Professional Documents
Culture Documents
1. PENDAHULUAN
* )
Drs. Betro Welfi dan Dr. Tatang A Taufik, MSc., bekerja di Pusat Pengkajian Kebijakan
Teknologi Pengembangan Unggulan Daerah dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat (P2KT
PUDPKM) – BPPT.
49
PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL
dan lain sebagainya. Akibatnya, banyak dari mereka yang terpaksa beralih menjadi
pekerja kuli dengan penghasilan yang rendah dan sudah barang tentu beban hidup
mereka pun menjadi semakin berat.
Keadaan demikian tentunya tidak bisa dibiarkan terus berlanjut. Namun tentu
upaya mengatasi hal ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Di tengah
beragam perubahan dan tuntutan reformasi di segala bidang di satu pihak, dan
kekurangan/kelemahan pelaksanaan pembangunan di masa lalu serta kesadaran
akan keterbatasan kemampuan pemerintah di pihak lainnya, maka perubahan
paradigma pembangunan merupakan hal mutlak yang tak cukup hanya menjadi
sekedar retorika semata. Upaya sinergis antara pemerintah, lembaga litbangyasa,
perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat itu sendiri perlu
terus ditingkatkan. Otonomi daerah perlu menjadi salah satu instrumen kunci
dalam menumbuhkembangkan prakarsa pengembangan ekonomi di tingkat lokal.
Problematika generik menyangkut kegagalan dalam meningkatkan pendapatan
para petani selama ini umumnya disebabkan oleh kesulitan mereka dalam
mengakses sumber daya produktif seperti faktor produksi, informasi, pembiayaan
dan pemasaran, serta inovasi dan teknologi tepat guna dan tepat usaha. Akibatnya
antara lain sumber daya yang mereka miliki tidak dapat dimanfaatkan secara
optimal untuk memelihara atau mengembangkan aktivitas ekonominya.
Kemampuan untuk menciptakan atau memanfaatkan peluang pun menjadi relatif
terbatas.
Upaya untuk memberikan akses luas dan setara kepada semua lapisan
masyarakat perlu diimbangi dengan penumbuhan aktivitas ekonomi riil yang sesuai
dengan karakteristik lokal. Gagasan tentu bisa datang dari berbagai sumber.
Namun posisi masyarakat pelaku harus menjadi sentral. Melalui proses partisipatif
yang produktif, diharapkan aktivitas ekonomi produktif yang disepakati oleh para
stakeholder dapat berkembang dan berlanjut (sustainable).
Dalam situasi dimana masyarakat memiliki kehendak kuat untuk menggali dan
memanfaatkan berbagai potensi aktivitas ekonomi produktif namun merasa
kesulitan mengeksplor apa dan bagaimana memulainya, maka pemerintah
dan/atau stakeholder lain diharapkan dapat memprakarsainya dan/atau
memfasilitasinya. Namun pengembangan ekonomi lokal yang diprakarsai oleh
pemerintah (khususnya pemerintah daerah) perlu didiskusikan bersama dengan
stakeholder lain. Ini penting terutama untuk memperoleh perspektif masyarakat itu
sendiri sebagai pelaku tentang kesesuaian gagasannya dan komitmen dalam
pelaksanaan. Intervensi spesifik yang selektif, misalnya percontohan atau
demonstration project, bisa efektif dan berdampak positif bila dirancang dan
diimplementasikan secara tepat sesuai dengan kondisi lokal.
Makalah ini membahas kegiatan memfasilitasi pengembangan aktivitas ekonomi
produktif sebagai upaya mengatasi persoalan rendahnya pendapatan masyarakat
pesisir. Pengenalan paket tekno-bisnis dilakukan sebagai entry point kegiatan.
A. Gambaran Umum
Secara geografis, Kabupaten Bekasi berada pada posisi 106° 48' 78" - 107° 27'
29" Bujur Timur dan 6° 10’ - 6° 30’ Lintang Selatan. Batas-batas administrasi
wilayah Kabupaten Bekasi adalah sebagai berikut:
P2KT PUDPKM 51
DB PKT
PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL
Kondisi topografi Kabupaten Bekasi terbagi atas dua bagian, yaitu dataran rendah
yang meliputi sebagian wilayah bagian Utara (Kecamatan Tarumajaya, Babelan
dan Muaragembong) dan dataran bergelombang di wilayah bagian Selatan.
Berdasarkan kemiringannya, wilayah Kabupaten Bekasi merupakan wilayah yang
relatif landai, yaitu seluas 120.585 ha (94,66%) dengan kemiringan 0-3%.
Sedangkan secara klimatologis, Kabupaten Bekasi termasuk ke dalam iklim tropis
yang memiliki hari hujan rata-rata 100 hari per tahun, dengan curah hujan rata-rata
pertahun 1.635 mm.
Pada tahun 2000, jumlah penduduk rata-rata per km2 adalah 1.290 jiwa.
Kabupaten Bekasi terdiri atas 15 kecamatan dan 187 desa dengan kepadatan
penduduk yang tidak merata. Wilayah yang paling padat adalah Kecamatan
Tambun yaitu 4.195 jiwa per km2, sedangkan yang paling rendah kepadatannya
adalah Kecamatan Muaragembong sebesar 217 jiwa per km2.
Ketenagakerjaan merupakan bagian dari sumber daya manusia yang memiliki
peran penting dalam pelaksanaan pembangunan daerah, karena itu sektor
ketenagakerjaan merupakan sektor yang penting dan membutuhkan perhatian
dalam pengembangannya. Berdasarkan kualitasnya tenaga kerja dapat dibagi atas
tenaga kerja terdidik, terlatih dan terampil, menurut kuantitasnya tenaga kerja
dapat dilihat dari segi jumlah dan ketersediaan tenaga kerja. Data yang tersedia
menunjukkan bahwa penduduk usia kerja yang berumur 10 tahun ke atas pada
tahun 2000 berjumlah 1.245.882 orang (75,8% dari jumlah seluruh penduduk). Dari
jumlah tersebut terbagi menjadi angkatan kerja 583.655 orang (46,85%) dan bukan
angkatan kerja 662.227 orang (53,15%) (Tabel 1).
P2KT PUDPKM 53
DB PKT
PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL
C. Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi (PDRB) merupakan salah satu indikator
perkembangan ekonomi suatu daerah, yang menunjukkan naik-turunnya output
yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi (secara agregat) daerah tersebut
A. Metodologi
Dalam perancangan program pembangunan, berkembang pendekatan yang
memiliki kecenderungan untuk meletakkan masyarakat sebagai pelaku kunci dan
karenanya harus terlibat melalui proses partisipatif sejak dini. Salah satu di antara
pendekatan yang diyakini dapat membantu proses pembuatan kebijakan dan
P2KT PUDPKM 55
DB PKT
PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL
dalam dekade terakhir makin luas digunakan adalah PRA (Participatory Rural
Appraisal).1
PRA pada dasarnya merupakan sehimpunan pendekatan, metode dan perilaku
yang memungkinkan masyarakat mengungkapkan dan menganalisis kenyataan
hidup dan kondisi mereka, untuk merencanakan tindakan apa yang perlu diambil
dan untuk memantau serta mengevaluasi hasilnya (lihat Chambers dan Blackburn,
1996). Landasan metodologis PRA berpusat pada “penyusunan suatu dialog
terstruktur dengan beragam metode untuk berbagi pengetahuan dan analisis untuk
mengembangkan tindakan-tindakan praktis yang penting.”
Meyer-Stamer (lihat misalnya 2002, 2001b) mengembangkan konsep dan
mengimplementasikan PACA (Participatory Appraisal of Competitive Advantage)
dalam beberapa project. Ia juga mengembangkan RALIS (Rapid Appraisal of Local
Innovation Systems. Lihat Meyer-Stamer, 2001a). RALIS diterapkan dalam Proyek
PERISKOP.2
Dalam prakarsa ini, pendekatan tersebut tidak diadopsi sepenuhnya, melainkan
beberapa hal yang dinilai urgen saja untuk dimulai diperkenalkan. Salah satu
pertimbangannya adalah kemendesakan pelaksanaan aktivitas dan ekspektasi
masyarakat di lokasi studi yang ingin melihat “contoh keberhasilan.” Walaupun
begitu, beberapa elemen kunci dari pendekatan partisipatif tersebut menjadi
pertimbangan penting dalam perencanaan kegiatan/aktivitas. Beberapa elemen
penting tersebut terutama adalah:
peningkatan wawasan, dalam bentuk introduksi paket tekno-bisnis yang
dapat dijadikan alternatif aktivitas ekonomi produktif petani tambak
(khususnya yang berpendapatan rendah dan/atau memiliki tambak yang
tidak/kurang produktif);
proses partisipasi, dalam bentuk keterlibatan sejumlah kecil petani tambak,
pelaku bisnis pemasok dan pembeli, dan pemerintah setempat; dan
proses pembelajaran (learning process) secara bertahap yang merupakan
elemen dalam menyusun kegiatan awal percontohan sebagai entry point.
Percontohan dikembangkan sebagai model teaching techno-business
activity. Jadi ini merupakan demonstration project untuk proses
pembelajaran dengan 3 (tiga) elemen yang dinilai penting, yaitu:
- Memberikan contoh praktek tekno-bisnis yang baik (good techno-
business practice);
1
PRA sebenarnya merupakan pengembangan dari RRA (Rapid Rural Appraisal). Lihat
http://www.ids.ac.uk/ sebagai salah satu sumber rujukan on-line.
2
Kantor Riset dan Teknologi, dilaksanakan oleh Fraunhofer dan didanai oleh Kementerian
Pendidikan dan Riset Jerman.
P2KT PUDPKM 57
DB PKT
PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL
2. Secara umum budidaya rumput laut juga mempunyai resiko bisnis yang
rendah;
3. Tingkat turn over bisnis yang relatif cepat (setelah usia produktif, yaitu 2
bulan tanam, panen biasanya dapat dilakukan setiap 2 minggu sekali);
4. Teknologi budidaya rumput laut jenis yang dipilih dalam aktivitas
percontohan ini relatif mudah untuk dapat dikuasai petani sekalipun mereka
sama sekali belum pernah mengenalnya.
C. Learning by Doing
Dengan memperkenalkan budidaya rumput laut yang ditanam di lahan tambak
ataupun di laut di Kecamatan Tarumajaya dan Kecamatan Muaragembong,
diharapkan akan banyak petani nelayan yang tertarik sehingga bisa menjadi
alternatif berusaha dalam mendapatkan tambahan penghasilan.
Melalui proses pembelajaran dengan pola learning by doing, diharapkan petani
bisa belajar, mencontoh dan mempraktekkan bagaimana cara pengadaan dan
penyaluran sarana produksi, teknik budidaya dan penyebaran bibit yang benar,
pengolahan pasca panen, pemasaran hasil produksi, dan quality control atas
produk yang dihasilkan.
Selain untuk mengoptimalkan pemanfaatan tambak yang sudah hampir pasti dapat
memberikan tambahan pendapatan bagi petani nelayan, budidaya rumput laut juga
dapat menciptakan suatu lapangan kerja baru, mengembangkan sumber daya
D. Model Bisnis
Seperti halnya usaha pertanian lainnya, maka usaha budidaya rumput laut juga
memerlukan manajemen terpadu. Semua elemen-elemen yang terlibat dan terkait
diupayakan dijaga agar tidak merasa ada yang dirugikan. Demikian halnya
kontinyuitas berproduksi dan berusaha. Untuk itu, perlu dibuat suatu model atau
konsep bisnis yang saling menguntungkan. Dalam kaitan ini, aspek kelembagaan
menjadi sangat penting.
Produksi rumput laut petani merupakan bahan baku bagi industri pengolahan dan
ekspor. Karenanya industri pengolahan dan ekspor akan sangat tergantung
kepada kualitas rumput laut yang dihasilkan petani. Sehubungan dengan itu perlu
dikembangkan suatu model kerjasama bisnis agar pengembangan sistem
agribisnis rumput laut ini, mulai dari pengadaan sarana produksi sampai kepada
pemasarannya, tidak terganggu dan dapat berjalan lancar.
Industri Industri
Pembibitan Budidaya Industri
Pembibitan Budidaya Pengolahan Pengguna
Pengolahan
Dalam Negeri
Petani
Petani Pengusaha
Pengusaha Ekspor
P2KT PUDPKM 59
DB PKT
PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL
4. TEMUAN AWAL
B. Bantuan Bibit
5. PENUTUP
Usaha budidaya rumput laut jenis gracilaria sp sudah mulai diperkenalkan kepada
masyarakat pesisir pantai Kabupaten Bekasi, khususnya di Kecamatan
Tarumajaya dan Kecamatan Muaragembong, melalui pengembangan percontohan.
Beberapa anggota masyarakat dan kalangan swasta pun sudah ada yang
menyatakan minatnya untuk terjun dalam usaha budidaya rumput laut ini.
Karena itu perlu dikembangkan suatu bentuk model bisnis yang dapat memberikan
keuntungan kepada semua pihak, baik petani, pelaku usaha dan industri
P2KT PUDPKM 61
DB PKT
PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL
P2KT PUDPKM 63
DB PKT
PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL
LAMPIRAN
Biaya
No Uraian Ukuran
(Rp)
I Tambak 1 Ha
Biaya sewa lahan tambak per tahun 1.000.000
Terpal
Plastik
Tali plastik 50 m
Kantung plastik 50 kg
Keranjang
Timbangan 1 buah
Nilai Jumlah
Jumlah
No Uraian Satuan Satuan Nilai
Satuan
(Rp) (Rp)
1. Biaya Variabel
a. Transportasi kali 25.000 2 50.000
b. Konsumsi hari 50.000 2 100.000
c. Miscellaneous paket 50.000 1 50.000
d. Tenaga lepas harian orang 25.000 4 100.000
e. Logistik (gula,kopi,teh) kilo 10.000 3 30.000
Subtotal biaya variabel 330.000
2. Biaya Tetap
a. Biaya umum & administrasi 50.000 50.000
b. Penyusutan 350.000 350.000
Subtotal biaya tetap 400.000
Total Biaya Operasional 730.000
Catatan:
Bibit sebanyak 2 ton diterima dari mitra usaha dengan catatan agar dikembalikan
lagi sebanyak 1,5 kalinya saat panen perdana.
Modal Kerja = Total Biaya Operasional - Penyusutan
P2KT PUDPKM 65
DB PKT
PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL
Catatan:
Harga Rp. 1.500,-/kg adalah harga rata-rata untuk rumput laut kering.
Perbandingan rumput laut basah dan kering adalah 1 : 10.
Panen ke 1 s/d 5 diasumsikan tetap yaitu 7 kali bibit awal (2 ton), kemudian
sebanyak 2 ton ditebar kembali sebagai bibit untuk panen berikutnya.
Pengembalian bibit panen perdana sebanyak 3.000 kg kepada mitra usaha.
P2KT PUDPKM 67
DB PKT
PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI LOKAL
Catatan:
Asumsi harga rumput laut kering di tingkat petani Rp. 1.500,-/kg.
Pinjaman Kredit Investasi Rp. 1.500.000,- dari Bank/Lembaga Keuangan lain
dengan tingkat bunga 15% per tahun.
Pengeluaran Kas
Biaya Investasi 2.500.000
Biaya Variabel 1.650.000 1.650.000 1.650.000 1.650.000
Pengeluaran untuk petani 0 0 0 0
Biaya tetap:
a. Biaya umum & adm. 250.000 250.000 250.000 250.000
b. Pajak 0 0 0 0
Jumlah Pengeluaran 4.400.000 1.900.000 1.900.000 1.900.000
P2KT PUDPKM 69
DB PKT