Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
Anak merupakan anugerah Tuhan yang harus dijaga dengan baik agar mampu
melewati setiap fase tumbuh kembang dalam hidupnya. Periode emas atau golden age
(0-3 tahun) merupakan masa anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara
cepat. Hal ini mengisyaratkan bahwa apabila anak diberikan banyak stimulus dan
aspek kognitif, motorik, serta afektif bisa dicapai secara optimal yang akan
mendukung perkembangan anak selanjutnya. Hal ini tentu saja bisa dicapai apabila
anak tumbuh secara normal, berarti bahwa tidak ada gangguan yang diderita anak
baik secara fisik, psikologis maupun perilakunya. Sebaliknya jika anak memiliki
kehidupannya sehari-hari. Suatu bentuk gangguan perilaku yang umumya terjadi pada
anak usia dini dan usia sekolah adalah hiperaktivitas atau ADHD (Attention
Secara umum ADHD paling banyak ditemukan pada anak-anak usia sekolah dengan
persentase 3-5% dan lebih sering dialami oleh anak laki-laki (Walker & Michael,
1992; National Institutes Health,1998; Everett & Everett, 1999; American Academy
of Pediatrics,2000).
Ekowarni (2003) menyebutkan data dari unit Psikiatri Anak (day care) RSUD Dr.
anak ADHD dengan berbagai karakteristik dari tahun 2000 ke tahun 2001, yakni dari
60 anak menjadi 86 anak. Data jumlah anak ADHD dengan berbagai karakteristik di
RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama tahun 2001 adalah 30 anak dengan ADHD yang
tanpa disertai gangguan lain (32,96%), 15 anak dengan ADHD dan gangguan tingkah
laku (16.48%), 8 anak dengan spektrum autis (8.79%), 12 anak dengan ADHD dan
epilepsi (13.19%), 13 anak dengan ADHD dan gangguan berbahasa (14.28%), 6 anak
dengan ADHD dan kecerdasan batas ambang (6.59%) dan 2 anak dengan ADHD dan
antisosial (2.20%). Dari 30 anak ADHD pada tahun 2001 di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya terdapat 21 anak laki-laki (70%) dan 9 anak perempuan (30%). Mereka
terdiri atas berbagai golongan usia, yaitu : 9 anak dengan usia 3-5 tahun (30%), 18
anak dengan golongan usia 6-8 tahun (60%), 2 anak dengan golongan usia 9-12 tahun
Hal yang cukup menarik diperhatikan bahwa persentase anak yang mengalami
gangguan ADHD tanpa disertai gangguan mental lainnya (seperti autism) atau
ADHD murni menunjukkan angka cukup besar yaitu 32,96%. Kenyataan ini
memberikan suatu gambaran bahwa ADHD murni banyak terjadi, dan untungnya jika
tidak disertai gangguan mental lain, maka proses terapi akan lebih mudah dilakukan
jika dibandingkan dengan anak ADHD disertai dengan gangguan mental lainnya.
selanjutnya (Ekowarni,2003)
dilakukan untuk membantu anak ADHD antara lain terapi modivikasi perilaku, terapi
sosial, pengajaran tambahan, dan terapi kelompok), terapi diet dan terapi obat.
anak. Menurut Ross & Ross (1982) terapi modivikasi perilaku dapat membantu
mengatasi problem ADHD pada anak. Beberapa hasil penting dalam fungsi sehari-
hari pada anak-anak ADHD yang dapat dicapai dalam modivikasi perilaku adalah :
hubungan dengan anggota keluarga dan relasi sosial. Salah satu bentuk modivikasi
perilaku yang umumnya dilakukan oleh terapis anak ADHD adalah time out
Time out merupakan suatu cara menghilangkan situasi negatif pada anak
dengan memberikan waktu kepadanya agar bisa berfikir lebih tenang mengenai apa
yang telah dilakukannya. Pendekatan ini merupakan alat yang tepat untuk anak-anak
berusia 18 bulan sampai 10 tahun. Cara ini bisa digunakan untuk mengendalikan
Suatu penelitian time out telah dilakukan oleh Powers (1983) untuk
time out yang diterapkan di tempat penitipan anak menunjukkan penurunan frekuensi
menggigit yaitu menjadi 6 kali minggu pertama, 4 kali minggu kedua, dan 0 kali pada
dalam pelaksanaan metode tersebut. Setelah di follow up, kebiasaan menggigit hilang
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa time out merupakan salah satu
alternatif efektif untuk mengurangi intensitas perilaku anak yang tidak diharapkan
(dalam kasus ini menggigit). Hal ini berarti time out dapat pula digunakan pada
keseharian. Fabiano (2003) melakukan sebuah penelitian time out pada anak ADHD
dengan 2 setting, yaitu time out dengan durasi waktu singkat (5 menit) dan lama (15
menit), serta tidak menggunakan time out pada 71 anak ADHD. Hasil penelitian
mengindikasikan bahwa time out lebih unggul untuk mengurangi intensitas perilaku
differences) dianggap sebagai suatu faktor yang menybabkan perbedaan respon pada
anak terhadap pemberlakuan time out. Oleh karena itu time out diindikasikan sebagai
suatu metode efektif untuk mengurangi perilaku negatif pada anak ADHD.
menjadi alternatif penanganan anak ADHD di luar negeri. Hal ini kemudian menjadi
sebuah rekomendasi untuk melakukan penelitian tentang time out sebagai alternatif
Indonesia. Oleh karena itu diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi positif
untuk pembentukan perilaku anak ADHD yang lebih terarah, karena time out
merupakan suatu pendekatan yang sederhana dan efektif jika dilakukan dengan
konsisten.
wicara, maupun modivikasi perilaku, tidak hanya ditentukan oleh kemampuan terapis
yang menangani, akan tetapi pentingnya peran orang tua dalam mendukung program
yang telah diatur dalam proses terapi agar mendapatkan hasil yang maksimal
(penelitian Powers, 1983). Selama ini, orang tua kerap kali mempercayakan kemajuan
perkembangan anak dalam proses terapi pada terapis bersangkutan tanpa adanya
peran serta secara aktif dalam setiap terapi yang diikuti oleh anak tersebut. Padahal
jika ditinjau lebih lanjut, adanya peran orang tua dalam sesi terapi anak ADHD akan
padahal program itu tidaklah berkaitan langsung dengan anaknya. Oleh karena itu,
dalam suatu proses terapi sebaiknya orang tua dan anak bekerjasama sebagai tim.
Sebuah contoh program diakukan oleh Myers (2008) yaitu a broad spectrum
orang tua dan anak kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan sosial sebagai
improvisasi motivasi dan harga diri. Program ini menunjukkan keberhasilan dimana
seorang anak ADHD akan merasa mampu menganalisis kemampuan yang seharusnya
Terapi lain seperti modivikasi perilaku juga melibatkan orang tua seperti yang
dipaparkan oleh Judarwato (2008) bahwa orang tua sebaiknya selalu mendampingi
modivikasi bentuk kegiatan yang menarik minat, sehingga lambat laun dapat
mengajarkan anak dan memberikan pengertian yang benar tentang segala sesuatu
yang harus ia kerjakan dan segala sesuatu yang tidak boleh dikerjakan serta memberi
Umpan balik, dorongan semangat, dan disiplin, hal ini merupakan pokok dari upaya
perbaikan perilaku anak dengan memberikan umpan balik agar anak bersedia
melakukan sesuatu dengan benar disertai dengan dorongan semangat dan keyakinan
hadiah tertentu yang bersifat konstruktif. Bila hal ini tidak berhasil dan anak
menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak terkendali harus segera dihentikan atau
time out, orang tua memegang peran utama sebagai terapis di rumah,
yang lebih positif akan mempengaruhi keberhasilan anak dalam terapi dan
perilaku anak ADHD dengan time out akan dilaksanakan oleh orang tua dan
proses evaluasi, sehingga orang tua dapat memahami kondisi anak ADHD
yang sebenarnya, dan anak akan memiliki kualitas dan kuantitas komunikasi
maka bisa dilakukan dengan menggunakan sebuah kursi yang diletakkan di tempat
yang sunyi dan membosankan. Namun jika anak melakukan kesalahan di luar rumah,
orang tua bisa memberikan “karcis time out” untuk melaksanakan hukuman saat tiba
di rumah atau memberikan time out di tempat kejadian. Durasi time out sebaiknya
time out adalah konsistensi yang tinggi agar anak memahami bahwa orang tua
memegang kendali besar dalam perilakunya sehari-hari dan penerapan time out ini
serius adanya.
penguatan positif (positive reinforcement) seperti pujian dan hadiah saat anak mampu
berperilaku baik. Sehingga anak akan mendapatkan time out saat dia melakukan
dilakukan agar anak mampu meningkatkan perilaku yang baik dengan cara
merupakan tujuan umum dari penanganan yang dilakukan oleh banyak terapis anak
ADHD.
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana efektivitas aplikasi time out dalam penanganan perilaku anak ADHD
Disorder)?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
bagi banyak pihak. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
a) Orang tua anak ADHD (Attention Deficit/ Hyperactivity Disorder) agar bisa
terapi yang telah diikuti anak sebelumnya. Selain itu, pentingnya peran orang
tua dalam keberhasilan terapi sehingga akhirnya bersedia terlibat lebih intens
time out sebagai alternatif terapi dalam penanganan berbagai masalah perilaku
anak.