You are on page 1of 5

Pasang Surut

1. Definisi Pasang Surut


Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya m
uka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama ma
tahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) p
asang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air
laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tar
ik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pe
ngaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau uku
rannya lebih kecil.

Pasang surut yang terjadi di bumi ada tiga jenis yaitu: pasang surut atmosfer (a
tmospheric tide), pasang surut laut (oceanic tide) dan pasang surut bumi padat (
tide of the solid earth).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal
. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi berv
ariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak.
Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua
kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut l
aut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik
gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjo
lan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang su
rut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital
bulan dan matahari.
2. Teori Pasang Surut
2.1 Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory)
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727)
. Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pad
a bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman
(Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut se
banding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966). Untuk memahami gaya p
embangkit passng surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-
matahari menjadi 2 yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari.
Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan dens
itas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang
surut atau GPP (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gay
a sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang n
aik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi
pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).
2.2 Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)
Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang homogen mas
ih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-ga
ya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan kon
stitue-konstituennya. Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, keda
laman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori
ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi te
ori kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif.
Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut menghasilkan gelombang pasut (tid
e wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasut. Karena terbentu
knya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP.
Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut adalah :
â ¢ Kedalaman perairan dan luas perairan
â ¢ Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)
â ¢ Gesekan dasar
Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi akan berubah
arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara benda membelok ke kanan, sedangk
an di belahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi d
i equator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai ma
ksimum pada kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan per
gerakan benda tersebut.
Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasut, gaya Coriolis
mempengaruhi arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut d
an menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan persamaan gelo
mbang pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka semaikin besar peng
aruh gesekannya.
3. Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori keseti
mbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revo
lusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalama
n dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Se
lain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disua
tu perairan seperti, topogafi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagai
nya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki,
1961).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal
. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervari
asi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Mes
kipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kal
i lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut
karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gra
vitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan
(bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut
ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbi
tal bulan dan matahari (Priyana,1994)
Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang
besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik terseb
ut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari.
Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetap
i posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut, yang meny
usun 71% permukaan bumi, menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasa
ng surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggel
embung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah
pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki efek yang
sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua
kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana,19
94)
4. Tipe Pasang Surut
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang sur
ut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dron
kers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang d
an satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2. pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang d
an dua kali surut yang hampir sama tingginya.
3. pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan mel
intasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika d
eklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1.Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam sa
tu hari, ini terdapat di Selat Karimata
2.Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya h
ampir sama dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andaman.
3.Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal)
Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut t
etapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda da
lam tinggi dan waktu, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara
Jawa Barat.
4.Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurna
l)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tet
api terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tingg
i dan waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagi
an Timur
5. Arus Pasut
Gerakan air vertikal yang berhubungan dengan naik dan turunnya pasang surut, dii
ringi oleh gerakan air horizontal yang disebut dengan arus pasang surut. Permuk
aan air laut senantiasa berubah-ubah setiap saat karena gerakan pasut, keadaan i
ni juga terjadi pada tempat-tempat sempit seperti teluk dan selat, sehingga meni
mbulkan arus pasut(Tidal current). Gerakan arus pasut dari laut lepas yang mera
mbat ke perairan pantai akan mengalami perubahan, faktor yang mempengaruhinya an
tara lain adalah berkurangnya kedalaman (Mihardja et,. al 1994).
Menurut King (1962), arus yang terjadi di laut teluk dan laguna adalah akibat ma
ssa air mengalir dari permukaan yang lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah
yang disebabkan oleh pasut. Arus pasang surut adalah arus yang cukup dominan pa
da perairan teluk yang memiliki karakteristik pasang (Flood) dan surut atau ebb.
Pada waktu gelombang pasut merambat memasuki perairan dangkal, seperti muara su
ngai atau teluk, maka badan air kawasan ini akan bereaksi terhadap aksi dari per
airan lepas.
Pada daerah-daerah di mana arus pasang surut cukup kuat, tarikan gesekan pada da
sar laut menghasilkan potongan arus vertikal, dan resultan turbulensi menyebabka
n bercampurnya lapisan air bawah secara vertikal. Pada daerah lain, di mana aru
s pasang surut lebih lemah, pencampuran sedikit terjadi, dengan demikian stratif
ikasi (lapisan-lapisan air dengan kepadatan berbeda) dapat terjadi. Perbatasan a
ntar daerah-daerah kontras dari perairan yang bercampur dan terstratifikasi seri
ngkali secara jelas didefinisikan, sehingga terdapat perbedaan lateral yang dita
ndai dalam kepadatan air pada setiap sisi batas.
6. Alat-alat Pengukuran Pasang Surut
Beberapa alat prngukuran pasang surut diantaranya adalah sebagai berikut :
1.Tide Staff.
Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau centi meter. Bia
sanya digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan.Tide Staff (papan Pasut
) merupakan alat pengukur pasut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk me
ngamati ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang digunak
an biasanya terbuat dari kayu, alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat.
Syarat pemasangan papan pasut adalah :
1.Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut terendah masih tergena
ng oleh air
2.Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah aliran
sungai (aliran debit air).
3.Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang menyebabkan
air bergerak secara tidak teratur
4.Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk diamati
dan dipasang tegak lurus
5.Cari tempat yang mudah untuk pemasangan misalnya dermaga sehingga papan mudah
dikaitkan
6.Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data pasan
g surut mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi
7.Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil
8.Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus dan sampah
2.Tide gauge.
Merupakan perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan otomat
is. Alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut
yang kemudian direkam ke dalam komputer. Tide gauge terdiri dari dua jenis yait
u :
â ¢Floating tide gauge (self registering)
Prinsip kerja alat ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang dapat d
iketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit
). Pengamatan pasut dengan alat ini banyak dilakukan, namun yang lebih banyak d
ipakai adalah dengan cara rambu pasut.
â ¢Pressure tide gauge (self registering)
Prinsip kerja pressure tide gauge hampir sama dengan floating tide gauge, namun
perubahan naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan tekanan pada dasar la
ut yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Alat ini dipasang se
demikian rupa sehingga selalu berada di bawah permukaan air laut tersurut, namun
alat ini jarang sekali dipakai untuk pengamatan pasang surut.
3.Satelit.
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya sistem
satelit Geos-3. Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai ti
ga objektif ilmiah jangka panjang yaitu mengamati sirkulasi lautan global, meman
tau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata
(MSL) global. Prinsip Dasar Satelit Altimetri adalah satelit altimetri dilengkap
i dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (
receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang d
ibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kep
ermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan d
iterima kembali oleh satelit.
Prinsip penentuan perubahan kedudukan muka laut dengan teknik altimetri yaitu pa
da dasarnya satelit altimetri bertugas mengukur jarak vertikal dari satelit ke p
ermukaan laut. Karena tinggi satelit di atas permukaan ellipsoid referensi diket
ahui maka tinggi muka laut (Sea Surface Height atau SSH) saat pengukuran dapat d
itentukan sebagai selisih antara tinggi satelit dengan jarak vertikal. Variasi
muka laut periode pendek harus dihilangkan sehingga fenomena kenaikan muka laut
dapat terlihat melalui analisis deret waktu (time series analysis). Analisis de
ret waktu dilakukan karena kita akan melihat variasi temporal periode panjang da
n fenomena sekularnya (http://gdl.geoph.itb.ac.id)
7. Pasang Surut di Perairan Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan yaitu Samu
dera Indonesia dan Samudera Pasifik serta posisinya yang berada di garis katulis
tiwa sehingga kondisi pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup besar.
Hasil pengukuran tinggi pasang surut di wilayah laut Indonesia menunjukkan beb
erapa wilayah lepas laut pesisir daerah Indonesia memiliki pasang surut cukup ti
nggi. Gambar 15 memperlihatkan peta pasang surut wilayah lautan Indonesia. Dari
gambar tersebut tampak beberapa wilayah lepas laut pesisir Indonesia yang memil
iki pasang surut cukup tinggi antara lain wilayah laut di timur Riau, laut dan m
uara sungai antara Sumatera Selatan dan Bangka, laut dan selat di sekitar pulau
Madura, pesisir Kalimantan Timur, dan muara sungai di selatan pulau Papua (muara
sungai Digul) (Sumotarto, 2003).
Keadaan pasang surut di perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran pasang sur
ut dari Samudra Pasifik dan Hindia serta morfologi pantai dan batimeri perairan
yang kompleks dimana terdapat banyak selat, palung dan laut yang dangkal dan lau
t dalam. Keadaan perairan tersebut membentuk pola pasang surut yang beragam. D
i Selat Malaka pasang surut setengah harian (semidiurnal) mendominasi tipe pasut
di daerah tersebut. Berdasarkan pengamatan pasang surut di Kabil, Pulau Batam
diperoleh bilangan Formzhal sebesar 0,69 sehingga pasang surut di Pulau Batam da
n Selat Malaka pada umumnya adalah pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang
menonjol. Pasang surut harian (diurnal) terdapat di Selat Karimata dan Laut Ja
wa. Berdasarkan pengamatan pasut di Tanjung Priok diperoleh bilangan Formzhal se
besar 3,80. Jadi tipe pasut di Teluk Jakarta dan laut Jawa pada umumnya adalah
pasut bertipe tunggal. Tunggang pasang surut di perairan Indonesia bervariasi a
ntara 1 sampai dengan 6 meter. Di Laut Jawa umumnya tunggang pasang surut antar
a 1 â 1,5 m kecuali di Selat madura yang mencapai 3 meter. Tunggang pasang surut 6
meter di jumpai di Papua (Diposaptono, 2007).

Daftar Pustaka
Defant, A. 1958. Ebb And Flow. The Tides of Earth, Air, and Water. The Universit
y of Michigan Press, Michigan.
Diposaptono, S. 2007. Karakteristik Laut Pada Kota Pantai. Direktorat Bina Pesis
ir, Direktorat Jendral Urusan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan
dan Perikanan. Jakarta.
Dronkers, J. J. 1964. Tidal Computations in rivers and coastal waters. North-Hol
land Publishing Company. Amsterdam
Gross, M. G.1990. Oceanography ; A View of Earth Prentice Hall, Inc. Englewood C
liff. New Jersey
King, C. A. M. 1966. An Introduction to Oceanography. McGraw Hill Book Company,
Inc. New York. San Francisco.
Mac Millan, C. D. H. 1966. Tides. American Elsevier Publishing Company, Inc., Ne
w York
Miharja, D. K., S. Hadi, dan M. Ali, 1994. Pasang Surut Laut. Kursus Intensive O
seanografi bagi perwira TNI AL. Lembaga Pengabdian masyarakat dan jurusan Geofis
ika dan Meteorologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Pariwono, J.I. 1989. Gaya Penggerak Pasang Surut. Dalam Pasang Surut. Ed. Ongkos
ongo, O.S.R. dan Suyarso. P3O-LIPI. Jakarta. Hal. 13-23
Pickard, G. L. 1993. Descriptive Physical Oceanography. Pergamon Press. Oxfo
rd.
Pond dan Pickard, 1978. Introductory to Dynamic Oceanography. Pergamon Press, Ox
ford
Priyana, 1994. Studi pola Arus Pasang Surut di Teluk Labuhantereng Lombok. Nusa
Tenggara Barat. Skripsi. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fak
ultas Perikanandan Kelautan.Institut Pertanian Bogor
Wyrtki, K. 1961. Phyical Oceanography of the South East Asian Waters. Naga Repor
t Vol. 2 Scripps, Institute Oceanography, California.
www.dishidros.or.id
www.laut.gd.itb.ac.id
www.gdl.geoph.itb.ac.id
Oleh : Yogi Suardi
http://www.ilmukelautan.com/oseanografi/fisika-oseanografi/402-pasang-surut

You might also like