You are on page 1of 3

Hartawan Setjadiningrat, Pengusaha

dengan mengoleksi 63 Mobil Antik

Di kalangan kolektor mobil kuno, nama Hartawan Setjadiningrat begitu populer.


Selain memiliki koleksi mobil antik paling banyak di Jakarta, dia dikenal sebagai
”kurator” mobil kuno.

TAMU yang baru kali pertama datang di rumah Hartawan mungkin akan terkesima. Di
halaman rumahnya yang luas di daerah Puri Mutiara, Cipete, Jakarta Selatan, tamu
disambut tiga jip High Mobility Multipurpose Wheeled Vehicle (HMMWV atau
Humvee). Tiga mobil kuno tersebut seolah mempersilakan tamu untuk memelototi lekuk-
lekuknya.

Begitu pintu garasi dibuka, tamu dibuat semakin terkesima. Sembilan mobil antik
berderet dengan rapi. Di teras belakang, Hartawan ”menyimpan” mobil tertua koleksinya
yang paling dia kagumi.

”Ini Lorent Dietric buatan Prancis 1908. Saya dapatkan mobil ini dengan menjebol
tembok di Jakarta Selatan pada 1983 dengan biaya sekitar Rp 9 juta kala itu,” jelas bapak
tiga anak tersebut sambil mengelus mobil merah kesayangannya itu.

Hartawan, yang akrab disapa Hauwke, menyatakan mendapatkan mobil tersebut tidak
dengan ”harga jual”, melainkan dengan membayar ongkos pembongkaran bangunan yang
menyimpan ”harta karun” tersebut.

Hauwke harus berjuang keras untuk bisa memboyong mobil itu ke rumahnya. Sebab, dia
harus membongkar garasi mobil tersebut yang telanjur ditembok mati. ”Mobil itu ada di
dalam garasi yang pintunya sudah ditembok dan di depannya ada warung seafood.
Karena itu, butuh biaya untuk membongkar dinding warung dan ongkos ganti rugi selama
pedagang makanan itu berhenti berjualan,” terangnya lantas terkekeh.

Oleh si pemilik, mobil tersebut dilepas seharga Rp 7,5 juta. Sementara itu, untuk biaya
tukang bongkar bangunan, Hauwke mengeluarkan sekitar Rp 500 ribu plus Rp 1 juta
untuk biaya ganti rugi pedagang seafood. ”Lucu ya ceritanya. Tapi, itulah suka duka
berburu mobil antik,” ujarnya.

Penghobi renang itu mengaku mulai jatuh hati pada mobil antik saat bekerja di pabrik
mobil Nissan di Australia. Di Negeri Kanguru tersebut, dia sering bersama teman-teman
”bule”-nya mengendarai mobil bergaya hot rod. ”Saat itu kami pakai mobil dengan
tampang tua dan mesin serta bodi besar penuh modifikasi. Sangat anggun dan keren,”
ungkap jebolan Institute Technology Sydney itu.
Ketika kembali ke tanah air pada 1980, Hauwke langsung membangun tekad untuk
berburu mobil antik. Alasannya, dia ingin terus melanggengkan pengalaman ”nikmat”-
nya semasa di Australia.

Mobil klasik pertama yang dibeli adalah Austin 7 keluaran 1937. Mobil itu milik lurah di
kaki Gunung Sumbing, daerah Temanggung-Wonosobo. Mobil tersebut dijual Rp 1,7 juta
pada 1980. ”Kondisinya saat itu memprihatinkan. Bodinya terpisah dari mesin dan kaki-
kakinya. Oleh pemiliknya, mobil tersebut dipakai mengangkat genset kecil,” jelas Presdir
PT Dasa Windu Agung, perusahaan pembuat interior mobil di Jakarta, tersebut.

Namun, di balik kondisinya yang memprihatinkan itu, mobil tersebut memiliki berbagai
keunikan yang membuat Hauwke semakin penasaran. Dia pun makin bersemangat untuk
berburu mobil-mobil kuno di berbagai daerah. Tak terkecuali opelet-opelet tua di
Tangerang. Waktu itu, bangkai opelet yang bodinya dominan dari kayu masih murah,
sekitar Rp 50 ribu.

Dia lalu mempekerjakan 10 makelar yang ”dipersenjatai” handy talky (HT), kamera
poket, dan sejumlah uang. Mereka disebar ke beberapa kota yang memiliki pabrik gula
dan bekas penumpukan rempah-rempah pada masa penjajahan Belanda. Daerah-daerah
itu diyakini menyimpan banyak mobil peninggalan Belanda yang sudah tidak terpakai.

Benar dugaan dia. Dalam sekejap, para pekerja Hauwke mampu mengumpulkan mobil
kuno hingga 200 unit. Itu terjadi pada 1990. Tak heran, rumahnya yang seluas 2.000
meter persegi sampai tak mampu menampung mobil-mobil unik tersebut. ”Saya sampai
stres memikirkan mobil-mobil itu. Mau dikemanakan mobil-mobil itu,” ujar pria 55 tahun
asal Temanggung tersebut.

Tapi, akhirnya dia mendapat jalan keluar. ”Saya membarternya dengan teman-teman
sesama kolektor yang tergabung di PPMKI (Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno
Indonesia, Red),” jelasnya.

Bos perusahaan dengan sekitar 500 karyawan itu lantas menyeleksi kembali koleksi
mobil tuanya. Yang sudah tidak berkesan di hati dibarter. Misalnya, lima opelet dia tukar
dengan satu mobil tua yang lebih eksklusif dan berkelas. Pada 2005, mobilnya berkurang
hingga kisaran 60 unit. Namun, kini Hauwke memiliki 63 mobil antik.

”Saya stres lagi karena saat itu penggemar mulai banyak, tapi mobil kunonya sudah tak
ada. Hahaha…” ujar pria yang pernah menjadi ketua PPMKI Jakarta periode 1980-1990
tersebut.

Karena itu, perburuan pun kembali dilakukan Hauwke. Dia menerjunkan orang-orangnya
untuk mencari di daerah-daerah. ”Pokoknya, kalau memenuhi kriteria yang saya
inginkan, tak usah pikir panjang. Siang dapat kabar, malam saya terbang ke lokasi,”
tegasnya. ”Saya sendiri yang akan meng-appraisal mobil-mobil antik itu,” ujarnya.
Proses untuk mendapatkan mobil itu, bagi Hauwke, merupakan kenikmatan tersendiri.
Dia mendapat banyak pengalaman dan pengetahuan baru. Misalnya, saat merayu pemilik
mobil Rugby buatan Amerika Serikat 1928 sampai tiga hari tanpa mandi.

Dia juga pernah mendapat pengalaman mengesankan ketika melobi kantor setneg
(sekretariat negara) agar dipercaya merawat empat mobil eks RI-1 (Presiden Soekarno).
”Saat itu, pada 1987, saya mendapat kabar mobil-mobil tersebut akan dilelang di luar
negeri. Akhirnya, saya mampu nembusi pihak setneg agar bisa me-restored mobil-mobil
itu bersama anggota PPMKI lain.”

Bukan hanya mobil eks RI-1 yang harus direstorasi, tapi total ada 23 mobil setneg dengan
biaya Rp 75 juta. Sejak itu, Hauwke mulai dikenal sebagai pakar restorasi mobil kuno
yang jasanya sering dimanfaatkan para kolektor.

Tapi, tidak selamanya usaha dia selalu mulus. Banyak juga kisah duka yang dialami.
Misalnya, Hauwke kerap ditipu orang. ”Learning by doing, risikonya memang seperti ini.
Sebab, tak ada yang benar-benar jago melakukan restored mobil,” jelasnya.

Minimnya orang yang bisa dibilang master mobil antik ini memberikan peluang bagi
Hauwke. Saran-sarannya sangat laris, terutama bagi para kolektor pemula. Dalam
seminggu, tak kurang dari 20 orang datang untuk berkonsultasi. Mereka memiliki latar
belakang koleksi yang berbeda. ”Mereka bertukar pikiran dan pengalaman dengan saya di
sini,” ungkapnya.

Dalam memberikan advice atau nasihat, Hauwke berpatokan pada sembilan kriteria
pokok yang harus dimiliki mobil yang bisa di-restored. ”Bagian-bagian yang ada dan
sebisa mungkin harus utuh adalah radiator, setir, dasbor, bumper, lampu, mesin, dan kaki-
kaki (suspension, Red) grill, serta heater. Semakin lengkap lebih bagus,” jelasnya.

Jika hanya 20 persen komponen orisinal yang tersisa, dia tak segan-segan menyarankan
agar pemiliknya berhenti dan mencari calon mobil lain. ”Yang paling utama untuk
mendalami hal ini adalah pengetahuan, pengalaman, jaringan, dan dana,” kata pria yang
kerap menjadi juri dalam berbagai lomba mobil antik tersebut.

Sayang, sampai sekarang para penghobi mobil kuno masih mengalami kesulitan
mendatangkan onderdil. ”Mustahil bisa mendatangkan onderdil dari luar negeri.
Mendatangkan ban putih saja tak bisa. Padahal, kan tidak mematikan industri ban dalam
negeri,” keluhnya.

By Paiman

You might also like