You are on page 1of 5

Ayo Kita Hindari

Hindari
Oleh:Soulakhmad

Bisnis dan kecurangan ibarat dua sisi mata uang. Dimana ada
bisnis, disitu kecurangan. Praktik-praktik curang dalam
berbisnis seperti tak terhindarkan. Namun berbisnis dengan
cara kotor bukan jaminan sukses. Lagipula dalam agama
manapun, berbisnis curang dan kotor itu hukumnya haram.
Berikut adalah penjelasannya mengenai yang harus dihindari:

1.-
1.-Riba
Secara terang-terangan Allah SWT telah mengharamkan riba.

”Ï%©!$# ãΠθà)tƒ $yϑx. ωÎ) tβθãΒθà)tƒ Ÿω (#4θt/Ìh9$# tβθè=à2ù'tƒ šÏ%©!$#

ã≅÷WÏΒ ßìø‹t7ø9$# $yϑ¯ΡÎ) (#þθä9$s% öΝßγ¯Ρr'Î/ y7Ï9≡sŒ 4 Äb§yϑø9$# zÏΒ ß≈sÜø‹¤±9$# çµäܬ6y‚tFtƒ

ϵÎn/§‘ ÏiΒ ×πsàÏãöθtΒ …çνu!%y` yϑsù 4 (#4θt/Ìh9$# tΠ§ymuρ yìø‹t7ø9$# ª!$# ¨≅ymr&uρ 3 (#4θt/Ìh9$#

Ü=≈ysô¹r& y7Íׯ≈s9'ρé'sù yŠ$tã ï∅tΒuρ ( «!$# ’n<Î) ÿ…çνãøΒr&uρ y#n=y™ $tΒ …ã&s#sù 4‘yγtFΡ$$sù

∩⊄∠∈∪ šχρà$Î#≈yz $pκ*Ïù öΝèδ ( Í‘$¨Ζ9$#


(QS al-Baqarah 275).
“ Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka
baginya apa yang Telah diambilnya dahulu[176] (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

[174] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba
nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang
yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang
dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya
Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti
penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan
sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah
yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab
zaman Jahiliyah.
[175] Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram
jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[176] riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun
ayat ini, boleh tidak dikembalikan.

Ada tiga jenis riba yang sering dilakukan. Pertama, riba


fadl atau riba buyu’, yaitu riba yang timbul akibat
pertukaran barang yang sejenis, tapi tidak memenuhi
kriteria sama kualitasnya, sama kuantitasnya, dan sama
waktu penyerahan barangnya. Pertukaran seperti itu
mengandung unsur ketidakjelasan nilai barang pada masing-
masing pihak. Akibatnya, bisa mendorong orang berbuat
zalim.
Kedua, riba nasi’ah atau riba yang muncul akibat utang
piutang yang tidak memenuhi kriteria. Keuntungan muncul
tanpa adanya risiko dan hasil usaha muncul tanpa adanya
biaya. Padahal, dalam dunia bisnis kemungkinan untung dan
rugi selalu ada. Memastikan sesuatu di luar wewenang
sifatnya zalim.
Ketiga, riba jahiliah atau utang yang dibayar melebihi
pokok pinjaman, karena peminjam tidak dapat mengembalikan
pinjaman sesuai waktu yang ditentukan.

2.-
2.-Gharrar
Gharrar (ketidakpastian) atau taghrir adalah praktik
penipuan dengan melakukan sesuatu secara membabi buta tanpa
ilmu yang cukup, atau mengambil risiko dari perbuatan yang
mengandung risiko tanpa memikirkan akibat yang bisa
ditimbulkan terhadap orang lain.
Orang yang melakukan gharrar biasanya tidak memikirkan
risiko yang bisa terjadi pada orang lain. Si pelaku hanya
memikirkan keuntungan besar yang akan ia dapatkan.
Contohnya banyak terjadi dalam jual beli barang. Si penjual
mengaku kualitas barangnya bagus. Tapi setelah dibeli,
ternyata jelek, bahkan hasil dari curian.
Ada dua jenis gharrar: Gharrar dalam kuantitas dan gharrar
dalam kualitas. Yang pertama, dapat dilihat pada sistem
ijon, yaitu menjual hasil panen, tapi belum diketahui
berapa banyak hasil panennya. Namun begitu, harga sudah
disepakati. Sedang gharrar dalam kualitas bisa dilihat pada
praktik jual beli anak sapi yang masih dalam kandungan.
Anak sapi itu belum bisa dipastikan kondisi fisiknya, tapi
juga sudah diperjualbelikan. Semua itu tentu saja bisa
menimbulkan kekecewaan, jika harga yang disepakati tidak
sesuai dengan jumlah atau kualitas barang yang
diperjualbelikan.

3.-
3.-Riswah
Riswah atau praktik suap menyuap merupakan perbuatan yang
dilarang dalam Islam. Rasulullah dalam sebuah Hadis
menyatakan bahwa Allah dan Rasul-Nya akan melaknat orang
yang menyuap dan yang menerima suap. Dalam praktiknya,
riswah biasanya dilakukan untuk melancarkan sebuah urusan,
menutupi sesuatu, menghilangkan kecacatan, atau memudahkan
sesuatu yang sebenarnya tidak mungkin.
Praktik bisnis ini akan merugikan pihak lain yang memunyai
kemampuan dan hak yang sama sekaligus merugikan lembaga
atau orang lain.

4. Maisyir
Pada zaman jahiliah, maisyir (perjudian) adalah bentuk
permainan undian yang dilakukan oleh sekelompok orang
(biasanya 10 orang). Mereka mengumpulkan kupon dengan nilai
yang berbeda-beda ke dalam sebuah kantong. Kantong itu lalu
mereka serahkan kepada seorang bandar. Sebelum diundi,
mereka memotong satu unta untuk dibagi menjadi beberapa
bagian. Kemudian, satu per satu orang yang mengikuti undian
mengambil kupon di dalam kantong tadi, lalu mengambil
bagian unta sesuai dengan jumlah bagian yang tertera di
kupon.
Peserta yang mengambil kupon, tapi isinya kosong diwajibkan
membayar uang seharga unta yang dipotong tadi. Peserta yang
menang wajib memberi beberapa bagian potong unta untuk
orang miskin. Meski terkesan ada unsur sosialnya, tetap
saja cara seperti ini tidak dibenarkan dan haram.
Praktik bisnis model ini masih ada hingga sekarang dengan
berbagai variasi baru. Umumnya, dilakukan oleh orang-orang
malas yang ingin mendapatkan keuntungan besar seketika.
Islam melarang praktik ini karena tidak sehat dan lebih
banyak-mudharat-nya.

5.-
5.-Ikhtikar
Ikhtikar atau monopoli tidak diperbolehkan dalam Islam,
karena siapapun berhak untuk melakukan jual beli di pasar.
Pengertian ikhtikar di sini juga mengandung arti mengambil
keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual
lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi.
Pada zaman Rasulullah, praktik ikhtikar dilakukan dengan
cara menimbun barang agar terjadi kelangkaan barang
sehingga harga akan naik. Rasulullah berkata: ”Barangsiapa
melakukan ikhtikar untuk merusak harga pasar sehingga harga
naik secara tajam, maka ia berdosa”. (HR Ibnu Majah dan
Ahmad).

6.-
6.-Bai’-
Bai’-Najasi
Bai’ Najasi (permintaan palsu) diharamkan karena penjual
melakukan praktik bisnis dengan cara menyuruh orang lain
memuji-muji kualitas dan kuantitas barangnya. Orang
tersebut nantinya akan membeli barangnya itu dengan harga
tinggi. Akibatnya, orang lain yang melihat akan terpengaruh
dan tertipu dengan harga tersebut. Padahal, orang yang
memuji dan membeli barang itu tak lain adalah temannya
sendiri.
Si penjual hanya ingin menipu orang lain agar membeli
barangnya dengan harga yang ia inginkan. Praktik Bai’
Najasi ini dilarang dalam Islam karena akan melahirkan
permintaan palsu.

7.-
7.-Tadlis
Tadlis (penyembunyian) adalah praktik bisnis yang dilakukan
oleh seseorang dengan cara menyembunyikan informasi harga
dari orang lain. Tujuannya, agar ada celah baginya untuk
menipu orang yang tidak tahu harga barang sebenarnya.
Praktik tadlis ini dimungkinkan untuk mengelabui pihak-
pihak yang tidak mengetahui informasi dari suatu harga.
Akibatnya, pihak yang tidak mengetahui informasi bisa
dirugikan.
Larangan praktik bisnis ini telah disampaikan dalam al-
Qur’an Surat al-An’am ayat 152: “...dan sempurnakanlah
takaran dan timbangan dengan adil, kami tidak memikul beban
kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya”.

8.-
8.-Tallaqi-
Tallaqi-Rukban
Tallaqi Rukban ini biasanya banyak dilakukan oleh orang
kota yang memiliki informasi lebih lengkap tentang harga
suatu barang. Kemudian, ia membeli barang dari para petani
atau produsen yang tidak memiliki informasi lengkap tentang
barang tersebut, dengan tujuan untuk mendapatkan harga
barang yang lebih murah dari harga sebenarnya.
Praktik bisnis seperti ini dilarang karena mengandung dua
hal: Pertama, adanya rekayasa penawaran dengan mencegah
masuknya barang ke pasar. Kedua, mencegah penjual dari luar
kota mengetahui harga pasar yang baru. Pelarangan praktik
ini tertuang dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Anas RA:
"Rasulullah melarang orang-orang kota menjualkan barang-
barang orang desa sebelum sampai pasar walaupun orang itu
saudara kandungnya”.

You might also like