You are on page 1of 21

http://mershaly.wordpress.

com/2010/01/05/laporan-praktikum-kimia-air/

http://ivanhodgson.wordpress.com/2010/07/13/laporan-praktikum-limnologi/

LAPORAN PRAKTIKUM
LIMNOLOGI

Oleh :
Kelompok A2
Bagian 2

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS PADJADJARAN
2010

Daftar Nama Kelompok A2 Bagian 2 Praktikum Limnologi


Mahasiswa Perikanan 2010

No.
Nama
NPM
Tanda tangan
1. Yeni Nur Hafifah 230110090053 1.
2. Naylaturohmah 230110090061 2.
3. Humaira Nurrafita 230110090062 3.
4. Adistyo Mulyonugroho 230110090064 4.
5. Januar C. Wibowo 230110090065 5.
6. Muchamad Syihabulhaq 230110090066 6.
7. Ria Ariati 230110090067 7.
8. Latifah 230110090068 8.
9. Paksi Widhyan Prakoso 230110090073 9.
10. Poberson Naibaho 230110090074 10.
11. Yulianti 230110090075 11.
12. Ahmadi Sofwan Kamal 230110090079 12.
13. Maulana Ridwan 230110090080 13.
14. Kusma I.I. 230110090081 14.
15. Dendy Firmansyah 230110090052 15.
16. Boy Dwikiyarto 230110090054 16.
BAB I
PENDAHULUAN

Limnologi (dari bahasa Inggris: limnology, dari bahasa Yunani: lymne, “danau”, dan logos,
“pengetahuan”) merupakan padanan bagi biologi perairan darat, terutama perairan tawar.
Lingkup kajiannya kadang-kadang mencakup juga perairan payau (estuaria). Limnologi
merupakan kajian menyeluruh mengenai kehidupan di perairan darat, sehingga digolongkan
sebagai bagian dari ekologi.Dalam bidang perikanan, limnologi dipelajari sebagai dasar bagi
budidaya perairan (akuakultura) darat.
Istilah Limnologi pertama kali digunakan oleh seorang ilmuwan berkebangsaan Swiss (François
Alfonse Forel) pada tahun 1892 yang mendefinisikan limnologi sebagai cabang ilmu yang
mempelajari komponen biotik di perairan darat permukaan yang bersifat menggenang atau
lentik. Tahun 1966, Dussart melengkapi definisi tersebut menjadi cabang ilmu yang mempelajari
seluruh fenomena dan saling interaksi antar komponen biotik dan abiotik yang terjadi di
dalamnya, baik pada ekosistem perairan darat permukaan yang tergenang (lentik) maupun pada
perairan darat permukaan yang mengalir (lotik).
Para ahli mencoba menyederhanakan pengertian limnologi ini dengan “ilmu yang mempelajari
proses interaksi faktor fisika, kimia dan biologi dalam sistem perairan darat (inland waters),
dimulai dari garis pantai ke arah darat”, yang dimaksud adalah perairan tergenang dan mengalir
yang berada di daratan. Ilmu limnologi selain mendeskripsikan sifat morfologis, tipe habitat,
keaneka-ragaman hayati, dan proses-proses dasar yang terjadi di dalamnya.
Berdasarkan definisi tersebut, maka objek kajian limnologi mencakup areal garapan yang
meliputi biota (flora dan fauna) yang hidup di dalam badan air dan sedimennya, kualitas air serta
tipe perairan atau bentuk cekungan morfologi perairan dan hidrodinamikanya (yang sangat
mempengaruhi komunitas biota dan kualitas air). Lebih jauh lagi, karena perairan darat itu sangat
terkait dengan daerah/kawasan yang berfungsi sebagai pensuplai airnya (Daerah Aliran
Sungai=DAS), maka pengaruh aktivitas antropogenik di DAS masing-masing perairan darat itu
pun termasuk dalam kajian cabang ilmu yang disebut limnology.
Di dalam ruang lingkup limnology tentu saja banyak factor yang memberikan pengaruh terhadap
perairan. Salah satunya mikroorganisme seperti bakteri yang bertanggung jawab untuk
mendekomposisi limbah organik. Bila bahan organik seperti tanaman mati, daun, kliping rumput,
pupuk, kotoran, atau bahkan sampah makanan hadir dalam pasokan air, bakteri akan memulai
proses pemecahan limbah ini. Ketika ini terjadi, banyak yang tersedia oksigen terlarut
dikonsumsi oleh bakteri aerobik, organisme air lainnya mengambil oksigen yang mereka
butuhkan untuk hidup.
BOD ( Biochemical Oxygen Demand) kebutuhan oksigen biologis merupakan jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh organisme untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan dalam air.
Dengan kata lain, BOD menunjukkan kebutuhan oksigen oleh organisme untuk mengoksidasi
bahan-bahan buangan yang terlarut dalam air
Nitrat dan fosfat dalam tubuh air dapat berkontribusi terhadap tingkat BOD yang tinggi. Yang
menyebabkan kehidupan tanaman dan ganggang untuk tumbuh dengan cepat. Jika tanaman
tumbuh dengan cepat, mereka juga mati dengan cepat. Ini berkontribusi pada limbah organik di
dalam air, yang kemudian diurai oleh bakteri. Hal ini menyebabkan tingkat BOD yang tinggi.
Para suhu air juga dapat berkontribusi untuk tingkat BOD yang tinggi. Seiring dengan
peningkatan suhu air, laju fotosintesis oleh ganggang dan tanaman lainnya di dalam air juga
meningkat. Ketika ini terjadi, tanaman tumbuh lebih cepat dan juga mati lebih cepat. Ketika
tanaman mati, mereka jatuh ke bawah di mana mereka terurai oleh bakteri. Bakteri yang
membutuhkan oksigen untuk proses ini sehingga Direksi tinggi di lokasi ini. Oleh karena itu,
peningkatan suhu air akan mempercepat dekomposisi bakteri dan menghasilkan tingkat BOD
lebih tinggi.
DO (Dissolved Oxygen) atau oksigen terlarut adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam
air, berasal dari udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Ketika Direksi tingkat tinggi,
oksigen terlarut (DO) menurun karena tingkat oksigen yang tersedia di dalam air sedang
dikonsumsi oleh bakteri. kurang oksigen terlarut Sejak tersedia dalam air, ikan dan organisme air
lainnya tidak mungkin bertahan hidup. Untuk mengetahui tingkat BOD, diperlukan waktu 5 hari
untuk melengkapi dan dilakukan dengan menggunakan uji oksigen terlarut kit. Tingkat BOD
ditentukan dengan membandingkan tingkat DO dari sampel air yang diambil langsung dengan
tingkat DO dari sampel air yang telah diinkubasi di lokasi yang gelap selama 5 hari. Perbedaan
antara dua tingkat DO merupakan jumlah oksigen yang diperlukan untuk dekomposisi dari
berbagai bahan organik dalam sampel dan merupakan pendekatan yang baik dari tingkat Direksi.
Ketika tingkat BOD tinggi, terjadi penurunan DO di tingkat. Hal ini karena permintaan oksigen
oleh bakteri yang tinggi dan mereka mengambil oksigen dari oksigen yang terlarut dalam air.
Jika tidak ada hadir sampah organik dalam air, tidak akan ada seperti sekarang banyak bakteri
untuk menguraikannya Direksi dan dengan demikian akan cenderung lebih rendah dan tingkat
DO akan cenderung lebih tinggi.
Pada tingkat BOD yang tinggi, organisme seperti makroinvertebrata yang toleran lebih rendah
oksigen terlarut (yaitu lintah dan cacing lumpur) dapat muncul dan menjadi banyak bertahan.
Organisme yang membutuhkan tingkat oksigen yang lebih tinggi (yaitu caddisfly larva dan nimfa
mayfly) tidak bertahan.
Penghitungan BOD dan DO dilakukan untuk mengetahui kadar oksigen serta kualitas air.Air
merupakan pelarut yang baik, sehingga air di alam tidak pernah murni akan tetapi selalu
mengandung berbagai zat terlarut maupun zat tidak terlarut serta mengandung mikroorganisme
atau jasad renik.Apabila kandungan berbagai zat maupun mikroorganisme yang terdapat di
dalam air melebihi ambang batas yang diperbolehkan, kualitas air akan terganggu, sehingga tidak
bisa digunakan untuk berbagai keperluan baik untuk air minum, mandi, mencuci atau keperluan
lainya. Air yang terganggu kualitasnya ini dikatakan sebagai air yang tercemar. Oleh karena itu
pratikum ini dilakukan untuk meneliti kadar DO dan BOD yang terdapat dalam air.

BAB II
KEGIATAN PRAKTIKUM

1. Tempat dan Waktu Praktikum


Praktikum I
 Tempat : Cekdam
 Waktu : Pukul 08.00 wib

Praktikum II
 Tempat : Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan
 Waktu : Pukul 08.00 wib
Praktikum III
 Tempat : Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan, dan Cekdam
 Waktu : Pukul 08.00 wib

2. Alat dan Bahan Praktikum


2.1 Alat Praktikum :
- Termometer air raksa : Untuk mengukur suhu air yang berada di cekdam
- Seechi disk : Untuk mengukur tranparansi cahaya
- pH meter : Untuk mengukur pH air
- Erlenmeyer 100ml : Untuk menampung sample air
- Refractometer : Untuk mengukur salinitas air
- Pipet tetes : Untuk mengambil sample yang digunakan
- Botol winkler 300 ml : Sebagai media sample dalam percobaan
- Kertas saring (wattmen) : Untuk menyaring sample air
- Corong kecil : Untuk mempermudah dalam memasukkan air
- Gelas ukur : Sebagai media dalam mengukur sample air
- Aquades : Sebagai bahan pengencer air
- Spektrofotometri : Untuk mengukur transmitan atau absorban
- Stopwatch : Sebagai pengukur waktu dalam percobaan
- Buret : Untuk mengeluarkan larutan dengan volume tertentu
2.2 Bahan Praktikum
- larutan indicator Phenolphtalein : Sebagai indikator asam
- larutan NaOH 0,1 N : Sebagai indikator basa
- larutan indicator Methyl Orange : Sebagai indikator basa
- larutan HCL 0,1 N : Sebagai indikator asam
- larutan MnSO4 : Sebagai indikator titrasi
– larutan O2 Reagent : Sebagai indikator titrasi
- larutan Na2S2O3 0,02 N : Sebagai indikator titrasi
- larutan H2SO4 : Sebagai indikator asam

3. Parameter, Metode, dan Alat- alat yang Digunakan


Praktikum 1
Parameter Alat Metode Tempat
Suhu air

Transparansi cahaya
Ph air Termometer air raksa

Seechi disk
Ph meter Termometrik

-
- Cekdam

Cekdam
Cekdam

Praktikum 2
Parameter Alat Metode Tempat
Kadar Oksigen Terlarut

Kadar Amonia

Kadar Absorban DO meter

electrode selektif ion


Spectrofotometer

Titrasi

Titrasi

Spectrofotometrik Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan

Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan

Laboratorium Manajemen Sumber Daya Perairan

Praktikum 3
Parameter Alat Metode Tempat
Produktivitas Primer Oksigen Botol Winkler Titrasi Cekdam

Prosedur Percobaan :
Praktikum I
No Alat dan bahan Metode
1

7 Termometer air raksa

Seechi disk

pH meter

gelas ukur dan gelas


Erlenmeyer 100ml

MnSO4 dan O2 Reagent

H2SO4 pekat

NaS2O3 0,02 N Ukur suhu air pada beberapa titik sampling (rata-rata suhu), pada saat melihat
skala thermometer, ujung termometer harus tetap berada dalam air.
Ukur Transparansi cahaya dengan alat Seechi disk pada beberapa titik dan mahasiswa yang
berbeda agar diperoleh data rata-rata yang akurat.

Ukur pH air dengan alat pH meter, pembacaan nilai pH pada display pH-meter, dicatat paa saat
angka/nilai pH yang terbaca stabil.

Ambil sample air dari suatu perairan (sungai/danau) sebanyak 50 ml dengan gelas ukur, masukan
kedalam gelas Erlenmeyer 100ml.

Buka tutup botol, lalu tambahkan 1/2 ml/8 tetes larutan MnSO4 dan 1 ml larutan O2 Reagent,
tutup botol lalu kocok dan biarkan hingga endapan mengendap sempurna hingga menjadi warna
coklat.
Buka tutup botol, lalu tambahkan 2 ml/15 tetes H2SO4 pekat dengan hati-hati, kemudian tutup
kembali botol winker tersebut, lalu kocok dan biarkan endapan larut sempurna hingga berwarna
kuning.

Masukan 50 ml sample kedalam gelas Erlenmeyer lalu titrasi dengan larutan NaS2O3 0,02 N
hingga warna berubah jadi bening stabil. Catat Na2S2O3 yang terpakai (untuk akurasi data,
lakukan 2 kali untuk point 4 ini, hasilnya dirata-ratakan).

Praktikum II
No Alat dan Bahan Metode
1

Sample

kertas saring

Air saringan dan akuades yang jenuh

botol Winkler

Inkubator

Air dari Cekdam

Saring sample air yang diambil dari periran dengan menggunakan kertas saring bebas abu
Masukan air hasil saringan sebanyak 200 ml kedalam gelas ukur 1000 ml dan encerkan dengan
akuadest 200 ml yang telah jenuh dengan oksigen (telah diareasi sebelumnya), hingga volume
mencapai 400 ml (pengenceran 2 x),kocok agar homogen.

Masukan sample air tersebut kedalam 2 buah botol Winkler hingga penuh dan tutup kedua botol
tersebut dengan hati-hati (jangan terjadi gelembung udara)

Dari 2 botol tersebut, satu botol dikerjakan saat itu juga (dengan prosedur analisis DO)
selanjutnya disebut DO0 (DO Nol hari). Dan botol winkler yang satu lagi disimpan inkubator
dengan suhu 200C selama 5 hari, setelah lima hari diukur DO dengan prosedur yang sama,
selanjutnya disebut DO5 (DO5 hari).

Praktikum III
No Alat dan bahan Metode
1

4 3 botol winkler (1 botol gelap, 2 botol bening )

1 botol gelap dan 1 botol bening

1 botol bening

Botol winkler gelap dan bening yang telah di masukkan dalam air selama 4 jam Ambil sample
air dari permukaan kemudian dimasukkan ke dalam 3 botol winkler sampai meluber lalu ditutup.

Botol winkler bening diikat dengan tali kemudian dimasukkan dalam air, Botol winkler gelap
dimasukkan ke dalam plastik dan kemudian dimasukkan kedalam air. Kemudian di biarkan
selama 4 jam.

botol dikerjakan saat itu juga dengan prosedur analisis DO ( seperti pada praktikum I)

DO diukur dari kedua botol yang telah ditenggelamkan selama 4 jam. Kemudian DO kedua botol
itu dibandingkan dengan botol yang dari awal langsung dicari DO nya.

4. Cara Pengukuran / Analisis


Praktikum I
Perhitungan Alkalinitas Permukaan
Mg/l CO2-bebas= 1000/50 x (ml NaOH terpakai) x 0,1 x 44
Dimana ; 44 = Berat molekul CO2 (Sample Permukaan)
50 = Banyaknya sample yang di titrasi
0,1 = Normalita NaOH
0,41 = ml NaOH Terpakai
Jawab :
1000/50 x 0,41 x 0,1 x 44 = 36,08 ml
Keterangan : Hasil kalibrasi pipet tetes yang digunakan adalah 22 tetes = 1 ml (maka untuk
perhitungan diatas, jumlah tetes NaOH yang terpakai titrasi harus dikonversi ke ml)
Perhitungan Alkalinitas Kedalaman
Mg/l CO2-bebas= 1000/50 x (ml HCL terpakai) x 0,1 x 44
Dimana ; 44 = Berat molekul CO2 (Sample Kedalaman)
50 = Banyaknya sample yang di titrasi
0,1 = Normalita NaOH
0,64 = ml HCL Terpakai
Jawab :
1000/50 x 0,64 x 0,1 x 44 = 56,32 ml
Keterangan : Hasil kalibrasi pipet tetes yang digunakan adalah 22 tetes = 1 ml (maka untuk
perhitungan diatas, jumlah tetes NaOH yang terpakai titrasi harus dikonversi ke ml)
Perhitungan DO Kedalaman :
DO= 8000 x ml Na2S2O3 terpakai x Normalita Na2So2O3 ……………………………… 50
Dimana ; 8000 = Berat molekul O2 dalam 100 ml
50 = Banyaknya sample yang di titrasi
0,294 = ml Na2S2O3 terpakai
0,02 = Normalita Na2So2O3
Jawab : = 8000 x 0,294 ml x 0,02 = 0,09 ml ………………… 50
Perhitungan DO Permukaan :
DO = 8000 x ml Na2S2O3 terpakai x Normalita Na2So2O3 ……………………………… 50
Dimana ; 8000 = Berat molekul O2 dalam 100 ml
50 = Banyaknya sample yang di titrasi
1,82 = ml Na2S2O3 terpakai
0,02 = Normalita Na2So2O3
Jawab : = 8000 x 1,82 ml x 0,02 = 5,83 ml ………………… 50
Praktikum 2
Perhitungan DO0(tidak dimasukkan ke dalam inkubator)
DO0 = 8000 x ml Na2S2O3 terpakai x Normalita Na2So2O3 ……………………………… 50
Dimana ; 8000 = Berat molekul O2 dalam 100 ml
50 = Banyaknya sample yang di titrasi
1,88 = ml Na2S2O3 terpakai
0,02 = Normalita Na2So2O3
Jawab : DO0 = 8000 x 1,88 ml x 0,02 = 6,02 ml ………………… 50
Perhitungan DO5(setelah dimasukkan ke dalam inkubator)
DO5 = 8000 x ml Na2S2O3 terpakai x Normalita Na2So2O3 ……………………………… 50
Dimana ; 8000 = Berat molekul O2 dalam 100 ml
50 = Banyaknya sample yang di titrasi
0,53 = ml Na2S2O3 terpakai
0,02 = Normalita Na2So2O3
Jawab : DO5 = 8000 x 0,53 ml x 0,02 = 1,69 ml ………………… 50
Perhitungan Kadar Amonia
TAN = 1000 Absorban Contoh 5 mikro
25 Absorban Standar
= 1000 0,032 5 mikro
25 0,024
= 0,27 mg/l
Dimana ; 1000 = Volume air
25 = Banyaknya sample yang di titrasi
0,032 = Absorban Contoh
0,024 = Absorban Standar
5 = Standar Alat
Perhitungan BOD
Kadar BOD-5 (mg/l) = DO0 (mg/l) – DO5 (mg/l) x “pengenceran”pl
(pengenceran tergantung jumlah pengenceran yang anda lakukan)
DO0 = 8000 x 1,88 ml x 0,02 = 6,02 ml ………………… 50
DO5 = 8000 x 0,53 ml x 0,02 = 1,69 ml ………………… 50
BOD = DO0 (mg/l) – DO5 (mg/l) x “pengenceran”pl
= (6,02 – 1,69) x 3 = 12,99 mg/l
Praktikum 3
Perhitungan DO(Botol Gelap)
DO = 8000 x ml Na2S2O3 terpakai x Normalita Na2So2O3 ……………………………… 50
Dimana ; 8000 = Berat molekul O2 dalam 100 ml
50 = Banyaknya sample yang di titrasi
1,88 = ml Na2S2O3 terpakai
0,02 = Normalita Na2So2O3
Jawab : = 8000 x 1,88 ml x 0,02 = 6,02 ml …………………
50
Perhitungan DO(Botol Terang)
DO = 8000 x ml Na2S2O3 terpakai x Normalita Na2So2O3 ……………………………… 50
Dimana ; 8000 = Berat molekul O2 dalam 100 ml
50 = Banyaknya sample yang di titrasi
3,05 = ml Na2S2O3 terpakai
0,02 = Normalita Na2So2O3
Jawab : = 8000 x 3,05 ml x 0,02 = 9,76 ml ………………… 50

Perhitungan Net Primary Production


Keterangan :
LB = Jumlah tetes botol terang (Light Bettle)
DB = Jumlah tetes botol gelap (Dark Bettle)
IB = Jumlah tetes botol langsung dititrasi
Diketahui :
LB = 35 tetes
DB = 27 tetes
IB = 32 tetes
Respirasi = (IB DB)
= (32 27) = 5 tetes
GPP = (LB DB)
= (35 27) = 8 tetes
NPP = (LB DB) (IB DB)
= (32 27) (32 27)
=85
= 3 tetes

Perhitungan DO(Net Primary Production)


DO = 8000 x faktor pengali x Normalita Na2So2O3 ……………………………3335
Dimana ; 8000 = Berat molekul O2 dalam 100 ml
35 = Jumlah tetes botol terang (Light Bettle)
1 = Faktor Pengali
0,02 = Normalita Na2So2O3
Jawab : = 8000 x 1 x 0,02 = 4,57 ml ………………… 35

4. Hasil Dan Evaluasi


Praktikum 1
Hasil dan Evaluasi pada praktikum I menghasilkan data parameter suhu air, transparasi cahaya,
pH air yang dilakukan pada tempat cekdam.
Sedangkan pada praktikum II menghasilkan data parameter Kadar Oksigen Terlarut, Kadar
Amonia, Kadar Absorban yang dilakukan pada Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan.
Dan pada praktikum III menghasilkan data parameter Produktivitas Primer Oksigen dan
dilakukan pada cekdam seperti praktikum I.
Pada perhitungan praktikum I :
Perhitungan Alkalinitas Kedalaman = 36,08 ml
Perhitungan Alkalinitas Kedalaman = 56,32 ml
Perhitungan DO Kedalaman = 0,09 ml
Perhitungan DO permukaan = 5,83 ml

Pada perhitungan praktikum II :


Perhitungan DO0 (tidak dimasukkan ke dalam inkubator) = 6,02 ml
Perhitungan DO5(setelah dimasukkan ke dalam inkubator) = 1,69 ml
Perhitungan Kadar Amonia = 0,27 mg/l
Perhitungan BOD = DO0 = 6,02 ml
DO5 = 1,69 ml
BOD = 12,99 mg/l
Pada perhitungan praktikum III :
Perhitungan DO(Botol Gelap) = 6,02 ml
Perhitungan DO(Botol Terang) = 9,76 ml
Respirasi = 5
GPP = 8
NPP = 3
Perhitungan DO(Net Primary Production) = 4,57 ml

KESIMPULAN
Pengertian dari BOD itu sendiri adalah kebutuhan oksigen biokima yang menunjukkan jumlah
oksigen yang digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Sehingga makin banyak bahan
organik dalam air, makin besar B.O.D nya.
Berdasarkan PPMPL (Pusat Penelitian Masalah Pencemaran Lingkungan)
TINGKAT PENCEMARAN
Tingkat BOD (mg/l) COD (mg/l) DO (mg/l)
Rendah 0 – 10 0 – 30 > 5
Sedang 10 – 25 30 – 60 0 – 5
Tinggi > 25 > 60 0

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan maka secara umum dapat disimpulkan bahwa Dalam
perairan oksigen berperan penting dalam proses oksidasi dan reduksi bahan kimia menjadi
senyawa yang lebih sederhana sebagai nutrien yang sangat dibutuhkan organisme perairan.
Sumber utama oksigen diperairan berasal dari proses difusi udara bebas dan hasil proses
fotosintesis.
Untuk mengetahui kualitas suatu perairan, parameter oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan
oksigen biokimia (BOD) memegang peranan penting. Prinsip penentuannya bisa dilakukan
dengan cara titrasi iodometri atau langsung dengan alat DO meter. 3. Suatu perairan yang tingkat
pencemarannya rendah dan bisa dikatagorikan sebagai perairan yang baik yaitu kadar oksigen
terlarutnya (DO) > 5 ppm dan kadar oksigen biokimianya (BOD) berkisar 0 – 10 ppm.
Semakin tinggi nilai DO maka semakin banyak kandungan bahan organik pada limbah. Hal ini
menunjukkan indikasi limbah berat. Semakin tinggi nilai BOD menunjukkan banyaknya bahan
organik yang dapat diuraikan oleh bakteri.
DAFTAR PUSTAKA

Metclaf,Eddy. 2003. Waste Water Engineering Design. Mc.Graw Hill. New York
PPMPL (Pusat Penelitian Masalah Pencemaran Lingkungan).Indonesia
F:\dissolved-oxygen-biochemical-oxygen.html
PUSTEKKOM©2005.html
file:///F:/Semester%202/Lymnology/PRTKM%20LIMNO/LIMNOLOGI=DARI
%20IRA/Oksigen.htm
file:///F:/Semester%202/Lymnology/PRTKM%20LIMNO/LIMNOLOGI=DARI
%20IRA/silabusmatakuliah.html
file:///F:/Semester%202/Lymnology/PRTKM%20LIMNO/LIMNOLOGI=DARI
%20IRA/translate.htm
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan senyawa yang bersifat pelarut universal, karena sifatnya tersebut, maka tidak ada
air dan perairan alami yang murni. Tetapi didalamnya terdapat unsur dan senyawa yang lain.
Dengan terlarutnya unsur dan senyawa tersebut, terutama hara mineral, maka air merupakan
faktor ekologi bagi makhluk hidup. Walaupun demikian ternyata tidak semua air dapat secara
langsung digunakan memenuhi kebutuhan makhluk hidup, tetapi harus memenuhi kriteria dalam
setiap parameternya masing-masing.
Dalam menentukan kualitas air atau baik buruknya perairan dapat ditentukan oleh berbagai
faktor, yaitu : derajat keasaman (pH), oksigen terlarut, karbondioksida bebas, daya menggabung
asam (DMA), salinitas air, dan Chemical Oxigen Demand (COD). Kebutuhan air untuk berbagai
aspek kehidupan menyangkut baik kuantitas maupun kualitasnya. Apabila jumlah airnya
berlebihan atau kurang dari yang dibutuhkan, maka akan mengganggu demikian juga kualitas
airnya harus sesuai dengan peruntukannya.

Tujuan
Derajat keasaman (pH)
Tujuan dari praktikum pengukuran pH adalah :
Untuk mengetahui teknik pengambilan dan pengawetan sampel air untuk menganalisis pH.
Untuk mengetahui teknik analisis perbandingan pH dari masing – masing titik dan atau waktu
pengambilan sampel.
Oksigen terlarut (O2)
Tujuan dari praktikum penentuan oksigen terlarut adalah :
Untuk mengetahui teknik pengambilan sampel air untuk oksigen terlarut.
Untuk mengetahui teknik analisis perbandingan oksigen terlarut dari masing – masing titik atau
waktu pengambilan sampel.
Karbondioksida bebas (CO2)
Tujuan dari praktikum penentuan karbondioksida bebas adalah :
Untuk mengetahui teknik pengambilan sampel air untuk karbondioksida bebas.
Untuk mengetahui teknik analisis perbandingan karbondioksida bebas dari masing – masing titik
dan atau waktu pengambilan sampel.
Daya Menggabung Asam (DMA)
Tujuan dari praktikum penentuan DMA adalah :
Untuk mengetahui teknik pengambilan sampel air untuk DMA
Untuk mengetahui teknik analisis DMA
Chemical Oxigen Demand (COD)
Tujuan dari praktikum penentuan COD adalah :
Untuk mengetahuai teknik pengambilan dan pengawetan sampel air untuk analisis COD.
Untuk mengetahui teknik pengukuran air untuk COD.

TINJAUAN PUSTAKA
Nilai pH merupakan salah satu parameter yang praktis bagi pengukuran kesuburan suatu
perairan. Banyak reaksi kimia penting yang terjadi pada tingkatan pH yang sulit. Menurut jenis
dan aktivitas biologinya suatu perairan dapat mengubah pH dari unit penanganan limbahnya
(Mahida, 1984), tetapi pada umumnya batas toleransi ikan adalah berkisar pada pH 4 “Aerd
penth point” sampai pH 2 “Basie death point”. Perairan yang memiliki kadar pH 6,5 – 8,5
merupakan perairan yang sangat ideal untuk tempat hidup dan produktifitas organisme air.
Derajat keasaman sering juga digunakan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan atau
perairan dalam memproduksi garam mineral. Garam mineral merupakan faktor penentu bagi
semua proses produksi di suatu perairan. Derajat keasaman perairan merupakan suatu parameter
penting dalam pemantauan kualitas air, dengan mengetahui jumlah kadar pH suatu perairan kita
dapat mengetahui tingkat produktifitas perairan tersebut. Kandungan pH dalam suatu perairan
dapat berubah-ubah sepanjang hari akibat dari proses fotosintesis tumbuhan air. Derajat
keasaman suatu perairan juga sangat menentukan kelangsungan hidup organisme dan merupakan
resultan sifat kimia, fisika perairan (Welch, 1952). Jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan
merupakan suatu tolak ukur keasaman. Lebih banyak ion H+ berarti lebih asam suatu larutan dan
lebih sedikit ion H+ berarti lebih basa larutan tersebut. Larutan yang bersifat basa banyak
mengandung OH- dan sedikit ion H+. Keasaman dan kebasaan diukur dengan skala logaritma
antara 1 sampai 14 satuan. Satuan ini disebut pH dan skalanya skala pH. Oleh karena itu, nilai
pH rendah menunjukan kondisi asam, dan nilai pH yang tinggi menunjukan konsentrasi H+
rendah atau konsentrasi OH- tinggi (Nybakken, 1988).
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut
berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Sumber utama oksigen
dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis
organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Kecepatan difusi oksigen dari
udara tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air
dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. Odum (1971) menyatakan bahwa kadar
oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan
semakin tingginya salinitas. Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam
keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut
minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (Swingle, 1968). Idealnya,
kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan
sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (Huet, 1970). KLH menetapkan bahwa
kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut
(Anonimous, 2004).
Kandungan Karbondioksida bebas (CO2) dalam suatu perairan maksimal 20 ppm (Rahmatin,
1976). Kandungan Karbondioksida bebas (CO2) pada suatu perairan melebihi 20 ppm, maka
membahayakan biota laut bahkan meracuni kehidupan organisme perairan. Kandungan
karbondioksida bebas dalam suatu perairan lebih tinggi dari 12 ppm dapat membahayakan
kehidupan organisme perairan, dapat diasumsikan bahwa bila dalam suatu perairan kadar
Karbondioksida (CO2) berlebihan dapat berdampak kritis bagi kehidupan binatang air (Spotte,
1920).
Karbondioksida bebas (CO2) merupakan salah satu gas respirasi yang penting bagi sistem
perairan, kandungan karbondioksida bebas dipengaruhi oleh kandungan bahan organik terurai,
agilasi suhu, pH, dan aktivitas fotosintesis. Sumber CO2 bebas berasal dari proses pembangunan
bahan organik oleh jasad renik dan respirasi organisme (Soesono 1970), dan menurut Widjadja
(1975) karbondioksida bebas dalam perairan berasal dari hasil penguraian bahan-bahan organik
oleh bakteri dekomposer atau mikroorganisme, naiknya CO2 selalu diiringi oleh turunya kadar
O2 terlarut yang diperlukan bagi pernafasan hewan-hewan air. Dengan demikian walaupun CO2
belum mencapai kadar tinggi yang mematikan, hewan-hewan air sudah mati karena kekurangan
O2. Kadar CO2 yang dikehendaki oleh ikan adalah tidak lebih dari 12 ppm dengan kandungan
O2 terendah adalah 2 ppm (Asmawi, 1983).
Istilah karbondioksida bebas digunakan untuk menjelaskan CO2 yang terlarut dalam air, selain
yang berada dalam bentuk terikat sebagai ion bikarbonat ( HCO3) dan ion karbonat ( CO32-).
Karbondioksida bebas (CO2) bebas menggambarkan keberadaan gas CO2 di perairan yang
membentuk keseimbangan dengan CO2 di atmosfer. Nilai CO2 yang terukur biasanya berupa
CO2 bebas. Perairan tawar alami hampir tidak memiliki pH > 9 sehingga tidak ditemukan karbon
dalam bentuk karbonat. Pada air tanah, kandungan karbonat biasanya sekitar 10 mg/L karena
sifat tanah yang cenderung alkalis. Perairan yang memiliki kadar sodium tinggi mengandung
karbonat sekitar 50 mg/L. Perairan tawar alami yang memiliki pH 7 – 8 biasanya mengandung
ion karbonat < 500 mg/L dan hampir tidak pernah kurang dari 25 mg/L. Ion ini mendominasi
sekitar 60 – 90% bentuk karbon organik total di perairan (McNeeley, 1979 dalam Effendi, 2003).
Kadar karbon di perairan dapat mengalami penurunan bahkan hilang akibat proses fotosintesis,
evaporasi dan agitasi air. Perairan yang diperuntukan untuk kepentingan perikanan sebaiknya
mengandung kadar karbondioksida bebas < 5 mg/L. Kadar karbondioksida sebesar 10 mg/L
masih dapat ditolerir oleh organisme akuatik, asal disertai oksigen yang cukup. Sebagian besar
organisme akuatik dapat bertahan hidup hingga kadar karbondioksida bebas mencapai sebesar 60
mg/L (Byod, 1988 dalam Mahida, 1948).
Karbondioksida bebas dalam perairan dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu sebagai berikut :
Difusi dari atmosfer, karbondioksida yang terdapat di atmosfer mengalami difusi secara langsung
ke dalam air.
Air hujan yang jatuh di permukaan bumi secara teoretis memiliki kandungan karbondioksida
sebesar 0,55 – 0,60 mg/L, berasal dari karbondioksida yang terdapat di atmosfer.
Tanah organik yang mengalami dekomposisi mengandung relatif banyak karbondioksida sebagai
hasil proses dekomposisi.
Respirasi tumbuhan, hewan, dan bakteri aerob maupun anaerob.
Sebagian kecil karbondioksida yang terdapat di atmosfer larut ke dalam air membentuk asam
karbonat, yang selanjutnya jatuh sebagai hujan. Sehingga air hujan selalu bersifat asam dengan
nilai pH sekitar 5,6.
Daya Menggabung Asam (DMA) adalah suatu cara menyatakan alkalinitas suatu perairan. Jika
DMA rendah, perairan itu kurang baik daya penyangganya, sebaliknya jika DMA tinggi, maka
perairan tersebut daya produksinya secara hayati bisa menjadi lebih besar dalam batas tertentu
(Soeseno, 1970). Menurut Wardoyo (1981), alkalinitas atau DMA suatu perairan dapat
digunakan sebagai indikator subur atau tidaknya suatu perairan. Alkalinitas juga
menggambarkan kandungan basa dalam kation NH4, Ca, Mg, K, Na, dan Fe yang pada
umumnya bersenyawa dengan anion karbonat dan bikarbonat, asam lemah dan hidroksida.
Soeseno (1974) menyatakan apabila DMA suatu perairan tinggi maka daya produksinya secara
hayati bisa besar, dan apabila DMA perairan rendah maka perairan itu kurang baik daya
penyangganya (soft water).
Berdasarkan penentuan DMA menurut (asmawi, 1983) perairan dibagi menjadi 4 golongan yaitu:
Perairan dengan DMA 0 sampai 0,5.
Perairan golongan ini terlalu asam dan tidak produktif sehingga tidak baik untuk memelihara
ikan.
Perairan dengan DMA 0,5 sampai 2,0.
Perairan ini pH-nya masih belum mantap tetapi sudah dapat di pakai untuk memelihara ikan, dan
produktifitas kandungan bahan organik sudah tergolong tinggi.
Perairan dengan DMA 2,0 sampai 5,0 .
Perairan golongan ini pH-nya sudah agak basa, sangat produktif dan sangat baik untuk
kehidupan ikan.
Perairan dengan DMA 5,0.
Perairan yang ini tarmasuk golongan perairan yang terlalu basa, dengan demikian berarti kurang
baik untuk memelihara ikan.
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan-bahan organik secara kimiawi, dengan reduktornya KMnO4 atau K7Cr2O7
digunakan sebagai sumber oksigen (Oxidixing Agent). Selain itu, penetapannya di dasarkan atas
reaksi oksidasi bahan organik dengan oksigen dan proses tersebut berlangsung secara kimia
dalam kondisi asam dan mendidih, dalam melakukan percobaan COD ini dapat menggunakan
metode permanganat dan bikromat (Soeseno, 1970). Menurut (lee at al., 1978), semakin banyak
bahan organik yang menumpuk dalam suatu perairan, nilai COD akan semakin tinggi dan
kemudian akan menurun dengan adanya dekomposer lebih lanjut dari bahan organik.

MATERI DAN METODE


Materi
Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah kertas pH universal (0-14), botol winkler,
magnetic stirrer, buret dan statif, labu Erlenmeyer, pipet karet,atau pipet seukuran, labu takar,
beker gelas, gelas ukur, botol, penangas air, dan refluks.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah larutan KCI jenuh, sampel air, larutan MnSO4,
larutan KOH-KI, larutan Na2S2O3 0,025 N, larutan K2Cr2O7 0,025 N, larutan H2SO4 4 N,
indikator amilum0,5%, larutan Na2CO3 0,01 N, indikator phenolpthalein 0,5%, larutan HCl 0,1
N, indikator methyl orange 0,1%, larutan KMnO4 0,01 N, larutan asam asetat 0,01 N, akuades,
bubuk HgSO4, dan asam sulfamat.
Waktu dan Tempat
Praktikum penentuan derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), karbondiokosida bebas
(CO2), daya menggabung asam (DMA), dan Chemical Oxygen Demand (COD) dilaksanakan di
Loboratorium Aquatik (Jurusan Perikanan dan Kelautan) Fakultas Sains dan Teknik Universitas
Jenderal Soedirman, Sabtu, 24 Oktober 2009.
Metode
Prosedur penelitian ini yaitu :
Kertas indikator pH diambil selembar dan dicelupkan ke dalam air kran selama beberapa menit
(± 5 menit).
Kemudian perubahan warna yang terjadi pada ke kertas pH tersebut dicocokkan dengan warna
standar dan hasilnya dicatat.
Prosedur pengukuran O2 terlarut yaitu :
Sampel air diambil dengan menggunakan botol Winkler 250 ml, lalu ke dalamnya ditambahkan 1
ml larutan MnSO4, dan 1 ml larutan KOH-KI dengan bantuan pipet seukuran.
Botol sampel ditutup dengan hati-hati agar udara tidak masuk ke dalam botol dan dibolak balik
minimal sebanyak 15 kali dan sesudahnya didiamkan (± 2 menit) sampai terjadi endapan
berwarna coklat atau sampai sekurang kurangnya cairan supernatan menjadi tampak jernih.
Untuk menghindari kontak dengan kulit sarung tangan digunakan.
Selanjutnya larutan H2SO4 pekat sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalamnya dengan bantuan pipet
tetes. Botol ditutup kembali dengan hati-hati dan dikocok dengan baik-baik agar seluruh isi botol
tercampur rata. Lalu pengocokkan dilakukan lagi sampai semua endapan menjadi larut dan
berwarna coklat kekuningan.
Sebanyak 100 ml larutan di atas diambil dengan menggunakan gelas ukur dan dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer. Kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,025 N yang sudah
distandardisasi dan labu erlenmeyer dikocok hingga tercampur merata sampai terjadi perubahan
warna larutan dari coklat sampai kuning muda.
Kedalamnya ditambahkan indikator amilum sebanyak 10 tetes hingga larutan berubah menjadi
warna biru. Titrasi dilanjutkan kembali sampai warna biru tepat hilang (kembali seperti warna
asal). Titran ditambahkan 1 tetes bila saat titik akhir dicapai dan titrasi dilakukan duplo. Volume
titrasi yang dipergunakan dicatat.
Rumus perhitungannya adalah :
Kadar O2 terlarut = x p x q x 8 ml/L

Keterangan :
p = jumlah ml Na2S2O3 yang terpakai
q = normalitas larutan Na2S2O3
8 = bobot setara O2
Prosedur pengukuran CO2 bebas yaitu :
Sampel air diambil dengan botol Winkler 250 ml, diambil 100 ml dengan menggunakan gelas
ukur dan dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer.
Kedalamnya ditambahkan 10 tetes indikator phenolptalein (pp).
Kemudian dititrasi dengan larutan Na2CO3 0,01 N sampai larutan berwarna merah muda tipis
(pink).
Rumus perhitungannya adalah :
Kadar CO2 bebas = x p x q x 22 ml/L
Keterangan :
p= jumlah Na2CO3 yang terpakai
q= normalitas larutan Na2CO3
22= bobot setara CO3
Prosedur Penentuan DMA yaitu :
Sampel air diambil dengan botol sampel 250 ml dengan gelas ukur diambil 100 ml dan
dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer.
Ditambahkan 3 tetes indikator methyl orange (MO).
Kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai larutan berwarna merah bata dan titrasi
dilakukan duplo.
Rumus perhitungannya adalah :
Kadar DMA : x p x q ml/L
Keterangan :
p= jumlah ml larutan HCl yang terpakai
q= normalitas larutan HCl.
Prosedur penentuan Oxygen Demand yaitu :
Sampel air diambil dengan botol sampel dan bila perlu lakukan pengenceran (tingkat
pengenceran tergantung pada kondisi sampel air yang akan diteliti, misalnya dapat 0,5%, 0,1%
atau bahkan lebih kecil lagi, khususnya untuk sampel air dari limbah industri tertentu).
Kemudian ditempatkan ke dalam labu Erlenmeyer sebanyak 100 ml dan ditambahkan sebanyak 5
ml larutan H2SO4 4 N dan 10 ml larutan KMnO4 0,01 N.
Didihkan selama 10 menit dan setelah dingin ditambah sebanyak 10 ml larutan asam oksalat 0,01
N.
Dititrasi dengan larutan KMnO4 0,01 N sampai terbentuk larutan berwarna merah muda (ros).
Rumus perhitungannya adalah :
Kadar COD = 1000/100 × {( 10 + a ) F-10 } × 0,01 × 31,6 mg/L
Keterangan :
a = ml KMnO4 yang terpakai
F = faktor koreksi KMnO4
31,6= berat eqivalen KMnO4
Prosedur penentuan faktor koreksi :
Aquades diambil sebanyak 100 ml dan ditempatkan didalam jabu erlenmeyer.
Kemudian ditambahkan sebanyak 5 ml larutan H2SO4 4 N dan 10 ml larutan asam oksalat 0,01
N. Lalu digoyang – goyangkan hingga merata dan didiamkan 10 menit.
Selanjutnya dititrasi dengan larutan KMnO4 0,01 N sampai terbentuk larutan yang berwarna
merah muda (ros).
Rumus perhitungannya adalah :
Faktor Koreksi = 10/(ml KMnO4)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Tabel 1. Perbandingan hasil percobaan.
Kel Sampel Air Parameter
O2 CO2 DMA pH Salinitas Air COD
1 Air Kran 9,2 2,64 3,6 7 0 20,41
2 Air Kolam 8,8 3,96 1,5 7 0 22,39
3 Air Payau 7,8 - 0,38 8 1,5 -59,6
4 Air Laut 7,4 - 4,1 8 30 24,36
5 Air Hujan 10,4 1,98 1 5 0 18,18

Pembahasan

Keterangan : <8.5 = tidak bisa digunakan untuk perikanan.


4 = tidak terdapat organisme akuatik.
Berdasarkan hasil percobaan dari setiap kelompok, sampel air mempunyai nilai pH yang berbeda
– beda yaitu : air kran 7, air kolam 7 air payau 8, air laut 8, air hujan 5. Sebagian besar ikan dapat
beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan yang mempunyai derajat keasaman berkisar
antara 5-9. Pada kolam budidaya, fluktuasi sangat dipengaruhi oleh proses respirasi karena gas
karbondioksida yang dihasilkannya. Pada kolam yang banyak dijumpai alga atau tumbuhan
lainnya, pH air pada pagi hari biasanya mencapai kurang dari 6,5 sedangkan pada sore hari dapat
mencapai 8-9.
Air kran memiliki tingkat derajat keasaman (pH) 7 artinya ikan yang hidup dalam air kran
mempunyai produktifitas sedang dan pengaruh air kran terhadap ikan adalah baik untuk
reproduksi. Hal ini berarti air kran baik untuk budidaya ikan, karena pH dibawah 6,5
produktifitas lambat atau bahkan mematikan dan tidak ada reproduksi sedangkan tingkat
keasaman >8,5 kondisi air terlalu basa sehingga tidak ada reproduksi dan tidak bisa untuk
budidaya ikan.

Tabel 2. Pengaruh kisaran pH terhadap ikan.


Kisaran pH Pengaruh Terhadap Ikan
4-5 Tingkat keasaman yang mematikan dan tidak ada reproduksi
4-6,5 Pertumbuhan Lambat
6,5-9 Baik untuk Reproduksi
>11 Tingkat alkalinitas mematikan

Keterangan : <2 = mengakibatkan kematian


5 = baik untuk perairan (perikanan)
Berdasarkan grafik diatas nilai oksigen terlarut pada sampel berbeda – beda yaitu : air kran 9,2
ml/L, air kolam 8,8 ml/L, air payau 7,8 ml/L, air laut 7,4 ml/L sedangkan pada air hujan adalah
10,4 ml/L. Hasil praktikum kelompok 1 dengan menggunakan sampel air kran didapat nilai
oksigen terlarut sebesar 9,2 ml/L. Menurut Mc Neely et al (1979), di perairan tawar kadar
oksigen terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari 10 ml/L. Berdasarkan pendapat Mc
Neely et al, diatas maka hasil praktikum sesuai dengan pendapat Mc Neely et al karena air kolam
memiliki nilai oksigen terlarut 6,5 mg/L.
Jumlah oksigen terlarut dalam perairan tidak konstan seperti di udara, tetapi berfluktuasi dengan
nyata tergantung pada kedalaman suhu, angin, dan banyaknya kegiatan (Ewusie, 1990). Kadar
oksigen terlarut suatu perairan dapat juga digunakan sebagai petunjuk kualitas suatu perairan
(Welch, 1952). Hal ini ditunjukan pada grafik diatas bahwa air hujan adalah air yang memiliki
kadar oksigen terlarut terbesar diantara air yang lain. Artinya bahwa air hujan adalah air yang
paling efektif untuk kehidupan makhluk hidup di perairan yang berkualitas. Sumber utama dalam
perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dari hasil fotosintesis organisme yang
hidup dalam perairan (Salmin, 2000).

Keterangan : < 5 mg/l = baik untuk perikanan.


10 mg/l = masih dapat ditolerir oleh organisme akuatik.
60 mg/l = batas akhir perairan yang baik untuk perikanan.

Berdasarkan grafik di atas, kandungan karbondioksida bebas pada masing-masing sampel air
berbeda. Data yang diperoleh yaitu : pada air kran kandungan CO2 sebanyak 2,64 ml/L, air
kolam sebanyak 3,96 ml/L, air hujan sebanyak 1,98 ml/L, air laut sebanyak 0 ml/L dan pada air
payau sebanyak 0 ml/L. Dari data tersebut menunjukan perbandingan antara sampel air yang satu
dengan sampel air yang lain. Terlihat bahwa kandungan CO2 bebas pada tiap-tiap sampel air
memiliki masing-masing kandungan CO2 bebas yang berbeda – beda. Hasil praktikum kelompok
1 menggunakan air kran mempunyai kandungan CO2 sebanyak 2,64 ml/L, sehingga air kran baik
untuk budidaya perikanan.
Dalam suatu perairan terdapat perbandingan antara CO2, O2, DMA, COD dan pH. Perbandingan
tersebut yaitu apabila suatu perairan memiliki kandungan CO2 tinggi maka perairan tersebut
akan memiliki kandungan O2 rendah, COD lebih tinggi, DMA lebih rendah dan pH yang tinggi.
Hal tersebut dikarenakan dalam suatu perairan yang terdapat banyak organisme, maka
dibutuhkan banyak O2, sehingga O2 dalam perairan tersebut berkurang, dan organisme tersebut
mengeluarkan banyak CO2, jadi kandungan CO2 dalam perairan tersebut bertambah, sehingga
kandungan pH dalam air tersebut tinggi (bersifat basa). Demikian pula sebaliknya apabila
kandungan CO2 rendah.
Karbondioksida bebas ditentukan berdasarkan teori bahwa CO2 bebas hanya terdapat dalam air
pada pH di bawah 7. Pada air dingin diteteskan indikator phenolphthalein sebanyak 10 tetes dan
di titrasi sampai berwarna merah muda. Banyaknya Na2CO3 yang terpakai dalam titrasi
menunjukan CO2 bebas dalam air. Apabila setelah di titrasi air tersebut berwarna merah muda,
berarti pH pada sampel air tersebut diatas 7. Kadar CO2 bebas sebesar 10 mg/L masih dapat
ditolerir oleh organisme akuatik, asal disertai dengan kadar oksigen yang cukup. Sebagian besar
organisme akuatik masih dapat bertahan hidup hingga kadar karbondioksida bebas mencapai
sebesar 60 mg/L (Wardoyo, 1981).

Keterangan : <0,5 = perairan tidak produktif


0,5-2 = produktifitas sedang
<2-2,5 = produktifitas tinggi
Berdasarkan grafik di atas, perbandingan daya menggabung asam (DMA) pada masing-masing
sampel air berbeda. Data yang diperoleh yaitu : air kran 3,6 ml/L, air kolam 2,5ml/L, air payau
0,38 ml/L, air laut 4,1 ml/L, air hujan 1 ml/L. Nilai alkanitas yang terlalu tinggi atau rendah
dapat menghambat perkembangan organisme perairan, DMA perairan berkisar antara 2,0-5,0
ppm dan membagi perairan menjadi empat golongan sebagai berikut:
Perairan dengan DMA 0-0,5 terlalu asam dan tidak produktif sehingga tidak baik untuk
pemeliharaan ikan.
Perairan dengan DMA 0,5-2,0 memiliki pH belum mantap tapi sudah dapat dipakai untuk
memelihara dan produktifitasnya tergolong tinggi.
Perairan dengan DMA 2,0-4,0 pH sudah agak basa, sangat produktif dan baik untuk
pemeliharaan ikan.
Perairan dengan DMA 5,0 maka tergolong terlampau basa sehingga kurang baik untuk
pemeliharaan ikan (Soeseno, 1974).
Alaerts (1984) menyatakan bahwa alkanitas/DMA adalah kapasitas air untuk menetralkan
tambahan asam tanpa penurunan nilai pH larutan. Alkanitas merupakan gambaran kadar basa
dari kation NH4, Ca, Mg, K, Na, dan Fe yang umumnya bersenyawa dengan anion karbonat,
bikarbonat, asam lemah, dan hidroksil. Alkanitas juga merupakan kapasitas air untuk menerima
proton. Besar kecilnya nilai alkanitas total atau DMA suatu perairan dapat menunjukkan
kapasitas penyangga dan tingkat kesuburannya. Kesadahan air merupakan banyaknya garam-
garam magnesium dan kalsium yang terlarut yang digambarkan sebagai mg/L kalsium karbonat.
Air dengan kesadahan rendah diklasifikasikan sebagai badan air yang mengandung kurang dari
50 mg/L kalsium karbonat. Dari grafik diatas diketahui bahwa air laut adalah air yang paling
banyak mengandung DMA, artinya bahwa air laut memiliki daya menggabung asam yang baik
dan juga memiliki daya ikat proton yang baik pula. Semakin tinggi tingkat DMA suatu perairan
maka semakin tinggi kapasitas penyangga dan semakin tinggi tingkat kesuburannya.

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan-bahan organik secara kimiawi, dengan reduktornya KMnO4 atau K7Cr2O7
digunakan sebagai sumber oksigen (Oxidixing Agent). Selain itu, penetapannya di dasarkan atas
reaksi oksidasi bahan organik dengan oksigen dan proses tersebut berlangsung secara kimia
dalam kondisi asam dan mendidih. Dalam melakukan percobaan COD ini dapat menggunakan
metode permanganat dan bikromat (Soeseno, 1970). Menurut Santika dan G. Alerts (1987) COD
adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat -zat organik yang ada
dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen
(Oxidizing Agent). Proses aerasi adalah proses penambahan oksigen (Sugiharto, 1987). Dengan
menambahkan oksigen maka kadar COD akan mengalami perubahan sehingga proses aerasi
dapat menurunkan kadar COD.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum adalah :
Nilai perbandingan pH pada pustaka dan air kran berbeda. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain faktor suhu, tingkat kecerahan air, warna, serta sifat fisika dan kimia lain pada
perairan tersebut.
Kadar oksigen terlarut dalam perairan sangat bervariasi tergantung pada suhu, salinitas,
turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian serta semakin kecil
tekanan atmosferkadar oksigen terlarut di air semkin kecil.
Kandungan CO2 bebas dalam suatu perairan tidak sama. Apabila kandungan CO2 dalam suatu
perairan tinggi, maka kadar O2 perairan tersebut rendah dan pHnya tinggi sehingga perairan
tersebut bersifat basa. Karbondioksida sebesar 10ml/L masih dapat ditolerir oleh organisme
akuatik asal disertai oksigen yang cukup.
Untuk menunjukkan kapasitas penyangga dan tingkat kesuburan suatu perairan dapat dilihat
berdasarkan besar kecilnya nilai alkalinitas total atau DMA.
Semakin banyak bahan organik yang menumpuk dalam suatu perairan, nilai COD akan semakin
tinggi dan kemudian akan menurun dengan adanya dekomposer lebih lanjut dari bahan organik.
5.2 Saran
Dalam hal ini praktikan hanya memberikan saran bahwa air kran dapat digunakan sebagai media
untuk budidaya perikanan karena fakor – faktor yang mempengaruhi kondisi kimia air sudah
cocok dan tepat untuk reproduksi dan kelangsungan hidup organisme akuatik.

DAFTAR PUSTAKA
Asmawi, S. 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba . PT. Gramedia, Jakarta.
Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourt Printing. Auburn University
Agricultural Experiment Station, Alabama USA. 395.
G, Alaerts dan S.S. Santika. (1987). Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Graham, J.B. 1997. Air Breating Fishes. Academic Press, London.
Huet, H.B.N. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Bioiogical Problems in Water Pollution.
PHS. Publ. No. 999-WP-25. 160-167 pp.
Lee,C.D. wang and C. L. Kuo 1978. Benthos Makro invertebrate and fish as biologycal indikator
of water quality. In E.A.R. Quano. Asian Ins. Teach, Bangkok.
Mahida, U. N. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. C. V. Rajawali. Jakarta.
Mc Neelev, 1978 dalam Effendi Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya
dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanius. Yogyakarta.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of ecology. Third edition. W. saunders. CO, Philadelphia.
Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan
Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator Pencemaran, Hasil Studi di Perairan
Estuarin Sungai Dadap, Tangerang (Djoko P. Praseno, Ricky Rositasari dan S. Hadi Riyono,
eds.) P3O – LIPI hal 42 – 46.
Soeseno, S. 1970. Limnologi. Direktorat JenderaL Perikanan Departemen Perikanan, Jakarta.
Soeseno. S . 1970. Limnologi untuk Sekolah Perikanan Menengah Atas. IPB, Bogor.
Soeseno. 1970. Pencemaran Lingkunga. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa
Tengah.
Soeseno,S.1974.Limnologi.Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan : Jakarta.
Sugiharto. (1987). Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UIP: 6-7.
Swingle, H.S. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and Pond Muds. F.A.O.
Fish, Rep. 44, 4 , 379 – 406 pp.
Wardoyo. S. T. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Perikanan dalam Analisa Dampak
Lingkungan. PLN-PUDSI. IPB. Bogor.

You might also like