Professional Documents
Culture Documents
Sahat Saragih *)
Abstrak: Proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan guru di kelas menjadi persoalan yang
sangat menarik untuk didiskusikan. Hal ini disebabkan karena pembelajaran bermakna yang diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis siswa dan sikap positif terhadap matematika sangat
jarang dilakukan. Yang ada hanya proses penghafalan konsep-konsep matematika yang sifatnya
mekanistik. Akibatnya, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar
matematika realistik yang baik secara teoritis maupun dari beberapa hasil penelitian
yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir logis dan sikap positif siswa
terhadap matematika yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
1. Pendahuluan
keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, dan
matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam
*)
Sahat Saragih adalah dosen Pendidikan Matematika UNIMED & Mahasiswa Program S-3 Jurusan
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang penekanannya pada penataan nalar dan
matematika memiliki dua tujuan besar yang meliputi: (1) tujuan yang bersifat formal
yang memberi tekanan pada penataan nalar anak serta pembentukan pribadi anak, dan
(2) tujuan yang bersifat material yang memberi tekanan pada penerapan matematika
kemampuan berpikir logis serta sikap positif siswa yang berguna dalam mempelajari
Namun, sampai saat ini masih banyak keluhan, baik dari orang tua siswa
petani membeli 12 kg pupuk urea seharga Rp 4500. Berapa rupiah uang yang
diperlukan jika ia membeli sebanyak 72 kg? Banyak siswa kelas II SMP yang
propinsi di Indonesia juga menemukan bahwa hasil tes mata pelajaran matematika
siswa sangat rendah, utamanya pada soal cerita matematika (aplikasi matematika)
Zulkardi (2001).
bahwa siswa pendidikan dasar di Negara Polandia juga mengalami kesulitan dalam
Cooper dan Harries (2002) melaporkan hasil penelitian terhadap 121 anak-
anak usia 11-12 tahun pada akhir tahun pertama mereka di sekolah menengah yang
Sementara itu, tidak sedikit siswa yang memandang matematika sebagai suatu
Banyak siswa yang berusaha menghindari mata pelajaran tersebut. Hal ini jelas
menjadi prioritas utama. Hasil empiris di atas jelas merupakan suatu permasalahan
matematika yang saat ini sedang dalam uji coba adalah pendekatan matematika
realistik.
pendidikan matematika.
matematika?
Atas dasar permasalahan di atas, secara teoritis tujuan penulisan artikel ini
matematika.
lain ditinjau dari tuntutan kurikulum yang lebih menekankan pada pencapaian target.
Artinya, semua bahan harus selesai diajarkan dan bukan pemahaman siswa terhadap
konsep-konsep matematika (Marpaung, 2001). Faktor lain yang cukup penting adalah
bahwa aktivitas pembelajaran di kelas yang selama ini dilakukan oleh guru tidak lain
sedangkan siswa pasif mendengarkan dan menyalin, sesekali guru bertanya dan
sesekali siswa menjawab, guru memberi contoh soal dilanjutkan dengan memberi
soal latihan yang sifatnya rutin dan kurang melatih daya nalar, kemudian guru
permasalahan yang agak kompleks. Siswa menjadi robot yang harus mengikuti aturan
Tidak heran apabila belajar bila dengan cara menghafal tersebut tingkat
kemampuan kognitif anak yang terbentuk hanya pada tataran tingkat yang rendah.
dan sebagainya. Namun ketika waktu ujian berlangsung, anak seperti menghadapi
menuntut aktivitas berpikir anak dan mengandung akibat buruk pada perkembangan
mental anak. Anak akan cenderung suka mencari gampangnya saja dalam belajar.
Anak kehilangan sense of learning, kebiasaan yang membuat anak bersikap pasif atau
menerima begitu saja apa adanya yang mengakibatkan anak tidak terbiasa untuk
berpikir kritis.
persoalan yang dihadapinya. Oleh karena itu, kepada guru diharapkan secara dini
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan berpikir logis dapat dirujuk
beberapa pendapat, antara lain Plato yang mengatakan bahwa berpikir adalah
berbicara dalam hati, atau Gieles dalam Mukhayat (2004) yang mengartikan bahwa
Kata logis sering digunakan seseorang ketika pendapat orang lain tidak sesuai
dengan pengambilan keputusan (tidak masuk akal) dari suatu persoalan. Hal ini
berarti bahwa dalam kata logis tersebut termuat suatu aturan tertentu yang harus
dipenuhi. Menurut Mukhayat (2004), kata logis mengandung makna besar atau tepat
logika. Poedjawijatna (1992) mengatakan bahwa orang yang berpikir logis akan taat
pada aturan logika. Logika berasal dari kata Yunani, yaitu Logos yang berarti ucapan,
kata, dan pengertian. Logika sering juga disebut penalaran. Dalam logika dibutuhkan
dengan tepat, teliti, dan teratur sehingga diperoleh kebenaran secara rasional.
Berpikir logis tidak terlepas dari dasar realitas, sebab yang dipikirkan adalah
realitas, yaitu hukum realitas yang selaras dengan aturan berpikir. Dari dasar realitas
dihasilkan putusan yang dilakukan. Menurut Albrecht (1992), agar seseorang sampai
pada berpikir logis, dia harus memahami dalil logika yang merupakan peta verbal
yang terdiri dari tiga bagian dan menunjukkan gagasan progresif, yaitu: (1) dasar
pemikiran atau realitas tempat berpijak, (2) argumentasi atau cara menempatkan dasar
pemikiran bersama, dan (3) simpulan atau hasil yang dicapai dengan menerapkan
ingatan belaka, sedangkan berpikir logis lebih mengacu pada pemahaman pengertian
Untuk dapat menghantar siswa pada kegiatan berpikir logis hendaknya kepada
siswa dibiasakan untuk selalu tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi dengan
kepada siswa kelas III SD diminta untuk menjawab pertanyaan berapa hasil kali 6x8.
Bagi siswa yang telah terbiasa dengan menghafal tentu ia dapat menjawab langsung
48. Namun jika ditanya mengapa hasilnya 48, siswa akan kebingungan karena
dibenaknya hanya tergambar ingatan angka 48. Bagi siswa yang terbiasa dengan
berpikir logis, pertanyaan seperti di atas sudah sering ia dapatkan. Bahkan, ia akan
mencoba memahami apa arti dari perkalian tersebut. Hal ini berarti bahwa siswa telah
berpikir logis serta bersikap kritis dan kreatif proses pembelajaran dapat dilakukan
dengan pendekatan matematika realistik. Selanjutnya dikatakan, jika kita (guru) rajin
lingkungan maka besar kemungkinan berpikir logis siswa itu akan tumbuh.
adalah penekanannya pada pembentukan sikap siswa. Dengan kata lain, dalam proses
Hal ini penting mengingat sikap positif terhadap matematika berkorelasi positif
menolak sesuatu, konsep, kumpulan ide, atau kelompok individu. Matematika dapat
diartikan sebagai suatu konsep atau ide abstrak yang penalarannya dilakukan dengan
cara deduktif aksiomatik. Hal ini dapat disikapi oleh siswa secara berbeda-beda,
mungkin menerima dengan baik atau sebaliknya. Dengan demikian, sikap siswa
matematika.
sederhana. Makin tinggi tingkatan sekolahnya dan makin sukar matematika yang
dipelajarinya akan semakin berkurang minatnya. Menurut Begle (1979), siswa yang
Siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika memiliki ciri antara
baik dan tepat waktu, berpartisipasi aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas-tugas
Oleh karena itu, materi harus dipilih dan disesuaikan dengan lingkungan yang
dimulai dengan cara-cara informal melalui pemodelan sebelum dengan cara formal.
belajar atau pembelajaran yang berpusat pada guru ke pembelajaran yang berpusat
10
pembelajaran di kelas. Perubahan tersebut menuntut agar guru tidak lagi sebagai
sendiri.
serta penggunaan metode evaluasi yang terintegrasi pada proses pembelajaran tidak
hanya berupa tes pada akhir pembelajaran (formatif atau sumatif) (Subandar, 2001).
Ditinjau dari perubahan kurikulum yang saat ini sedang diberlakukan, yaitu
Negeri Belanda dan telah menempatkan negara tersebut pada posisi ke-7 dari 38
negara peserta TIMSS tahun 1999 (Mullis et al., 2000). Matematika realistik juga
telah diadopsi oleh banyak negara maju seperti Inggris, Jerman, Denmark, Spanyol,
Portugal, Afrika Selatan, Brasilia, Amerika Serikat, Jepang, dan Malaysia (de Lange,
11
1996; Zulkardi, 2001). Salah satu hasil yang dicapai oleh negara-negara tersebut
adalah prestasi siswa yang meningkat, baik secara nasional maupun internasional
(Romberg, 1998).
Hasil studi di Puerto Rico menyebutkan bahwa prestasi siswa yang mengikuti
pada persentil ke-90 ke atas (Turmudi, 2004; Haji, 2005), suatu prestasi yang sangat
fantastis untuk mata pelajaran matematika yang banyak dipandang siswa sebagai
dengan pendekatan matematika realistik pada tes akhir lebih tinggi daripada
pembelajaran secara tradisional. Demikian juga hasil penelitian Armanto (2002) yang
menemukan bahwa hasil pembelajaran perkalian dan pembagian bilangan besar siswa
positif dalam belajar matematika. Hal ini berarti bahwa pendekatan matematika
besar.
12
Ide utama dari pendekatan matematika realistik adalah bahwa siswa harus
diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika
dengan bimbingan orang dewasa melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-
persoalan dunia nyata atau real world (Gravemeijer, 1994). Menurut De Lange
(1996) dan Suharta (2004), proses pengembangan konsep dan ide matematika yang
dimulai dari dunia nyata disebut Matematisasi Konsep dan memiliki model skematis
Dunia Nyata
Refleksi
Gambaran proses belajar di atas tidak mempunyai titik akhir. Hal ini
menunjukkan bahwa proses lebih penting daripada hasil akhir, sedangkan titik awal
proses belajar menekankan pada konsepsi yang sudah dikenal siswa. Hal ini
disebabkan oleh asumsi bahwa setiap siswa memiliki konsep awal tentang ide-ide
matematika. Setelah siswa terlibat secara bermakna dalam proses belajar, ia dapat
ditingkatkan ke tingkat yang lebih tinggi untuk secara aktif membangun pengetahuan
baru.
13
membentuk sendiri konsep dan prosedur matematika melalui penyelesaian soal yang
realistik dan kontekstual. Hal ini sesuai dengan pandangan teori constructivism yang
menyatakan bahwa pengetahuan matematika tidak dapat diajarkan oleh guru,
melainkan harus dibangun sendiri oleh siswa (Cobb dalam Armanto, 2001).
2001). Oleh karena itu, matematika harus dekat dengan siswa dan relevan dengan
Menurut Gravemeijer (1994) dan Armanto (2002), terdapat tiga prinsip utama
model). Prinsip penemuan terbimbing berarti bahwa siswa diberi kesempatan untuk
kontekstual harus ditransfer ke dalam soal bentuk matematika untuk lebih dipahami
14
kesamaan dan hubungan dengan model matematika yang telah diketahui siswa.
formal atau tidak formal dengan menggunakan konsep, operasi, dan prosedur
matematika yang berlaku.
Menurut Treffers dan Goffree (Subandar, 2001), konteks memainkan peranan utama
pengajaran dan (2) kesesuaian dampak dalam proses penemuan kembali bentuk dan
secara progresif dan kental dengan diskusi interaktif antara siswa-siswa dan siswa-
model-model matematika (formal dan tidak formal) yang telah diketahuinya dengan
menyelesaikan soal kontekstual dari situasi nyata (real) yang sudah dikenal siswa,
kemudian ditemukan “model dari” (model of) dalam bentuk informal kemudian
15
standar.
Realistik (PMR) secara garis besar memiliki lima karakteristik (De Lange, 1996;
Treffers, 1991; Gravemeijer, 1994; Darhim, 2004), yaitu: (1) menggunakan masalah
kontekstual sebagai peluang bagi aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana suatu
konsep matematika yang diinginkan dapat muncul; (2) menggunakan model atau
model, skema, dan simbolisasi daripada mentransfer rumus atau matematika formal
secara langsung; (3) menggunakan kontribusi siswa dengan kontribusi yang besar
pada proses pembelajaran datang dari siswa sendiri di mana mereka dituntut dari
cara-cara informal ke arah yang formal; (4) terjadinya interaktivitas dalam proses
sesama siswa dan guru adalah faktor penting dalam proses pembelajaran secara
formal; dan (5) menggunakan berbagai teori belajar yang relevan, saling terkait, dan
bahwa unit-unit belajar tidak akan dapat dicapai secara terpisah, tetapi keterkaitan
16
oleh paradigma mengajar yang memiliki ciri-ciri antara lain: guru aktif
(berorientasi) pada guru, bukan pada siswa; ketergantungan siswa pada guru cukup
Praktek pembelajaran di atas jelas tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan ide-ide kreatif, kurang melatih daya nalar, dan tidak terbiasa melihat
alternatif lain yang mungkin dapat dipakai dalam menyelesaikan suatu masalah.
Akhirnya siswa menjadi robot yang harus mengikuti aturan atau prosedur yang
berlaku, siswa menghafalkan saja semua rumus atau konsep tanpa memahami
maknanya dan tidak mampu menerapkannya dalam situasi lain. Akibatnya terjadilah
pembelajaran mekanistik.
berpikir logis dan sikap siswa terhadap matematika sering terabaikan. Akibatnya
tidak sedikit siswa yang merasa takut terhadap matematika, merasa terbebani dengan
soal-soal matematika, dan bahkan bila mungkin lebih baik menghindari matematika.
memuaskan. Oleh karena itu perlu perubahan pembelajaran dari paradigma mengajar
17
dilakukan terhadap keseluruhan, baik proses maupun hasil dalam rangka untuk
diajarkan oleh guru, melainkan harus dibangun sendiri oleh siswa. Paham ini
Kajian teori yang telah dikemukakan di atas maupun hasil penelitian yang
telah dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri menunjukkan bahwa
sikap siswa terhadap matematika yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil
18
Pustaka Acuan
Mathematics Problems: Just How Realistic Are Children Ready To Be? The
Publishers.
Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal Dalam Matematika.
Freudenthal Institute.
CD-b Press.
UPI.
19
Mullis, I.V.S., Martin, M.O., Gonzales, E.J., Gregory, K.d., Garden, R.a., O’Connnor,
K.M., Chrostowski, S.J., and Smith, T.a. (2000). TIMSS 1999: International
Puskur. (2002). Kurikulum dan Hasil Belajar: Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Depdiknas.
Bandung: Tarsito.
Saragih, S. 2000. Analisis Strategi Kognitif Siswa SLTP Negeri 35 Medan dalam
Soedjadi, R. 2004. PMRI dan KBK dalam Era Otonomi Pendidikan. Buletin PMRI.
Suharta, I.G.P. 2004. Matematika Realistik: Apa dan Bagaimana? Editorial Jurnal
20
pada Seminar Nasional pada tgl. 4 April 2001 di UPI Bandung: Bandung:
tidak diterbitkan.
21