The research aims to know the influence of learning strategy TPS and TPS +M to metacognitive ability. The research populatio n is all of the x grade students of SMAN 2 Pahandut in Palangkaraya City of Central Kalimantan Province. The findings show that the TPS+M learning strateg y is more potential to increase students metacognitiv ity.
The research aims to know the influence of learning strategy TPS and TPS +M to metacognitive ability. The research populatio n is all of the x grade students of SMAN 2 Pahandut in Palangkaraya City of Central Kalimantan Province. The findings show that the TPS+M learning strateg y is more potential to increase students metacognitiv ity.
Copyright:
Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Available Formats
Download as TXT, PDF, TXT or read online from Scribd
The research aims to know the influence of learning strategy TPS and TPS +M to metacognitive ability. The research populatio n is all of the x grade students of SMAN 2 Pahandut in Palangkaraya City of Central Kalimantan Province. The findings show that the TPS+M learning strateg y is more potential to increase students metacognitiv ity.
Copyright:
Attribution Non-Commercial (BY-NC)
Available Formats
Download as TXT, PDF, TXT or read online from Scribd
PEMBELAJARAN METAKOGNITIF DALAM SRATEGI KOOPERATIF THINK-PAIR-SHARE DAN THINK-PA
IR-SHARE+METAKOGNITIF TERHADAP KEMAMPUAN METAKOGNITIF SISWA PADA BIOLOGI DI SMA
NEGERI PALANGKARAYA Oleh: Yula Miranda Universitas Palangkaraya, FKIP. Jurusan pendidikan MIPA. Prodi Biologi, Jl. Yos Sudarso Tanjung Nyahu. Palangkaraya Abstract: The experimental research to know the influence of learning strategy TPS and TPS +M to metacognitive ability and to know the influence of student s upper and lower academic ability to metacog-nitive ability. The purposes of the research which uses quasi-experiment design and the Nonequivalent Control Group Design 2×2 factor ial version with each factor consists of 2 levels, to know the influence of inde pendent variable (learning strategy) and secondary independent variable (academi c ability) to dependent variable (metacognitive ability). The research populatio n is all of the X grade students of SMAN who learn biology in Palangkaraya. The research sample is determined using Cluster Random Sampling technique. The resea rch subjects are the X grade students of SMAN 2 Pahandut in Palangkaraya City of Central Kalimantan Province. The data of research is collected using the invent ory strategies metacognitive. The inventory strategies metacognitive consist of 60 statements including students self- planning, self-monitoring, and self-evalua tion in learning biology to measure the students metacognitive ability which is completed by learning journal, Students Work Sheet (LKS), metacognitive awarenes s sheet, and metacognitive activities. The learning equipments prepared and deve loped in this research such as syllabi, RPP, students work sheet, biology handboo k, and learn journal. The research findings show that the TPS+M learning strateg y is more potential to increase students metacognitive ability compare TPS learni ng strategy. The difference upper academic ability and lower academic ability di dn t give influence significantly to metacognitive ability. It can be concluded th at the TPS+M strategy is more effective to be used in Palangkaraya students learn ing to improve the metacognitive ability than TPS strategy. Kata Kunci: Pembelajaran metakognitif, strategi kooperatif think-pair-share, str ategi TPS+M, kemampuan metakognitif. Proses pembelajaran yang dilaksanakan berhubungan dengan ranah kognitif, afektif , dan psikomotor dan disertai pembelajaran metakognitif akan memungkinkan pening katan kesadaran siswa terhadap apa yang telah dipelajari. Hasil belajar siswa da pat dikatakan berkualitas apabila siswa secara sadar mampu mengontrol proses kog nitifnya secara berkesinambungan dan berdampak pada peningkatan kemampuan metako gnitif. Pemerintah selalu memperbaharui kurikulum dengan tujuan untuk mem-perbaiki kuali tas pendidikan dan pembelajaran di Indonesia. Pembaharuan yang telah dilakukan, di antaranya penyempurnaan Kurikulum Sekolah Menengah Atas Tahun 2004 (Depdiknas , 2003). Kurikulum 2004 disempurnakan untuk mengem-bangkan standar kompetensi da n kompetensi dasar ke dalam Kurikulum operasi-onal tingkat satuan pendidikan, di sebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan disingkat KTSP (Mulyasa, 2006:24). Pemerintah daerah di Propinsi Kalimantan Tengah juga telah berusaha untuk mempe rbaiki kemampuan siswa yang berhu-bungan dengan ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor serta mengembangkan kreativitas. Perbaikan kemampuan siswa dilakukan dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas guru, penyiapan bahan ajar, dan menge mbangkan peman-faatan lembar kerja siswa. Namun, masalah pembelajaran yang membe rdayakan kemampuan metakognitif belum banyak terungkap. Proses pembelajaran dan pendidikan yang berkualitas terkait dengan kemampuan berpikir. Pembelajaran sela ma ini belum membelajarkan siswa memiliki kemampuan berpikir untuk menyadari apa yang telah dipelajari, memberdayakan siswa berpikir kreatif dan antusias serta termotivasi untuk mengetahui objek belajarnya melalui pelibatan aktif belajar, b aik memecahkan masalah nyata dalam kehidupannya, maupun merangsang siswa untuk s elalu tanggap terhadap permasalahan yang ada di ling-kungan sekitarnya (Winarno, Susilo, dan Soebagio, 2000). Peningkatan kemam-puan metakognitif secara signifi kan merupakan efek yang dihasilkan dari pem-belajaran, baik pada diri siswa, lem baga maupun masyarakat, karena itu perlu dipertimbangkan strategi pembelajaran y ang berpotensi untuk mengungkap kemampuan metakognitif. Menurut Costa (1985) dalam proses pembelajaran ada 3 pengajaran berpi-kir, yakni teaching of thinking, teaching for thinking, dan teaching about thinking. Pada teaching of thinking. Pada kenyataan dalam pelaksanaan pembelajaran tidak mungki n melepaskan 3 aspek itu, antara teaching of thinking, teaching for think-ing, d an teaching about thinking terkait sangat erat, bahkan tak dapat dipisahkan (San jaya, 2006:106). Jika ketiga aspek itu dilaksanakan dalam pembelajaran di sekola h, maka dapat memfasilitasi kemampuan berpikir siswa, di antaranya untuk mempela jari biologi. Kemampuan berpikir yang diperlukan pada era globalisasi adalah ter kait kemampuan berpikir tentang proses berpikir yang melibatkan berpi-kir tingka t tinggi dan dikenal dengan metakognisi (Phillips, Tanpa tahun). Eggen dan Kauch ak (1996: 54) menyatakan bahwa berpikir tingkat tinggi termasuk ber-pikir kreati f dan berpikir kritis, yang mencakup kombinasi antara pemahaman mendalam terhada p topik-topik khusus, kecakapan menggunakan proses kognitif dasar secara efektif , pemahaman dan kontrol terhadap proses kognitif dasar (metakognisi), maupun sik ap dan pembawaan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat diberdayakan dengan member-dayakan keter ampilan metakognitif. Keterampilan metakognitif terkait strategi maupun pelatiha n metakognitif dan dapat dikembangkan melalui pembelajaran kooperatif (Green, Mc Donald, O Donnell, dan Dansereau, 1992). Pada pembela-jaran kooperatif dapat dike mbangkan keterampilan metakognitif karena pada pembelajaran kooperatif terjadi k omunikasi, di antara anggota kelompok (Abdur-rahman, 1999:178). Komunikasi di an tara anggota kelompok kooperatif terjadi dengan baik karena adanya keterampilan mental, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, da n adanya tujuan yang harus dicapai. Pentingnya belajar biologi, selain mengkaji pengetahuan tentang makhluk hidup, j uga usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap, keterampilan berpikir, sert a meningkatkan keterampilan untuk menjalankan metode penyelidik-an ilmiah dalam bidang biologi melalui langkah-langkah metode ilmiah. Biologi dapat diterapkan d alam berbagai bidang (Sujadi dan Laila, 2004: 60). Pentingnya biologi dibelajark an kepada siswa, karena biologi merupakan sarana untuk membantu menjawab berbaga i pertanyaan yang berhubungan dengan alam kehidupan dan memberikan bekal bagi pe rkembangan hidup seseorang. Biologi adalah dasar bagi bidang kedokteran, pertani an, dan upaya memelihara kualitas lingkungan hidup. Berdasarkan karakteristik biologi dan fenomena-fenomena pembelajaran di sekolah selama ini, ada banyak penyebab masalah proses dan hasil belajar siswa dalam bel ajar biologi yang dirasa kurang optimal; salah satunya diduga berkaitan erat den gan kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir yang penting bagi siswa adalah kemamp uan metakognitif, karena siswa mengetahui belajar secara sadar. Sebaliknya, apab ila siswa belajar dengan terpaksa agar dapat lulus ujian dengan baik, hal ini be rbeda maknanya bagi siswa. Siswa dapat mencapai kondisi belajar secara sadar, me nurut Vygotsky ditekankan pada sosiokultural dalam pembelajaran, yakni interaksi sosial melalui dialog dan komunikasi verbal. Pembelajaran yang menekankan pada sosiokultural adalah pembelajaran koope-ratif. Pembelajaran kooperatif dapat men ingkatkan kemampuan berpikir siswa (Smith,1984 dalam Corebima, 2006b: 20). Pembelajaran kooperatif berkontribusi pada hasil belajar dan membantu siswa mema hami konsep-konsep yang sulit, serta dapat menerima prestasi me-nonjol dalam tug as pembelajaran akademik. Pembelajaran kooperatif ini ber-manfaat bagi siswa unt uk menjadi tutor sebaya bagi siswa lain yang berkemam-puan rendah, untuk meningk atkan kemampuan akademik siswa yang berkemam-puan tinggi, untuk menumbuhkan kema mpuan kerjasama dan kemampuan metakognitif. Kemampuan yang diperoleh siswa sebag ai hasil pembelajaran kooperatif akan tumbuh dan berkembang karena adanya kesada ran dan kontrol terhadap aktivitas kognitif. Kesadaran dan kontrol terhadap akti vitas kognitif dikenal sebagai metakognisi, sedangkan cara siswa meningkatkan ke sadaran tentang proses berpikir dan pembelajaran yang berlangsung dikenal sebaga i strategi metakognitif. Hasil penelitian para ahli psikologi kognitif tentang perbedaan antara siswa yan g kurang pandai dan lebih pandai menunjukan bahwa kemampuan metakognitif adalah sangat penting (Djiwandono, 2006: 167). Kemampuan meta-kognitif siswa dapat dibe rdayakan melalui strategi-strategi pembelajaran di sekolah. Kemampuan metakognit if untuk memonitor hasil belajar siswa sendiri dengan menggunakan strategi terte ntu, agar belajar dan mengingat dapat berkembang. Mengidentifikasi ide-ide penti ng dengan menggarisbawahi atau menemukan kata kunci pada bahan bacaan, kemudian merangkai menjadi satu kalimat dan menulis kembali pada jurnal belajar, meramalk an hasil, memutuskan bagaimana menggunakan waktu dan mengulang informasi merupak an keterampil-an berpikir tingkat tinggi. Strategi yang digunakan untuk mengetah ui proses kognitif seseorang dan caranya berpikir tentang bagaimana informasi di proses dikenal sebagai strategi metakognitif (Arends, 1998). Strategi metakognit if adalah strategi yang digunakan siswa atau pebelajar dalam kegiatan pembelajar annya (Corebima, 2006a: 10). Menurut Dirkes (1998) strategi metakognitif dasar adalah menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan terdahulu, memilih strategi berpikir secara sengaja, me rencanakan, memantau, dan mengevaluasi proses berpikir. Arends (1997) mengemukak an pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan sese-orang tentang pembelajara n diri sendiri atau kemampuan untuk menggunakan strategi-strategi belajar terten tu dengan benar. Berdasarkan makna strategi metakognitif dasar dan pengetahuan m etakognitif (Dirkes, 1998; Arends, 1997), bahwa pembelajaran metakognitif bagi s iswa adalah penting. Jika siswa telah memiliki metakognisi, siswa akan terampil dalam strategi metakognitif. Siswa yang terampil dalam strategi metakognitif aka n lebih cepat menjadi anak mandiri (Kompas, 12 Pebruari 2006). Butler & Winn (1995 dalam Slavin, 2000), Pressley, Harris & Marks (1992), Presle y (1990), menyatakan bahwa keterampilan berpikir dan kete-rampilan belajar adala h contoh-contoh keterampilan metakognitif. Manfaat meta-kognisi bagi guru dan si swa adalah menekankan pemantauan diri dan tanggung jawab guru dan siswa. Pemanta uan diri merupakan keterampilan berpikir tinggi. Howard (2004) menyatakan ketera mpilan metakognitif diyakini memegang peranan penting pada banyak tipe aktivitas kognitif termasuk pemahaman, komu-nikasi, perhatian (attention), ingatan (memor y), dan pemecahan masalah. Peneliti yakin, bahwa penggunaan strategi yang tidak efektif adalah salah satu penyebab ketidakmampuan belajar (Deshler, Ellis & Lenz , 1996 dalam Corebima, 2006a). Livingston (1997) menyatakan metakognisi memegang salah satu peranan kritis yang sangat penting agar pembelajaran berhasil. Siswa dapat belajar lebih aktif, bergairah, dan percaya diri selama proses pembelajar an, karena pengajar mampu mengembangkan strategi metakognitif (Hollingworth & Mc Louglin, 2001). Hasil penelitian pada kelompok siswa yang diajarkan berpikir metakog-nitif dan s trategi pemecahan masalah, dan kelompok siswa yang diajarkan strategi metakognit if saja dapat meningkatkan kesadaran metakognitif dan menggunakan lebih banyak s trategi metakognitif selama pemecahan masalah, meningkatkan pengetahuan metakogn itif, dan siswa dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan kognitif pada tingkat yang lebih tinggi. Sikap siswa lebih positif terhadap pelajaran sejarah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi metakogniti f dan strategi pemecahan masalah secara signifikan dapat meningkatkan prestasi a kademik, kesadaran metakognitif, dan pengetahuan metakognitif (Ponnusamy, Tanpa tahun: 133). Menurut Abdurrah-man (1999:179) prestasi akademik banyak terkait de ngan kemampuan memori dan keterampilan metakognitif. Keterampilan metakognitif m erupakan pemaham-an proses kognisinya sendiri dan kemampuan memantau strategi ya ng digunakan saat mempelajari suatu tugas. Menurut Abdurrahman (1999:174) gaya kognitif berkaitan dengan cara seseorang men ghadapi tugas kognitif, terutama dalam pemecahan masalah. Gaya kognitif impulsif -reflektif terkait dengan penggunaan waktu yang digunakan siswa untuk menjawab p ersoalan dan jumlah kesalahan yang dibuat. Siswa yang impulsif cenderung menjawa b persoalan secara cepat tetapi banyak membuat kesalahan, sedangkan siswa reflek tif cenderung menjawab persoalan secara lebih lambat tetapi hanya membuat sediki t kesalahan. Gaya kognitif siswa yang impulsif menjadi penyebab timbulnya proble ma yang bukan hanya akademik tetapi juga perilaku. Solusi bagi siswa yang impuls if perlu memperoleh latihan untuk merespons suatu persoalan dengan menggunakan w aktu yang cukup dan cara yang hati-hati. Menurut Goleman (2007: 414) sistem pemahaman impulsif yang berpengaruh besar, ad alah pikiran emosional. Lebih lanjut, dikemukakan ciri utama pikiran emosional, yakni respons yang cepat tetapi ceroboh. Pikiran emosional jauh lebih cepat dari pada pikiran rasional, langsung melompat tanpa mempertimbangkan sekejap pun apa yang dilakukannya. Kecepatan itu, menge-sampingkan pikiran hati-hati dan analit is yang merupakan ciri khas akal yang berpikir atau tindakan pikiran rasional. B agian lain, Goleman (2007: 11) menyatakan bahwa tindakan pikiran rasional dan ti ndakan pikiran emosional secara fundamental berbeda, tetapi bersifat saling memp engaruhi dalam membentuk kehidupan mental manusia. Pikiran rasional adalah model pemahaman yang lazimnya disadari, lebih menonjol kesadarannya, bijaksana, mampu bertindak hati-hati, dan merefleksi. Tetapi, bersamaan dengan itu ada sistem pe mahaman lain yang impulsif dan berpengaruh besar, yakni pikiran emosional. Biasa nya, ada keseimbangan antara pikiran emosional dan pikiran rasional, emosi membe rikan masukan dan informasi kepada proses pikiran rasional dan pikiran rasional memperbaiki dan terkadang memveto masukan-masukan emosi tersebut. Namun, pikiran emosional dan pikiran rasional merupakan kemampuan-kemampuan yang semi-mandiri; masing-masing mencer-minkan kerja jaringan sirkuit yang berbeda, namun saling t erkait, di dalam otak. Perkembangan kognitif didasarkan pada suatu fungsi, berkenaan dengan organisasi, dan adaptasi (Dahar, 1988: 183-188). Di lain pihak, teori belajar Vy-gotsky men ekankan pada integrasi antara aspek internal dan eksternal pada ling-kungan sosi al belajar. Interaksi sosial dalam pembelajaran, terutama melalui dialog dan kom unikasi verbal. Vygotsky yakin pembelajaran terjadi apabila siswa belajar menang ani tugas-tugas yang belum dipelajari, tetapi terjangkau oleh sis-wa. Siswa mamp u memecahkan masalah secara mandiri dan di bawah bimbingan orang dewasa atau mel alui kerjasama teman sejawat yang lebih mampu (Ratu-manan, 2004: 46). Teori Vygo tsky memiliki implikasi menginginkan seting kelas berbentuk pembelajaran koopera tif antarsiswa. Pembelajaran kerjasama untuk memecahkan masalah dalam belajar siswa, dapat dilak ukan dengan strategi kooperatif Think-Pair-Share (TPS). Strategi koo-peratif Thi nk-Pair-Share dapat dijelaskan Think berarti berpikir, Pair berarti berpasangan, dan Share berarti berbagi. Pembelajaran kooperatif dengan TPS mengikuti langkah -langkah berpikir terhadap masalah yang diajukan oleh guru, berpasangan untuk be rdiskusi tentang hasil pemikiran terhadap masalah yang diajukan oleh guru, dan b erbagi hasil diskusi untuk seluruh siswa di kelas. Hasil diskusi dari pemecahan masalah yang diajukan oleh guru merupakan konsep yang dikonstruksi oleh siswa. J ika konsep yang dikonstruksi oleh siswa dari hasil diskusi kelompok sudah benar, maka akan menjadi milik siswa. Corebima dan Idrus (2006: 497) melaporkan bahwa siswa yang dibelajarkan dengan pola PBMP dalam TPS mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan hasil belajar kognitif siswa SMP. Lie (2002: 56) mengungkapkan pemb elajaran dengan strategi kooperatif TPS, sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royong dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri ser ta bekerjasama dengan orang lain. Lebih lanjut, Lie (2002: 56) mengungkapkan str ategi ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan u sia siswa. Kooperatif TPS memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit unt uk memberi siswa waktu lebih banyak dalam berpikir, menjawab, dan saling membant u satu sama lain (Ibrahim, Rachmadiarti, Nur, & Ismono, 2000). Hasil penelitian menunjukkan strategi pembelajaran kooperatif TPS mampu meningkat-kan hasil belaj ar sebesar 34,9% dan lebih baik bila dibandingkan hasil belajar dengan pembelaja ran konvensional (Agustini, 2005). Hasil penelitian lainnya, bahwa ada perbedaan signifikan antara hasil pembelajaran yang menggunakan TPS dengan yang tidak men ggunakan TPS (Rahayu, 2005). Pemahaman konsep siswa pada strategi pembelajaran P BMP dalam TPS ternyata 27,4% lebih tinggi dibandingkan siswa pada strategi pembe lajaran konvensional (Corebima & Idrus, 2006). Selain itu, pembelajaran kooperatif mendorong atau memberdayakan perkembangan pe mbelajaran metakognitif (Green, Tanpa tahun). Scripted Cooperation, suatu pembel ajaran kooperatif yang dikembangkan oleh O Donnell dan Dansereau (1992 dalam Coreb ima, 2006a) juga terbukti berguna pada proses metakognisi. Costa dan O Leary (1992 dalam Corebima, 2006a: 17) mengidentifi-kasi beberapa kajian yang memperlihatka n bahwa siswa dapat mempelajari keterampilan metakognitif lebih baik, bilamana b ekerja dalam kelompok-kelompok kooperatif. Lebih lanjut, dikemukakan mengenai pe ran pembelajaran kooperatif yang menggunakan pendekatan kontroversi konstruktif dapat men-dorong atau memberdayakan metakognisi siswa. Jika TPS dalam pembelajar an dilaksanakan bersama metakognitif, maka peluang peningkatan proses dan hasil belajar siswa lebih besar, karena disertai perencanaan diri, pemantauan diri, da n evaluasi diri saat proses pembelajaran berlangsung. Namun, siswa harus selalu memperhatikan tujuan belajar yang akan dicapai, waktu penyelesaian tugas, penget ahuan awal yang diperlukan untuk penyelesaian tugas, dan strategi-strategi kogni tif yang digunakan dalam mencapai tujuan belajar. Hasil penelitian menunjukkan b ahwa penerapan pembelajaran kooperatif TPS dapat meningkatkan hasil belajar sisw a, karena itu unggul untuk dikembangkan dalam proses belajar mengajar di sekolah (Ghiffard, 2008). Hasil penelitian lain, menunjukkan bahwa pemahaman konsep sis wa yang mengalami pembelajaran berpola PBMP dalam strategi kooperatif TPS berbed a signifikan atau lebih tinggi dibanding kelas konvensional. Kemampuan berpikir siswa yang mengalami pembelajaran berpola PBMP dalam strategi kooperatif TPS, ma upun kemampuan berpikir siswa kelas konvensional tidak berbeda signifikan (Coreb ima & Idrus, 2006). Berdasarkan karakteristik masing-masing strategi pembelajara n, pembela-jaran dengan strategi kooperatif TPS bersama metakognisi dan strategi kooperatif TPS, berpeluang untuk memberdayakan kemampuan metakognitif. Namun, p eneliti terdahulu belum mengungkap strategi-strategi mana yang berpotensi secara efektif mampu memberdayakan kemampuan metakognitif, sehingga berdampak pada kua litas proses dan hasil belajar. METODE Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh strategi pembelajaran TPS+M d an TPS terhadap kemampuan metakognitif, juga pengaruh kemampuan akademik siswa a tas dan bawah terhadap kemampuan metakognitif. Metode penelitian, melalui rancan gan penelitian quasi eksperimen menggunakan Nonequivalent Control Group Design v ersi faktorial 2 X 2 dengan tiap-tiap faktor terdiri atas 2 taraf, yakni untuk m engetahui pengaruh variabel bebas (strategi pembelajaran) dan variabel bebas sek under (kemampuan akademik) terhadap variabel terikat (kemampuan metakognitif). P opulasi penelitian adalah semua siswa kelas X SMA Negeri Palangkaraya. Setiap ke las rata-rata memiliki 30 siswa. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik Clus ter Random Sampling. Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMAN 2 Pahandut Kota Palangkaraya Propinsi Kalimantan Tengah. Data penelitian dikumpulkan dengan inventori strategi metakognitif. Inventori st rategi metakognitif terdiri dari 60 butir pernyataan yang meliputi perencanaan d iri, pemantauan diri, dan evaluasi diri siswa dalam belajar biologi yang dilengk api dengan jurnal belajar, LKS, lembar kesadaran metakognitif, dan aktivitas met akognitif. Perangkat pembelajaran yang disediakan dan dikembang-kan dalam peneli tian ini berupa silabus, RPP, LKS, materi pelajaran biologi, dan jurnal belajar. HASIL Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil uji anakova pengaruh strategi pembelaja ran terhadap kemampuan metakognitif diperoleh F hitung sebesar 3,23 dengan angka signifikan 0,01 karena itu, angka signifikan lebih kecil alpha 0,05 maka Ho tid ak diterima. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang diajukan diterima yang b erarti terdapat pengaruh signifikan strategi pembelajaran kooperatif TPS dan Kon vensional terhadap kemampuan metakognitif. Hasil perbandingan rerata terkoreksi antarstrategi pembelajaran terhadap kemampuan metakognitif menunjukkan bahwa str ategi pembelajaran kooperatif TPS+M berbeda nyata dengan strategi lainnya. Hal i ni berarti bahwa strategi pembelajaran TPS+M lebih berpotensi meningkatkan kemam puan metakognitif bila dibandingkan strategi pembelajaran lainnya. Jika dinyatak an dalam persen, maka kelas dengan strategi pembelajaran kooperatif TPS+M memili ki kemampuan metakognitif 8,94% lebih tinggi daripada TPS dan 7,82% lebih tinggi daripada Konvensional. PEMBAHASAN Hasil analisis kovarian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran koope-ratif TPS+ M secara signifikan memberikan pengaruh yang lebih berpotensi dalam meningkatkan kemampuan metakognitif, dibandingkan dengan strategi pem-belajaran kooperatif T PS dan Konvensional. Temuan ini mengungkapkan bahwa strategi pembelajaran kooper atif TPS+M memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan persoalan dengan berlatih berpikir merencanakan bagaimana masalah itu dapat diselesaikan bersama teman lain, kemudian berpikir apakah persoalan itu sudah dapat diselesaikan deng an baik, selanjutnya berpikir apakah tujuan belajarnya telah tercapai, ternyata berdampak pada tindakan siswa lebih kepada tindakan pikiran rasional ketimbang t indakan pikiran emosional. Kelas dengan strategi pembelajaran kooperatif TPS+M memiliki kemam-puan metakogn itif 8,94% lebih tinggi daripada TPS dan 7,82% lebih tinggi daripada Konvensiona l. Hal ini menunjukkan bahwa strategi TPS+M ada kecocokan dengan karakteristik s iswa di Kalimantan Tengah. Faktor-faktor karakteristik siswa ini, meskipun masih memerlukan penelitian lebih cermat, diduga ikut mempengaruhi kesesuaian penerap an strategi TPS+M lebih tinggi daripada strategi lainnya pada siswa di Kalimanta n Tengah. Temuan ini tidak sejalan dengan beberapa pendapat guru dalam Lie (2002 : 27) bahwa melaksanakan sistem kerjasama di dalam kelas akan terjadi kekacauan di dalam kelas dan siswa tidak belajar jika ditempatkan dalam kelompok, karena a da siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam kelompok . Namun, temuan penelitian ini mendukung pernyataan Narang (2007) bahwa masyarak at Dayak Kalimantan Tengah mempunyai sifat keterbukaan dan jiwa toleransi yang t inggi serta kooperatif. Demikian pula temuan dalam penlitian ini mendukung penda pat Lie (2002) bahwa hal-hal yang dikuatirkan terjadi kekacauan di kelas dan sis wa tidak belajar pada kenyataannya tidak terjadi, karena guru yang membelajarkan siswa dengan strartegi TPS+M benar-benar telah menerapkan prosedur pembelajaran kooperatif strategi TPS+M yang telah dirancang dalam RPP dan LKS. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil catatan pengamat selama pembelajaran berlansung dalam sa tu semester yang mengatakan bahwa tampak ada peningkatan kesadaran dan kontrol d iri siswa dalam melakukan proses pembelajaran biologi. Proses berpikir yang mengutamakan tindakan pikiran rasional telah dilaku-kan sis wa dalam strategi TPS+M, baik secara individu maupun dengan pasangan-nya, bahkan pada saat berbagi kepada kelas melalui presentasi hasil tugas belajar dalam LKS , siswa tetap melakukan pemantauan dan penilaian terhadap hasil dis-kusi mereka. Hal ini terjadi, karena siswa menyadari bahwa belajar merupakan kebutuhan bagi mereka dalam mempelajari biologi. Temuan ini didukung oleh penilaian guru terhad ap siswa menggunakan Rating Scale Kesadaran Metakognitif terungkap bahwa kesadar an metakognitif siswa yang belajar dengan strategi koo-peratif TPS+M sudah dapat digunakan secara teratur untuk mengatur proses berpikir dan belajarnya sendiri, serta mampu menggunakannya dengan lancar. Selain itu, hasil refleksi guru pada dirinya dalam butir 3 bahwa guru telah mene-kankan pengembangan belajar agar sis wa aktif sesuai yang diharapkan dalam langkah strategi kooperatif TPS+M menyadar kan siswa akan metakognitif dengan lebih memusatkan perhatian pada kegiatan pemb elajaran selama kegiatan pem-belajaran berlangsung. Temuan dalam penelitian ini juga mendukung teori yang menyatakan kemampuan metakognitif dapat diperbaiki aga r siswa lebih berfungsi efektif apabila dibelajarkan dengan strategi pembelajara n yang memberikan siswa kesempatan mengatur dirinya dalam belajar (Blake, Spence , dan Sheila, 1990). Temuan penelitian ini searah dengan hasil penelitian (Coreb ima & Idrus, 2005; Habibah, 2008: 52) bahwa strategi pembelajaran PBMP+TPS berpe ngaruh terhadap pemahaman konsep dan keterampilan metakognitif, yang menunjukkan bahwa keterampilan metakognitif siswa kelas eksperimen lebih tinggi 9,16% darip ada siswa kelas kontrol. Menurut Goleman (2007:11), tindakan pikiran rasional dan tindakan pikiran emosio nal secara fundamental berbeda, tetapi bersifat saling mempe-ngaruhi dalam membe ntuk kehidupan mental manusia. Pikiran rasional adalah model pemahaman yang lazi mnya disadari, lebih menonjol kesadarannya, bijak-sana, mampu bertindak hati-hat i, dan merefleksi. Tetapi, bersamaan dengan itu ada sistem pemahaman yang lain i mpulsif dan berpengaruh besar, yakni pikiran emosional. Lebih lanjut, dikemukaka n ciri utama pikiran emosional, yakni respons yang cepat tetapi ceroboh. Pikiran emosional jauh lebih cepat daripada pikiran rasional. Kecepatan itu, mengesampi ngkan pikiran hati-hati dan analitis yang merupakan ciri khas akal yang berpikir (Goleman, 2007: 414). Karena adanya 2 tindakan pikiran berbeda yang saling memp engaruhi kehidupan mental manusia, maka kooperatif TPS+M sebagai salah satu stra tegi pembelajaran yang lebih berpotensi memfasilitasi siswa untuk lebih memanfaa tkan pikiran rasional dalam bertindak. Temuan ini menunjukkan kelas dengan strategi TPS+M memiliki kemam-puan metakogni tif 8,94% lebih tinggi daripada TPS. Hal ini, karena strategi kooperatif TPS+M y ang merupakan kombinasi dari TPS dan metakognitif dapat berperan sebagai sarana bagi siswa untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Kecocokan antara strate gi kooperatif TPS+M yang digunakan dalam pembelajaran biologi bagi siswa di Kali mantan Tengah, karena strategi kooperatif TPS+M lebih menekankan pada pembiasaan berpikir secara langsung pada siswa melalui aktivitas belajar dengan berpasanga n, baik dalam merencanakan aktivitas yang dilakukan maupun memantau dan mengeval uasi hasil kinerja yang telah dilakukan dalam menyelesaikan masalah dan melatih keterampilan sosial melalui presentasi kelas. Selain itu, karakteristik siswa di Kalimantan Tengah cenderung aktif jika ada stimulus yang cocok untuk membangkit kan potensinya dan moti-vasi instrinsik yang telah dimiliki dalam mencapai tujua n belajarnya. Temuan ini, mendukung pernyataan Corebima (2007) bahwa strategi me takognitif adalah strategi yang digunakan siswa atau pebelajar dalam kegiatan pe mbelajarannya. Selain itu, TPS+M memfasilitasi siswa untuk bekerjasama, yang coc ok dengan karakter siswa yang mudah menerima pihak lain untuk mencapai tujuan be rsama. Hal ini mendukung pernyataan Narang (2007) bahwa masyarakat Dayak Kaliman -tan Tengah mempunyai sifat keterbukaan dan jiwa toleransi yang tinggi serta koo -peratif. Lebih lanjut dikatakan, karakter ini tercermin dalam falsafah Huma Be-t ang , dimana dalam sebuah rumah besar adat tinggal bersama sejumlah keluarga denga n segala perbedaannya: status, sosial, ekonomi maupun agama. Karena itu, pembela jaran metakognitif melalui TPS+M sangat cocok untuk Kalimatan Tengah yang memili ki keanekaragaman anak suku. Livingston (1997) mengemukakan metakognisi memegang salah satu peranan kritis yang sangat penting agar pem-belajaran berhasil, dan menegaskan bahwa aktivitas-aktivitas seperti merencana-kan bagaimana mendekati s ebuah tugas belajar tertentu, memantau pemahaman, dan menilai perkembangan menuj u penyelesaian sebuah tugas memiliki sifat metakognitif. Strategi metakognitif a dalah suatu cara dalam pembelajaran untuk meningkatkan kesadaran dan memberdayak an keterampilan berpikir atas bimbing-an guru melalui proses yang digunakan sisw a dalam mengamati belajar diri sendiri, mengontrol aktivitas kognitif, dan untuk memastikan bahwa sebuah tujuan kognitif terpenuhi. Teori strategi metakognitif dari Flavell dan Brown bahwa ada 3 komponen yang dig unakan, yakni perencanaan diri (self-planning), pemantauan diri (self-monitoring ), dan penilaian diri (self-evaluation). Siswa yang mampu merencanakan perkiraan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, mengorganisasi materi, dan men gambil langkah yang tepat dalam belajar adalah siswa yang sadar akan kemampuanny a. Menurut Rivers (2001), Schraw & Dennison (1994) siswa yang terampil melakukan penilaian terhadap diri sendiri adalah siswa yang sadar akan kemampuannya. Pete r (2000) berpendapat bahwa keterampilan metakognisi memungkinkan siswa berkemban g sebagai pebelajar mandiri, karena siswa di dorong menjadi penilai atas pemikir an dan pembelajarannya sendiri. Keterampilan metakognisi diperlukan siswa untuk memahami bagaimana tugas itu dilaksanakan (Rivers, 2001 dan Schraw, 1998). Strategi kooperatif TPS+M membantu pengelolaan belajar pada perenca-naan, pemant auan aktivitas kognitif, dan mengevaluasi hasilnya. Hal ini sejalan dengan (Peir ce, 2004: 3) mengemukakan bahwa metakognisi mencakup perenca-naan diri pada tuju an, pemantauan diri, dan evaluasi diri selama proses berpikir dan menulis sendir i tentang apa yang dipikirkan. Lebih lanjut, dikemukakan keti-ka siswa memantau belajar mereka, maka siswa ini menjadi sadar masalah-masa-lah potensial dalam be lajar. Strategi belajar metakognitif yang digunakan siswa, yakni membaca naskah materi, menemukan kata kunci, menulis satu kalimat de-ngan kata-kata sendiri dar i apa yang dipelajari pada jurnal belajar dan LKS, de-ngan membelajarkan strateg i belajar demikian, siswa dapat di dorong pemaham-annya. Hasil penelitian ini, s enada dengan hasil beberapa penelitian yang dikemu-kakan oleh Degeng (1989) bahw a tugas membuat ringkasan dari bahan yang di-baca menunjukkan adanya peningkatan perolehan hasil belajar pada siswa. Siswa dapat berpikir tentang proses berpiki rnya (Livingston, 1997; Arends, 1998; Peter, 2000) dan menerapkan strategi belaj ar khusus untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sulit (Pressley, 1990). Impli kasi hasil penelitian ini dapat mening-katkan kemampuan metakognitif siswa yang berguna bagi siswa mempelajari biologi sehingga hasil belajarnya meningkat. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Strategi pembelajaran kooperatif TPS+M secara signifikan lebih berpo-tensi menin gkatkan kemampuan metakognitif dibanding strategi pembelajaran lainnya. TPS+M me miliki kemampuan metakognitif 8,94% lebih tinggi daripada TPS dan 7,82% lebih ti nggi daripada Konvensional. Karena itu, strategi TPS+M efektif digunakan membela jarkan siswa di Kalimantan Tengah dalam meningkatkan kemampuan metakognitif diba nding strategi lainnya. Hal ini terkait sekali dengan karakteristik strategi TPS +M yang cocok dengan karakteristik siswa di Kalimantan Tengah. Faktor-faktor kar akteristik siswa ini, meskipun masih memerlukan penelitian lebih cermat, diduga ikut mempengaruhi kesesuaian penerapan strategi TPS+M lebih baik daripada strate gi lainnya pada siswa di Kalimantan Tengah. Selain itu, juga diduga ikut berpeng aruh adalah kesesuaian strategi TPS+M dengan karakteristik materi pembelajaran. Saran Guru yang mengembangkan kemampuan metakognitif siswa sebaiknya menggunakan strat egi pembelajaran kooperatif TPS+M dengan menyertai persyaratan sebelum, saat, da n setelah kegiatan pembelajaran sebagai berikut: 1) Guru memberikan pengarahan m engenai pentingnya belajar metakognitif bagi siswa sekarang dan masa mendatang, 2) Guru sebagai teladan bagi siswa membiasakan diri untuk selalu membuat perenca naan diri, monitoring diri, dan evaluasi diri sebelum, saat, dan setelah pembela jaran berlangsung, dan 3) Guru membangun kejujuran, disiplin diri, tanggungjawab dan kerjasama siswa melalui tugas-tugas yang dilakukan siswa dengan memanfaatka n karakteristik yang telah dimiliki siswa. DAFTAR RUJUKAN Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Arends, R. I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: McGraw Hill Companies, Inc. Arends, R. I. 1998. Learning to Teach. New York: Mc Grow Hill. Inc. Corebima, A. D. 2006a. Metakognisi: Suatu Ringkasan Kajian. Makalah disajikan da lam Pelatihan Strategi Metakognitif pada Pembelajaran Biologi untuk Guru-guru Bi ologi SMA, Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) UNPAR, Palangkaraya, 23 A gustus. Corebima, A. D. 2006b. Pembelajaran Biologi yang Memberdayakan Kemampuan Berpiki r Siswa. Makalah disajikan dalam Pelatihan Strategi Metakognitif pada Pembelajar an Biologi untuk Guru-guru Biologi SMA, Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LP KM) UNPAR, Palangkaraya, 23 Agustus. Corebima, A. D. & Idrus, A. A. 2006a. Pemberdayaan Dan Pengukuran Kemam-puan Ber pikir Pada Pembelajaran Biologi. Makalah disajikan dalam International Conferenc e On Measurement And Evaluation In Education, School of Educational Studies Univ ersiti Sains Malaysia Penang, Malaysia, 13-15 February. Corebima, A. D. & Idrus, A. A. 2005b. Pengaruh Pembelajaran berpola PBMP (TEQ) t erhadap Kemampuan Berpikir dan Pemahaman Konsep pada Pembelajaran IPA Biologi di Beberapa SMPN Kota dan Kabupaten Malang Indonesia. Malang: Universitas Negeri M alang. Email: durancorebima@yahoo.com. Costa, A. L. 1985. Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Alex andria Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development. Degeng, N. S. 2000. Materi Pelatihan Pekerti. Lembaga Pengembangan Pendidikan da n Pembelajaran Universitas Negeri Malang. Depdiknas, 2003. Kurikulum 2004 SMA: Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Pen ilaian Mata Pelajaran Biologi. Jakarta: Depdiknas. Dimyati & Mudjiono, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Dirkes, M. A. 1998. Selfdirected Thingking In Curriculum Roeper Review, 11 (2), 92-94. Djiwandono, S. E. W., 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia. Eggen, P. D. & Kauhack, D. P. 1996. Strategies for Teachers: Teaching Content an d Thingking Skills. Boston: Allyn and Bacon. Flavell & Cindy. 1976. Metacognition, (Online), (http://www.google.co.id/search? hl=id&q=metacognisi&btnG.Telusuri+Google&meta= , diakses 5 Desember 2005). Freeman, J. T. & Cohen, M. S. Tanpa Tahun. Training Metacognitive Skills for Sit uation Assessment. Cognitive Technologies, Inc. 4200 Lorcom Lane Arlington, Virg inia 22207 301-948-4022, (Online), (Email cti@access.digex.net, diakses 11 Maret 2006). Green, N. Tanpa tahun. What The Research Says about Cooperative Learning, (Onlin e), (norms@rogers.com, diakses 5 Desember 2006). Green, R. 2002. Better Thinking Better Learning: An Introduction To Cognitive Ed ucation, (Online), (http:/curriculum.pgwc.gov.za/curr dev/cur home/better think/ index.htm, diakses 5 Desember 2006) Goleman, D., 2007. Emotional Intelligence: Mengapa EI Lebih Penting dari pada IQ . Terjemahan oleh Hermaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Herman, J. L., 1997. Large-Scala Assessment in Support of School Reform: Lessons in the Search for Alternative Measures. Los Angeles: National Center for Resear ch on Evaluation, Standards, and Student Testing (CRESST) University of Californ ia. Hollingworth, R. W., & Mcloughlin, C. 2001. Developing Science Student s Metacogni tive Problem Solving Skills. Journal of Educational Technology. Australian, 17(1 ), 50-63. Howard, J. B. 2004. Metacognitive Inquiry. School of Education Elon University, (Online), diakses 11 Maret 2006. Ibrahim, M. 2005. Strategi Pembelajaran Inovatif untuk Pembelajaran Fisika. Maka lah. Disampaikan pada Symposium Fisika Regional Kalimantan. Ibrahim, M., & Nur, M. 2001. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press. Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur M & Ismono, 2000. Pembelajaran Kooperatif. Un essa-University Press. Imel, S. 2002. Metacognitive Skills for Adult Learning: Trend and Issues Alert n o. 39, diakses 11 Maret 2006. Jacobs, G. M., Lee, G. S. & Jessica Ball, 1996. Learning Cooperative Learning vi a Cooperative Learning: A Sourcebook of Lesson Plans for Teacher Education on Co operative Learning. Singapore: SEAMEO Regional Language Centre. John Dewey. Pengalaman dan Pendidikan. Alih Bahasa oleh John de Santo 2008. Jogj akarta: Kepel Press. Johnson, E. B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc. A Sage Publications company Thousand Oaks. Kayashima, M. & Inaba, A. Tanpa Tahun. The Model of Metacognitive Skill and How to Facilitate Development of the Skill, (Online), (kayasima@lit.tamagawa.ac.jp, diakses 11 Maret 2006). Kuiper, R. 2002. Enhancing Metacognition through the Reflective Use of Sel-Regul ated Learning Strategies. Journal of Continuiting Education in Nursing 33, no: 2 78-87. Kung, R. L., Danielsson, A. & Linder, C., 2005. Metacognition in the Student Lab oratory: Is Increased Metacognition Necessarily Better?. EARLI Symposium Coming to Know the University Culture of Learning in Science and Engineering, August 20 05. Sweden: Fysiska Institutionen, Uppsala Universitet, Uppsala, S 75121. Lawson, A. E., 2000. The Generality of Hypothetico-Deductive Reasoning: Making S cientific Thinking Explicit. The American Biology Teacher. 62(7). P. 482-495. Lie, A. 2002. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang- ruang Kelas. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Livingston, J.A. 1997. Metacognition: An Overview, (Online), (http://www.gse.buf falo.edu/fas/shuell/cep564/Metacog.htm), diakses 11 Maret 2006. McDonald, S. C., Anju, R. Formenting Metacognitive Skills Through Cooperative Le arning in a Scientific Concept-Learning Taks using Hypermedia. Educational Techn ology Unit The Office of Biomedical Research Education and Training School of Me dicine, Vanderbilt University and The Educational Technology Departement, Chiang mai University, Thailand. Instructional Design and Technology Unit, School of Me dicine, UCLA, (Online), diakses 11 Maret 2006. Mittlefehldt, S. & Grotzer, T. 2003. Using Metacognition to Facilitate the Trans fer of Causal Models in Learning Density and Pressure. Presented at the National Association of Research in Science Teaching (NARST) Conference Philadelphia, PA , March 23-26, 2003. Harvard University of Education 124 Mt. Auburn Street, 5th Floor Cambridge, MA 02138, (Online) at http://pzweb.harvard.edu/Research/UCProje ct.htm or send us an email at Sarah_Mittlefehldt@PZ.Harvard.Edu. Mulyasa, E. 2008. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakary a. National Research Council, 2002. Inquiry and The National Science Education Stan dards. Washington, D. C. National Academy Press. National Research Council, 2001. Classroom Assessment and The National Science E ducation Standards. Washington D.C. National Academy Press. Narang, A. T., 2007. Profil Propinsi Kalimantan Tengah, (Online), (http://www.to kohindonesia.com/ensiklopedi/a/agustin-teras-narang/mti/mti-36-08.shtml, diakses 23 Agustus 2008. Nur, M. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Seko lah UNESA. Nur, M. 2000. Strategi-Strategi Belajar. Surabaya: University Press. Nuryani, R. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Penerbit Universi-t as Negeri Malang. Ponnusamy, R. Tanpa tahun. The Impact of Metacognition And Problem Solving Strat egies Among Low-Achievers In History, (Online), diakses 6 Oktober 2007. Peirce, W. 2004. Metacognition: Study Strategies, Monitoring, and Motivation. A Greatly Expanded Text Version of a workshop Presented November 17, 2004, at Prin ce George s Community College. (Online), Diakses, 5 Desember 2006. Peters, M. 2000. Does Constructivist Epistemology Have a Place in Nurse Educatio n. Journal of Nursing Education 39, no. 4: 166-170. Phillips, J. A., Tanpa Tahun. Metakognisi. Malaysia: Faculty of Education, Arts & Social Sciences Open University Malaysia, (Online), (e-mail: johnarul@oum.edu. my . website: http://www.oum.edu.my , diakses 5 Desember 2006). Pressley, M., Tanpa tahun. Metacognition in Literacy Learning: Then, Now, and in the Future. Michigan State University,(Online), (http://www.msularc.org/IsraelB lockChapter.pdf, diakses 13 Mei 2006). Ratumanan, T. G, 2004. Belajar dan Pembelajaran. Edisi Ke-2. Surabaya: Unessa Un iversity Press. Rivers, W. Summer . 2001. Autonomy at All Cosis. An Ethnography of Metacognitive Self-Assessment and Self-Management among Experienced Language Leaners. Moderns Language Journal 86, no 2: 279-290. Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. Schraw, G. 1998. Promoting General Metacognitive Awareness Instructional Science . 26, no 1-2: 13-125. Schraw, G. & Dennison, R. S. 1994. Assessing Metacognitive Awareness. Contemporary Educational Psycology 19 no 4. 460-475. Shavelson, R.J. & Ruiz-Primo, M. A., 1998, On the Assessment of Science Achievem ent Conceptual Underpinnings for the Design of Performance Assessment: Report of Year 2 Activities. Los Angeles: Center for the Study of Evaluation National Cen ter for Research on Evaluation, Standards, and Student Testing & Graduate School of Education 7 Information Studies. California: University of California. Shimamura, A. P., 2000. Toward a Cognitive Neuroscience of Metacognition. Consci ousness and Cognition 9, p.313-323. doi:10.1006/ccog.2000.0450, available online at, (Online), (http://www.idealibrary.com on). Departement of Psychology (1650) , University of California, Berkeley, Berkeley, California 94720 (E-mail: aps@so crates.berkeley.edu, diakses 5 Desember 2006). Slameto, 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka C ipta. Slavin, E. R. 2000, Educational Psychology, Theory and Practice. 6th Ed. Boston, London, Toronto, Sydney, Tokyo, Singapore: Allyn and Bacon. Slavin, E. R. 1995. Cooperative Learning. 2th Ed. Boston, London, Toronto, Sydne y, Tokyo, Singapore: Allyn and Bacon. Slavin, E. R. 2008. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Terjemahan oleh Nurulita. Bandung: Nusa Media. Sudjadi, B. & Laila, S. 2004. Biologi: Sains dalam Kehidupan. Surabaya: Yudhisti ra. Sugiarso. 2004. Strategi Pembelajaran Kognitivistik: Kajian Teoritik dan Temuan Empirik. Surabaya: Reksa Budaya. Susan, E., Israel, Kathryn, L.,Bauserman, Block, C. C. Tanpa Tahun. Metacognitve Assessment Strategies, (Online), (http://www.ctnet/rcwt.consortium, diakses 11 Maret 2006). Susantini, E. 2004. Memperbaiki Kualitas Proses Belajar Genetika melalui Strateg i Metakognitif dalam Pembelajaran Kooperatif pada Siswa SMU. Disertasi tidak dit erbitkan. Malang. Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Susilo, H. 2007. Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Assessmen dalam Strategi Ko operatif. Makalah disajikan dalam Pelatihan Pengembangan Asesmen Autentik dan Ke mampuan Berpikir serta Implementasinya dalam Pembelajaran Kooperatif. Universita s Muhammadiyah. Malang. 29Januari. Supramono. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) Salah Satu Alternatif dalam Pembelajaran Biologi. Makalah disampaikan pada Pelatihan Strategi Metakognitif pada Pembelajaran Biologi untuk Guru-guru Biologi SMA, Lem baga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) UNPAR, Palangkaraya, 23 Agustus. Tuckman, B. W., 1999. Conductiong Educational Research. 2th Ed. San Diego, New Y ork, Chicago, Atlanta, Washington, D.C, London, Sydney, Toronto: Harcout Brace J ovanonich, Publishers.