnya hormon bebaslah yang berperan dan bukannya hormon yang
terikat. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus.
Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri. Gangguan yodinasi tirosin dengan
pemberian yodium banyak disebut fenomena Wolf-Chaikoff escape, yang terjadi
karena mengurangnya afinitas trap yodium sehingga kadar intratiroid akan
mengurang. Escape ini terganggu pada penyakit tiroid autoimun [6].
ETIOLOGI
PATOGENESIS
12
GEJALA KLINIK
Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum yaitu palpitasi,
kegelisahan, ,mudah capai dan diare, banyak keringat, tidak tahan panas, dan senang
dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan.
Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksikosis pada mata, dan takikardi ringanumumnya
terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya massa otot dapat sangat berat sehingga
pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan. Pada anak-anak terdapat
pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien diatas 60
tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih menonjol. Keluhan yang
paling menonjol adalah palpitasi, dispnea pada latihan, tremor, nervous dan penurunan
berat badan. [6]
DIAGNOSIS
1. Untuk lebih menguatkan diagnosa yang sudah ditetapkan pada pemeriksaan klinis.
2. Untuk menyingkirkan hipertiroidisme pada pasien dengan beberapa kondisi, seperti
atrial fibrilasi yang tidak diketahui penyebabnya, payah jantung, berat badan menurun,
diare atau miopati tanpa manifestasi klinis lain hipertiroidisme.
13
3. Untuk membantu dalam keadaan klinis yang sulit atau kasus yang meragukan.
Menurut Bayer MF kombinasi hasil pemeriksaan laboraturium Thyroid Stimulating
Hormone sensitif (TSHs) yang tak terukur atau jelas subnormal dan free T4 (FT4)
meningkat, jelas menunjukan hipertiroidisme [6].
14
Efek hCG terhadap fungsi tiroid
Human chorionic gonadothropin (hCG) adalah hormon peptida yang disusun oleh dua
sub unit disebut rantai alfa dan beta. Sub unit alfa identik dengan TSH, sementara
rantai beta berbeda dengan keduanya. Dengan demikian, hormon struktur parsial
antara TSH dengan hCG mengakibatkan hCG bisa bertindak sebagai hormon
tirotropik. Selama kehamilan normal, efek stimulasi langsung hCG menimbulkan
peningkatan sementara kadar tiroksin bebas hingga akhir trimester pertama (puncak
sirkulasi hCG) sehingga terjadi supresi parsial TSH. Pada mola hidatidosa dan
khoriokarsinoma sering timbul manifestasi hipertiroid secara klinis dan biokimia [6].
Fisiologi Tiroid pada Janin
Sistem hipotalamus-hipofisis janin berkembang dan berfungsi secara lengkap bebas
dari fungsi ibu pada kehamilan 11 minggu, setelah sistem portal hipofiseal
berkembang, akan ditemukan adanya TSH dan TRH yang dapat diukur. Pada waktu
yang bersamaan, tiroid janin mulai menangkap iodine. Namun sekresi hormon tiroid
kemungkinan dimulai pada pertengahan kehamilan (18-20 minggu). TSH meningkat
dengan cepat hingga kadar puncak pada 24-28 minggu, dan kadar T4 memuncak pada
35-40 minggu. Kadar T3 tetap rendah selama kehamilan, T4 diubah menjadi rT3 oleh
deiodinase-5 tipe 3 selama perkembangan janin. Pada saat lahir, terdapat peningkatan
mendadak yang nyata dari TSH, suatu peningkatan T4, suatu peningkatan T3 dan
suatu penurunan rT3. parameter ini secara berangsur-angsur kembali normal dalam
bulan pertama kehidupan [6,3].
Hubungan Janin Ibu Pada Kehamilan Hipertiroid
Sejak mulai kehamilan terjadi perubahan-perubahan pada fungsi kelenjar tiroid ibu,
sedang pada janin kelenjar tiroid baru mulai berfungsi pada umur kehamilan gestasi
ke 12-16. TSH agaknya tidak dapat melalui barier plasenta. Dengan demikian baik
TSH ibu maupun TSH janin tidak saling mempengaruhi. Baik T4 maupun T3 dapat
melewati plasenta dalam jumlah yang sangat sedikit, sehingga dapat dianggap tidak
saling mempengaruhi. Pasien penyakit Grave cenderung mengalami remisi pada
waktu hamil dan eksaserbasi pada masa pasca persalinan. Kehamilan merupakan
suatu bentuk alograf jaringan asing yang dapat berkembang tanpa penolakan tubuh.
Keadaan seperti ini dapat berlangsung karena pada proses kehamilan baik imunitas
humoral maupun imunitas selular ditekan. Antibodi antitiroid pada penyakit grave
biasanya menurun selama kehamilan. Fungsi sel T supresor janin meningkat
15
mencegah penolakan ibu dan juga akan menurun intensitas penyakit grave untuk
sementara [6,2]
Sesudah melahirkan sel T supresor turun kembali, maka terjadilah eksaserbasi
penyakit grave pasca persalinan. Pada beberapa kasus bahkan penyakit Grave nya
sama sekali tidak tampak selama kehamilan namun pasca persalinan tampak seolah-
olah baru muncul. Keadaan ini lazim disebut sebagai tirotoksikosis pasca persalinan.
Telah kita ketahui bahwa terdapat kehamilan dimana kelenjar tiroid mengalami
hiperfungsi yang ditandai dengan naiknya metabolisme basal sampai 15-25% dan
kadang kala disertai pembesaran ringan. Keadaan ini adalah dalam batas-batas normal
[1,3,6].
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah mengendalikan tirotoksikosis ibu tanpa gangguan
fungsi tiroid janin. Pengobatan yang dapat dilakukan pada tirotoksikosis kehamilan
ada 2 macam yaitu : OAT (obat anti tiroid) dan pembedahan. Kehamilan merupakan
kontraindikasi untuk pemberian iodium radioaktif.
• Obat anti tiroid
Obat anti tiroid yang dianjurkan ialah golongan tionamid yaitu propilthiourasil (PTU)
dan carbamizole (Neo Mercazole) . Yodida merupakan kontraindikasi untuk diberikan
karena dapat langsung melewati sawar plasenta dan dengan demikian mudah
menimbulkan keadaan hipotiroid janin. Wanita hamil dapat mentolerir keadaan
hipertiroid yang tidak terlalu berat sehingga lebih baik memberikan dosis OAT yang
kurang dari pada berlebih. Bioavilibilitas carbamizole pada janin ± 4 kali lebih tinggi
dari pada PTU sehingga lebih mudah menyebabkan keadaan hipotiroid. Melihat hal-
hal tersebut maka pada kehamilan PTU lebih terpilih. PTU mula-mula diberikan 100-
150 mg tiap 8 jam. Setelah keadaan eutiroid tercapai (biasanya 4-6 minggu setelah
pengobatan dimulai), diturunkan menjadi 50 mg tiap 6 jam dan bila masih tetap
eutiroid dosisnya diturunkan dan dipertahankan menjadi 2 kali 50 mg/hari. Idealnya
hormon tiroid bebas dipantau setiap bulan. Kadar T4 dipertahankan pada batas normal
dengan dosis PTU ≤ 100 mg/hari. Bila tirotoksikosis timbul lagi, biasanya pasca
persalinan, PTU dinaikkan sampai 300 mg/hari. Efek OAT terhadap janin dapat
menghambat sintesa hormon tiroid. Selanjutnya hal tersebut dapat menyebabkan
hipotiroidisme sesaat dan struma pada bayi, walaupun hal ini jarang terjadi. Pada ibu
yang menyusui yang mendapat OAT, OAT dapat keluar bersama ASI namun jumlah
16
PTU kurang dibandingkan carbamizole dan bahaya pengaruhnya kepada bayi sangat
kecil, meskipun demikian perlu dilakukan pemantauan pada bayi seketat mungkin
[4,6].
• Golongan β-Bloker
Obat golongan ini tidak dianjurkan pada kehamilan karena berbagai penelitian
menunjukan bahwa obat tersebut menyebabkan terjadinya plasenta yang kecil,
pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat, tidak ada respon terhadap keadaan
anoksia, dapat menimbulkan bradikardi dan hipoglikemia. Atas dasar ini maka
golongan β- Bloker tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama pada hipertiroid
dengan kehamilan. Tetapi apabila sangat diperlukan umpama pada hipertiroid berat,
krisis atau ancaman krisis tiroid, dapat diberikan seperti biasa [4,6].
• Tiroidektomi
Tiroidektomi secara umum sebenarnya tidak dianjurkan. Hanya perlu dilakukan bila
pasien hipersensitif terhadap obat anti tiroid (OAT) atau OAT sama sekali tidak
efektif, suatu hal yang sangat jarang atau pada mereka dengan gejala mekanik akibat
penekanan dari struma [6].
• Terapi Yodium Radioaktif
Pemberian terapi maupun pemeriksaan fungsi tiroid dengan iodida radioaktif
merupakan kontraindikasi pada hipertiroid dalam kehamilan, oleh karena yodida dan
radiodida juga dengan mudah melewati plasenta [6].
DEFINISI
Hipertensi dalam kehamilan (HDK), adalah suatu keadaan yang ditemukan
sebagai komplikasi medik pada wanita hamil dan sebagai penyebab morbiditas dan
mortalitas pada ibu dan janin. Komplikasi hipertensi pada kehamilan terjadi kira-kira
5-10% dari semua kehamilan dan merupakan penyebab terpenting dari tingginya
angka kematian pada ibu hamil termasuk abruptio placenta, intravascular koagulation
(DIC), perdarahan cerebral, gangguan fungsi hati dan ginjal akut, sedangkan pada
janin akan mengakibatkan prematuritas, gangguan pertumbuhan intra utrine, aspiksia,
dan kematian bayi [6,3].
17
Secara umum HDK dapat didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah
sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg yang diukur paling
kurang 6 jam pada saat yang berbeda. Dari beberapa hasil penelitian restropektif
tentang hipertensi pada wanita hamil menunjukkan bahwa terapi anti hipertensi
menurunkan insidens stroke dan komplikasi kardiovaskular pada wanita hamil dengan
tekanan darah diastolik diatas 100 mmHg. Sebagai faktor predisposisi untuk
timbulnya HDK adalah adanya riwayat keluarga, umur, primigravida , multigravida,
diabetes, penyakit ginjal,dan penyakit kolagen [5,6].
KLASIFIKASI
Berdasarkan The National High Blood Pressure Education Programme Working
Group (HBPEP) 2000, membagi HDK dalam :
1. Gestational Hipertensi
Disebut juga hipertensi yang di induse oleh kehamilan. Hipertensi yang di deteksi
pertama kali pada kehamilan > 20 minggu tanpa proteinuria,dan menghilang
sebelum 12 minggu post partum.
2. Hipertensi Kronik
Didefinisikan sebagai kenaikkan tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau
diastolik > 90 mmHg sebelum kehamilan 20 minggu dan menetap setelah 12
minggu post partum.
3. Pre Eklampsia
Hipertensi yang di deteksi sesudah kehamilan 20 minggu disertai dengan
proteinuria > 0,3 gr / 24 jam
4. Eklampsia
Pre-eklampsia yang memburuk disertai kejang dan atau penurunan kesadaran
yang bukan disebabkan oleh faktor lain
5. Hipertensi Kronik dengan Super impose Pre eklampsia
Didapatkan pada wanita dengan hipertensi kronik secara tiba-tiba takanan darah
meningkat disertai proteinuria trombositopnia dan gangguan fungsi hati [5,6].
PATOFISIOLOGI
Selama kehamilan normal terdapat perubahan-perubahan dalam sistem
kardiovaskuler, renal dan endokrin. Perubahan ini akan berbeda dengan respons
patologi yang timbul pada HDK. Pada kehamilan trimester kedua akan terjadi
18
perubahan tekanan darah, yaitu penurunan tekanan sistolik rata-rata 5 mmHg dan
tekanan darah diastolik 10 mmHg, yang selanjutnya meningkat kembali dan mencapai
tekanan darah normal pada usia kehamilan trimester ketiga. Selama persalinan tekanan
darah meningkat, hal ini terjadi karena respon terhadap rasa sakit dan karena
meningkatnya beban awal akibat ekspulsi darah pada kontraksi uterus. Tekanan darah
juga meningkat 4-5 hari post partum dengan peningkatan rata-rata adalah sistolik 6
mmHg dan diastolik 4 mmHg [5,6].
Pada keadaan istirahat, curah jantung meningkat 40% dalam kehamilan.
Perubahan tersebut mulai terjadi pada kehamilan 8 minggu dan mencapai puncak pada
usia kehamilan 20-30 minggu. Tahanan perifer menurun pada usia kehamilan trimester
pertama. Keadaan ini disebabkan oleh meningkatnya aktifitas sistem renin –
angiotensin aldosteron dan juga sistem saraf simpatis [5].
Penurunan tahanan perifer total disebabkan oleh menurunnya tonus otot polos
pembuluh darah. Volume darah yang beredar juga meningkat 40% , peningkatan ini
melebihi jumlah sel darah merah, sehingga hemoglobin dan viskositas darah menurun.
Terjadi penurunan tekanan osmotik plasma darah yang menyebabkan peningkatan
cairan ekstraseluler, sehingga timbul edema perifer yang biasa timbul pada kehamilan
normal [5].
Etiologi dan patogenesis HDK belum jelas, multifaktorial dan dapat melibatkan
berbagai sistem organ. Ada beberapa hipotesis yang diajukan untuk menerangkan HDK
antara lain : teori reaktifitas pembuluh darah,hipoperfusi uteroplacenta,konsep
imunologis dan disfungsi endotel. Pada reaktifitas pembuluh darah, kontriksi pembuluh
darah merupakan tahanan bagi aliran darah dan menyebabkan hipertensi anterial [5].
Hipoperfusi uteroplacental, timbul karena adanya ketidak seimbangan antara
masa placenta dan aliran darah disertai kelainan trophoblastik. Keadaan ini dapat terjadi
bila masa plasenta relatif lebih besar seperti pada kehamilan kembar dan mola
hidatidosa atau pada keadaan-keadaan dimana terdapat gangguan aliran darah pada
uterus seperti diabetes dan hipertensi. Pada multipara diduga karena masa placenta
yang super normal tidak seimbang dengan aliran darah [6].
Akhir-akhir ini patogenesis HDK dari aspek disfungsi endotel telah banyak
dibicarakan dari berbagai laporan penelitian. Disfungsi endotel menyebabkan
penurunan produksi Nitric Oxida (NO), yang merupakan vasodilator poten dan
menghambat agregasi platelet. Penurunan NO akan meningkatkan agregasi platelet,
pelepasan trombosan A2 dan serotonin. Serotonin menyebabkan peningkatan
19
permiabilitas vaskuler dan serotonin juga menyebabkan vasodilatasi atau vasokonstriksi
tergantung integritas sel endotel vaskular [5,6].
Dalam keadaan normal reseptor serotonin (S1) endotel spesifik akan merespon
serotonin dalam darah dengan akibat dilepaskannya prostasiklin dan NO oleh sel
endotel sehingga terjadi vasodilatasi. Sedangkan pada HDK yang ditandai dengan
menghilangnya reseptor S1 endotel dan meningkatnya serotonin yang diproduksi oleh
platelet 10 kali lebih tinggi dalam darah akan mengakibatkan serotonin hanya dapat
bereaksi dengan reseptor S2 di otot polos vaskuler dan platelet yang menghasilkan
vasokontriksi.
PENATALAKSANAAN
Secara umum tujuan tata laksana HDK dengan atau tanpa proteinuria adalah
sama, yaitu untuk melindungi ibu dari berbagai komplikasi termasuk kardiovaskuler
dan melanjutkan kehamilannya sampai persalinan yang aman. Tata laksana ini meliputi
pengelolaan secara umum dan khusus baik konservatif maupun dengan terminasi
kehamilan . Pembahasan tata laksana disini akan lebih menekankan masalah tekanan
darah, tentunya dengan mengetahui bahwa meningkatnya tekanan darah bukanlah satu-
satunya masalah yang dihadapai pada HDK.
1. Terapi Konservatif
Terapi konservatif dilakukan bila tekanan darah terkontrol ( sistolik < 140 mmHg,
diastolik 90 mmHg, proteinuria < +2 ( 1 gr/hari), trombosit > 100.000, keadaan
janin baik (USG, Stress test). Faktor yang sangat menentukan terapi konservatif
adalah umur kehamilan. Jika HDK disertai proteinuria berat dan kehamilan > 36
minggu maka terminasi kehamilan perlu dilakukan. Apabila kehamilan < 36
minggu, maka dilakukan terapi konservatif jika : tekanan darah stabil < 150mmHg
dan diastolik < 95 mmHg, proteinuria <+2, keadaan janin dan ketuban normal,
trombosit > 100.000.
2. Terminasi Kehamilan
Bila selama terapi konservatif, ditemukan hal-hal dibawah ini maka dilakukan
terminasi kehamilan.
Dari Sudut Ibu:
- Sakit kepala hebat, gangguan penglihatan
- Tekanan darah sistolik > 170 mmHg dan atau diastolik > 110 mmHg
- Oliguria < 400 ml/ 24 jam
20
- Fungsi ginjal dan hepar memburuk
- Nyeri epigartium berat, mual, muntah
- Suspek abruptio placenta
- Edema paru dan sianosis
- Kejang dan tanda-tanda perdarahan intracerebral pada eklampsia
Dari Sudut Janin:
- Pergerakan janin menurun
- Oligohidramnion [5,6]
Tujuan dalam menurunkan tekanan darah telah disepakati dianggap optimal bila sistolik
< 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg. Ada beberapa konsensus kapan kita
menggunakan obat anti hipertensi pada HDK antara lain:
a. Segera
Bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan diastolik > 109 mmHg dengan gejala
klinis.
b. Setelah observasi 1-2 jam
Bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan atau diastolik > 109 mmHg tanpa gejala
klinis.
c. Setelah observasi 24-48 jam
- Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diastolik > 89 mmHg sebelum
kehamilan 28 minggu tanpa proteinuria
- Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diatolik > 89 mmHg pada wanita
hamil dengan gejala klinis, proteinuria, disertai penyakit lain ( kardiovaskular, ginjal),
Super imposed hipertension [5].
21
BAB III
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN 1
II. ANAMNESA
Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir
Keluhan Tambahan : Nyeri perut bagian bawah, mual hebat dan
pusing
22
Kejadian berawal ketika wanita ingin buang air kecil, pada pakaian dalam
didapatkan adanya darah berwarna merah kehitaman dengan jumlah cukup banyak
seperti menstruasi. Pasien mengira hal tersebut tidak apa-apa Setelah 1 minggu,
dirasakan darah keluar bertambah banyak dan tidak berhenti disertai rasa pusing.
Kemudian pasien memeriksakan dirinya ke poli kebidanan RSUD Gunung Jati.
Riwayat Haid:
Menarche : 17 tahun
Siklus : 7 hari
Lamanya : 28 hari
HPHT : 08-04-2010
HPL : 15-01-2011
Riwayat Perkawinan:
Riwayat Kehamilan:
Riwayat ANC:
Riwayat Kontrasepsi:
Wanita tidak mengikuti program KB
23
III. PEMERIKSAAN FISIK
N : 100 x / menit
RR : 16 x / menit
S : 36,3oC
gallop (-)
asites (-)
Ekstremitas : Oedema
Sianosis
24
Akral : Hangat
Status Obstetrik
Pemeriksaan Luar
Pemeriksaan Dalam
Pembukaan : (-)
Ketuban : (-)
25
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Kimia Darah
HbsAg -
Anti HIV -
Kimia Klinik
23/08/2010
Glukosa sewaku 90
(mg/dL)
Ureum (mg/dL) 168
Kreatinin (mg/dL) 79
Protein T (g/dL) 11,6
Albumin (g/dL) 0,95
SGPT (U/I) 7,14
SGOT (U/I) 3,69
Glukosa sewaku 31
(mg/dL)
Ureum (mg/dL) 14
Pemeriksaan β-HCG
26
mL )
V. RESUME
Riwayat Penyakit Sekarang :
Wanita G1P0A0 merasa hamil 3 bulan, keluar darah cukup banyak dari jalan
lahir sejak 1 minggu yang lalu, disertai dengan pusing. Nyeri perut dan mual hebat
dirasa sejak 3 hari yang lalu. Pergerakan janin tidak dirasakan.
Kejadian berawal ketika wanita ingin buang air kecil, pada pakaian dalam
didapatkan adanya darah berwarna merah kehitaman dengan jumlah cukup banyak
seperti menstruasi. Pasien mengira hal tersebut tidak apa-apa Setelah 1 minggu,
dirasakan darah keluar bertambah banyak dan tidak berhenti disertai rasa pusing.
Kemudian pasien memeriksakan dirinya ke poli kebidanan RSUD Gunung Jati.
27
Status Present ( 17 Juli 2010 )
N : 100 x / menit
RR : 16 x / menit
S : 36,3oC
gallop (-)
asites (-)
Status Obstetrik
Pemeriksaan Luar
28
Auskultasi : Denyut Jantung Janin tidak
terdeteksi
Pemeriksaan Dalam
Pembukaan : (-)
Ketuban : (-)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Kimia Darah
29
HbsAg -
Anti HIV -
23/08/2010
Glukosa sewaku (g/dL) 90
Kolesterol (g/dL) 168
Trigliserid (g/dL) 79
Ureum 11,6
Kreatinin 0,95
Protein T 7,14
Albumin 3,69
SGPT 31
SGOT 14
Pemeriksaan β-HCG
30
Diagnosis Banding:
- Abortus insipien
- Kehamilan Ganda
- Hidramnion
- Kehamilan Ektopik Terganggu
VII. PENATALAKSANAAN
- Perbaiki keadaan umum
- Pasang laminaria stift
- Transfusi PRC 1 labu
- IVFD D5% + oksitosin 10 satuan
- Pro curretage
- Profilaksis Metotrexat 5 x 20 mg
- Asam folat 1x1
- Pemerikaan Hcg rutin
VIII. PROGNOSIS
31
KRONOLOGIS
32
D/ post curretage: Mola Hydatidosa Komplit
Th/ - Cefadroxil 500 mg 3x1
- Metronidazol 500 mg 3x1
- Meterghin tab 3x1
- Asam mefenamat 500 mg 3x1
- Sulfas Ferrous 1x1
21 Juli 2010 10.00 WIB Keluhan: keluar darah pervaginam sedikit
Th/ - oral ( resep saat curretage )
Pasien diperbolehkan pulang
26 Juli 2010 11.00 WIB Pasien ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
Konsul dr. Dadang Sp.OG
TD: 110/70 mmHg
β-HCG : 408.428 mIU / mL
Advice: Periksa β-HCG 4 minggu lagi harus <
1000 mIU / mL
Th/ Asam Mefenamat 3x1
Neurodex 1x1
Methyl Ergometrin 3x1
Antasida 500 mg 3x1
23 Agustus 2010 11.00 WIB Pasien ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
Konsul dr. Dadang Sp.OG
TD: 130/80 mmHg
β-HCG : 559,5 mIU / mL
6 minggu post curretage β-HCG > 100 mIU / mL
D/ Choriocarsinoma klinis
Advice: Rawat
Th/ Metotrexat fl II
Asam folat 1x1
12.20 WIB Tiba di VK
Keluhan: keluar darah sedikit dari jalan lahir
TD: 100/60 mmHg
15.00 WIB Konsul dr. Dadang, Sp.OG
Advice: Rawat untuk terapi Metotrexat 5 x 20 mg
Periksa laboratorium lengkap
24 Agustus 2010 10.00 WIB Visit dr. Doddi Sp.OG
33
Advice: rencana Metotrexat 5 x 20 mg selama 5
Hari
12 jam kemudian beri asam folat 3 tab
26 Agustus 2010 10.00 WIB Visit dr. Doddi Sp.OG
Advice: : Metotrexat 5 x 20 mg
12 jam kemudian beri asam folat 3 tab
28 Agustus 2010 10.00 WIB Visit dr. Dadang Sp.OG
Advice: : Metotrexat 5 x 20 mg
12 jam kemudian beri asam folat 3 tab
29 Agustus 2010 10.00 WIB Pasien pulang
6 September 2010 11.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
post rawat
Konsul dr. Dadang Sp.OG
TD : 100/60 mmHg
Th/ Neurodex 1x1
Viliron 1x1
Vitamin B Complex 1x1
20 September 2010 11.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
Konsul dr.Dadang Sp.OG
TD : 90/60 mmHg
β-HCG : 35,96 mIU / mL
Advice: Methotrexat 5 x 20 mg selama 8
minggu, β-HCG harus < 30 mIU / mL
Absen selama 2 minggu lalu periksa β-HCG
kuantitatif lagi
Th/ Neurodex 1x1
Asam Folat 1x1
Viliron 1x1
27 September 2010 11.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
dengan alasan obat habis
Konsul dr.Dadang Sp.OG
TD : 100/60 mmHg
Advice: periksa β-HCG kuantitatif
Th/ Neurodex 1x1
Asam Folat 1x1
34
Viliron 1x1
04 Oktober 2010 11.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
Konsul dr. Hardiansyah Sp.OG
TD : 100/70 mmHg
β-HCG : 36,44 mIU / mL
Advice: periksa β-HCG kuantitatif
04 November 2010 11.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
Konsul dr.Dadang Sp.OG
TD : 110/70 mmHg
β-HCG : 4,78 mIU / mL
Th/: Metotrexat 5 x 20 mg
Asam Folat 1x1
Rawat
12.00 WIB Pasien masuk VK
13.06 WIB Pasien dipindahkan ke ruang 4
05 November 2010 07.00 WIB Keluhan (-)
KU: Sedang, TD: 100/70 mmHg, N: 80 x/menit,
R: 22 x/menit T: 36,4 oC
Anemis (-)
10.00 WIB Visit dr.Doddi Sp.OG
06 November 2010 07.00 WIB Keluhan (-)
KU: Sedang, TD: 100/80 mmHg, N: 76 x/menit,
R: 20 x/menit T: 35,9 oC
Anemis (-)
10.00 WIB Visit dr.Hardiansyah Sp.OG
Advice: Lanjutkan Metotrexat 5 x 20 mg
08 November 2010 07.00 WIB Keluhan (-)
KU: Sedang, TD: 110/80 mmHg, N: 80 x/menit,
R: 22 x/menit T: 36,8 oC
Anemis (-)
10.30 WIB Visit dr.Hardiansyah Sp.OG
Advice: Lanjutkan Metotrexat 5 x 20 mg
09 November 2010 07.00 WIB Keluhan (-)
KU: Sedang, TD: 100/70 mmHg, N: 86 x/menit,
R: 24 x/menit T: 36,2 oC
Anemis (-)
10.00 WIB Visit dr.Samsudin Sp.OG
35
Advice: Lanjutkan Metorexat 5 x 20 mmHg
Asam folat 3x1
10 November 2010 07.00 WIB Keluhan (-)
KU: Sedang, TD: 110/70 mmHg, N: 72 x/menit,
R: 24 x/menit T: 35,9 oC
11 November 2010 07.00 WIB Keluhan (-)
KU: Sedang, TD: 110/70 mmHg, N: 72 x/menit,
R: 24 x/menit T: 35,9 oC
10.00 WIB Visit dr.Samsudin Sp.OG
Advice: Konsul jika β-HCG masih (+)
Pasien diperbolehkan pulang
23 November 2010 11.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
dengan alasan obat habis
Konsul dr.Dadang Sp.OG
TD : 90/60 mmHg
Advice: periksa β-HCG kuantitatif
Th/ Neurodex 1x1
Asam Folat 1x1
Viliron 1x1
04 Desember 2010 11.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan RSUD GJ
dengan alasan obat habis
Konsul dr.Dadang Sp.OG
TD : 110/80 mmHg
β-HCG : 12,4 mIU / mL
Advice: periksa PPT test harus (-)
Th/ Neurodex 1x1
Viliron 1x1
36
I. IDENTITAS PASIEN 2
Pendidikan : SD Pendidikan : SD
II. ANAMNESA
Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir
Keluhan Tambahan : Sesak nafas
37
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat Haid:
Menarche : 16 tahun
Siklus : 7 hari
Lamanya : 28 hari
HPHT : 07-04-2010
HPL : 14-01-2011
Riwayat Perkawinan:
Riwayat Obsetri:
1 Abortus
4 Sekarang
Riwayat ANC:
38
Riwayat Kontrasepsi:
Wanita tidak mengikuti program KB
N : 92 x / menit
RR : 35 x / menit
S : 37,9oC
gallop (-)
asites (-)
Ekstremitas : Oedema
39
Sianosis
Akral : Hangat
Status Obstetrik
Pemeriksaan Luar
Pemeriksaan Dalam
Pembukaan : (-)
Ketuban : (-)
40
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kimia Klinik
Glukosa sewaku 98 96
(mg/dL)
SGPT (U/I) 31
SGOT (U/I) 14
Calcium (mg/dL) - - -
Protein urine +3
41
HbsAg -
Anti HIV -
Pemeriksaan β-HCG
16/09/2010 22/11/2010
β-HCG 476.910 12.657
(mIU/
mL )
stroma vili.
IV. RESUME
Riwayat Penyakit Sekarang :
Wanita G4P2A1 merasa hamil 5 bulan, keluar darah cukup banyak dari jalan lahir.
Tanggal 9 September 2010, Pasien memeriksakan dirinya ke dr. Dadang Sp.OG,
dari hasil USG didapatkan kesan mola hydatidosa. Pasien disarankan untuk
melakukan curretage, tetapi pasien menolak.
42
Tanggal 17 September 2010, Pasien kontrol ke bidan, bidan merujuk ke RS.
Tanggal 18 September 2010, Jam 19.05 Wanita merasa keluar darah berwarna
merah kecoklatan dari jalan lahir cukup banyak, kemudian wanita memeriksakan
dirinya ke dr. Dadang Sp.OG, dokter menyarankan untuk dirawat di RS.
Sesak nafas dirasakan sejak pagi hari.
N : 92 x / menit
RR : 35 x / menit
S : 37,9oC
Pemeriksaan Luar
Pemeriksaan Dalam:
43
Laboratorium Kimia Darah
Kimia Klinik
Glukosa sewaku 98 96
(mg/dL)
SGPT (U/I) 31
SGOT (U/I) 14
Calcium (mg/dL) - - -
Protein urine +3
HbsAg -
44
Anti HIV -
Pemeriksaan β-HCG
16/09/2010 22/11/2010
β-HCG 476.910 12.657
(mIU/
mL )
stroma vili.
45
diinfiltrasi villi chorialis maupun sel-sel trofoblas.
Diagnosis Banding:
- Abortus insipien
- Kehamilan Ganda
- Hidramnion
- Kehamilan Ektopik Terganggu
VI. PENATALAKSANAAN
- Prophytiouracil 3x1
- Propanolol 3x1
- Lasix 1 amp
- Amdixal 5 mg 1x1
- Nortifen 1mg 1x1
- Calnex inject 500 mg
- Pasang laminaria stift
- Transfusi PRC 1 labu
- IVFD D5% + oksitosin 10 satuan
- Pro curretage
- HSV
- Profilaksis Metotrexat 5 x 20 mg
- Asam folat 1x1
- Pemerikaan HCG rutin
VII. PROGNOSIS
46
Quo ad functionam dubia ad malam
47
KRONOLOGIS
48
T4 > 320 nmol / L, TSH = 0,02 IU / mL
TD: 160/110 mmHg
Konsul dr. Azhari Sp.PD
Advice : Prophytiouracil 3x1
Propanolol 3x1
Becefort 1x1
22 September 2010 23.45 WIB Keluhan: Sesak
TD: 160/120 mmHg
N: 100 x/menit
R: 35 x/menit
Hb: 10,8 mg/dl (Setelah transfusi PRC 7 labu)
Konsul dr. Azhari Sp.PD
Advice: - Lasix 1 amp
- Amdixal 5 mg 1x1
- Nortifen 1 mg 1x1
23 September 2010 10.00 WIB Visit dr. Doddi Sp.OG
Advice: - curretage di OK bila KU baik
19.30 WIB Konsul dr. Samsudin Sp.OG
Advice: - ACC curretage
- Siapkan PRC 2 labu
20.00 WIB Konsul dr. Widodo Sp.An
Advice: - Rawat di ICU 1 malam
- ACC curretage
20.05 WIB Telepon ke ICU, ternyata ICU penuh
20.30 WIB Konsul dr. Widodo Sp.An
Advice: - Observasi di R4
- Siapkan darah 2 labu
24 September 2010 10.00 WIB Inform consent ke keluarga pasien bahwa akan
dilakukan pengangkatan rahim.
10.00 – 12.00 WIB Operasi HSV
Operator: dr. Samsudin Sp.OG:
Anastesi: dr. Widodo Sp.An
Jenis anastesi: NU
Asisten I & II : Asmani
D/ Pra bedah: Mola hidatidosa
D/ Pasca bedah: Mola
49
Indikasi operasi: Mola
Jenis operasi: HSV
Saat dilakukan kuretase, terdapat perdarahan
banyak. Kesan, mola destruen, diputuskan untuk
dilakukan HSV. Ligamentum rotundum di tuba
diikat dan dipotong. Ligamentum pelvicum diikat
kemudian dipotong. Kemudian plica
vesicauterina diikat dan dipisahkan dari portio
dan corpus uteri di klem dan diikat kemudian
dipotong sampai portio. Ligamentum rotundum
dan ligamentum pelvicum kemudian disambung
dengan portio, dijahit jelujur dan dilakukan
retroperitonealisasi. Setelah diyakini tidak ada
perdarahan, kemudian dijahit lapis demi lapis lalu
ditutup dengan kasa steril.
D/ pre op: mola hidatidosa
D/ post op: mola destruen
Th/ Cefotaxim 3x1
Metronidazol 3x1
27 September 2010 10.00 WIB Visit dr. Samsudin
TD: 140/90 mmHg
BU (+)
Pasien diijinkan pulang
14 Oktober 2010 10.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan dan
kandungan RSUD GJ
Konsul dr. Doddi Sp.OG
PP test (+)
Advice: Cek β-HCG
Th/ Amoxicillin 500 mg 2x1
Viliron 1x1
15 November 2010 10.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan dan
kandungan RSUD GJ
Konsul dr. Doddi Sp.OG
TD: 120/80 mmHg
50
BB: 60 kg
PP test (+)
Advice: Cek β-HCG
Th/ Glisodin 1x1
26 November 2010 10.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan dan
kandungan RSUD GJ
Konsul dr. Samsudin Sp.OG
22/11/2010 β-HCG : 12.657 mIU/ mL
TD: 120/80 mmHg
BB: 56 kg
PP test (+)
Th/ Metotrexate 5 x 20 mg
Asam folat 3x1
04 Desember 2010 10.00 WIB Pasien kontrol ke poliklinik kebidanan dan
kandungan RSUD GJ
Konsul dr. Dadang Sp.OG
22/11/2010 β-HCG : 12.657 mIU/ mL
TD: 130/90 mmHg
BB: 61 kg
Th/ Metotrexate 5 x 20 mg selama 5 hari
Advice: rawat
12.30 WIB Pasien tiba di VK
Keluhan: sedikit pusing
TD: 140/90 mmHg
N: 80 x/menit
R: 22 x/menit
D/ Choriocarsinoma klinis
05 Desember 2010 10.00 WIB Visit dr.Hardiansyah Sp.OG
TD: 120/80 mmHg
Th/ Metotrexate lanjut
06 Desember 2010 10.00 WIB TD: 110/70 mmHg
N: 80 x/menit
R: 20 x/menit
Th/ Metotrexate lanjut
08 Desember 2010 10.00 WIB TD: 130/80 mmHg
51
N: 80 x/menit
R: 22 x/menit
Th/ Metotrexate lanjut
09 Desember 2010 10.00 WIB TD: 140/90 mmHg
N: 80 x/menit
R: 20 x/menit
Pasien diperbolehkan pulang
52
BAB IV
ANALISIS KASUS
PASIEN 1
A IDENTIFIKASI MASALAH :
G1P0A0 gravida 14-15 minggu dengan perdarahan pervaginam ec mola hydatidosa komplit
B. DASAR-DASAR DIAGNOSIS:
G1P0A0 gravida 14-15 minggu dengan perdarahan pervaginam ec mola hydatidosa komplit
gerakan anak
Pemeriksaan Penunjang : DJJ tidak terdeteksi, kadar β-Hcg yang meningkat sangat
Komplit
Diagnosis Banding:
- Abortus Insipiens
Pada abortus insipien juga disertai perdarahan dan nyeri abdomen, tetapi nyerinya
dirasakan lebih sering dan kuat, didapatkan ostium terbuka dan adanya dilatasi serviks,
TFU sesuai dengan usia kehamilan. β-Hcg didapatkan normal.
53
- Kehamilan Ganda
Pada kehamilan ganda juga didapatkan tinggi fundus lebih besar dari usia kehamilan
yang seharusnya, tetapi pada pemeriksaan fisik lainnya didapatkan adanya DJJ (+) di dua
tempat dengan perbedaan kecepatan paling sedikit 10 denyut per menit, banyak bagian
kecil yang teraba, teraba 3 bagian besar janin, teraba 2 ballotemen.
- Hidramnion
Pada hidramnion juga didapatkan uterus lebih besar dari tuanya kehamilan tetapi bagian
janin serta DJJ sulit ditentukan. Pada USG didapatkan adanya besarnya kantung
kehamilan > 8 cm.
- Kehamilan Ektopik
Pada kehamilan ektopik terganggu sama-sama nyeri pada abdomen, tetapi dirasakan
lebih kuat. Juga didapatkan adanya perdarahan. Pada VT didapatkan nyeri saat
menggerakkan serviks uteri, kavum douglas menonjol dan nyeri. Bisa saja ditemukan
tanda-tanda syok seperti tekanan darah turun, nadi kecil dan cepat, ujung ekstremis
basah, pucat, dan dingin.
C. PENATALAKSANAAN
54
D. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI SERTA HUBUNGAN ANTAR
MASALAH
E. ANALISIS PENATALAKSANAAN
55
- Profilaksis Metotrexat 5 x 20 mg diberikan untuk mencegah keganasan dengan
metastasis serta mengurangi resiko terjadinya koriokarsinoma.
- Asam folat 1x1 diberikan supaya tidak terjadi kematian mudigah akibat
terganggunya sintesis DNA, gangguan pembentukan eritrosit, gangguan
pertumbuhan dan replikasi sel, gangguan pembentukan sel, serta gangguan
perkembangan janin..
- Pemerikaan HCG dilakukan:
1 x 2 minggu sampai reaksi negatif
Lanjutkan 1 x 1 bulan selama 2 tahun
Hal ini dilakukan supaya cepat mendiagnosis adanya koriokarsinoma.
- Seharusnya pasien dinasehatkan untuk tidak hamil terlebih dahulu dengan
menggunakan kontrasepsi
56
PASIEN 2
A. IDENTIFIKASI MASALAH
Diagnosis Kerja: G4P2A1 gravida 22-23 minggu perdarahan pervaginam ec mola hydatidosa
parsialis dengan hipertiroid dan preeklampsi ringan
B. DASAR-DASAR DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja: G4P2A1 gravida 22-23 minggu perdarahan pervaginam ec mola hydatidosa
parsialis
ekstremitas
Pemeriksaan Penunjang : DJJ tidak terdeteksi, kadar β-Hcg yang meningkat sangat
C. PENATALAKSANAAN
- Prophytiouracil 3x1
- Propanolol 3x1
- Lasix 1 amp
- Amdixal 5 mg 1x1
- Nortifen 1mg 1x1
57
- Calnex inject 500 mg
- Pasang laminaria stift
- Transfusi PRC 1 labu
- IVFD D5% + oksitosin 10 satuan
- Pro curretage
- HSV
- Profilaksis Metotrexat 5 x 20 mg
- Asam folat 1x1
- Pemerikaan HCG rutin
HCG adalah hormon peptida yang disusun oleh 2 subunit yaitu rantai α dan β. Sub unit α
identik dengan TSH, sedangkan β berbeda. Dengan demikian, hormon struktur parsial antara
TSH dan hCG mengakibatkan hCG bisa bertindak sebagai hormon tirotropik. Selama
kehamilan, efek stimulasi hCG menimbulkan peningkatan kadar tiroksin bebas. Pada pasien
mola ataupun koriokarsinoma, karena didapatkan hCG yang tinggi oleh karena juga terjadi
peningkatan hormon tiroksin terutama T4 dan penurunan TSH.
E. ANALISIS PENATALAKSANAAN
- Untuk mengurangi sesaknya, saya menyarankan pemberian oksigen via
sungkup muka untuk menaikkan PaO2 supaya tidak terjadi hipoksemia.
- Prophytiouracil digunakan untuk menghambat sintesis hormon tiriod dengan
cara menghambat proses pengikatan yodium pada residu tirosil dan
tiroglobulin.
- Propanolol digunakan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi dengan cara mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard.
Propanolol dapat menyebabkan bronko konstriksi. Saya tidak setuju diberikan
propanolol karena akan menambah beratnya sesak nafas pada pasien ini.
58
- Amdixal digunakan untuk menurunkan tekanan darah secara lambat dengan
cara vasodilatasi perifer pembuluh darah.
- Lasix digunakan untuk menurunkan aliran darah ke ginjal sehingga
meningkatkan resopsi cairan dan elektrolit di tubulus proximal lalu
meningkatkan diuresis. Biasanya digunakan pada pasien dengan udem. Saya
tidak setuju penggunaan lasix karena pada pasien ini tidak didapatkan adanya
udem.
- Nortifen digunakan sebagai antihistamin untuk profilaksis pada asma bronkial.
Pada pasien ini, sesak terjadi karena hipertiroid. Saya tidak setuju bila
diberikan terapi ketotifen. Saya menyarankan hanya memberi oksigen saja.
Karena dengan pemberian PTU terjadi penurunan hormon tiroksin, sesak juga
akan berkurang.
- Kalnex digunakan untuk menghambat fibrinolisis yang berlebihan sehingga
dapat mengurangi perdarahan yang terjadi.
- Pasang laminaria stift dilakukan untuk membuka kanalis servikalis supaya
pada saat dilakukan kuretase tidak terjadi kesulitan karena sempitnya kanalis
servikalis.
- Transfusi PRC 500 cc untuk pencegahan anemia ataupun syok hemorrhagic
karena perdarahan banyak sewaktu dilakukan curretage.
- IVDF D5% 500 cc + oksitosin 10 IU diberikan supaya uterus tetap
berkontraksi untuk mengurangi bahaya perforasi pada saat dilakukan
curretage.
- Pro curretage dilakukan untuk mengeluarkan jaringan mola dan menghindari
bahaya terjadinya choriocarsinoma.
- Saya tidak setuju dilakukan HSV karena walaupun sudah dilakukan HSV,
masih ada kemungkian terjadinya metastasis ke tempat lain, misalnya ke
daerah sekitar uterus yang tidak diangkat seperti serviks atau vagina. Saya
lebih setuju dilakukan HT karena menurut saya itu lebih sedikit resikonya
untuk terjadi metastasis.
- Profilaksis Metotrexat 5 x 20 mg diberikan untuk mencegah keganasan dengan
metastasis serta mengurangi resiko terjadinya koriokarsinoma.
- Asam folat 1x1 diberikan supaya tidak terjadi kematian mudigah akibat
terganggunya sintesis DNA, gangguan pembentukan eritrosit, gangguan
59
pertumbuhan dan replikasi sel, gangguan pembentukan sel, serta gangguan
perkembangan janin..
- Pemerikaan hCG dilakukan:
1 x 2 minggu sampai reaksi negatif
Lanjutkan 1 x 1 bulan selama 2 tahun
Hal ini dilakukan supaya cepat mendiagnosis adanya koriokarsinoma.
- Seharusnya pasien dinasehatkan untuk tidak hamil terlebih dahulu dengan
menggunakan kontrasepsi
60
BAB V
PENUTUP
a. KESIMPULAN
Mola hidatidosa komplit merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio atau janin
yang seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidropik yang menyerupai anggur.
Mikroskopik tampak edema stroma vili tanpa vaskularisasi disertai hiperplasia dari kedua
lapisan trofoblas.
Pada mola hidatidosa parsialis Masih ditemukan embrio atau janin yang biasanya mati
pada masa dini. Degenerasi hidropik dari vili bersifat setempat dan mengalami hiperplasia
hanya pada sinsitiotrofoblas saja.
Setelah dilakukan pengeluaran jaringan, penderita mola akan sehat kembali. Sel-sel
trofoblas yang masih tersisa kan diresopsi. Tidak adanya sel-sel trofoblas yang aktif ternyata
pada kadar hormon hCG yang makin lama makin menurun akhirnya normal kembali.
Dikatakan normal bila kadar hCG di bawah 10 mIU/ml dan hal ini biasanya tercapai dalam 2
minggu setelah evakuasi jaringan mola. Bila seteah pengeluaran jaringan molakadar hCG
menurun lambat, apalagi menetap atau meningkat, maka kasus ini dianggap sebagai penyakit
trofoblas ganas atau bisa disebut choriocarsinoma klinis.
Human chorionic gonadothropin (hCG) adalah hormon peptida yang disusun oleh dua
sub unit disebut rantai alfa dan beta. Sub unit alfa identik dengan TSH, sementara rantai beta
berbeda dengan keduanya. Dengan demikian, hormon struktur parsial antara TSH dengan
hCG mengakibatkan hCG bisa bertindak sebagai hormon tirotropik.
Secara umum HDK dapat didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah sistolik > 140
mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg yang diukur paling kurang 6 jam pada
saat yang berbeda. Dari beberapa hasil penelitian restropektif tentang hipertensi pada wanita
61
hamil menunjukkan bahwa terapi anti hipertensi menurunkan insidens stroke dan komplikasi
kardiovaskular pada wanita hamil dengan tekanan darah diastolik diatas 100 mmHg. Sebagai
faktor predisposisi untuk timbulnya HDK adalah adanya riwayat keluarga, umur,
primigravida , multigravida, diabetes, penyakit ginjal,dan penyakit kolagen.
b. SARAN
- Pasien yang merasa hamil dengan tanda-tanda perdarahan pervaginam,
hipertensi, hipertiroid harus segera ditangani karena kalau sampai terlambat
bisa terjadi kematian. Diagnosis harus segera ditetapkan sesuai dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetri dan pemeriksaan
penunjang.
- Pasien yang sudah terdiagnosis sebagai penderita mola hidatidosa sebaiknya
disarankan untuk langsung dirawat supaya cepat dilakukan terapi sebelum
62
terjadi keganasan. Terapi yang dapat dilakukan adalah kuretase lalu pemberian
metotrexate selam 5 hari, rutin memeriksa β-hCG tiap 2 minggu selama 1
bulan dan 1 kali sebulan selama dua tahun dan dianjurkan untuk menggunakan
kontrasepsi supaya tidak terjadi kehamilan.
- Pengetahuan tentang pentingnya ANC harus diberitahu kepada pesien supaya
pasien tahu saat terjadi tanda-tanda bahaya saat kehamilan dan cepat berobat
ke dokter.
63
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, Hanifa, dkk. 2007. Ilmu Kebidanan Edisi ketiga, cetakan kesembilan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2. Sastrawinata, Sulaeman, dkk. 2003. Obstetri Patologi Ed.2. Jakarta: EGC
3. Sastrawinata, Sulaeman, dkk. 1981. Obstetri Patologi. Bandung: Penerbit dan
Percetakan Elstar Offset Bandung
4. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri jilid 1 Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
5. Cunningham, F.G dkk. 2005. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
6. Hipertiroid dan Hipertensi dalam Kehamilan. http://kamisah-
misae.blogspot.com/2009/06/kehamilan-dengan-hipertiroid-dan.html
64