Professional Documents
Culture Documents
BAHAN PRESENTASI
OLEH:
TINGG
I BAIK
RENDAH
BURU
K
NTT,
Bengkulu,
Maluku
Daerah kabupaten/kota yang berada pada peringkat sepuluh persen terbawah, umumnya merupakan
daerah dengan basis ekonomi yang bersandar pada sektor primer (khususnya pertanian). Dengan
basis ekonomi sektor pertanian, secara implisit daerah ini mempunyai karakteristik nilai tambah yang
rendah. Kabupaten/kota dalam kelompok ini juga ditandai dengan peran sektor Pemerintah yang relatif
cukup dominan (ditandai dengan government size dan belanja pelayanan publik yang cukup besar). Di
lain pihak kabupaten/kota yang ada pada sepuluh persen terbawag memiliki penduduk yang sedikit,
yang berakibat pada sedikitnya jumlah angkatan kerja.
2. PEMETAAN DAYA SAING DAERAH
KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN
INDIKATOR INPUT
2.1.PEMETAAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN TOTAL INPUT
Sepuluh Persen Peringkat Teratas Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota Berdasarkan Indikator Total Input
(Berdasarkan Hasil Penelitian PPSK BI dengan LP3E FE UNPAD Tahun 2007)
NO Kabupaten/Kota Score NO Kabupaten/Kota Score
1. Kab. Aceh Utara (NAD) 31,54 23. Kota Kediri (Jatim) 3,78
2. Kab. Mimika (Papua) 15,12 24. Kab. Malinau (Kaltim) 3,75
3. Kota Bontang (Kaltim) 10,18 25. Kab. Sidoarjo (Jatim) 3,72
4. Kab. Natuna (Rikep) 9,98 26. Kota. Tangerang (Banten) 3,66
5. Kota Lhokseumawe (NAD) 9,22 27. Kota Semarang (Jateng) 3,60
6. Kota Surabaya (Jatim) 9,16 28. Kab. Raja Ampat (Papua Barat) 3,54
7. Kab. Siak (Riau) 9,08 29. Kota Yogyakarta (DIY) 3,53
8. Kab. Kutai Kartanegara (Kaltim) 8,20 30. Kab. Kutai Barat (Kaltim) 3,41
9. Kab. Kutai Timur (Kaltim) 7,86 31. Kota Bekasi (Jabar) 3,40
10. Kota Cilegon (Banten) 7,25 32. Kota Denpasar (Bali) 3,37
11. Kab. Bengkalis (Riau) 7,03 33. Kota Balikpapan (Kaltim) 3,37
12. Kab. Bireuen (NAD) 6,55 34. Kab. Rokan Hilir (Riau) 3,34
13. Kota Tangerang (Banten) 5,94 35. Kota Batam (Rikep) 3,29
14. Kab. Bekasi (Jabar) 5,87 36. Kab. Serang (Banten) 3,24
15. Kab. Bogor (Jabar) 5,20 37. Kota Padang (Sumbar) 3,19
16. Kota Bandung (Jabar) 5,19 38. Kab. Bulungan (Kaltim) 3,10
17. Kota Banda Aceh (NAD) 5,12 39. Kab. Berau (Kaltim) 3,07
18. Kab. Sumbawa Barat (NTB) 4,97 40. Kab. Gresik (Jatim) 3,05
19. Kab. Sorong (Papua Barat) 4,01 41. Kota Samarinda (Kaltim) 3,03
20. Kab. Sorong Selatan(Papua Barat) 3,91 42. Kota Palembang (Sumsel) 2,98
21. Kota Medan (Sumut) 3,86 43. Kota Makassar (Sulsel) 2,96
22. Kab. Bandung (Jabar) 3,81 44. Kab. Penajam Paser Utara (Kaltim) 2,96
Daerah yang Mendominasi Sepuluh Persen Teratas Peringkat
Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota Berdasarkan Indikator Total Input
Luar Jaw
Jaw a
a Daerah yang Basis
Daerah yang Kaya akan Potret daya saing Ekonomi pada
Sumberdaya Alam kabupaten/kota berdasarkan Sektor Industri dan
indikator input ini
(SDA) menghasilkan Jasa
pengelompokan sebagian (Daerah Perkotaan)
besar daerah kedalam dua
kelompok, yaitu
1. Daerah kab/kota yang
memiliki basis ekonomi yang
bersumber pada kekayaan
SDA. Pada umumnya berada
di luar Pulau Jawa
Kab. Aceh Utara, Kota Surabaya,Kota Cilegon,
Kab. Mimika, 2. Daerah kab/kota dengan Kab. Tangerang,Kab. Bekasi,
basis ekonomi sebagian
Kota Bontang, besar dari aktivitas sektor Kota. Bandung,Kota Medan,
Kota Lhokseumawe, industri dan sektor jasa. Pada Kab. Bandung,Kota Kediri,
umumnya berada di Pulau
Kab. Kutai Kartanegara, Jawa. Kab. Sidoarjo,
Kab. Sorong,Dll. Kota Semarang
Sepuluh Persen Peringkat Terbawah Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota Berdasarkan Indikator Total Input
(Berdasarkan Hasil Penelitian PPSK BI dengan LP3E FE UNPAD Tahun 2007)
BENGKUL
Daerah dengan Basis U Daerah yang miskin
Ekonomi Akan Sumberdaya
Pada Sektor Pertanian) DAN Alam (SDA)
NTT
10% Peringkat Teratas Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota Berdasarkan Subindikator Perekonomian Daerah
(Berdasarkan Hasil Penelitian PPSK BI dengan LP3E FE UNPAD Tahun 2007)
NO Kabupaten/Kota Score NO Kabupaten/Kota Score
1. Kab. Aceh Utara (NAD) 4,329 23. Kab. Berau (Kaltim) 0,876
2. Kota Bontang (Kaltim) 3,596 24. Kota Balikpapan (Kaltim) 0,844
3. Kab. Mimika (Papua) 3,156 25. Kota Batam (Rikep) 0,838
4. Kota Lhokseumawe (NAD) 2,760 26. Kota Medan (Sumut) 0,793
5. Kab. Siak (Riau) 2,340 27. Kab. Kaimana (Papua Barat) 0,780
6. Kab. Kutai Kartanegara (Kaltim) 2,339 28. Kab. Luwu Timur (Sulsel) 0,767
7. Kab. Kutai Timur (Kaltim) 2,029 29. Kab. Bulungan (Kaltim) 0,766
8. Kab. Bengkalis (Riau) 2,020 30. Kab. Kampar (Riau) 0,743
9. Kab. Bireuen (NAD) 1,880 31. Kab. Pasir (Kaltim) 0,737
10. Kab. Sumbawa Barat (NTB) 1,781 32. Kab. Nunukan (Kaltim) 0,700
11. Kota Kediri (Jatim) 1,417 33. Kab. Kutai Barat Kaltim) 0,695
12. Kota Surabaya (Jatim) 1,392 34. Kab. Indramayu (Jabar) 0,694
13. Kota Banda Aceh (NAD) 1,386 35. Kab. Cilacap (Jateng) 0,689
14. Kab. Natuna (Rikep) 1,261 36. Kab. Sidoarjo (Jatim) 0,686
15. Kab. Sorong (Papua Barat) 1,194 37. Kab. Penajam Paser Utara (Kaltim) 0,672
16. Kab. Rokan Hilir (Riau) 1,089 38. Kab. Labuhan Batu (Sumut) 0,669
17. Kab. Sorong Selatan(Papua Barat) 1,042 39. Kab. Sukamara (Kalteng) 0,659
18. Kab. Raja Ampat (Papua Barat) 1,021 40. Kota Padang (Sumbar) 0,650
19. Kab. Bekasi (Jabar) 0,985 41. Kota Yogyakarta (DIY) 0,647
20. Kab. Malinau (Kaltim) 0,968 42. Kota Samarinda (Kaltim) 0,615
21. Kota Cilegon (Banten) 0,924 43. Kota Tangerang (Banten) 0,611
22. Kab. Musi Banyuasin (Sumsel) 0,888 44. Kota Denpasar (Bali) 0,587
10% Peringkat Terbawah Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota Berdasarkan Subindikator Perekonomian Daerah
(Berdasarkan Hasil Penelitian PPSK BI dengan LP3E FE UNPAD Tahun 2007)
SUB
INDIKATOR VARIABEL
INDIKATOR Hasil pemetaan sepuluh persen peringkat
INPUT
INPUT teratas daya saing daerah kab/kota berdasarkan
indikator perekonomian daerah, menunjukkan
PEREKONOMIAN •Primer
DAERAH Produktivitas •Sekunder bahwa seluruh kab/kota pada Provinsi
Sektoral •Tersier Kalimantan Timur kecuali Kota Tarakan
termasuk kedalam sepuluh persen peringkat
SDM DAN KETE- teratas. Sedangkan untuk peringkat sepuluh
NAGAKERJAAN Keuangan •Kapasitas persen terbawah, kab/kota yang berada pada
Daerah fiskal daerah kelompok ini pada umumnya memiliki peringkat
•Government
LINGKUNGAN
daya saing yang rendah dari variabel-variabel
size
USAHA PROUKTIF yang termasuk dalam sub indikator
Keterbukaan
,Investasi, perekonomian daerah, kecuali untuk variabel
dan •Potensi ekspor government size. Masih tingginya government
INFRASTRUKTUR, total daerah size lebih disebabkan karena kinerja
SDA, LINGKUNGAN
Kemahalan
•Total investasi
Daerah per kapita perekonomian yaitu PDRB yang masih rendah.
•Indeks Hal ini terbukti dari rendahnya nilai dan
PERBANKAN DAN kemahalan kapasitas fiskal daerah, yang mencerminkan
LEMB.KEUANGAN daerah
rendahnya kinerja perekonomian dari daerah
•Firm Density
tersebut.
2.3.PEMETAAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN SUBINDIKATOR SDM DAN KETENAGAKERJAAN
10% Peringkat Teratas Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota Berdasarkan Subindikator SDM dan Ketenagakerjaan
(Berdasarkan Hasil Penelitian PPSK BI dengan LP3E FE UNPAD Tahun 2007)
Dominasi Dominasi
SUB
INDIKATOR VARIABEL 10% 10%
INDIKATOR Teratas terbawah
INPUT
INPUT
PEREKONOMIAN •Jumlah Penduduk
DAERAH •Rasio Kab/kota di luar
Kab/kota di
ketergantungan Pulau Jawa
SDM •Rata-rata lama Pulau Jawa (NTT)
SDM DAN KETE- sekolah penduduk
NAGAKERJAAN
•Angka Harapan Dominasi 10% peringkat teratas adalah kab/kota di pulau Jawa
Hidup karena dari sisi kependudukan, sebagian besar penduduk
LINGKUNGAN Indonesia terkonsentrasi di pulau Jawa. Rasio ketergantungan
USAHA PROUKTIF KETEN kab/kota yang termasuk 10% peringkat teratas di pulau Jawa
AGAKER •Rata-rata lama pada umumnya rendah. Sebagian besar kab/kota di pulau
JAAN sekolah tenaga Jawa memiliki rata-rata lama sekolah tenaga kerja yang masih
INFRASTRUKTUR, kerja berada diatas rata-rata nasional. Selain itu kab/kota yang ada
SDA, LINGKUNGAN •Jumlah di pulau Jawa memiliki jumlah angkatan kerja yang lebih tinggi
Angkatan Kerja dibandingkan kab/kota yang lain di Indonesia.Dominasi 10%
•Laju peringkat terbawah adalah kab/kota di luar pulau Jawa,
PERBANKAN DAN Pertumbuhan terutama di Provinsi NTT. Hal ini dikarenakan nilai dari
LEMB.KEUANGAN jumlah angkatan variabel-variabel yang termasuk dalam sub indikator SDM dan
kerja Ketenagakerjaan untuk kab/kota yang termasuk dalam
kelompok ini di bawah nilai rata-rata nasional, sehingga
peringkat daya saingnya untuk sub indikator SDM dan
ketenagakerjaan secara relatif berada jauh di bawah kab/kota
lainnya di Indonesia.
2.4.PEMETAAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN
SUBINDIKATOR LINGKUNGAN USAHA PRODUKTIF
10% Peringkat Teratas Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota Berdasarkan Subindikator Lingkungan Usaha Produktif
(Berdasarkan Hasil Penelitian PPSK BI dengan LP3E FE UNPAD Tahun 2007)
SUB
INDIKATOR Hasil menunjukkan bahwa sepuluh persen peringkat teratas
INDIKATOR VARIABEL didominasi oleh kab/kota yang kaya akan sumber daya alam
INPUT
INPUT dan atau yang memiliki basis ekonomi sektor industri. Setengah
dari kab/kota yang termasuk dalam peringkat ini merupakan
PEREKONOMIAN kab/kota di Pulau Jawa yang memiliki insentisitas yang lebih
DAERAH dalam aktivitas ekonomi di sektor industri. Tingginya daya saing
•Nilai tambah sektor ini terutama didorong oleh variabel jumlah sambungan telepon
KONDISI pengangkutan per kapita per kapita, konsumsi listrik industri dan rumah tangga per kapita,
TRANSPORT •Kondisi jalan menurut produksi listrik per kapita, konsumsi BBM industri dan rumah
SDM DAN KETE- tangga per kapita, rasio luas lahan produkstif terhadap total luas
ASI DAN kualitas jalan
NAGAKERJAAN lahan, dan variabel sumber daya air per kapita. Untuk kab/kota
KOMUNIKASI •Jumlah sambungan
telepon per kapita di luar Pulau Jawa yang termasuk dalam kelompok ini, pada
umumnya merupakan daerah yang kaya akan sumber daya
LINGKUNGAN alam dan atau daerah industri pengolah hasil sumber daya
USAHA PROUKTIF • Konsumsi listrik industri alam. Tingginya daya saing ini terutama didorong oleh variabel
KONDISI dan rumah tangga per nilai tambah sektor pertambangan dan penggalian per kapita,
ENERGI kapita konsumsi listrik industri dan rumah tangga per kapita, produksi
• Produksi listrik per kapita listrik per kapita, konsumsi BBM industri dan rumah tangga per
INFRASTRUKTUR, • Konsumsi BBM industri
SDA, LINGKUNGAN kapita, dan nilai tambah sektor pertambangan dan penggalian
dan rumah tangga per per kapita.
kapita
Sedangkan hasil pemetaan daerah yang termasuk dalam
PERBANKAN DAN KONDISI SDA sepuluh persen terbawah peringkat daya saing kab/kota, pada
LEMB.KEUANGAN • Rasio luas lahan produktif umumnya merupakan daerah kab/kota yang miskin sumber
DAN
terhadap total luas lahan daya alam dan memiliki basis ekonomi utama sektor pertanian.
LINGKUNGAN
• Sumber daya air per Seluruh kab/kota yang termasuk dalam kelompok ini terletak di
kapita luar Pulau Jawa. Hal ini dikarenakan daerahnya relatif lebih
• Nilai tambah sektor miskin, kondisi infrastruktur dan kondisi alam relatif lebih buruk
pertambangan dan dibandingkan kab/kota yang lainnya di Indonesia.
penggalian per kapita
2.6. PEMETAAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN
SUBINDIKATOR PERBANKAN DAN LEMBAGA KEUANGAN
10% Peringkat Teratas Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota Berdasarkan Subindikator Perbankan dan Lembaga Keuangan
(Berdasarkan Hasil Penelitian PPSK BI dengan LP3E FE UNPAD Tahun 2007)
NO Kabupaten/Kota Score NO Kabupaten/Kota Score
1. Kota Bandung (Jabar) 0,769 23. Kab. Bogor (Jabar) 0,142
2. Kota Surabaya (Jatim) 0,503 24. Kab. Badung (Bali) 0,142
3. Kota Semarang (Jateng) 0,368 25. Kota Batam (Riau Kep.) 0,138
4. Kota Denpasar (Bali) 0,341 26. Kota Pekanbaru (Riau) 0,138
5. Kota Medan (Sumut) 0,332 27. Kab. Banyuwangi (Jatim) 0,136
6. Kab. Tangerang (Banten) 0,316 28. Kab. Jember (Jawa Timur) 0,135
7. Kab. Kutai Barat (Kaltim) 0,307 29. Kab. Blitar (Jatim) 0,133
8. Kab. Bekasi (Jabar) 0,272 30. Kab. Gresik (Jatim) 0,130
9. Kab. Bandung (Jabar) 0,242 31. Kab. Banyumas (Jateng) 0,129
10. Kota Surakarta (Jateng) 0,237 32. Kota Cirebon (Jabar) 0,129
11. Kota Pekalongan (Jateng) 0,233 33. Kota Malang (Jatim) 0,129
12. Kab. Sidoarjo (Jatim) 0,232 34. Kab. Kudus (Jateng) 0,125
13. Kota Yogyakarta (DIY) 0,211 35. Kab. Pemalang (Jateng) 0,120
14. Kab. Malang (Jatim) 0,182 36. Kab. Ponorogo (Jatim) 0,118
15. Kab. Aceh Utara (NAD) 0,162 37. Kota Depok (Jabar) 0,116
16. Kota Bekasi (Jabar) 0,160 38. Kab. Karawang (Jabar) 0,114
17. Kota Palembang (Sumsel) 0,159 39. Kota Samarinda (Kaltim) 0,112
18. Kota Tangerang (Banten) 0,159 40. Kota Pagar Alam (Sumsel) 0,110
19. Kota Makassar (Sulsel) 0,157 41. Kab. Sleman (DIY) 0,108
20. Kota Bogor (Jabar) 0,148 42. Kota Batu (Jatim) 0,108
21. Kab. Kediri (Jatim) 0,145 43. Kab. Muara Enim (Sumsel) 0,107
22. Kota Bandar Lampung (Lampung) 0,143
10% Peringkat Terbawah Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota Berdasarkan Subindikator Perbankan dan Lembaga Keuangan
(Berdasarkan Hasil Penelitian PPSK BI dengan LP3E FE UNPAD Tahun 2007)
Dominasi Dominasi
SUB
INDIKATOR VARIABEL 10% 10%
INDIKATOR Teratas terbawah
INPUT
INPUT
PEREKONOMIAN •Jumlah kantor
DAERAH bank Kab/kota di luar
• Rasio volume
Kab/kota di
Pulau Jawa
nilai usaha Pulau Jawa
SDM DAN KETE- terhadap jumlah
NAGAKERJAAN
koperasi aktif
Kabupaten/kota yang berada di Pulau Jawa mendominasi 10
LINGKUNGAN persen peringkat teratas daya saing daerah dilihat dari sub
USAHA PROUKTIF indikator Perbankan dan Lembaga Keuangan. Hal ini sangat
INFRASTR • Total kredit wajar, mengingat sebagian besar aktivitas ekonomi di
UKTUR perbankan Indonesia memang masih terpusat di daerah ini.
INFRASTRUKTUR,
SDA, LINGKUNGAN
BANK DAN • Dana pihak Sementara kabupaten/kota yang berada di luar Pulau Jawa
NON BANK ketiga (DPK) mendominasi 10 persen peringkat terbawah daya saing
• NPL (Non daerah dilihat dari sub indikator Perbankan dan Lembaga
PERBANKAN DAN Performing Keuangan. Hal ini dikarenakan kab/kota tersebut pada
LEMB.KEUANGAN Loan) umumnya memiliki intensitas aktivitas ekonomi yang lebih
• Nilai tambah rendah, jika dibandingkan dengan kabupaten/kota yang
KINERJA
PERBANKAN sektor keuangan berada di Pulau Jawa.
DAN SEKTOR per kapita
KEUANGAN
3. PEMETAAN DAYA SAING DAERAH
KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN
INDIKATOR OUTPUT
10% Peringkat Teratas Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota Berdasarkan Indikator Output
(Berdasarkan Hasil Penelitian PPSK BI dengan LP3E FE UNPAD Tahun 2007)
Dominasi Dominasi
INDIKATOR VARIABEL
10% 10%
OUTPUT Teratas terbawah
Walaupun secara umum terdapat keselarasan antara pemeringkatan secara keseluruhan dengan pemeringkatan
berdasarkan indikator output, tetapi keselarasan yang terjadi lebih berlaku untuk persentil 1 (10% teratas)
dibanding yang berada pada persentil 10 (10% terbawah). Secara implisit mengindikasikan bahwa untuk
kelompok atas, drivers utama daya saing adalah output, sedangkan untuk kelompok bawah drivers-nya berbeda.
4. KLASIFIKASI DAERAH
KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN
VARIABEL INPUT - OUTPUT
Kategori Pengelompokan Kabupaten/Kota Berdasarkan Indikator Input-Output
Input
Kuadran 2 Kuadran 1
56 2a 2c 1c 1a 74
0 21 16 33
2b 1b
33 21
2 4
Output
23 127 19 2
3b 4a
62 70 1 0
3a 3c 4c 4a
282 22
Kuadran 3 Kuadran 4
Presentasi Jumlah Kabupaten/Kota Berdasarkan Kategori Pengelompokan Indikator Input-Output
Kuadran 2 Kuadran 1
Input
12,90 17,05
64,98 5,07
Kuadran 3 Kuadran 4
Kesimpulan
• Tipologi kab/kota yang memiliki daya saing tinggi adalah
kabupaten/kota yang memiliki sumberdaya alam melimpah, memiliki
sektor unggulan di sektor industri dan jasa, serta merupakan daerah
perkotaan
• Tipologi kab/kota yang memiliki daya saing rendah adalah
kabupaten/kota yang sektor basisnya adalah sektor pertanian
subsisten, kurangnya akses ke bank dan lembaga keuangan, nilai
tambah rendah, miskin akan sumberdaya alam, lingkungan bisnis
rendah, infrastruktur transportasi, komunikasi, dan listrik yang tidak
memadai, produktivitas tenaga kerja rendah, pendapatan perkapita
rendah.
• Untuk kab/kota yang memiliki daya saing tinggi dari segi
sumberdaya alam agar tetap berdaya saing tinggi perlu transformasi
hasil dari pemanfaatan sumberdaya tersebut ke sektor lainnya
misalnya dengan membangun infrastruktur transportasi, komunikasi,
energi, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur perekonomian
lainnya.
• Untuk kab/kota yang basis ekonominya pertanian, agar berdaya
saing tinggi, perlu dilakukan beberapa strategi antara lain:
menjadikan daerah tersebut sebagai daerah agroindustri, industri
penyedia input petanian, minapolitan, dan agropolitan.
DAFTAR PUSTAKA
• Abdullah, P., Alisjahbana, Armida. S., Efendi, N.,
Boediono (2001). Daya Saing Daerah: Konsep dan
Pengukurannya di Indonesia. BPFE. Yogyakarta.
• PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE Unpad (2008). Profil
dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi Daerah
Kabupaten/Kota di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH