Professional Documents
Culture Documents
BANDINGNYA
( Ruam ? ruam bercak putih pada kulit)
PENDAHULUAN
Banyak kelainan kulit berupa bercak putih (makula hipopigmentasi) salah satu di
antaranya
adalah penyakit Pitiriasis Versikolor yang disebabkan oleh Malassezia furfur / P
ityrosporum
orbiculare (P.orbiculare) / P. ovale. Pitiriasis versikolor merupakan penyakit i
nfeksi jamur
superfisial kronis pada kulit yang ditandai dengan makula hipopigmentasi dan sku
ama.
1,2,3
Penyakit ini dikenal untuk pertama kali sebagai penyakit jamur pada tahun 1846
oleh
Eichsted. Robin pada tahun 1853 memberi jamur penyebab penyakit ini dengan nama
Microsporum
furfur dan pada tahun 1889 oleh Baillon species ini diberi nama Mallassezia furf
ur. Penelitian
selanjutnya dan sampai sekarang menunjukkan bahwa Malassezia Furfur dan Pityrosp
orum
Orbiculare merupakan organisme yang sama.
1,3,4
EPIDEMIOLOGI
Pitiriasis versikolor adalah penyakit universal tapi lebih banyak dijumpai di d
aerah tropis
oleh karena tingginya temperatur dan kelembaban. Menyerang hampir semua usia ter
utama remaja,
terbanyak pada usia 16-40 tahun. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita, wal
aupun di
Amerika Serikat dilaporkan bahwa penderita berusia 20-30 tahun dengan perbanding
an 1,09% pria
dan 0,6% wanita. Insiden yang akurat di Indonesia belum ada namun diperkirakan 4
0-50% dari
populasi di negara tropis terkena penyakit ini, sedang di negara subtropis yaitu
Eropa tengah dan
utara hanya 0,5-1% dari semua penyakit jamur.
2,3,4
ETIOLOGI
Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya pitiriasis v
ersikolor
ialah Pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau pityrosporum ovale yang
berbentuk oval.
Keduanya merupakan organisme yang sama, dapat berubah sesuai dengan lingkunganny
a, misalnya
suhu, media dan kelembaban.
3,4,5
GAMBARAN KLINIS
Lesi pitiriasis versikolor terutama dijumpai di bagian atas dada dan meluas ke
lengan atas,
leher, tengkuk, perut atau tungkai atas/bawah. Dilaporkan adanya kasus-kasus ya
ng khusus dimana
lesi hanya dijumpai pada bagian tubuh yang tertutup atau mendapatkan tekanan pak
aian , misalnya
pada bagian yang tertutup pakaian dalam. Dapat pula dijumpai lesi pada lipatan a
ksila, inguinal
atau pada kulit muka dan kepala.
2,5,7
Penderita pada umumnya hanya mengeluhkan adanya bercak/makula berwarna putih
(hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan rasa gatal ringan yang
umumnya
muncul saat berkeringat. Ukuran dan bentuk lesi sangat bervariasi bergantung lam
a sakit dan
luasnya lesi. Pada lesi baru sering dijumpai makula skuamosa folikular. Sedangka
n lesi primer
tunggal berupa makula dengan batas sangat tegas tertutup skuama halus. Pada kuli
t hitam atau
coklat umumnya berwarna putih sedang pada kulit putih atau terang cenderung berw
arna coklat
atau kemerahan. Makula umumnya khas berbentuk bulat atau oval tersebar pada daer
ah yang
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
terkena. Pada beberapa lokasi yang selalu lembab, misalnya pada daerah dada, kad
ang batas lesi
dan skuama menjadi tidak jelas.
1-4
Pada kasus yang lama tanpa pengobatan lesi dapat bergabung membentuk gambaran s
eperti
pulau yang luas berbentuk polisiklik. Beberapa kasus di daerah berhawa dingin da
pat sembuh total.
Pada sebagian besar kasus pengobatan akan menyebabkan lesi berubah menjadi makul
a
hipopigmentasi yang akan menetap hingga beberapa bulan tanpa adanya skuama.
2,3
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis Pitiriasis versikolor ditegakkan berdasarkan adanya makula
hipopigmentasi, hiperpigmentasi, atau kemerahan yang berbatas sangat tegas, tert
utup skuama
halus. Pemeriksaan dengan lampu Wood akan menunjukkan adanya pendaran (fluoresen
si)
berwarna kuning keemasan pada lesi yang bersisik. Pemeriksaan mikroskopis sediaa
n skuama
dengan KOH memperlihatkan kelompokan sel ragi bulat berdinding tebal dengan mise
lium kasar,
sering terputus-putus (pendek-pendek), yang akan lebih mudah dilihat dengan pena
mbahan zat
warna tinta Parker blue-black atau biru laktofenol. Gambaran ragi dan miselium t
ersebut sering
dilukiskan sebagai meat ball and spaghetti.
1,2,3
Pengambilan skuama dapat dilakukan dengan kerokan menggunakan skalpel tumpul at
au
menggunakan selotip (cellotape) yang dilekatkan pada lesi. Pembuktian dengan bia
kan M. Furfur
tidak diagnostik oleh karena M.furfur merupakan flora normal kulit.
2,4
PENGOBATAN
Pitiriasis versikolor dapat diterapi secara topikal maupun sistemik. Tingginya a
ngka
kekambuhan merupakan masalah, dimana mencapai 60% pada tahun pertama dan 80% set
elah
tahun kedua. Oleh sebab itu diperlukan terapi profilaksis untuk mencegah rekuren
si.
4
1. Pengobatan topikal
3,4,8
Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat yang dap
at
digunakan ialah:
- Selenium sulfida 1,8% dalam bentuk shampoo 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan
pada lesi dan didiamkan selama 15-30 menit sebelum mandi.
- Salisil spiritus 10%
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
- Turunan azol misalnya mikonazol, klotrimazol, isokonazol dan ekonazol dalam
bentuk topikal
- Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%
- Larutan Tiosulfas natrikus 25% , dioleskan sehari 2 kali sehabis mandi selama
2
minggu
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik diberikan pada kasus pitiriasis versikolor yang luas atau ji
ka
pemakaian obat topikal tidak berhasil
1,4,9
. Obat yang dapat diberikan adalah:
- ketokonazol 200 mg/hari selama 10 hari
- itrakonazol 200 mg/hari selama 5-7 hari, disarankan untuk kasus kambuhan atau
tidak responsif dengan terapi lainnya.
PENCEGAHAN
Untuk pencegahan dapat disarankan pemakaian 50% propilen glikol dalam air atau
sistemik ketokonazol 400 mg/hari sekali sebulan.
2,8
Pada daerah endemik untuk pencegahan penyakit dapat disarankan pemakaian ketoko
nazol
200 mg/hari selama 3 hari setiap bulan atau itrakonazol 200 mg sekali sebulan a
tau pemakaian
sampo selenium sulfid sekali seminggu.
8
PROGNOSIS
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten. Pengo
batan
harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu w
ood dan sediaan
langsung negatif.
4
Jamur penyebab pitiriasis versikolor merupakan bagian dari flora normal dan kad
ang-
kadang tertinggal dalam folikel rambut. Hal ini yang mengakibatkan tingginya ang
ka kekambuhan,
sehingga diperlukan pengobatan profilaksis untuk mencegah kekambuhan.
Masalah lain adalah menetapnya hipopigmentasi dan diperlukan waktu yang cukup la
ma
untuk repigmentasi. Namun hal tersebut bukan akibat kegagalan terapi, sehingga p
enting untuk
memberi informasi kepada pasien bahwa bercak putih tersebut akan menetap beberap
a bulan
setelah terapi dan akan menghilang secara perlahan.
4,8
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
DIAGNOSIS BANDING (Ruam-ruam bercak putih pada kulit)
Diagnosis banding meliputi ruam-ruam bercak putih pada kulit seperti vitiligo,
pitiriasis
alba, morbus hansen , hipopigmentasi post inflamasi , chemical leukoderma, prog
ressive macular
hipomelanosis, dan pinta .
1. Morbus Hansen
Makula hipopigmentasi yang terdapat pada penderita Morbus Hansen mempunyai ciri-
ciri
khas yaitu makula anestesi, alopesia, anhidrosis dan atrofi. Lesi dapat satu ata
u banyak, berbatas
tegas dengan ukuran bervariasi. Terdapat penebalan saraf perifer. Kelainan ini t
erjadi karena
menurunnya aktivitas melanosit. Pada pemeriksaan histopatologi jumlah melanosit
dapat normal
atau menurun. Terdapat melanosit dengan vakuolisasi dan mengalami atrofi serta m
enurunnya
jumlah melanosom.
7,10
Patogenesis terjadinya hipomelanosis pada penyakit ini adalah sebagai berikut:
10
1. Efek langsung invasi Mycobacterium Leprae ke dalam melanosit
2. Digunakannya dopa sebagai substrat oleh sistem enzim Mycobacterium leprae
3. Perubahan pembuluh darah yang mengakibatkan atrofi melanosit.
Terapi untuk makula hipopigmentasi pada leprae dapat dipertimbangkan pemberian
PUVA.
2. Vitiligo
Vitiligo adalah suatu hipomelanosis yang didapat bersifat progresif, seringkali
familial
ditandai dengan makula hipopigmentasi pada kulit, berbatas tegas dan asimtomatis
.
Makula hipomelanosis pada vitiligo yang khas berupa bercak putih seperti putih k
apur,
bergaris tengah beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, berbentuk bulat a
tau lonjong
dengan tepi berbatas tegas dan kulit pada tempat tersebut normal dan tidak mempu
nyai skuama..
Vitiligo mempunyai distribusi yang khas. Lesi terutama terdapat pada daerah yang
terpajan (muka,
dada bagian atas, dorsum manus), daerah intertriginosa (aksila, lipat paha), dae
rah orifisium
(sekitar mulut, hidung, mata, rektum), pada bagian ekstensor permukaan tulang ya
ng menonjol
(jari-jari, lutut, siku). Pada pemeriksaan histopatologi tidak ditemukan sel mel
anosit dan reaksi
dopa untuk melanosit negatif. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood makula amelanot
ik pada
vitiligo tampak putih berkilau, hal ini membedakan lesi vitiligo dengan makula h
ipomelanotik pada
kelainan hipopigmentasi lainnya.
10,12
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
Patogenesis vitiligo belum dapat dijelaskan dengan pasti. Dikemukakan 3 teori ya
itu:
1. Teori autoimun
Vitiligo merupakan suatu penyakit autoimun. Pada penderita vitiligo dapat ditemu
kan
autoantibodi terhadap antigen sistem melanogenik disebut autoantibodi anti melan
osit.,
yang bersifat toksik terhadap melanosit atau menghambat pembentukan melanin. Hal
ini
disokong dengan meningkatnya insiden vitiligo pada penderita penyakit autoimun.
2. Teori neurogenik
Teori mengatakan bahwa mediator neurokimia seperti asetilkolin, epinefrin dan no
r
epinefrin yang dilepaskan oleh ujung saraf perifer merupakan bahan neurotoksik y
ang
menghancurkan melanosit atau menghambat produksi melanin. Bila zat-zat tersebut
diproduksi berlebihan sel melanosit didekatnya akan rusak.
3. Teori autositotoksik
Teori ini berdasarkan biokimia melanin dan prekursornya. Dikemukakan bahwa produ
k
antara dari biosintesis melanin adalah monofenol atau polifenol. Sintesis berleb
ihan dari
produk antara tersebut akan bersifat toksik terhadap melanosit.
10
Penatalaksanaan vitiligo meliputi:
11,13
1. Tabir surya
Tujuan penggunaan tabir surya adalah untuk melindungi kulit yang terlibat agar t
idak
mengalami reaksi terbakar surya dan tidak terjadi tanning pada kulit yang normal
. Yang
dianjurkan adalah tabir surya dengan SPF lebih dari 30.
2. Kosmetik penutup
Tujuan penggunaan kosmetik penutup adalah untuk menyembunyikn lesi vitiligo sehi
ngga
tidak tampak. Merek yang tersedia misalnya Covermark (Lydia O?Leary), Dermablend
,
Vitadye dan Dy-o-Derm. Biasanya warna disesuaikan dengan warna kulit dan tidak m
udah
hilang.
3. Kortikosteroid topikal
Pemakaian kortikosteroid topikal pada vitiligo berlandaskan pada teori autoimun.
Jika tidak
ada respon selama 2 bulan maka terapi dianggap tidak akan berhasil. Evaluasi per
lu
dilakukan setiap 2 bulan untuk mencegah timbulnya atropi kulit dan telangiekta
sia.
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
4. Pemakaian psoralen dengan UVA
Psoralen secara topikal ataupun sistemik yang diikuti oleh pajanan terhadap sina
r UVA
(PUVA) menyebabkan proliferasi sel-el pigmen didalam umbi rambut dan perpindahan
sel-
sel pigmen tersebut kedaerah kulit yang putih (hipopigmentasi)
5. Minigrafting
Minigrafting dapat digunakan pada vitiligo segmental yang stabil dan tidak dapat
diobati
dengan tehnik yang lain.
6. Bleaching
Terapi ini digunakan untuk vitiligo yang luas, gagal dengan terapi PUVA, atau
menolak
PUVA. Yang digunakan adalah Monobenzylether of hydroquinon 20% cream , dioleskan
2
kali sehari . Biasanya dbutuhkan waktu 9-12 bulan agar terjadi depigmentasi.
3. Hipopigmentasi post inflamasi
Berbagai proses inflamasi pada penyakit kulit dapat pula menyebabkan hipopigment
asi
misalnya lupus eritematosus diskoid, dermatitis atopik, psoriasis, parapsoriasis
gutata kronis, dan
lain-lain. Predileksi dan bentuk kelainan hipopigmentasi yang terjadi sesuai den
gan lesi primernya.
Hal ini khas pada kelainan hipopigmentasi yang terjadi sesudah menderita psorias
is.
12
Hipomelanosis terjadi segera setelah resolusi penyakit primer dan mulai menghil
ang setelah
beberapa minggu hingga beberapa bulan terutama pada area yang terpapar matahari.
Patogenesis proses ini dianggap sebagai hasil dari gangguan transfer melanosom
dari
melanosit ke keratinosit. Pada dermatitis hipopigmentasi mungkin merupakan akiba
t dari edema
sedangkan pada psoriasis mungkin akibat meningkatnya epidermal turnover.
7
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang berhubungan sebelumnya .
Jika
diagnosis belum berhasil ditegakkan maka biopsi pada lesi hipomelanosis akan men
unjukkan
gambaran penyakit kulit primernya.
7
Terapi biasanya sesuai dengan penyakit dasarnya. Setelah proses inflamasi menyem
buh
maka warna kulit yang asli akan perlahan kembali. Hal ini mungkin dapat dipercep
at dengan
paparan sinar matahari
7,
5.Chemical leukoderma
Chemical leukoderma adalah hipomelanosis yang didapat akibat paparan berulang ba
han
kimia tertentu terutama derivat phenol dan sulfhydril. Telah dilaporkan terjadin
ya leukoderma
pada pekerja yang terpajan monobenzil eter hidrokuinon (MBEH) yang digunakan seb
agai
antioksidan. MBEH tidak hanya ditemukan pada desinfektan dan germisida tapi juga
pada tape
adhesive, kontrasepsi diafragma , baju karet, kondom karet, boneka karet, sarung
tangan karet dan
lain-lain.
3,7
Lesi primer atau sekunder dapat hilang setelah terapi diberikan namun lesi stad
ium lanjut
akan menetap seumur hidup.
7,16,17
KESIMPULAN
1. Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial kronis yang disebabkan
oleh M.furfur
2. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis berupa makula hipopigmentasi
dengan
skuama halus diatasnya, flouresensi kuning emas dengan lampu Wood dan ditemukann
ya sel
tunas dengan hifa pendek pada pemeriksaan KOH.
3. Penatalaksanaan meliputi terapi topikal dan sistemik.
4. Terdapat berbagai bentuk kelainan hipopigmentasi yang menyerupai pitiriasis v
ersikolor
dengan berbagai faktor penyebab dan patogenesis yang berbeda. Karena itu diperlu
kan
pemeriksaan yang terperinci untuk menegakkan diagnosis yang tepat supaya dapat d
ilakukan
penatalaksanaan yang terarah dengan hasil yang memuaskan.