You are on page 1of 45

BAB.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dampak dari krisis Ekonomi sejak tahun 1997 telah memberi implikasi

terhadap menurunya kualitas hidup masyarakat yang tercermin dari kecenderungan

semakin meningkatnya Keluarga Miskin yang berpengaruh terhadap terbatasnya

kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar, sandang, pangan,

perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja.

Perbincangan tentang kemiskinan dan upaya pemberantasannya

belakangan makin marak. Berbagai studi di dunia tentang masalah kemiskinan

menyimpulkan bahwa kemiskinan merupakan masalah multidimensional yang tidak

saja mencakup dimensi ekonomi tetapi juga dimensi sosial budaya dan dimensi

struktural atau politik, yang menyebebkan masalah kemiskinan itu menjadi kompleks

dan rumit. Karena itu kajian untuk mengatasi kemiskinan harus dengan menyusuri

dimensi-dimensi kemiskinan melalui pendekatan politik.

Kemiskinan merupakan masalah pembangunan diberbagai bidang yang

ditandai oleh pengangguran, keterbelakangan dan ketidakberdayaan. Oleh karena itu,

kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat

ditunda dengan dalih apapun dan harus jadi prioritas utama dalam pembangunan

nasional (Propenas, 2000-2004) .

1
Secara moral dan etika, kemiskinan bertentangan dengan prinsip

kemanusiaan, prikeadilan dan kemerdekaan yang menjadi dasar landasan

pembentukan bangsa. Senada dengan Wiranto (2003) mengemukakan :’…..bahwa

sejahtera rakyat secara kualitas terus menurun, akibatnya rentan dengan konflik

massa’….. .Dengan demikian, kemiskinan harus diatasi oleh umat manusia, guna

menghargai kodrat kemanusiaan dan ini telah dijalani oleh semua pemerintahan

negara-negara di dunia.

Dalam prespektif penangulangan kemiskinan terkini, pendekatan baru

harus mulai dirintis, dimana orang-orang miskin dipahami oleh aktor-aktor

pembangunan dan bukan sebagai obyek pembangunan yang disejahterakan.

Kebijakan program pemberdayaan masyarakat miskin menumbuhkan dan

memperkuat kemampuan penduduk miskin dengan menerapkan prinsip-prinsip

keberpihakan kepada orang miskin, transparasi, partisipasi, desentralisasi, dan

kompetisi sehat.

Dengan adanya bantuan kepada masyarakat miskin melaksanakan

kegiatan pembangunan desa, sehingga masyarakat dasa memiliki kesempatan untuk

mengembangkan peranannya ikut dalam berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam

seluruh proses pembangunan. Disamping itu pula masyarakat memiliki kesempatan

untuk memperbaiki dirinya sesuai dengan minat, keperluan dan kemampuannya,

sehingga peningkatan, perubahan dan perkembangan berbagai kebutuhan atas segala

aspek kehidupan dapat dipenuhi.

2
Selanjutnya Robert Chambers mengatakan (1987) pembangunan desa

merupkan suatu strategi yang memungkinkan kelompok masyarakat tertentu, laki-laki

dan wanita miskin di desa memperoleh sesuatu yang mereka ingginkan dan keperluan

bagi dirinya maupun anak-anaknya. Strategi ini mengandung upaya menolong

golongan termiskin di antara mereka yang mencari kehidupan di derah pedesaan

untuk menuntut dan menguasai lebih banyak manfaat hasil-hasil pembangunan.

Berbagai strategi dan upaya terus dilakukan pemerintah untuk segera

mengurangi kesenjangan dan membebaskan masyarakat dari belenggu kemiskinan

terutama penduduk yang tinggal di daerah pedesaan. Namun demikian, berbagai

program dan strategi yang dilakukan untuk segera mengurangi kesenjangan dan

membebaskan masyarakat dari belenggu kemiskinan, banyak yang dianggap gagal

tidak produktif dan tidak efektif, sebagaimana yang dialami bangsa Indonesia.

Kegagalan pembangunan untuk mengentaskan masyarakat miskin di

Indonesia atau negara-negara berkembang ditengarai kerena model pembangunan

cenderung dari atas dan kurang memperhatikan partisipasi masyarakat. Hal tersebut

sejalan dengan pemikiran Korten (dalam Prijono dan Pranarka, 1996) Bahwa model

pembangunan tersebut tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin

untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pemilihan,

perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan. Hal ini sesuai dengan Soetrisno

(1995) Bahwa masyarakat miskin hanya dijadikan obyek pembangunan.

3
Berkembangnya fenomena kemiskinan yang berkepanjangan

membutuhkan intervensi pemerintah yang konprehensif. Masyarakat miskin tidak

mampu secara mandiri melakukan perbaikan perekonomiannya, masyarakat miskin

hanya berfikir bahwa yang diperoleh hari ini untuk dimakan hari ini tanpa ada yang

disishkan atau ditabugn. Hal disebabkan sumber pendapatan masyarakat miskin juga

sangat terbatas, sementara beban tanggungan yang harus diberi makan relatif banyak.

Program penanggulangan kemiskinan seperti Padat Karya Desa –

Pembangunan Rakyat terpadu (PKD – PWT SAADP) Jaring Pengaman Sosial (JPS)

dalam berbagai bentuk,Program Pemberdayaan Daerah dalam mengatasi Dampak

Krisis Ekonomi (PPM – DKE). Program Penanggulangan Kemiskinan berbasis

pemberdayaan yairu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang

dimulai pada tahun 2007. Namun sebelum adanya PNPM ada dikatakan Program

Pengembangan Kecamatan (PPK) yang dimulai pada tahun 1997 pengganti dari

program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan Program Penanggulangan Kemiskinan

Perkotaan (P2KP) untuk wilayah perkotaan, dan berbagai program penanggulangan

kemiskinan lainnya. Namun program tersebut lebih bersifat suatu program yang

menanggulangi permasalahan secara temporer dan tidak berkesinambungan. Untuk

melengkapi program – program yang selama ini telah dilaksanakan, Pemerintah

Kabupaten Donggala selanjutnya merancang sebuah program penanggulangan

kemiskinan yang bersifat lebih membangun sikap mental masyarakat yaitu melalui

Program Pemberdayaan Masyarakat Keluarga Miskin ( PPMKM ).

4
Program Pemberdayaan Masyarakat Keluarga Miskin (PPMKM) pada

dasarnya merupakan program penanggulangan kemiskinan dengan menitikberatkan

pada pemberdayaan masyarakat sebagai pendekatan operasional. Melalui program

pemberdayaan ini (PPMKM) masyarakat miskin terus didorong untuk mengorganisir

diri termasuk menentukan sendiri kegiatan yang akan dilaksanakan.

Berbagai strategi dan upaya terus dilakukan pemerintah untuk segera

mengurangi kesenjangan dan membebaskan masyarakat dari belenggu kemiskinan

terutama penduduk yang tinggal di daerah pedesaan. Namun demikian, berbagai

program dan strategi yang dilakukan untuk segera mengurangi kesenjangan dan

membebaskan masyarakat dari belenggu kemiskinan, banyak yang dianggap gagal

tidak produktif dan tidak efektif, sebagaimana yang dialami bangsa Indonesia.

Kegagalan pembangunan untuk mengentaskan masyarakat miskin di

Indonesia atau negara-negara berkembang ditengarai kerena model pembangunan

cenderung dari atas dan kurang memperhatikan partisipasi masyarakat. Hal tersebut

sejalan dengan pemikiran Korten (dalam Prijono dan Pranarka, 1996) Bahwa model

pembangunan tersebut tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin

untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pemilihan,

perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan. Hal ini sesuai dengan Soetrisno

(1995) Bahwa masyarakat miskin hanya dijadikan obyek pembangunan.

Pengalaman bangsa Indonesia dalam memerangi kemiskinan, telah

menempuh berbagai strategi terutama bertumpu pada kebijaksanaan yang bersifat

5
distributif dengan mengunakan instrumen perkreditan dan instrumen kebijaksanaan

anggaran guna membantu rakyat miskin.

Realitas kemiskinan di Kabupaten Donggala mengindikasikan bahwa

hampir memasuki seluruh domain fakor-faktor penyebab kemiskinan, baik domain

ekonomi, sosial maupun politik. Dengan demikian, upaya penanggulangan

kemiskinan harus dengan pendekatan melalui tiga dimensi tersebut. Karena begitu

luas cakupan dimensi kemiskinan, maka sulit untuk membuat suatu program anti

kemiskinan sering mengambil dimensi tertentu agar lebih valid dan akurat.

Sasaran yang ingin dicapai adalah pemberdayaan masyarakat miskin,

dalam upaya peningkatan kesejahtaraan, dan membangun sarana desa pendukung

kegiatan sosial ekonomi serta peningkatan fungsi dan peran kelembagaan yang ada di

desa. Berhasil atau tidak kemampuan pemberdayaan yang ditawarkan oleh program

pemberdayaan masyarakat keluarga miskin desa, sangat tergantung pada

implementasi program di daerah, sementara persoalan implementasi, sangat

ditentukan berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi.Berbagai

program yang ditempuh melalui instrumen perkreditan seperti melalui Kredit

Investasi Kecil, Kredit Modal Kerja Permanen, Sedangkan kebijaksanaan anggaran

melalui berbagai Program Inpres yakni : Inpres Kabupaten, Inpres Sekolah Dasar,

Inpres Kesehatan Masyarakat, Inpres Provinsi , Inpres Pasar, Inpres Penghijauan dan

Inpres Desa Tertinggal, serta Program Inpres Bantuan Pembangunan Desa.

6
Nampak disini bahwa kebijakan untuk menanggulangi kemiskinan telah

mulai direncanakan sejak + tahun 1970-an, namun realitas dampak yang diharapkan

kurang signifikan, karena kemiskinan tetap eksis merebak dimana-mana dengan

mengambil polarisasi yang semakin beragam. Demikian juga Kabupaten Donggala.

Merupakan bagian integral dari Wilayah Repuplik Indonesia yang memiliki

masyarakat miskin, Dari hasil pendataan Badan Keluarga Berencana Daerah

Kabupaten Donggala tahun 2007 bahwa keluarga Miskin di Kabupaten Donggala

berjumlah 63.082 keluarga terdiri dari Keluarga Pra Sejahtera sebanyak 26.103 dan

KS 1 sebanyak 36.979, bila dibandingkan dengan seluruh jumlah penduduk di

Kabupaten Donggala berjumlah 119.857, maka berarti ada sekitar 39, 76 % dari

seluruh keluarga berada di bawah garis kemiskinan. (sumber data Badan KB).

Sebagai akibat ditetapkannya pembanguanan jangka panjang yang

bersifat makro, yakni pembangunan nasional yang bertumpu pada usaha upaya

memacu pertumbuhan ekonomi setinggi tingginya. Asumsi dari kebijakan ini adalah

usaha memperbesar sektor perekonomian nasional merupakan prioritas utama.

Setelah hal itu tercapai, maka melalui mekanisme tetesan kebawah ( trickle down

mechanism ) pertumbuhan ekonomi akan dinikmati oleh masyarakat bawah.

Menyadari kondisi seperti ini, dengan kewenangan yang dimiliki

pemerintah Kabupaten Donggala sebagaimana yang tercantum dalam Undang –

undang nomor 22 tahun 1999, tentang pemerintahan Daerah, menetapkan satu

kebijakan yaitu Program Pemberdayaan Masyarakat Keluarga Miskin (PPMKM)

7
yang disahkan dalam DIP – DPO ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati Nomor.

188.45/0191/B. BIPRAM/2003 , yang pelaksanaan mulai tahun 2003. Selanjutnya

Pemda Donggala menetapkan Pedoman Pelaksanaan PPMKM yang ditetapkan

dengan Surat Keputusan Bupati Nomor 188.45/ III. 1038 / Bag. Umum/2003 .

Sehingga dalam tahun anggaran 2003 dialokasikan dana melalui Dinas Keluarga

Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Donggala sebesar Rp.

2.500.000.000; Sementara untuk tahun 2007 dialokasikan sebesar Rp. 1.468.800.000;

untuk kegiatan Rehap Rumah Panggung, Lantainisasi dan Pemberdayaan.

Dengan direvisinya Undng – Undang No.22 tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah menjadi Undang – undang No. 32 tahun 2004 , maka Visi dan

Misi serta Prioritas Program di Kabupaten Donggala 2004- 2009, menetapkan suatu

kebijakan yaitu program Pemberdayaan Masyarakat Keluarga Miskin diarahkan

untuk mencapai tujuan umum yang hendak dicapai adalah meningkatnya kualitas

hidup keluarga miskin. Sedangkan tujuan khusus adalah :

1. Meningkatnya jumlah keluarga yang memperoleh lapangan pekerjaan tetap

2. Menurunya jumlah keluarga pra sejahtera

3. Berkembangnya kelompok ekonomi produktif di masyarakat

4. Terbentuknya Lembaga Keuangan Mikro desa

B. Rumusan Masalah

8
Berdasarkan latar belakang diatas dan fenomena lapangan maka ada

beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana peran PPMKM terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat di

Kecamatan Damsol Kab. Donggala

2. Apakah ada perbedaan tingkat kesejahteraan yang signifikan sebelum ada

bantuan PPMKM dan sesudah menerima bantuan PPMKM dengan di

Kecamatan Damsol Kab. Donggala

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka secara umum dapat dikemukakan

tujuan penelitian :

1. Untuk mengetahui peran PPMKM terhadap tingkat kesejahteraan

masyarakat di Kecamatan Damsol Kab. Donggala

2. Untuk mengidentifikasi tingkat kesejahteraan yang signifikan sebelum

adanya bantuan PPMKM dan setelah adanya bantuan PPMKM di Kec.

Damsol Kab. Donggala

D. Manfaat Penelitian

9
Hasil penelitian ini dapat berfanmaat, baik dari segi teoritis maupun secara

teoritis. Adapun kegunaan dari hasil penelitian Program Pemberdayaan Masyarakat

Keluarga Miskin (PPMKM) adalah :

1. Bagi Pemerintah Kabupaten Donggala dalam hal mengambil kebijakan

terutama menyangkut program penanggulangn kemiskinan di Kecamatan

Damsol

2. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan pemerhati ekonomi

rakyat yaitu sebagai bahan evaluasi untuk mengembangkan program

pemberdayaan masyarakat miskin menuju kemandirian

3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengembangan sains dalam

bidang pemberdayaan pada Kantor Badan KB daerah Kabupaten

Donggala

4. Bagi Perguruan Tinggi dan Peneliti lain yang akan melakukan penelitian

lebih lanjut mengenai penanggulangan kemiskinan dalam

mengembangkan pembinaan dan pendampingan dalam program

pemberdayaan masyarakat miskin

BAB II

10
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan menurut Ife ( 1995 ) adalah meningkatkan kekuasaan atas

mereka yang kurang beruntung (empowerment airmato nerease the power dis

advantage) pemberdayaan masyarakat adalah upaya gerakan terus menerus untuk

menghasilkan suatu kemandirian.

Pemberdayaan berasal dari kata dasar ”daya ” yang berarti kekuatan atau

kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dapat dimaknai

sebagai suatu rangkaian tindakan atau tingkah laku yang dilakukan secara kronologis

sistematis yang mencerminkan pentahapan upaya mengubah masyarakat yang kurang

atau belum berdaya menuju keberdayaan. Pada hakikatnyapemberdayaan merupakan

penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang

(enabling) logika ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada masyarakat yang sama

sekali tidak memiliki daya ( sulistiani, 2004 ).

Dengan demikian pemberdayaan masyarakat dapat diartikan bahwa

masyarakat diberi kekuasaan melalui pemberdayaan masyarakat, organisasi agar

mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupan untuk semua aspek kehidupan

politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan pengelolaan lingkungan. ( Suhendra,

2006 )

11
Pemberdayaan masyarakat pedesaan masih terus diupayakan karena masih

terdapat kenyataan bahwa kondisi sosial ekonomi desa masih memprihatinkan

masalah kemiskinan dan kesenjangan masih menjadi masalah pedesaan.

Sejumlah studi menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin dan termiskin

masih cukup banyak. Ciri – ciri penduduk termiskin adalah kondisi ”malnutrision”,

tingkat pendidikan rendah bahkan memiliki rasa curiga terhadap sesuatu yang baru.

Sedangkan penduduk miskin mempunyai ciri pendapatan pas – pasan, tidak memiliki

jaminan sosial yang cukup untuk menghadapi resiko kegagalan ( Sunyoto Usman,

2003 ).

Penentuan garis kemiskinan yang melakukan pengamatan dengan menggunakan

hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional ( Susenans ) tahun 1976 adalah tingkat

pengeluaran perkapita untuk bahan makanan dan kebutuhan pokok lainnya dari

berbagai tingkat golongan pendapatan dan minimum kebutuhan gizi yang diperlukan

untuk Indonesia, maka garis kemiskinan terletak pada jumlah pengeluaran .

Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam harus

berimplikasi langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebahagian besar

masyarakat penghasil bahan pangan dipedesaan tingkat penghidupannya relatif

tertinggal yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan dan kelaparan. Oleh sebab itu

kegiatan pembangunan perlu diarahkan untuk merubah kehidupan masyarakat yang

lebih baik. Perencanaan dan implikasi pembangunan seharusnya berisi usaha untuk

12
memberdayakan masyarakat sehingga mereka mempunyai akses pada sumber sumber

ekonomi pedesaan

Pada proses pemberdayaan harus menciptakan kekuatan dan perkembangan

positif, misalnya kekuatan dalam arti semua pihak memiliki komitmen dalam

menegakkan misi pemberdayaan, menerapkan prinsip keadilan dan pemerataan serta

mengindahkan segala hal yang telah menjadi harapan dan kesepakatan bersama.

Jawaban utama program pemberdayaan yaitu masyarakat berdaya (mempunyai

kemkuatan). Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik dan mental

(peningkatan produksi dan produktivitas), aspek ekonomi (pendapatan), aspek

kelembagaan (tumbuhnya kekuatan individu dalam bentuk wadah/kelompok),

kekuatan kerjasama, kekuatan intelektual (meningkatnya sumberdaya manusia) dan

kekuatan – kekuatan bersama untuk memenuhi dan menerapkan prinsip prinsip

pemberdayaan ( Jamasi, 2004 ).

Untuk itu usaha pemberdayaan masyarakat desa serta menanggulangi

kemiskinan dan kesenjangan menjadi fenomena yang menjadi kompleks.

Pembangunan masyarakat tidak hanya mencakup implementasi program melalui

distribusi uang dan lepas dari belenggu struktural yang membuat hidup sengsara.

Dengan semangat reformasi otonomi daerah, pemerintah dituntut untuk

mengubah pola manajemen pembangunan dari pelaksana menjadi fasilitator,

akselelator, dan pengendali pelaksana program pembangunan. Oleh karena itu

program pembangunan dirancang baru, mampu memberikan peran dan meningkatkan

13
partisipasi masyarakat yang nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat serta

meningkatkan partisipasi masyarakat yang nantinya dapat bermanfaat bagi

masyarakat serta meningkatkan pendapatan masyarakat.

- Tinjauan Konsep Pemberdayaan

Konsep pemberdayaan di Indonesia mulai muncul kepermukaan sekitar tahun

70-an, terutama bersama tumbuh dan berkembangnya sektor ketiga (non-goverment

organization) bahkan dekade 90-an, istilah pemberdayaan dianggap sebagai

paradigma baru. Tidak mengherankan para pejabat birokrat begitu getolnya latah

mengucapkan istilah ini dalam berbagai kesempatan tanpa memahami dengan jelas

makna utama dibalik konsep tersebut.

Subtansi pokok yang melekat pada konsep pemberdayaan terletak pada

emansipasi dan liberalisasi serta penataan terhadap segala kekuasaan dan penguasaan

yang melingkupi Individu, keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional,

kehidupan politik, sosial ekonomi dan sebagainya.

Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk

meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang

tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemisknan dan keterbelakangan.

Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan

masyarakat. Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu

yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang

14
bersangkutan. Suatu masyarakat yang sebahagian besar anggotanya sehat fisik dan

mental, terdidik dan kuat, tentunya memiliki keberdayaan yang tinggi.

Dalam kaitan dengan uraian diatas, Stevenson (1995) menjelaskan bahwa

pendekatan pemberdayaan dapat diterapkan dalam tiga (3) level, meliputi tingkat

Individual, organisasional dan pada level inter-organisasional (Masyarakat –

Negara). Dan yang menjadi sasaran pokok dari pemberdayaan adalah self

determination, self regulation dalam arti bagaimana seseorang dapat mengatur dan

menentukan masa depanya sendiri baik dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial,

politik, sosial budaya maupun dengan alam dan sumber daya yang ada.

B. Konsep Pengembangan Sumber Daya Manusia

a. Pengembangan sumber daya manusia

Pengembangan manusia sebagai sumber daya pembangunan

menekankan manusia sebagai pelaku pembangunan yang memiliki etos kerja

yang produktif, terampil, kreatif, disiplin dan profesional serta memiliki

kemampuan memanfaatkan, pengembangan dan menguasai ilmu pengetahuan

dan teknologi (IPTEK) serta kemampuan manajemen. Kwalitas manusia

sebagai insan dan sumber daya pembangunan seperti itu akan membawa

Indonesia tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang besar yang sejajar

dengan bangsa maju lainnya.

15
Pelaksanaan pembangunan ekonomi adalah usaha yang bertujuan

untuk meniongkatkan taraf hidup, memperluas lapangan kerja dan

meningkatkan pendapatan masyarakat. Pembangunan ekonomi juga

merupakan upaya yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan

kegiatan – kegiatan ekonomi dan kualitas masyarakat (Lincolin Arsyad,

2001)

Beberapa aspek masyarakat yang mencerminkan tingkat kwalitas

SDM dapat digambarkan yaitu, tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya

telah meningkat. Dalam hal kesempatan belajar, dan di sisi lain kemampuan

penguasaan, pemanfaatan dan penguasaan tergantung dsri jenis pendidikan

yang menunjang kegiatan riset dan teknologi. Ditinjau dari derajat kesehatan,

angka harapan hidup penduduk Indonesia terus meningkata dari rata – rata

45,7 pada tahun 1967 menjadi rata – rata 63,5 pada tahun 1995.

Salah satu ukuran yang diperkenalkan oleh UNDP untuk mengukur

kwalitas SDM adalah Human Development Indeks ( HDI ). Konsep HDI di

perkenalkan/dikembangkan sejak tahun 1985 ( Miles Dalam Moeljarto dan

Sonia 1997 ). HDI ini mempunyai 3 (tiga) komponen yang menunjukkan

tingkat kesejahteraan yaitu : (1) angka harapan hidup saat lahir (lefe

expectancy atbirth), jadi menyangkut kesehatan, (2)tingkat pendidikan

(educational attainment),dan (3) tingkat pendapatan (income) atau

kemampuan daya beli masyarakat (Moeljarti dan Sonia, 1997).

16
Pemihakan kepada ekonomi kerakyatan berarti memberikn perhatian

khusus kapada upaya peningkatan ekonomi rakyat. Perhatian khusus, ini

diwujudkan dalam langkah – langkah strategis yang diarahkan secara

langsung pada perluasan akses rakyat kepada sumber daya pembangunan

disertai penciptaan peluang yang seluas-luasnya kepada masyarakat dilapisan

bawah uantuk berpartisipasi dalam proses pembangunan sehingga mampu

kondisi keterbelakangan dan memperkuat posisi daya saing ekonominya.

b. Gender Stratification

Secara normatif , keadaan pria dan wanita adalah sejajar, akan tetapi

dalam kehidupan nyata sering terendap apa yang lazim disebut dengan istilah

”Gender stratification” yang menempatkan status wanita dalam tataran

hierarkhis pada posisi sub ordinan atau tidak persis sejajar dengan kaum pria

(Anderson dalam Suryanto Usman, 2003). Tataran hierarkis yang demikian

antara lain ditandai oleh kesenjangan ekonomi (perbedaan akses pada sumber

– sumber ekonomi) dan sekaligus kesenjangan politik (perbedaan peran

politik).

Secara ekonomis pria lebih banyak mempunyai kesempatan untuk

mengumpulkan kekayaan daripada wanita, sedangkan secara politik pria lebih

banyak menempati posisi-posisi kunci dalam proses pengambilan keputusan.

17
Kegiatan ekonomi masyarakat yang satu dengan yang lainnya berbeda.

Hal ini tidak hanya ditandai oleh perbedaan jenis atau hasil produksi,

melainkan juga oleh perbedaan distribusi peran ekonomi dalam proses

produksi. Perbedaan distribusi peran ekonomi ini sebagian terefleksikan pada

sistem pembagian kerja antara pria dan wanita.

Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam salah satu sambutannya

menyampaikan bahwa potensi kelompok perempuan dalam pelestarian dan

pengelolaan lingkungan hidup sangat besar. Kedekatan perempuan dalam isu-

isu lingkungan membuat perempuan peka terhadap persoalan lingkungan.

Kehadiran kelompok perempuan sangat penting dalam turut serta menjaga

lingkungan baik untuk bertindak sebagai pioneer lingkungan dalam

menciptakan inisiatif-inisiatif lokal dalam memecahkan permasalahan

lingkungan sekitar.

Menteri Pemberdayaan Perempuan , Dr.Meutia Hatta, menyampaikan

bahwa perlunya kaum perempuan untuk bersatu dalam suatu wadah untuk

menyampaikan gagasan-gagasan dan pemikiran-pemikirannya untuk

pembangunan berkelanjutanserta perlunya kaum perempuan berperan sebagai

pembawa perubahan atau pelaku pembaharuan (Agent of Change).

Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals)

yaitu (1)menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; (2) mencapai pendidikan

dasar untuk semua; (3) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan

18
perempuan; (4) menurunkan angka kematian balita; (5) meningkatkan

kesehatan ibu; (6) memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lain;

(7) menjamin kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan (8) mengembangkan

kemitraan global untuk pembangunan.

Sementara Dr. Dr. Nila F. Moeloek, SpM(K) K, menyampaikan :

 Peningkatan peran perempuan dalam pembangunan berguna

melalui upaya meningkatkan kedudukan, peran, kemampuan,

kemandirian dan ketahanan mental swerta spritual perempuan

sebagai bagian yang tak terpisahkan serta upaya peningkatan

kualitas sumberdaya manusia.

 Perempuan sebagai penerus nilai dan norma – norma dalam

keluarga diharapkan mampu berperan sebagai pembawa perubahan

atau pelaku perubahan sehingga mempengaruhi sikap dan tingkah

laku orang lain yang meliputi motivasi, komunikasi, pengambilan

keputusan, dan manajemen.

Pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender mencakup kegiatan

pembangunan SDA, termasuk kelembagaan, pengambilan keputusan dan proses

manajemen, serta pelayanan sosial ekonomi masyarakat.

Oleh sebab itu pemberdayaan bukan saja meliputi penguatan individu

anggota masyarakat , tetapi pula termasuk pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-

19
nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat ,keterbuakaan, bertanggung jawab dan

lain-lain merupakan bagin pokok dari upaya pemberdayaan itu sendiri.

C. Konsep Kemiskinan

Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi oleh

manusia. Masalah kemiskinan itu sama tuanya dengan usia kemanusiaan itu sendia

dan implikasi permasalahannya dapat melibatkan seluruh aspek kehidupan manusia,

walaupun seringkali tidak disadari kehadirannya sebagai masalah oleh manusia yang

bersangkutan.

Menurut Sackrey, ( 1984 : 4 ) mengemukakan bahwa :

Kemiskinan sebagai sebuah fenomena keterbelakangan memiliki banyak


sekali dimensi , baik dimensi absolut maupun dimensi relatif. Karena
hidup di dalam kemiskinan bukan hanya hidup di dalam problema
ekonomi seperti kekurangan pangan dan tingkat pendapatan yang rndah,
akan tetapi juga pada problem sosial politik seperti tingkat pendidikan
yang rendah, perlakuan tidak adil di muka hukum, kerentanan terhadap
ancaman tindak kriminal, ketidak berdayaan menghadapi kekuasaan dan
di atas semuanya ketidak berdayaan menentukan jalan hidupnya sendiri.

Kemiskinan disadari sebagai fenomena soaial yang telah lama ada, dan

berkembang sejalan dengan peradaban manusia. Masyarakat miskin pada umumnya

lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin, rendahnya kualitas sumber daya

manusia, rendahnya produktifitas, terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya

pendapatan, dan terbatasnya kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan.

Kemiskinan juga merupakan kondisi deprivasi terhadap sumber – sumber pemenuhan

kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan dan pendidikan.

20
Apabila kondisi – kondisi tersebut dilihat dari pola hubungan sebab

akibat, maka orang miskin adalah mereka serba kurang mampu dan terbelit ke dalam

lingkaran ketidakberdayaan. Rendahnya pendapatan mengakibatkan rendahnya

pendidikan dan kesehatan sehingga dapat mempengaruhi produktifitas.

Variabel di atas jalin – menjalin menjadi satu mata rantai yang

menghasilkan siklus kemiskinan yang mencekram amat kuat dan kukuh pada

kehidupan setiap orang yang mengalaminya, yang untuk membebaskanya diperlukan

uluran tangan orang lain/ organisasi birokrasi pemerintah terkait. Dari fenomena

kemiskinan ini dapat dipahami bahwa kemiskinan yang dialami oleh masyarakat

pedesaan dapat ditandai dengan beberapa ciri khas yaitu :

1. Kemiskinan ( poverty )

Untuk keluarga miskin dapat ditandai dengan (a) rumah mereka yang

reot dan dibuat dari bahan bangunan yang bermutu rendah, perlengkapan yang

sangat minim dan tidakmemiliki MCK sendiri., (b) ekonomi keluarga ditandai

dengan ekonomi gali lubang tutup lubang, (c) rumah tangga miskin ditandai

dengan pendapatan mereka yang tidak menntu dan dalam jumlah yang sangat

tidak memadai, (d) cenderung menghabiskan apa yang mereka peroleh pada

hari itu juga.

2. Fisik yang lemah ( Physical weakness )

Kelemahan fisik orang miskin disebabkan karena : (a) ratio

ketergantungan yang tinggi terhadap anggota keluarga dewasa yang sehat

21
dalam mencari nafkah, (b) akibat ketergantungan itu menyebabkan anggota

keluarga miskin secara fisik lemah karena bekerja terlalu lama dan cenderung

memaksakan tenaga, sedangkan gizi yang terlalu rendah.

3. Kerentanan ( vulnerability )

Kerentanan keluarga miskin ditandai dengan (a) keluarga miskin

biasanya tidak ada cadangan, baik berupa uang atau makanan untuk

menghadapi keadaan darurat, (b) akibatnya cenderung menjual apa adanya,

memimjam uang dari tetangga atau rentenir atau mengurangi makanan, (c)

rawan penyakit yang menyababkan kematiannya.

4. Keterisolasian ( isolation )

Keterisolasian dapat berupa (a) tempat tinggal yang secara geografis

terasing, (b) tidak memiliki akses terhadap sumber-sumber informasi karena

tidak mempunyai sarana untuk itu, seperti radio, TV dll. (c) kurang bergaul

dengan masyarakat luas, miasalnya tidak hadir pada pertemuan desanya

karena malu.

5. Ketidak berdayaan ( powerlessness )

Ketidak berdayaan dalam artian (a) tidak berdaya menghadapi rentenir

atau orang lain yang sering mengeksploitasi mereka, (b) tidak berdaya

menghadapi aparat negara yang sering tidak ramah terhadap mereka.

( Chambers, 1983:109 ).

22
Kelima model diatas yang diajukan Chambers dipandang sebagai

ketidak beruntungan masyarakat miskin, bukanlah suatu sketsa yang

seharusnya dialami oleh sebuah keluarga miskin dalam arti tidak semua

keluarga miskin mesti mengalami keseluruhannya, tetapi disajikan sebagai

upaya untuk memahami kareterisrik orang miskin yang ada dimasyarakat.

Menurut Soemardjan (1990 : 3) kemiskinan dapat dikategorikan

menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Kemiskinan alami

Hal ini terjadi karena adanya perbedaan–perbedaan kekayaan diantara

masyarakat, akan tetapi perbedaan–perbedaan tersebut dapat diperlunak

atau didominasi oleh adanya pranata-pranata tradisional, misalnya jiwa

gotong royong, hubungan patron client, dan tidak dapat meredam

kecemburuan sosial.

2. Kemiskinan buatan

Kemiskinan yang terjadi karena adanya struktur sosial yang ada membuat

masyarakat tidak dapat menguasai sarana ekonomi dan fasilitas- fasilitas

secara merata.

Kemiskinan merupakan realitas yang mempunyai dampak negative

bagi pembangunan dan integrasi nasional secara umum. Untuk menanggulangi

kemiskinan dan sekaligus meratakan hasil-hasilnya, diperlukan upaya – upaya untuk

23
memadukan berbagai kebijaksanaan dan program pembangunan yang bersifat

sektoral, regional dan khusus.

Strategi program pembangunan regional diarahkan pada

pengembangan potensi dan kemampuan SDM (sumber daya manusia) dan prasarana

dasar yang ada didaerah, khususnya daerah pedesaan sehingga swadaya dan

kreatifitas masyarakat dapat ditingkatkan. Selain itu juga dilaksanakan program

pembangunan yang dirancang secara khusus untuk menanggulangi kemiskinan dan

mengembangkan kemampuan masyarakat di daerah-daerah yang relatif tinggal yang

belum tersentuh oleh program penanggulangan kemiskinan.

Selanjutnya Soemardjan merumuskan bahwa kemiskinan buatan atau

struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena

struktur masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber–sumber pendapatan

yang sebenar –besarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan structural ini dapat

diartikan sebagai suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat dengan

penyebab utamanya bersumber dari struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu

sendiri. Kemiskinan struktural biasanya terjadi dalam suatu masyarakat dimana

terdapat perbedaan yang tajam antara mereka yang hidup melarat dengan mereka

yang hidup dalam kemewahan.

Menurut Max-Neef et. al, sekurang-kurangya ada 6 (enam) macam

kemiskinan yang ditanggung komunitas, yaitu :

24
1. Kemiskinan sub-sistensi, penghasilan rendah, jam kerja panjang,

pemahaman buruk, fasilitas air bersih mahal.

2. Kemiskinan perlindungan, lingkungan buruk (sanitasi, sarana

pembuangan sampah, polusi), kondisi kerja buruk, tidak ada jaminan

atas hak pemilikan tanah.

3. Kemiskinan pemahaman, kualitas pendidikan formal buruk,

terbatasnya akses atas informasi yang menyebabkan

terbatasnyakesadaran atas hak, kemampuan dan potensi untuk

mengupayakan perubahan.

4. kemiskinan partisipasi, tidak ada akses dan kontrol atas proses

pengambilan keputusan yang menyangkut nasib diri dan komunitas.

5. Kemiskinan identitas, terbatasnya pembauran antar kelompok sosial ,

terfragmentasi.

6. Kemiskinan kebebasan, stres, rasa tidak berdaya, tidak aman baik

ditingkat pribadi maupun komunitas.

Bila ditinjau dari konsep kebutuhan, maka 6 macam kemiskinan ini bisa

diatasi dengan pemenuhan dua macam kebutuhan diatas. Kemiskinan ekonomi diatasi

dengan memenuhi kebutuhan praktis sedang kemiskinan yang lain diatasi dengan

pemenuhan kebutuhan strategis.

Secara lebih khusus, kriteria penggolongan kemiskinan menggunakan

pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach). Kriteria penggolongan

25
kemiskinan dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar, dibedakan atas empat

kriteria ( Nazaruddin, LO,1986 : 35 ), yaitu :

1. Miskin sekali, jika pendapatan lebih kecail 75 persen dari kebutuhan pokok

minimum

2. Miskin, juka pendapatan 75 persen sampai 125 persen dari kebutuhan pokok

minimum

3. Hampir miskin, jika pendapatan lebih besar 200 persen dari kebutuhan pokok

minimum

D. Kesjahteraan

Kehidupan yang makmur adalah idaman setiap mahluk hidupatau insan

didunia ini. Oleh sesbab itu orang akan selalu berusaha untuk dapat menjalani hidup

dalam keadaan makmur. Tetapi kemakmuran tidak akan tercapai apabila kemiskinan

tetap membayangi sebahagian besar masyarakat kita.

Berbagai cara serta kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah dalam

menanggulangi kemiskinan. Namun dari sekian banyak masyarakat miskin di

Indonesia diharapkan pada masa akan datang tingkat kehidupan akan lebih baik dan

juga akan menjamin kesejahteraannya.

Kriteria Un Committee For Development Planing menyatakan bahwa

menuju tahun 2000, indikator kesejahteraan adalah usia harapan hidup (life

expectancy), angka kematian bayi ( Infant Mortalityrate ), melek huuf (literacy) dan

peningkatan pendapatan (GDP percapita ).

26
Salah satu konsep indikator dalam mengukur tingkat kesejahteraan

atau taraf hidup masyarakat adalah konsep yang diperkenalkan oleh Overseas

Development Council yang dikenal dengan PQLI ( Physical Quality Of Life Indeks )

atau indeks mutu hidup.PQLI mencakup 3 (tiga) komponen yaitu : (1) rata-rata

angka kematian bayi (infant mortality rate), (2) rata-rata harapan hidup pada bayi

berumur satu tahun (life expectancy at age one), dan (3) tingkat kemampuan

membaca dan menulis rata-rata presentase huruf atau melek huruf ( Morris dan

Budiman, 1996 ).

Sukirno (2000 : 52) mengemukakan bahwa apabila kita membandingkan

tingkat kesejahteraan masyarakat dibeberapa negara berdasarkan tingkat pendapatan

berkapita, maka secara sadar atau tidak sebenarnya kita menganggap bahwa tingkat

kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh besarnya pendapatan perkapita masyarakat

itu sendiri.

Sehubungan dengang berkualitas maka usaha–usaha utnuk meningkatkan

pendapatan keluarga terus dilakukan. Untuk dapat mencapai keluarga sejahtera

dilakukan dengan cara menempatkan sumber daya manusia, yang didukung dengan

kecukupan ekonomi. Karenanya keluarga perlu mengambil peran sebagai salah satu

wahana penyiapan sumber daya insani yang mandiri. Mongid (1996 : 2)

mengemukakan bahwa kesejahteraan keluarga merupakan upaya penting untuk

meningkatkan kualitas keluarga agar memiliki kemandirian dan ketahanan yang

tinggi sehingga dapat melaksanakan fungsinya secara optimal.

27
Berdasarkan uraian-uraian diatas maka dapat dikemukakan bahwa

kesejahteraan atau taraf hidup dapat dilihat atau diukur dari beberapa komponen

utama yaitu : (1) Kemampuan ekonomi masyarakat yang tercermin dari tingkat

pendapatan (income) atau kemampuan daya beli, (2) kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, sandang, papan atau perumahan serta

kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti air bersih, sanitasi dan sebagainya dan (3)

kemampuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya yang diperlukan dalam rangka

hidup yang layak, seperti : Informasi, transportasi, hiburan dan sebagainya.

Pengukuran kesejahteraan / taraf hidup, antara lain oleh Badan Koordinasi

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN ), ( BKKBN, 1993 ) mengkonsepkan tingkat

kesejahteraan atau taraf hidup masyarakat ada 5 (lima) tingkatan yaitu :

1. Keluarga Pra Sejahtera yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi

kebutuhan dasar secara minimal seperti papan, sandang dan kesehatan.

2. Keluarga Sejahtera Tahap I, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi

kebutuhan dasar minimal,tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial

phisikologisnya seperti pendidikan, interaksidalam keluarga, interaksi dengan

lingkungan tempat tinggal dan lainnya.

3. Keluarga Sejahtera Tahap II, yaitu keluarga yang disamping dapat memenuhi

kebutuhan dasar minimal, juga kebutuhan psikologisnya, tetapi belum dapat

memenuhi seluruh kebutuhan perkembangan nya seperti menabung,

memperoleh informasi, transportasi dan lain – lain.

28
4. Keluarga Sejahtera Tahap III, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi

seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis, dan kebutuhan

perkembangan, namun belum dapat memberikan sumbangan yang maksimal

terhadap masyarakat baik dalam bentuk material, keuangan, peran serta aktif

dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti keagamaan, kesenian, olah raga,

pendidikan dan sebagainya.

5. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi

seluruh kebutuhannya baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun

yang bersifat pengembangan, serta telah dapat pula memberikan sumbangan

yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.

E. Implementasi Kebijakan Program Pemberdayaan Masyarakat Miskin

Untuk mencapai tujuan kebijakan pemerintah harus melakukan tindakan yang

perhimpunan sumber serta mengelolanya secara maksimal. Organisasi sebagai

wadah, tidak dapat berjalan sendiri dalam mengimplementasikan program . Karena

itu setiap organisasi membutuhkan kerjasama yang menggerakkan dirinya, demikian

juga pada saat berinteraksi dengan pihak lain.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu

implementasi kebijakan, Wahab (2000 : 62 ) mengemukakan bahwa :

Faktor efektif atau tidaknya suatu implementasi kebijakan dilihat dari tiga
sudut pandang yaitu : pertama, dari prakarsa kebijakan/ pembuat kebijakan
yaitu usaha–usaha yang dilakukan oleh pejabat atasan untuk mendapatkan
kepatuhan dari pejabat ditingkat lebih rendah dalam merubah perilaku
masyarakat/kelompok sasaran. Kedua, pejabat-pejabat dilapangan dalam
upaya menanggulangi gangguan yang terjadi diwilayah kerjanya yang

29
disebabkan oleh usaha-usaha dari pejabat diluar instansinya. Dan yang ketiga,
kelompok sasaran (target group), yatiu pihak yang akan menikmati hasil dari
suatu program (benefeciaries), sejauhmana pelayanan jasa yang telah
diberikan dapat mengubah pola hidupnya, dapat memberikan dampak positif
dalam jangka panjang bagi peningkatan mutu hidup termasuk pendapatan
mereka.

Pada dasarnya PPMKM merupakan bagian dari upaya Pemerintah Kabupaten

Donggala untuk memberdayakan masyarakat keluarga miskin, dimana masyarakat

miskin dilibatkan secara langsung.

Untuk lebih efektifnya program ini maka kebijakan yang ditempuh meliputi :

- Meningkatkan koordinasi dan keterpaduan diberbagai tingkatan dan semua

sektor

- Meningkatkan kepedulian masyarakat melalui gotong royong desa

- Mendorong kemandiriandesan dan membangun desa

- Mengembangkan pola pendampingan secara intensif

- Meningkatkan partisipasi masyarakat dan motivasi untuk bekerja keras

( Pedoman umum pelaksanaan PPMKM Tahun 2007)

Adapun ruang lingkup atau sasaran PPMKM meliputi 3 (tiga) komponen

program pokok yaitu :

• Lantainisasi

Komponen program pokok ini dimaksudkan untuk meningkatkan

kualits kehidupan keluarga miskin , khususnya keluarga miskin yang termasuk

kategori keluarga pra sejahtera alasan ekonomi agar dapat hidup dalam

lingkungan pemukiman yang lebih sehat.

30
• Rehabilitasi Rumah Panggung ( atap dan dinding )

Komponen program pokok ini dimaksudkan untuk meningkatkan

kualitas kehidupan keluarga miskin khususnya keluarga miskin yang termasuk

dalam kategori pra sejahtera alasan ekonomi, agar dapat hidup dalam lingkungan

pemukiman yang lebih sehat.

• Pemberdayaan Keluarga Miskin

Komponen program ini ditujukan untuk lebih meningktkan kualitas

sumberdaya manusia masyarakat miskin di Kabupaten Donggala. Dalam

pelaksanaannya komponen program ini meliputi pelatihan usaha ekonomi

produktif dan penyaluran pinjaman modal usaha (dana bergulir) sesuai jenis usaha

yang diminati oleh keluarga miskin sasaran yang sedapat mungkin lokasi maupun

keluarga sasaran tidak tumpang tindih dengan sasaran program lain utamanya

kegiatan pemberdayaan.

31
Realisasi Lantainisasi
Tahun 2003 – 2007

No. Tahun Jumlah Desa Jumlah Rumah Realisasi

1. 2003 68 2250 2250


2 2004 89 2000 2000
3 2005 24 500 500
4 2006 45 1014 1014
5 2007 20 500 500
JUMLAH 246 6264 6264

Realisasi Rehab Rumah Panggung


Tahun 2006 – 2007

No. Tahun Jumlah Desa Jumlah Rumah Realisasi

1 2006 15 15 15
2 2007 17 20 20
Total 32 35 35

Realisasi
Pemberdayaan Ekonomi Produktif
Tahun 2003 – 2007
Jumlah Jumlah Modal Yang di
No. Tahun Kelompok Keluarga Salurkan

32
1 2003 271 2.357 1.530.000.000
2 2004 114 990 575.480.000
3 2005 73 667 375.187.500
4 2006 104 970 700.000.000
5 2007 50 500 350.000.000
Total 612 5.484 3.530.667.500

F. Kerangka Pikir

Sehubungan dengan uraian sebelumnya dan didukung oleh teori yang ada,

maka masyarakat miskin yang ada di Kecamatan Damsol sangat penting dan menarik

untuk dikaji, terutama yang menjadi agenda rutin dalam program pelaksanaan

pembangunan.

Secara sederhana, kerangka pikir dari penelitian inik dapat disajikan dalam

bentuk skema sebagai berikut

KERANGKA PIKIR

PPMKM

PERENCANAN KELUARGA PARTISIPASI


MISKIN

33

PENDIDIKAN KESEHATAN
KESEJAHTERAAN GENDER
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, dimana

menurut H. Hadari Nawawi (2005:21) bahwa metode deskriptif diartikan sebagai

prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan

34
subyek atau obyek penelitian, seperti lembaga atau suatu masyarakat pada saat

sekarang berdasarkan fakta – fakta yang ada. Artinya, penelitian ini terbatas pada

usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya sehingga

bersifat untuk mengungkapkan fakta (fact finding). Hasil penelitian ditekankan pada

memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang

diselidiki.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey yakni

melakukan pengumpulan data dari sampel atau populasi untuk mewakili seluruh

populasi ( Singarimbun, 1988 ).

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Damsol Kabupaten Donggala yang

terdiri atas 4 (empat) Desa. Penentuan lokasi penelitian ini didasarkan atas

pertimbangan bahwa : Kecamatan Damsol merupakan salah satu lokasi sasaran

Program Pemberdayaan Masyarakat Keluarga Miskin (PPMKM) di Kabupaten

Donggala.

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek dan subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono, 2003).

Populasi yang dimaksudkan disini adalah seluruh Rumah Tangga

Miskin di 4 (empat) desa yang tersentuh langsung dengan Program Pemberdayaan

Masyarakat Keluarga Miskin, baik yang mendapat bantuan maupun yang belum

35
mendapatkan bantuan pemberdayaan. Sampel merupakan bagian dari populasi.

Selanjutnya, dari jumlah populasi tersebut ditentukan jumlah yang akan dijadikan

sampel. Penentuan jumlah sampel didasarkan atas jumlah populasi yang ada, dengan

pertimbangan bahwa jumlah populasi yang ada cukup besar.

Banyaknya sampel ditentukan melalui bentuk persamaan berikut :

n= __ N____
N ( d2 ) + 1

Dimana : n = adalah jumlah sampel

N = adalah jumlah populasi

P = adala h nilai

Dengan jumalh populasi sebesar 242 KK dan derajat kesesuaian 0,1,

maka perhitungan besarnya sampel adalah sebagai berikut :

242
n=
242x 0,1 2 +1

242
n= =70,7=71Sampel
3,42

Dengan demikian besarnya sampel yang akan digunakan dalam studi ini adalah 71

Kepala Keluarga ( KK ).

Untuk menentukan jumlah sampel pada masing-masing desa ditetapkan berdasarkan

metode proporsional (Propotionate). Adapun rumus yang digunakan adalah :

36
ni = Ni X n ..................
N

Dimana :

ni = jumlah sampel desa

Ni = jumlah kepala keluarga desa

N = jumlah kepala keluarga total

N = jumlah sampel

No, Kecamatan Desa Jumlah KK Jml Sampel


1 Damsol Rerang 100 29
Lembah Mukti 70 21
Panii 40 12
Ponggerang 32 3
242 71

C. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data

37
1. Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dimana data tersebut tmenentukan

keberhasilan dalam menampilkan kebenaran dan keakuratan maka diperlukan dua

jenis data yaitu data skunder dan data primer menggunakan metode pengumpulan

data dari hasil wawancara yang dibantu dengan daftar pertanyaan (kuesioner).

Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang dipergunakan untuk menjaring

informasi – informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian ini.Kuesioner dibagikan

kepada responden untuk diisi dan dikembalikan lagi kepada peneliti untuk dianalisis

dengan menggunakan teknik analisis tertentu.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari lembaga atau instansi

yang terkait dengan penelitian ini. Data ini dapat bersumber dari Kantor Badan

Keluarga Berencana Kabupaten Donggala, Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten

Donggala, dan kantor desa yang menjadi tempat penelitian.

2. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisa dengan metode

kualitatif dengan menggunakan distribusi frekwensi, dan metode kuantitatif yaitu

uji t (paired t test). Sugiono (2003 : 119) memformulasikan t – test sebagai berikut :

X
-X
1 2

t=
2 2
S
1
+
S2
-2
r S
1 S2
n1 n2 n1 n2

Dimana :

X1 : Rata-rata sampel 1

38
X2 : Rata-rata sampel 2

n 1 : Jumlah sampel 1

N2 : Jumlah sampel 2

S1 : Simpangan baku 1

S2 : Simpangan baku 2

S12 : Varians sampel 1

S22 : Varians sampel 2

r : Korelasi antara dua sampel

Adapun formulasi hipotesisnya adalah sebagai berikut :

Ha : ada perbedaan yang signifikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang

memperoleh bantuan PPMKM dengan yang tidak menerima bantuan

PPMKM di Kec.Damsol Kab. Donggala

Ho : ada perbedaan signifikan tingkat kesejahteraan sebelum dan setelah adanya

program PPMKM di Kec. Damsol Kab. Donggala

D. Defenisis Operasional Variabel

Defenisi operasional variabel adalah suatu defenisi yang diberikan kepada

suautu variabel dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan untuk

memudahkan dan memperjelas analisis dalam penelitian ini.

39
1. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya-upaya yang dilakukan dalam

rangka meningkatkan kemampuan masyarakat sehingga dapat atau mampu

mengembangkan diri dan usahanya secara mandiri dan berkelanjutan

2. Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang atau suatu

rumah tangga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya, antara lain pangan,

sandang dan perumahan.

3. Rumah tangga Miskin adalah rumah tangga yang memiliki tingkat

pendapatan dibawah garis kemiskinan

4. Tingkat Kesejahteraan adalah apabila kepala keluarga dapat memenuhi

segala kebutuhannya baik yang bersifat dasar (Sandang, pangan dan papan)

sosial phisikologis maupun yang bersifat pengembangan (Transportasi,

hiburan, informasi dan lain-lain)

40
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin, 1990, Pengantar Analisis Kebijakan Negara, Edisi Pertama ,
Reneca Cipta, Jakarta

BKKBN, 1993, Petunjuk Teknis Pencatatan dan Pelaporan Pendapatan Keluarga


Sejahtera, BKKBN, Jakarta

Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia 2003. Semiloka Potensi


Aliansi Perempuan Untuk Pembangunan Berkelanjutan. Hak Cipta 2003

Ginanjar Kartasasmita,1996, Pembangunan Untuk Rakyat, CIDES, Jakarta

Jamasy, O,2004, Keadilan Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan, Blantika


Jakarta

Kartasasmita, G, 1996, Pembangunan untuk Rakyat (Memadukan Pertumbuhan dan


Pemerataan ), Cetakan Pertama, PT. Pustaka CIDESINDO, Jakarta

Mac Iver dan Page (1996) Sosiologi Kemasyarakatan, CV, Rajawali Press Jakarta

Mas’oed, Mocthar, 1994, Pemberdayaan Masyarakat, Gunung Agung, Jakarta

41
Marut, D.K, 2000, Sosial Kapital dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, Buletin Bina
Swadaya No.16/ Tahun VI/ Pebruari 2000

Martoyo, asusilo (2000), Manajemen Sumber Dayan Manusia ,BPFE-UGM,


Yogyakarta

Moh, Nasir, 1998, Metodologi Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakart

Moeljianto. V dan Sonia. P, Bidang Pendidikan dan Kesehatan Dalam Pembangunan


Sosial, Dalam Analisis CSIS Tahun XXVI NO. 1 Januari – Pebruari 1997

Muhammadi, Eman Aminullah, Budhi Soesilo, 2001, Analisa Sistem Dinamis, UMJ
Press Jakarta

Pedoman Pelaksanaa Program Pemberdayaan Keluarga Miskin Kabupaten Donggala,


2007

Rahardjo Adisasmita, 2006, Membangun Desa Partisipatif, Graha Ilmu

RENSTRA, Badan Keluarga Berencana Daerah Kabupaten Donggala,2003 - 2007

Riyadi dan Bratakusuma, 2004, Perencanaan Pembangunan Daerah, Gramedia


Pustaka Utama

Riduwan, 2004, Metodologi dan Tehnik Menyusun Tesis, Alfabeta, Bandung

uajogyo, Menelaah Garis Kemisknan, Lokakarya Pada Metodelogi Kaji Tindak, 25 –


30 Desember, Cisarua, Bogor, 1982

Sugiyono, 2007, Statistik Non Parametrik, CV. Alfabeta, Bandung

Sutrisno, 1995, Memberdayakan Rakyat Dalam Pembangunan Indonesia, P3PK


UGM, Yogyakarta

Sudjana, Metode Statistik, Tarsito, Bandung, Edisi Pertama, 1982

Sondang P. Siagian, MPA , Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Bumi Aksara,
cetakan ke 13.

42
Soedarsono, 2000, Pembangunan berbasis rakyat, Melati Bakti Pertiwi, Jakarta

Soemarjan, Selo, 1980, Aspek Sosial Budaya Pembangunan Desa Dalam


Masyarakat, Pertama, PT. Refika Aditama, Bandung

PROPOSAL

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN


MASYARAKAT KELUARGA MISKIN ( PPMKM ) TERHADAP TINGKAT
KESEJAHTRAAN KELUARGA DIKECAMATAN DAMSOL KABUPATEN
DONGGALA

NIRMAWATI
H 102 06 091

43
MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH PEDESAAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2008
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUDL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

DAFTAR ISI iii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 8
C. Tujuan Penelitian 9

44
D. Manfaat Penelitian 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A Konsep Pemberdayaan Masyarakat 11


- Tinjauan Konsep Pemberdayaan 14
B. Konsep Pengembangan Sumber Daya Manusia 15
a. Pengembangan sumber daya manusia 15
b. Gender Stratification 17
c. Konsep Kemiskinan 20
d. Kesejahteraan 26
e. Implementasi Kebijakan Program Pemberdayaan
Masyarakat Miskin 29
f. Kerangka Fikir 33

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan lokasi Penelitian 35

B. Populasi dan Sampel 36


C. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data
1. Pengumpulan data 38
2. Teknik analisa data 39

D. Defenisi Operasional Variabel 40

DAFTAR PUSTAKA iv

45

You might also like