You are on page 1of 14

PITYRIASIS VERSIKOLOR DAN DIAGNOSIS

BANDINGNYA
( Ruam ? ruam bercak putih pada kulit)

Dr. Donna Partogi, SpKK


NIP. 132 308 883

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK/RS.Dr.PIRNGADI
MEDAN
2008

Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak


putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
PITIRIASIS VERSIKOLOR DAN
DIAGNOSIS BANDINGNYA
(Ruam-ruam bercak putih pada kulit)

PENDAHULUAN
Banyak kelainan kulit berupa bercak putih (makula hipopigmentasi) salah satu di
antaranya
adalah penyakit Pitiriasis Versikolor yang disebabkan oleh Malassezia furfur / P
ityrosporum
orbiculare (P.orbiculare) / P. ovale. Pitiriasis versikolor merupakan penyakit i
nfeksi jamur
superfisial kronis pada kulit yang ditandai dengan makula hipopigmentasi dan sku
ama.
1,2,3
Penyakit ini dikenal untuk pertama kali sebagai penyakit jamur pada tahun 1846
oleh
Eichsted. Robin pada tahun 1853 memberi jamur penyebab penyakit ini dengan nama
Microsporum
furfur dan pada tahun 1889 oleh Baillon species ini diberi nama Mallassezia furf
ur. Penelitian
selanjutnya dan sampai sekarang menunjukkan bahwa Malassezia Furfur dan Pityrosp
orum
Orbiculare merupakan organisme yang sama.
1,3,4
EPIDEMIOLOGI
Pitiriasis versikolor adalah penyakit universal tapi lebih banyak dijumpai di d
aerah tropis
oleh karena tingginya temperatur dan kelembaban. Menyerang hampir semua usia ter
utama remaja,
terbanyak pada usia 16-40 tahun. Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita, wal
aupun di
Amerika Serikat dilaporkan bahwa penderita berusia 20-30 tahun dengan perbanding
an 1,09% pria
dan 0,6% wanita. Insiden yang akurat di Indonesia belum ada namun diperkirakan 4
0-50% dari
populasi di negara tropis terkena penyakit ini, sedang di negara subtropis yaitu
Eropa tengah dan
utara hanya 0,5-1% dari semua penyakit jamur.
2,3,4

ETIOLOGI
Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya pitiriasis v
ersikolor
ialah Pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau pityrosporum ovale yang
berbentuk oval.
Keduanya merupakan organisme yang sama, dapat berubah sesuai dengan lingkunganny
a, misalnya
suhu, media dan kelembaban.
3,4,5

Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak


putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
PATOGENESIS
Tinea versikolor timbul bila M. Furfur berubah bentuk menjadi bentuk miselia ka
rena
adanya faktor predisposisi, baik eksogen maupun endogen. Faktor eksogen meliputi
panas dan
kelembaban. Hal ini merupakan penyebab sehingga pitiriasis versikolor banyak dij
umpai di daerah
tropis dan pada musim panas di daerah sub tropis. Faktor eksogen lain adalah pen
utupan kulit oleh
pakaian atau kosmetik dimana mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO2, mikroflo
ra dan pH.
4,5,6
Faktor endogen berupa malnutrisi, dermatitis seboroik, sindrom cushing, terapi
imunosupresan, hiperhidrosis dan riwayat keluarga yang positif. Disamping itu d
iabetes melitus,
pemakaian steroid jangka panjang, kehamilan dan penyakit-penyakit berat memudahk
an timbulnya
pitiriasis versikolor.
5,6
Patogenesis dari makula hipopigmentasi oleh terhambatnya sinar matahari yang ma
suk ke
dalam lapisan kulit yang akan mengganggu proses pembentukan melanin, adanya toks
in yang
langsung menghambat pembentukan melanin, dan adanya asam azeleat yang dihasilkan
oleh
Pityrosporum dari asam lemak dalam sebum yang merupakan inhibitor kompetitif dar
i tirosinase.
2,3,7

GAMBARAN KLINIS
Lesi pitiriasis versikolor terutama dijumpai di bagian atas dada dan meluas ke
lengan atas,
leher, tengkuk, perut atau tungkai atas/bawah. Dilaporkan adanya kasus-kasus ya
ng khusus dimana
lesi hanya dijumpai pada bagian tubuh yang tertutup atau mendapatkan tekanan pak
aian , misalnya
pada bagian yang tertutup pakaian dalam. Dapat pula dijumpai lesi pada lipatan a
ksila, inguinal
atau pada kulit muka dan kepala.
2,5,7
Penderita pada umumnya hanya mengeluhkan adanya bercak/makula berwarna putih
(hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan rasa gatal ringan yang
umumnya
muncul saat berkeringat. Ukuran dan bentuk lesi sangat bervariasi bergantung lam
a sakit dan
luasnya lesi. Pada lesi baru sering dijumpai makula skuamosa folikular. Sedangka
n lesi primer
tunggal berupa makula dengan batas sangat tegas tertutup skuama halus. Pada kuli
t hitam atau
coklat umumnya berwarna putih sedang pada kulit putih atau terang cenderung berw
arna coklat
atau kemerahan. Makula umumnya khas berbentuk bulat atau oval tersebar pada daer
ah yang
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
terkena. Pada beberapa lokasi yang selalu lembab, misalnya pada daerah dada, kad
ang batas lesi
dan skuama menjadi tidak jelas.
1-4
Pada kasus yang lama tanpa pengobatan lesi dapat bergabung membentuk gambaran s
eperti
pulau yang luas berbentuk polisiklik. Beberapa kasus di daerah berhawa dingin da
pat sembuh total.
Pada sebagian besar kasus pengobatan akan menyebabkan lesi berubah menjadi makul
a
hipopigmentasi yang akan menetap hingga beberapa bulan tanpa adanya skuama.
2,3

DIAGNOSIS
Diagnosis klinis Pitiriasis versikolor ditegakkan berdasarkan adanya makula
hipopigmentasi, hiperpigmentasi, atau kemerahan yang berbatas sangat tegas, tert
utup skuama
halus. Pemeriksaan dengan lampu Wood akan menunjukkan adanya pendaran (fluoresen
si)
berwarna kuning keemasan pada lesi yang bersisik. Pemeriksaan mikroskopis sediaa
n skuama
dengan KOH memperlihatkan kelompokan sel ragi bulat berdinding tebal dengan mise
lium kasar,
sering terputus-putus (pendek-pendek), yang akan lebih mudah dilihat dengan pena
mbahan zat
warna tinta Parker blue-black atau biru laktofenol. Gambaran ragi dan miselium t
ersebut sering
dilukiskan sebagai meat ball and spaghetti.
1,2,3
Pengambilan skuama dapat dilakukan dengan kerokan menggunakan skalpel tumpul at
au
menggunakan selotip (cellotape) yang dilekatkan pada lesi. Pembuktian dengan bia
kan M. Furfur
tidak diagnostik oleh karena M.furfur merupakan flora normal kulit.
2,4
PENGOBATAN
Pitiriasis versikolor dapat diterapi secara topikal maupun sistemik. Tingginya a
ngka
kekambuhan merupakan masalah, dimana mencapai 60% pada tahun pertama dan 80% set
elah
tahun kedua. Oleh sebab itu diperlukan terapi profilaksis untuk mencegah rekuren
si.
4

1. Pengobatan topikal
3,4,8
Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat yang dap
at
digunakan ialah:
- Selenium sulfida 1,8% dalam bentuk shampoo 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan
pada lesi dan didiamkan selama 15-30 menit sebelum mandi.
- Salisil spiritus 10%
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
- Turunan azol misalnya mikonazol, klotrimazol, isokonazol dan ekonazol dalam
bentuk topikal
- Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%
- Larutan Tiosulfas natrikus 25% , dioleskan sehari 2 kali sehabis mandi selama
2
minggu
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik diberikan pada kasus pitiriasis versikolor yang luas atau ji
ka
pemakaian obat topikal tidak berhasil
1,4,9
. Obat yang dapat diberikan adalah:
- ketokonazol 200 mg/hari selama 10 hari
- itrakonazol 200 mg/hari selama 5-7 hari, disarankan untuk kasus kambuhan atau
tidak responsif dengan terapi lainnya.
PENCEGAHAN
Untuk pencegahan dapat disarankan pemakaian 50% propilen glikol dalam air atau
sistemik ketokonazol 400 mg/hari sekali sebulan.
2,8
Pada daerah endemik untuk pencegahan penyakit dapat disarankan pemakaian ketoko
nazol
200 mg/hari selama 3 hari setiap bulan atau itrakonazol 200 mg sekali sebulan a
tau pemakaian
sampo selenium sulfid sekali seminggu.
8
PROGNOSIS
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten. Pengo
batan
harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu w
ood dan sediaan
langsung negatif.
4
Jamur penyebab pitiriasis versikolor merupakan bagian dari flora normal dan kad
ang-
kadang tertinggal dalam folikel rambut. Hal ini yang mengakibatkan tingginya ang
ka kekambuhan,
sehingga diperlukan pengobatan profilaksis untuk mencegah kekambuhan.
Masalah lain adalah menetapnya hipopigmentasi dan diperlukan waktu yang cukup la
ma
untuk repigmentasi. Namun hal tersebut bukan akibat kegagalan terapi, sehingga p
enting untuk
memberi informasi kepada pasien bahwa bercak putih tersebut akan menetap beberap
a bulan
setelah terapi dan akan menghilang secara perlahan.
4,8
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
DIAGNOSIS BANDING (Ruam-ruam bercak putih pada kulit)
Diagnosis banding meliputi ruam-ruam bercak putih pada kulit seperti vitiligo,
pitiriasis
alba, morbus hansen , hipopigmentasi post inflamasi , chemical leukoderma, prog
ressive macular
hipomelanosis, dan pinta .
1. Morbus Hansen
Makula hipopigmentasi yang terdapat pada penderita Morbus Hansen mempunyai ciri-
ciri
khas yaitu makula anestesi, alopesia, anhidrosis dan atrofi. Lesi dapat satu ata
u banyak, berbatas
tegas dengan ukuran bervariasi. Terdapat penebalan saraf perifer. Kelainan ini t
erjadi karena
menurunnya aktivitas melanosit. Pada pemeriksaan histopatologi jumlah melanosit
dapat normal
atau menurun. Terdapat melanosit dengan vakuolisasi dan mengalami atrofi serta m
enurunnya
jumlah melanosom.
7,10
Patogenesis terjadinya hipomelanosis pada penyakit ini adalah sebagai berikut:
10
1. Efek langsung invasi Mycobacterium Leprae ke dalam melanosit
2. Digunakannya dopa sebagai substrat oleh sistem enzim Mycobacterium leprae
3. Perubahan pembuluh darah yang mengakibatkan atrofi melanosit.
Terapi untuk makula hipopigmentasi pada leprae dapat dipertimbangkan pemberian
PUVA.
2. Vitiligo
Vitiligo adalah suatu hipomelanosis yang didapat bersifat progresif, seringkali
familial
ditandai dengan makula hipopigmentasi pada kulit, berbatas tegas dan asimtomatis
.
Makula hipomelanosis pada vitiligo yang khas berupa bercak putih seperti putih k
apur,
bergaris tengah beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, berbentuk bulat a
tau lonjong
dengan tepi berbatas tegas dan kulit pada tempat tersebut normal dan tidak mempu
nyai skuama..
Vitiligo mempunyai distribusi yang khas. Lesi terutama terdapat pada daerah yang
terpajan (muka,
dada bagian atas, dorsum manus), daerah intertriginosa (aksila, lipat paha), dae
rah orifisium
(sekitar mulut, hidung, mata, rektum), pada bagian ekstensor permukaan tulang ya
ng menonjol
(jari-jari, lutut, siku). Pada pemeriksaan histopatologi tidak ditemukan sel mel
anosit dan reaksi
dopa untuk melanosit negatif. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood makula amelanot
ik pada
vitiligo tampak putih berkilau, hal ini membedakan lesi vitiligo dengan makula h
ipomelanotik pada
kelainan hipopigmentasi lainnya.
10,12
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
Patogenesis vitiligo belum dapat dijelaskan dengan pasti. Dikemukakan 3 teori ya
itu:
1. Teori autoimun
Vitiligo merupakan suatu penyakit autoimun. Pada penderita vitiligo dapat ditemu
kan
autoantibodi terhadap antigen sistem melanogenik disebut autoantibodi anti melan
osit.,
yang bersifat toksik terhadap melanosit atau menghambat pembentukan melanin. Hal
ini
disokong dengan meningkatnya insiden vitiligo pada penderita penyakit autoimun.
2. Teori neurogenik
Teori mengatakan bahwa mediator neurokimia seperti asetilkolin, epinefrin dan no
r
epinefrin yang dilepaskan oleh ujung saraf perifer merupakan bahan neurotoksik y
ang
menghancurkan melanosit atau menghambat produksi melanin. Bila zat-zat tersebut
diproduksi berlebihan sel melanosit didekatnya akan rusak.
3. Teori autositotoksik
Teori ini berdasarkan biokimia melanin dan prekursornya. Dikemukakan bahwa produ
k
antara dari biosintesis melanin adalah monofenol atau polifenol. Sintesis berleb
ihan dari
produk antara tersebut akan bersifat toksik terhadap melanosit.
10
Penatalaksanaan vitiligo meliputi:
11,13
1. Tabir surya
Tujuan penggunaan tabir surya adalah untuk melindungi kulit yang terlibat agar t
idak
mengalami reaksi terbakar surya dan tidak terjadi tanning pada kulit yang normal
. Yang
dianjurkan adalah tabir surya dengan SPF lebih dari 30.
2. Kosmetik penutup
Tujuan penggunaan kosmetik penutup adalah untuk menyembunyikn lesi vitiligo sehi
ngga
tidak tampak. Merek yang tersedia misalnya Covermark (Lydia O?Leary), Dermablend
,
Vitadye dan Dy-o-Derm. Biasanya warna disesuaikan dengan warna kulit dan tidak m
udah
hilang.
3. Kortikosteroid topikal
Pemakaian kortikosteroid topikal pada vitiligo berlandaskan pada teori autoimun.
Jika tidak
ada respon selama 2 bulan maka terapi dianggap tidak akan berhasil. Evaluasi per
lu
dilakukan setiap 2 bulan untuk mencegah timbulnya atropi kulit dan telangiekta
sia.
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
4. Pemakaian psoralen dengan UVA
Psoralen secara topikal ataupun sistemik yang diikuti oleh pajanan terhadap sina
r UVA
(PUVA) menyebabkan proliferasi sel-el pigmen didalam umbi rambut dan perpindahan
sel-
sel pigmen tersebut kedaerah kulit yang putih (hipopigmentasi)
5. Minigrafting
Minigrafting dapat digunakan pada vitiligo segmental yang stabil dan tidak dapat
diobati
dengan tehnik yang lain.
6. Bleaching
Terapi ini digunakan untuk vitiligo yang luas, gagal dengan terapi PUVA, atau
menolak
PUVA. Yang digunakan adalah Monobenzylether of hydroquinon 20% cream , dioleskan
2
kali sehari . Biasanya dbutuhkan waktu 9-12 bulan agar terjadi depigmentasi.
3. Hipopigmentasi post inflamasi
Berbagai proses inflamasi pada penyakit kulit dapat pula menyebabkan hipopigment
asi
misalnya lupus eritematosus diskoid, dermatitis atopik, psoriasis, parapsoriasis
gutata kronis, dan
lain-lain. Predileksi dan bentuk kelainan hipopigmentasi yang terjadi sesuai den
gan lesi primernya.
Hal ini khas pada kelainan hipopigmentasi yang terjadi sesudah menderita psorias
is.
12
Hipomelanosis terjadi segera setelah resolusi penyakit primer dan mulai menghil
ang setelah
beberapa minggu hingga beberapa bulan terutama pada area yang terpapar matahari.
Patogenesis proses ini dianggap sebagai hasil dari gangguan transfer melanosom
dari
melanosit ke keratinosit. Pada dermatitis hipopigmentasi mungkin merupakan akiba
t dari edema
sedangkan pada psoriasis mungkin akibat meningkatnya epidermal turnover.
7
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang berhubungan sebelumnya .
Jika
diagnosis belum berhasil ditegakkan maka biopsi pada lesi hipomelanosis akan men
unjukkan
gambaran penyakit kulit primernya.
7
Terapi biasanya sesuai dengan penyakit dasarnya. Setelah proses inflamasi menyem
buh
maka warna kulit yang asli akan perlahan kembali. Hal ini mungkin dapat dipercep
at dengan
paparan sinar matahari
7,

Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak


putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
4. Pitiriasis alba
Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun (30-40%). Wanita da
n pria
sama banyak. Lesi berbentuk bulat atau oval. Pada mulanya lesi berwarna merah mu
da atau sesuai
warna kulit dengan skuama halus diatasnya. Setelah eritema menghilang lesi yang
dijumpai hanya
hipopigmentasi dengan skuama halus. Pada stadium ini penderita datang berobat te
rutama pada
orang dengan kulit berwarna. Bercak biasanya multipel 4 sampai 20. Pada anak-ana
k lokasi
kelainan pada muka (50-60%), paling sering di sekitar mulut, dagu, pipi serta da
hi. Lesi dapat
dijumpai pada ekstremitas dan badan. Lesi umumnya asimtomatik tetapi dapat juga
terasa gatal dan
panas.
7,10
Pada pemeriksaan histopatologi tidak ditemukan melanin di stratum basal dan ter
dapat
hiperkeratosis dan parakeratosis. Kelainan ini dapat dibedakan dari vitiligo den
gan adanya batas
yang tidak tegas dan lesi yang tidak amelanotik serta pemeriksaan menggunakan la
mpu wood.
10
Kelainan hipopigmentasi ini dapat terjadi akibat perubahan-perubahan pasca infla
masi dan
efek penghambatan sinar ultra violet oleh epidermis yang mengalami hiperkeratosi
s dan
parakeratosis.
7,10
Terapi pitiriasis alba kadang tidak memuaskan namun penyakit ini dapat menyembu
h
sendiri seiring dengan meningkatnya usia, namun pernah dilaporkan lesi yang mene
tap hingga
dewasa. Terapi yang dapat diberikan berupa kortikostroid topikal. Untuk lesi pit
iriasis alba yang
luas dapat digunakan PUVA.
7

5.Chemical leukoderma
Chemical leukoderma adalah hipomelanosis yang didapat akibat paparan berulang ba
han
kimia tertentu terutama derivat phenol dan sulfhydril. Telah dilaporkan terjadin
ya leukoderma
pada pekerja yang terpajan monobenzil eter hidrokuinon (MBEH) yang digunakan seb
agai
antioksidan. MBEH tidak hanya ditemukan pada desinfektan dan germisida tapi juga
pada tape
adhesive, kontrasepsi diafragma , baju karet, kondom karet, boneka karet, sarung
tangan karet dan
lain-lain.
3,7

Leukoderma yang diakibatkan oleh MBEH dapat menyerupai vitiligo. Makula


hipopigmentasi berwarna putih susu tidak hanya terjadi di tempat aplikasi tetap
i juga dapat terjadi
lesi satelit berupa makula hipopigmentasi gutata pada bagian tubuh lainnya yang
biasanya
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
permanen. Untuk berkembangnya leukoderma ini dapat tidak didahului erupsi iritan
atau dermatitis
kontak sebelumnya. Pada stadium awal leukoderma bersifat reversibel jika paparan
dihentikan.
7
Hipomelanosis oleh karena hidrokuinon biasanya tidak berbatas tegas, tidak terja
di
depigmentasi penuh dan tidak ada lesi satelit. Kelainan ini bersifat reversibel.
Pada pemeriksaan histologi leukoderma karena bahan kimia tidak mempunyai gambara
n
diagnostik yang khas untuk dibedakan dengan vitiligo. Pada makula tidak ditemuka
n melanosit dan
tidak ada perubahan pada epidermis dan dermis.
7,12
Terdapat banyak kemungkinan mekanisme terjadinya leukoderma akibat bahan kimia.
Hal-
hal ini mencakup inhibitor kompetitif tirosinase, hambatan oksidasi sintesis tir
osinase, gangguan
pada sintesis melanosom, gangguan transfer melanosom dari melanosit ke keratinos
it atau
berkurangnya sintesis melanin di melanosom. Sulfhidril merupakan bahan sitotoksi
k yang
menggangu pembentukan melanin dengan cara menghambat tirosinase atau lebih men
gutamakan
pembentukan phaeomelanin dan metabolitnya dibanding melanogenesis.
7
Diagnosis dugaan chemical leukoderma dapat dibuat berdasarkan riwayat paparan ul
ang
terhadap bahan kimia yang telah diketahui dapat menyebabkan leukoderma. Chemical
leukoderma
harus selalu dijadikan diagnosis banding vitiligo. Namun tidak ada tes definitif
atau histologi untuk
membedakan vitiligo dengan chemical leukoderma.
7
Chemical leukoderma bersifat irreversibel jika bahan kimia tersebut tidak seger
a dieliminasi
dengan segera. Leukoderma lokal dan masih pada tahap awal dapat pulih kembali de
ngan cara
menghentikan bahan kimia yang dicurigai dan jika perlu dengan oral atau topikal
PUVA.
Leukoderma yang disebabkan oleh hidrokuinon biasanya pulih secara spontan., ter
utama
jika ditambah dengan sinar ultra violet.
6. Progressive macular hipomelanosis
Progressive macular hipomelanosis (PMH) adalah suatu kondisi yang sering dijump
ai di
India Barat ditandai dengan makula hipopigmentasi yang menyebar cepat pada badan
. Ditemukan
terutama pada usia muda terutama wanita usia 18-25 tahun. Sering disangka sebaga
i pitiriasis
versikolor dan pitiriasis alba.
7,14
Lesi berbentuk makula hipopigmentasi dengan batas tidak tegas, tidak berskuama,
berukuran numular dan dapat berkonfluen dengan predileksi di badan bagian muka d
an belakang.
Patogenesis PMH belum diketahui. Beberapa hipotesis telah diajukan. Menurut Guil
et dkk kelainan
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
ini terjadi karena campuran gen kulit hitam dan putih yang berasal dari orang tu
a penderita. Dugaan
ini timbul karena kelainan ini banyak dijumpai pada ras campuran. Menurut Wiete
dkk kelainan ini
diakibatkan oleh Propionibacterium acnes. Makula hipopigmentasi timbul karena P.
Acnes diduga
menghasilkan zat yang menghambat melanogenesis seperti mekanisme hipopigmentasi
pada
pitiriasis versikolor. Hal ini berdasarkan pengamatannya bahwa lesi makula hipop
igmentasi pada
PMH memberikan flouresensi berwarna merah dan bersifat folikular jika dilakukan
pemeriksaan
lampu Wood. Borelli menduga kelainan ini karena genodermatosis namun tidak ada
data-data yang
mendukung.
14
Gambaran mikroskopis pada lesi menunjukkan melanin sedikit berkurang. Pemeriksaa
n
ultrastruktural menunjukkan pergeseran melanosom tipe IV ke melanosom tipe I-III
yang kecil.
Penemuan ini menunjukkan bahwa kelainan ini mungkin merupakan hasil dari perubah
an ukuran
dan distribusi melanosom.
7,14
Kelainan ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan apapun tapi dapat meny
embuh
secara spontan dalam waktu 3 bulan hingga 4 tahun.
7
Wiete dkk (2004) melakukan penelitian
pengobatan dengan benzoil peroxide dan antibiotik topikal yang berfungsi untuk
menekan P.acnes
dan merangsang melanogenesis dengan hasil yang bagus.
15

7. Pinta (Carate, Mal de Pinta, Azul)


Pinta yang berarti bercak berwarna dalam bahasa Spanyol, disebabkan oleh Trepon
ema
carateum. Pinta adalah satu-satunya treponematosis dengan manifestasi klinis ter
batas pada kulit.
Seperti sifilis, pada pinta terdapat 3 stadium klinis namun berbeda dengan sifil
is pada pinta lesi dari
berbagai stadium dapat ditemukan bersamaan pada satu pasien.
16,17
Lesi primer timbul antara 3 hingga 60 hari setelah inokulasi, berupa papul erite
m, satu atau
lebih. Dalam beberapa minggu berkembang menjadi plak ireguler, hiperkeratotik, l
ikenifikasi dan
dapat mencapai ukuran diameter 20 cm. Lesi timbul pada daerah yang terbuka misal
nya tangan,
kaki, lengan, wajah dan leher. Lesi dapat bertahan hingga tahunan atau sembuh s
ecara spontan
dengan sisa berupa hipopigmentasi.
16,17
Lesi sekunder (pintids) timbul antara 1 hingga 12 bulan kadang tahunan setelah
munculnya
lesi primer, berupa papul eritem yang berkembang menjadi plak. Lesi sekunder mun
gkin tidak
dapat dibedakan dengan lesi primer, namun biasanya lebih kecil dan tidak gatal.
Beberapa lesi
dapat berbentuk anular atau sirsinata dengan batas yang meninggi dimana jumlah t
reponema
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
ditemukan tinggi. Lokasi lesi dapat pada lesi primer yang pertama, atau di badan
, telapak tangan,
dan telapak kaki. Sejalan dengan waktu, lesi berubah warna menjadi coklat atau
tembaga dan
kadang biru, abu-abu atau hitam. Dalam 1 plak dapat dijumpai lebih dari satu war
na.
16,17
Lesi tersier timbul 3 bulan sampai 10 tahun setelah lesi sekunder. Gambaran k
linis utama
berupa depigmentasi seperti vitiligo disertai warna coklat, biru, merah dan ungu
. Lesi mempunyai
batas yang tidak teratur dan berukuran bervariasi. Makula timbul simetris pada p
enonjolan tulang
misalnya pergelangan tangan, jari tangan, tumit, telapak tangan, tumit, dan di
sekitar lesi lama.
Hanya pasien dengan stadium lanjut yang bisa mengalami vitiligo (vitiligo pinta)
.
16,17
Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan akantosis, spongosis, hiperkeratosis,
degenerasi
mencair sel basal. Treponema dapat ditemukan diepidermis pada stadium primer, se
kunder, dan
tersier tapi tidak ditemukan treponema pada makula depigmentasi.
16,17
Terapi yang diberikan berupa injeksi Penisilin Benzathin single dose 1,2 MU unt
uk dewasa
dan anak usia diatas 10 tahun. Jika alergi terhadap penisilin dapat diberikan te
trasiklin 4x500 mg
atau doksisiklin 2x100mg selama 15 hari.
7

Lesi primer atau sekunder dapat hilang setelah terapi diberikan namun lesi stad
ium lanjut
akan menetap seumur hidup.
7,16,17

KESIMPULAN
1. Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial kronis yang disebabkan
oleh M.furfur
2. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis berupa makula hipopigmentasi
dengan
skuama halus diatasnya, flouresensi kuning emas dengan lampu Wood dan ditemukann
ya sel
tunas dengan hifa pendek pada pemeriksaan KOH.
3. Penatalaksanaan meliputi terapi topikal dan sistemik.
4. Terdapat berbagai bentuk kelainan hipopigmentasi yang menyerupai pitiriasis v
ersikolor
dengan berbagai faktor penyebab dan patogenesis yang berbeda. Karena itu diperlu
kan
pemeriksaan yang terperinci untuk menegakkan diagnosis yang tepat supaya dapat d
ilakukan
penatalaksanaan yang terarah dengan hasil yang memuaskan.

Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak


putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
DAFTAR PUSTAKA
1. Rippon. Superficial Infection. Dalam: Medical Mycology. Third edition. WB Sau
nders
company. Philadelphia. 1988:154-9.
2. Radiono S. Pitiriasis Versicolor. Dalam: Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, d
kk, editor.
Dermatomikosis Superfisialis. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001:17-20.
3. Partosuwiryo S, danukusumo HAT. Pitiriasis Versikolor. Dalam: Diagnosis dan
Penatalaksanaan dermatomikosis. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 1992:65-9.
4. Faegemann JN. Pityriais (Tinea) Versicolor, Tinea Nigra and Piedra. Dalam: Ja
cob PH, Nall
L, editor. Antifungal Drug Therapy. Marcel Dekker. New York. 1990:23-5.
5. Klenk AS, Martin AG, Heffernan MP. Yeast infectio: Candidiasis, Pityriasis (T
inea)
Versicolor. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, dkk, editor. Fitzpatrick?s
Dermatology in General Medicine. Sixth edition. Mc Graw-Hill. New York. 2003 : 2
014 -
6.
6. Budimulja U. Mikosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penya
kit Kulit
dan Kelamin. Edisi keempat. FKUI. Jakarta. 2005:99-101.
7. Ortonne JP, Bahadoran P, dkk. Hypomelanosis and Hypermelanosis. Dalam: Freed
berg IM,
Eisen AZ, Wolff K, dkk, editor. Fitzpatrick?s Dermatology in General Medicine. S
ixth
edition. Mc Graw-Hill. New York. 2003 : 836-862.
8. Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit kulit yang umum di Indonesia. Medic
al
Multimedia Indonesia. Jakarta. 2005:33-4.
9. Weeks J, Moser SA, Elewski BE. Superficial cutaneous fungal infection. Dalam:
Dismukes
WE, Pappas PG, Sobel JD. Ed. Clinical Mycology. Oxford. New York 2003: 367-9.
10. Achyar RY. Kelainan-kelainan hipopigmentasi dan vitiligo. Dalam: Simposium K
elainan
Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya. PADVI Cabang Jakarta Raya 1988: 46-59.
11. Nasution D. Penanggulangan kelainan hipopigmentasi dan vitiligo. Dalam: Simp
osium
Kelainan Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya. PADVI Cabang Jakarta Raya. 1988
:
61-6.
12. Soepardiman L. Kelainan pigmen. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor.
Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keempat. FKUI. Jakarta. 2005:289-300.
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
13. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D. Color atlas & synopsis of c
linical
dermatology.. Fourth edition. Mc Graw-Hill. New York 2001:312-20.
14. Westerhof W, Relyveld GN, Kingswijk MM, dkk. Propionibacterium acnes and the

pathogenesis of Progressive macular hypomelanosis. Available at: www.archdermato


l.com
February 2004.
15. Westerhoff W, Relyveld GN, Kingswijk MM, dkk. Treatmen of Progressive macula
r
hypomelanosis. Abstrak Kongres Nasional Perdoski IX. Jakarta 2005.
16. Sanches MR. Endemic (Nonvenereal) treponematosis. Dalam: Freedberg IM, Eisen
AZ,
Wolff K, dkk, editor. Fitzpatrick?s Dermatology in General Medicine. Sixth editi
on. Mc
Graw-Hill. New York. 2003 : 2188-92
17. Kahn IW, Schmidt B, Aberer W, Abere E. Pinta in Austria (or Cuba?) Import of
an extinct
disease?. Available at: www.archdermatol.com june 1999.
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008
Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam bercak
putih pada kulit), 2008
USU e-Repository ? 2008

You might also like