You are on page 1of 6

PENDAHULUAN

Dewasa ini perkembangan teknologi dibidang medis sangat


berkembang pesat. Manusia sudah dapat menyembuhkan berbagai
penyakit yang sebelumnya dianggap tidak mungkin disembuhkan;
pemetaan genetik manusia juga hampir lengkap dengan adanya
penggunaan teknologi informasi. Namun hal ini menimbulkan tanda tanya
dari berbagai pihak. Jika penyakit saja sudah jauh lebih mudah
disembuhkan apakah teknologi medis dapat digunakan lebih dari sekedar
penyembuhan. Salah satu contohnya alat bantu gerak seperti ciptaan
Honda yaitu The Bodyweight Support Assist yang merupakan sebuah alat
untuk membantu mengurangi beban pada otot kaki dan sendi. Produk ini
memiliki kursi semi menunduk atau jongkok dengan bingkai kecil dan
sepatu di ujungnya. Ini salah satu penemuan yang meskipun ditujukan
untuk orang yang berkaki lemaha tapi dapat juga digunakan untuk orang
normal. Dengan adanya penemuan ini manusia semakin berusaha
mendalami ilmu ini lebih lagi supaya dapat meringankan tugas-tugasnya
sehari-hari. Hal ini menyebabkan pada akhirnya manusia akan menjadi
malas, walaupun teknologi semakin maju. Bayangkan saja jika manusia
yang biasanya berlari dengan kakinya yang normal tapi kini memakai alat
bantu gerak kaki yang menyebabkan kaki normalnya tidak digunakan
sama sekali bahkan dapat melebihi kemampuan kaki orang normal. Hal ini
tentu menimbulkan kontroversi dari berbagai pihak, yang seharusnya
teknologi digunakan untuk tujuan yang baik namun digunakan untuk
tujuan sembarangan bahkan yang lebih mengerikan digunakan untuk
tujuan memusnahkan.

Kelompok kami mengangkat topik ini dengan tujuan membahas


perkembangan transhumanisme ini sendiri dengan pandangan dari
kelompok kami dan fakta-fakta yang ada serta hubungannya dengan
agama pada zaman ini. Kami melihat perkembangan transhumanisme ini
dapat merusak kodrat yang seharusnya terjadi pada manusia namun kini
dapat diganggu gugat. Tentu hal ini patut diwaspadai dari sekarang,
jangan sampai manusia hancur karena ciptaannya sendiri. Untuk
selebihnya akan dijelaskan di bab-bab selanjutnya.
BAB 1: Transhumanisme

Transhumanisme adalah gerakan internasional berbasis intelektual


dan kebudayaan yang mendukung penggunaan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk meningkatkan karakteristik mental dan fisikal manusia
beserta kapasitasnya. Pergerakannya meliputi aspek-aspek kondisi manusia,
seperti ketidakmampuan / kelumpuhan, penderitaan, penyakit, penuaan dan
(secara tidak sengaja) kematian yang tidak perlu dan tidak diinginkan.
Transhumanis menggunakan bioteknologi dan teknologi yang baru bermunculan
untuk tujuan ini. “transhumanisme” disimbolisasi dengan H+ dan seringkali
digunakan sebagai sinonim "human enhancement"

Sejak dahulu kala, manusia sudah memimpikan kemampuan yang melebihi


kodratnya, seperti kekuatan supranatural yang terdapat di dalam dongeng-
dongeng atau cerita rakyat. Mitos seperti mitos bangsa sumeria kuno, yang
menceritakan raja Gilgamesh dan perjalanannya untuk mencari kekekalan hidup.
Filosofi dari transhumanisme berakar kuat dari jaman renaissance, seperti
Vitruvian Man karya Leonardo da Vinci.

Sementara itu, pada abad 19, seorang filsuf asal Rusia bernama Nikolai Fyodorov
mendukung perpanjangan umur, kekekalan tubuh dan bahkan pembangkitan
orang mati menggunakan metode ilmiah. Dan pada abad ke-20, konsep yang
mendahului dan mempengaruhi konsep transhumanis dikemukakan oleh
seorang ahli genetik yang bernama J.B.S Haldane dalam esainya Daedalus:
Science and the Future pada tahun 1923, yang memprediksikan bahwa aplikasi
dari ilmu pengetahuan ke dalam tubuh manusia akan memberikan manfaat yang
besar dan setiap kemajuan dari ilmu pengetahuan akan terlihat oleh seseorang
sebagai sesuatu yang tidak pantas dan tidak alamiah.

Nikolai Fyodorov, a 19th-century Russian philosopher, advocated radical life extension,


physical immortality and even resurrection of the dead using scientific methods.[9] In the 20th
century, a direct and influential precursor to transhumanist concepts was geneticist J.B.S.
Haldane's 1923 essay Daedalus: Science and the Future, which predicted that great benefits
would come from applications of advanced sciences to human biology—and that every such
advance would first appear to someone as blasphemy or perversion, "indecent and unnatural".
J. D. Bernal speculated about space colonization, bionic implants, and cognitive
enhancement, which have been common transhumanist themes since then.[1] Biologist Julian
Huxley, brother of author Aldous Huxley (a childhood friend of Haldane's), appears to have
been the first to use the actual word "transhumanism". Writing in 1957, he defined
transhumanism as "man remaining man, but transcending himself, by realizing new
possibilities of and for his human nature".[10] This definition differs, albeit not substantially,
from the one commonly in use since the 1980s.

Computer scientist Marvin Minsky wrote on relationships between human and artificial
intelligence beginning in the 1960s.[11] Over the succeeding decades, this field continued to
generate influential thinkers, such as Hans Moravec and Raymond Kurzweil, who oscillated
between the technical arena and futuristic speculations in the transhumanist vein.[12][13] The
coalescence of an identifiable transhumanist movement began in the last decades of the 20th
century. In 1966, FM-2030 (formerly F.M. Esfandiary), a futurist who taught "new concepts
of the Human" at The New School in New York City, began to identify people who adopt
technologies, lifestyles and world views transitional to "posthumanity" as "transhuman"
(short for "transitory human").[14] In 1972, Robert Ettinger contributed to the
conceptualization of "transhumanity" in his book Man into Superman.[15][16] FM-2030
published the Upwingers Manifesto in 1973 to stimulate transhumanly conscious activism.[17]

The first self-described transhumanists met formally in the early 1980s at the University of
California, Los Angeles, which became the main center of transhumanist thought. Here, FM-
2030 lectured on his "Third Way" futurist ideology. At the EZTV Media venue frequented by
transhumanists and other futurists, Natasha Vita-More presented Breaking Away, her 1980
experimental film with the theme of humans breaking away from their biological limitations
and the Earth's gravity as they head into space.[18][19] FM-2030 and Vita-More soon began
holding gatherings for transhumanists in Los Angeles, which included students from FM-
2030's courses and audiences from Vita-More's artistic productions. In 1982, Vita-More
authored the Transhumanist Arts Statement,[20] and, six years later, produced the cable TV
show TransCentury Update on transhumanity, a program which reached over 100,000
viewers.
In 1986, Eric Drexler published Engines of Creation: The Coming Era of Nanotechnology,[21]
which discussed the prospects for nanotechnology and molecular assemblers, and founded the
Foresight Institute. As the first non-profit organization to research, advocate for, and perform
cryonics, the Southern California offices of the Alcor Life Extension Foundation became a
center for futurists. In 1988, the first issue of Extropy Magazine was published by Max More
and Tom Morrow. In 1990, More, a strategic philosopher, created his own particular
transhumanist doctrine, which took the form of the Principles of Extropy,[22] and laid the
foundation of modern transhumanism by giving it a new definition:[3]

Transhumanism is a class of philosophies that seek to guide us towards a posthuman


condition. Transhumanism shares many elements of humanism, including a respect for reason
and science, a commitment to progress, and a valuing of human (or transhuman) existence in
this life. [...] Transhumanism differs from humanism in recognizing and anticipating the
radical alterations in the nature and possibilities of our lives resulting from various sciences
and technologies [...].

In 1992, More and Morrow founded the Extropy Institute, a catalyst for networking futurists
and brainstorming new memeplexes by organizing a series of conferences and, more
importantly, providing a mailing list, which exposed many to transhumanist views for the
first time during the rise of cyberculture and the cyberdelic counterculture. In 1998,
philosophers Nick Bostrom and David Pearce founded the World Transhumanist Association
(WTA), an international non-governmental organization working toward the recognition of
transhumanism as a legitimate subject of scientific inquiry and public policy.[23] In 2002, the
WTA modified and adopted The Transhumanist Declaration.[24] The Transhumanist FAQ,
prepared by the WTA, gave two formal definitions for transhumanism:[25]

1. The intellectual and cultural movement that affirms the possibility and
desirability of fundamentally improving the human condition through applied
reason, especially by developing and making widely available technologies to
eliminate aging and to greatly enhance human intellectual, physical, and
psychological capacities.
2. The study of the ramifications, promises, and potential dangers of
technologies that will enable us to overcome fundamental human limitations,
and the related study of the ethical matters involved in developing and using
such technologies.

A number of similar definitions have been collected by Anders Sandberg, an academic and
prominent transhumanist.[26]

In possible contrast with other transhumanist organizations, WTA officials considered that
social forces could undermine their futurist visions and needed to be addressed.[27] A
particular concern is the equal access to human enhancement technologies across classes and
borders.[28] In 2006, a political struggle within the transhumanist movement between the
libertarian right and the liberal left resulted in a more centre-leftward positioning of the WTA
under its former executive director James Hughes.[28][29] In 2006, the board of directors of the
Extropy Institute ceased operations of the organization, stating that its mission was
"essentially completed".[30] This left the World Transhumanist Association as the leading
international transhumanist organization. In 2008, as part of a rebranding effort, the WTA
changed its name to "Humanity+" in order to project a more humane image.[31] Humanity Plus
and Betterhumans publish h+ Magazine, a periodical edited by R. U. Sirius which
disseminates transhumanist news and ideas.[32][33]

BAB 2: Pandangan Agama Terhadap Transhumanisme

2.1 Kristiani

Menurut pandangan Vatikan, peran Tuhan dalam perkembangan


alam yang dijelaskan oleh ilmu pengetahuan terutama mengenai ikut
campur tangan Tuhan dalam menciptakan manusia, meskipun bersifat
intrusif, keberadaan manusia mampu diimbangi oleh alam semesta kita.
Namun apabila manusia berusaha menciptakan sesuatu seperti yang
Tuhan lakukan, belum tentu keseimbangan alam dapat dijaga, dan
berisiko menghancurkan alam. Di awal manusia menciptakan teknologi,
salah satunya dalam hal industri, lebih banyak bersifat merusak alam,
contohnya limbah hasil buangan industri atau asap pembuangan yang
merusak lingkungan dan merugikan kesehatan, walaupun tidak seluruh
teknologi temuan manusia berakibat buruk, sehingga Vatikan tidak
sepenuhnya menentang transhumanisme, namun Vatikan mengecam
transhumanisme yang tidak bertanggung jawab dan lebih mengarah ke
tindakan yang berusaha menyaingi kuasa Tuhan, contohnya kloning
manusia, mengubah struktur genetik dan lain sebagainya.

Link sumber:
http://www.vatican.va/roman_curia/congregations/cfaith/cti_documents/rc
_con_cfaith_doc_20040723_communion-stewardship_en.html

2.2 Hindu

Menurut agama Hindu, transhumanisme adalah salah satu jalan


menuju pencerahan dan kesempurnaan, karena dalam agama Hindu,
tujuan terakhir dari penganutnya adalah mencapai posisi yang lebih tinggi
dari manusia pada umumnya. Dan karena agama Hindu mengutamakan
kesempurnaan diri sehingga cara apapun yang dapat digunakan untuk
mencapai pencerahan selama tidak merugikan makhluk hidup lain adalah
baik dan diperbolehkan. Dari segi fisik, teknologi dapat digunakan untuk
membuat manusia memiliki kemampuan yang lebih dari biasanya, dan
dari segi mental, contohnya dengan teknologi mind uploading, maka
manusia terbebas dari hambatan fisik dan dapat hidup selamanya.
Kesimpulannya Hindu tidak menentang transhumanisme.
Link sumber : http://jetpress.org/v17/manoj.htm

2.3 Buddha

Dalam agama Buddha, transhumanisme adalah jalan untuk


memahami kebenaran dan mengurangi penderitaan. Penganut agama
Buddha tidak mempermasalahkan riset teknologi. Dalai Lama, sebagai
petinggi agama Buddha, mengemukakan bahwa tujuan agama Buddha
sama seperti tujuan ilmu pengetahuan yang berasal dari barat, yaitu
untuk melayani kehidupan manusia dan untuk membentuk manusia yang
lebih baik. Selain itu, dia juga mengemukakan bahwa dia percaya
kesadaran buatan dapat dicapai dan harus diperlakukan dan dihormati
layaknya seorang manusia.

Link sumber : http://jetpress.org/v19/dvorsky.htm

2.4 Islam

Menurut ajaran Islam, dalam Al-Quran,

You might also like