You are on page 1of 18

BAB 9

KEBERADAAN FOLKLORE
9.1. Pengantar
Tradisi lisan sebagai folklore lahir, tumbuh dan menyebar di masyarakat
sebagai hasil kreativitas dari cara berfikir, berperasaan, dan bersikap yang dituangkan
dalam bentuk lisan sebagai jiwa dan milik masyarakat bersangkutan dan menyebar
dikalangan masyarakat pula, terutama yang memiliki latar belakang etnik sama.
Dengan demikian, folklore diciptakan oleh masyarakat; hidup di masyarakat; dan
menyebar di masyarakat, sehingga masyarakat sebagai dasar tempat tumbuh dan
berkembangnya kehidupan batin dan rokhani dari folklore tersebut.
Tradisi lisan termasuk ke dalam salah satu unsur kebudayaan yang disebut
folklore, yang tersebar di seluruh Indonesia dan diwariskan secara turun temurun dari
suatu kelompok masyarakat disertai contoh dan perbuatan yang terkandung di dalam
isi tradisi lisan tersebut yang disampaikan secara lisan. Tradisi lisan seperti ini
mencakup kesusastraan lisan, musik, dongeng atau cerita-cerita rakyat setempat
(folktales) termasuk mite-mite. Kadangkala ke dalam tradisi lisan dimasukan tarian-
tarian serta kepercayaan-kepercayaan rakyat (folk beliefs). Tradisi lisan berupa cerita
atau hikayat pada mulanya diceritakan dari mulut ke mulut yang kadang-kadang
sebagai pelipur lara, kemudian berkembang menjadi sandiwara radio, akhirnya
menjadi cerita yang ditayangkan di televisi pemerintah maupun swasta.
Tradisi lisan dalam perkembangannya mengalami perubahan tertentu,
misalnya cerita rakyat yang isinya sama, tetapi disajikan oleh orang yang berbeda di
tempat yang berbeda, maka dalam penyajiannya akan menunjukkan adanya variasi-
variasi tertentu, seperti pertunjukan wayang golek di Jawa Barat yang menceritakan
bagian cerita Mahabharata dimainkan oleh dua dalang yang berbeda, maka salah
satunya akan membawakan dan menunjukkan variasi-variasi tertentu berupa bumbu-
bumbu cerita atau cerita yang direkayasa dan tidak ada dalam cerita aslinya
(Mahabharata) sebagai hasil kreativitas dalang yang memiliki ‘local genius’ khas. Di
dalam tradisi lisan, di samping menceritakan hal-hal tertentu, juga dapat isinya dapat
dipelajari mengenai beberapa segi nilai-nilai moral, pendidikan, dialek, nilai estetika,
nilai religius, taraf kemampuan atau alam pikiran dan pandangan hidup masyarakat
yang memilikinya.
Folklore telah ada semenjak manusia belum mengenal tulisan, maka bahasa
lisan memegang peranan penting sebagai alat komunikasi dan alat untuk menceritakan
pengalaman-pengalaman yang terjadi di masyarakat, kemudian berkembang menjadi
cerita yang menarik untuk didengar seperti cerita kepahlawanan, cerita kejadian alam,
dan cerita-cerita lainnya. Akhirnya folklore berkembang tidak hanya cerita tetapi puisi,
nyanyian rakyat, tarian, musik dan alatnya, tarian tradisional, upacara tradisional,
pakaian dan perhiasan tradisional, dan lain-lain.
Folklore tidak hanya tumbuh dan berkembang di daerah asalnya tetapi
menyebar ke daerah lain di lingkungan masyarakat etnik yang berbeda, sejalan
dengan perkembangan dan pertumbuhan penduduk. Penyebaran atau difusi folklore
dibawa oleh masyarakat etnik tertentu yang berpindah tempat tinggal karena
1
pekerjaan, berdagang, atau berusaha hidup jauh dari tempat kelahirannya, yang antara
lain melalui trasmigrasi. Perpindahan penduduk antar wilayah termasuk perpindahan
antar pulau seperti ini telah menyebarkan folklore dari Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, dan Bali ke berbagai wilayah di Indonesia, begitupula folklore dari daerah
lainpun terdapat di pulau Jawa. Bahkan folklore dari Pulau Jawa telah berkembang di
negara lain di benua Amerika yaitu di Suriname yang banyak dihuni oleh masyarakat
etnik Jawa yang pada mulanya diberangkatkan pada jaman kolonial Belanda sebagai
kuli kontrak, sekarang ini masyarakat etnik Jawa memegang peranan penting dalam
kehidupan di negara tersebut.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa folklore hanya sebagian dari
kebudayaan, yang secara umum penyebarannya melalui tutur kata atau lisan; maka
ada yang menyebutnya sebagai tradisi lisan. Sebenarnya istilah tradisi lisan tidak
cocok untuk mengganti istilah folklore, karena istilah tradisi lisan mempunyai arti yang
sempit, sedangkan folklore mempunyai arti yang luas. Tradisi lisan hanya mencakup
cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, dan nyanyian rakyat, sedangkan folklore mencakup
lebih dari itu seperti tarian dan arsitektur rakyat. Selanjutnya penyebutan tradisi lisan
dalam bagian buku ini menjadi folklore saja.

9.2. Pengertian Folklore


Kata folklore adalah kata majemuk yang berasal dari kata folk dan lore. Kata
folk sama artinya dengan kata masyarakat (rakyat atau kolektif), maka kata folk
dengan jelas diartikan “sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial,
dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dengan kelompok-kelompok lainnya”. Ciri-
ciri pengenal tersebut dapat berwujud : warna kulit yang sama, bentuk rambut yang
sama, bahasa yang sama, mata pencaharian yang sama, taraf pendidikan yang sama,
dan agama yang sama. Namun yang paling penting yaitu memiliki tradisi yang sama,
diterima dan diwariskan secara turun temurun sedikitnya dua generasi, yang diakui
sebagai milik bersama, dan mereka sadar akan identitas kelompoknya sendiri. Dengan
demikian, kata Folk sinonim dengan kolektif atau masyarakat yang juga memiliki ciri
pengenal fisik atau kebudayaan yang sama, dan kesadaran kepribadian sebagai
kesatuan masyarakat. Sedangkan kata lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian
kebudayaannya yang diwariskan secara turun temurun secara lisan melalui gerak
isyarat atau alat bantu pengingat. Sehingga secara keseluruhan, folklore artinya
“sebagian kebudayaan suatu masyarakat (kolektif) yang tersebar dan diwariskan
secara turun temurun di antara warga masyarakat yang bermacam-macam secara
tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang
disertai gerak isyarat atau alat bantu mengingat”.

9.3. Ciri dan Fungsi Folklore


Folklore secara umum memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat dibedakan dengan
hasil kebudayaan lainnya. Adapun ciri-ciri tersebut antara lain :
1) Disebarkan secarta lisan, yaitu dari mulut ke mulut dari suatui generasike
generasi berikutnya. Pada umumnya antara orang yang ahli dalam bidang folklore
mengajarkan atau menurunkannya tidak seperti pada pendidikan sekolah,
melainkan mengajarkannya di rumah atau sambil melakukan pertunjukkan.

2
2) Folklore bersifat tradisional yang disebarkan dalam bentuk standar di antara
kelompok kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama, paling sedikit dua
generasi.
3) Folklore selalu ada dalam versi yang berbeda-beda. Misalnya, ceritera lutung
kasarung versi Banten, berbeda dengan ceritera lutung kasarung versi Priangan.
Walaupun pada garis bersarnya ceritera tersebut sama. Terjadinya perbedaan
seperti ini akibat penyebarannya dari mulut ke mulut yang kadangkala penerima
lupa atau adanya penambahan-penambahan untuk memperkuat isi. Walaupun
demikian, perbedaannya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk
dasarnya dapat tetap bertahan.
4) Nama pencipta cerita rakyat biasanya sudah tidak dikenal lagi (anonim),
karena pencipta menyajikannya di masyarakat, kemudian diturunkan, disebarkan
lagi dan diingat oleh masyarakat pendengar hanya jalan dan isi ceritanya saja.
5) Cerita rakyat biasanya mempunyai bentuk klise, artinya mempergunakan kata-
kata klise, ungkapan tradisional di mana kalimat pembukaan dan kalimat penutup
yang sama. Misalnya, untuk menggambarkan kecantikan seorang gadis dengan
kalimat “indah bagaikan bulan empat belas hari”, atau untuk menggambarkan
kemarahan seseorang dengan sebutan “seperti ular berbelit-belit”.
6) Folklore mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama secara kolektif (di
masyarakat). Misalnya secara lisan, cerita rakyat mempunyai kegunaan sebagai
alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan yang terpendam.
7) Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai
dengan logika umum. Ciri seperti ini terutama berlaku bagi folklore lisan dan
sebagian lisan.
8) Folklore menjadi milik bersama dari masyarakat tertentu (kolektif). Hal ini
sebagai akibat dari penciptanya sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap warga
masyarakat bersangkutan merasa memilikinya.
9) Folklore pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatan
kasar dan spontan. Mengingat folklore merupakan proyeksi emosi manusia yang
paling jujur atau perwujudan sebagai suatu pernyataan perasaan atau pendapat
yang paling jujur.
Folklore muncul dan berkembang dari tradisi lisan, dan akan tetap disebut folklore
walaupun telah diterbitkan ke dalam bentuk cetakan atau rekaman. Hal ini dikarenakan
bahwa folklore akan tetap memiliki identitas folklornya selama kita mengetahui bahwa
ia berasal dari peredaran tradisi lisan.
Folklore tidak semata-mata disajikan kepada khalayak masyarakatnya,
melainkan isinya terkandung beberapa fungsi. Fungsi folklore utama adalah yang lisan
dan sebagian lisan, karena berisi petunjuk secara lisan tentang pendidikan dan
kehidupan masyarakat untuk bertindak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku.
Untuk lebih jelasnya secara umum fungsi folklore dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
1) Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan
masyarakat (kolektif),
2) Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga
kebudayaan,
3) Sebagai alat pendidikan anak,

3
4) Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan
selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya.
Selain itu folklore juga sebagai alat protes sosial. Rakyat atau masyarakat melakukan
protes sosial tidak langsung melalui folklore, tidak seperti sekarang ini langsung
melakukan demonstrasi terhadap pemerintah ke gedung DPR/DPRD atau kepada
lembaga dijadikan tempat protes. Folklore sebagai alat protes sosial dilakukan dengan
nyanyian yang menyindir kebijakan pemerintah atau dengan perkataan lain seperti
yang dilakukan mahasiswa untuk memprotes pemerintahan Presiden Soekarno yang
saat itu mengeluarkan kebijakan indoktrinasi terhadap masayarakat, maka oleh
mahasiswa diplesetkan bahwa “rakyat tidak butuh indoktrinasi tetapi butuh endok
(telur), teri, dan nasi” karena saat itu terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan harga-
harga naik dan sulit untuk dibeli.
Folklore juga memiliki fungsi sebagai penyalur pendapat rakyat, yang paling
mudah untuk melihat keinginan rakyat yaitu melalui nyanyian-nyanyian atau melalui
lelucon yang berisi kritikan-kritikan terhadap pemerintah, dari nyanyian seperti yang
diungkapkan oleh Iwan Fals dan Franky Sahilatua. Isi kritikan mengenai pengangguran
yang semakin bertambah sedangkan yang diterima bekerja adalah mereka yang
bermain KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dengan judul “Krisis Pemuda” isinya
bercerita tentang pemuda berpendidikan yang tidak dapat bekerja, lagu ini dinyanyikan
Iwan Fals, dengan cuplikannya sebagai berikut,

Dimana kusumbangkan tenaga


Demi laju bangun negara
Tapi sempat ku berbicara
Lowongan kerja tak kudapatkan
Sistim koneksi sistim kolusi
Merajalela di setiap instansi

Selain itu, keritikan dalam bentuk obrolan yang diplesetkan menjadi lelucon yang
mengkritik kebijakan pemerintah, yang disiarkan oleh salah satu stasiun swasta dalam
acara ‘Republik BBM (Baru-Bisa Mimpi)’.

9.4. Keberadaan Folklore


Folklore di Indonesia secara garis besarnya dikategorikan ke dalam tiga
kelompok, yaitu :
1) Folklore lisan (verbal folklore), terdiri dari :
a) Bahasa rakyat, seperti : dialek, logat bicara, julukan, sindiran, pangkat atau
jabatan, gelar, bahasa simbolik, dan lain-lain.
b) Ungkapan tradisional, seperti : peribahasa, pepatah, dan lain-lain.
c) Pertanyaan tradisional, seperti teka-teki rakyat.
d) Puisi rakyat, seperti : pantun, syair, gurindam, bidal, pemeo, dan lain-lain.
e) Cerita atau prosa rakyat, seperti : dongeng suci (mite), legenda, dan lain-lain.
f) Nyanyian-nyanyian rakyat, seperti : tongtolang nangka, eundeuk-eundeukan,
cingcangkeling, dan lain-lain.
2) Folklore setengah lisan (partly verbal folklore) :
4
Foklor ini bentuknya merupakan campuran antara unsur lisan dan unsur
bukan lisan, antara lain :
a) Permainan rakyat dan hiburan rakyat, seperti : reog, calung, beluk,
dan lain-lain.
b) Drama rakyat, seperti : longser, wayang, banjet, lenong, ludruk, dan
lain-lain.
c) Tarian, seperti : tari serimpi, tari kuda lumping, tari topeng, dan lain-
lain.
d) Upacara-upacara dan pesta rakyat, seperti : upacara perkawinan,
pesta khitanan dengan naik kuda lumping atau gotong-singa, upacara
galungan, pesta laut, upacara sekaten, dan lain-lain.
Kepercayaan rakyat termasuk juga ke dalam jenis folklore setengah lisan. Misalnya
oleh orang modern disebutnya takhyul, yang terdiri dari pernyataan bersifat lisan
ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap memiliki makna gaib seperti benda-
benda yang dianggap mem-bawa rezeki dalam bentuk tertentu yang digunakan
pada saat tertentu, ditambah larangan yg harus dihindari oleh pemiliknya, apabila
melanggar maka benda tersebut hilang khasiatnya.
3) Folklore bukan lisan (non-verbal folklore), terdiri dari :
a) Arsitektur rakyat, seperti : bentuk rumah Baduy, rumah gadang dari
Minangkabau, rumah panjang dari Kalimantan, dan lain-lain.
b) Seni kerajinan tangan, seperti : seni batik, seni ukir, seni pahat, seni lukis, seni
membuat keris, seni membuat wayang, seni membuat gerabah, seni keramik,
dan lain-lain.
c) Pakaian dan perhiasan, seperti : pakaian dan perhiasan yang digunakan pada
waktu tertentu, golongan tertentu yaitu pakaian tradisional sebagai pakaian
adat, dan sebagainya.
d) Alat-alat musik, seperti : alat musik yang terbuat dari bambu antara lain untuk
calung, angklung, celempung, seruling, dan sebagainya; alat musik yang yang
terbuat dari kulit dan kayu, antara lain gendang, dogdog untuk reog, dogdog
lojor, bedug; seperangkat alat musik gamelan yang terbuat dari logam; dan
lain-lain.
e) Musik rakyat, seperti : Kolintang dari Minahasa Sulawesi Utara, Gendang
Beleg dari Sasak Lombok, Arumba (alunan rumpun bambu) dari Sunda Jawa
Barat, Tanjidor dari Betawi, Gambang Kromong dari Betawi, dan lain-lain.
Folklore ini bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara
lisan. Folklor bukan lisan terdiri dari yang tergolong material seperti yang sebagian
dijelaskan di atas yaitu arsitektur, hasil kerajinan, pakaian dengan perhiasannya,
alat-alat musik, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional.
Sedangkan folklore yang bukan material antara lain : musik rakyat, gerak isyarat,
bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (bunyi kentongan yang dipukul berturut-turut
dalam jangka waktu yang relatif cukup lama sebagai tanda bahaya di pulau Jawa).

9.5. Contoh Folklore Lisan (tradisi lisan)

5
Berikut ini beberapa contoh folklore lisan dapat disebut sebagai tradisi lisan
yang terdapat di Indonesia, yaitu :
1) Bahasa Rakyat.
Bentuk-bentuk folklore lisan yang termasuk bahasa rakyat adalah dialek-dialek
seperti yang telah dijelaskan pada bagian 9 semerter 2 mengenai fungsiolek yaitu
variasi bahasa berdasarkan fungsinya, antara lain :
a) Akrolek
b) Basilek
c) Vulgar
d) Slang
e) Shop talk (bahasa oedagang)
f) Colloquial (kolokial)
g) Jargon
h) Argot
i) Sirkumlokusi
Folklore lisan dapat dilihat juga pada bagian 10 semerter 2 mengenai sosiolek atau
variasi tingkatan bahasa seperti yang digunakan pada masyarakat etnik Jawa dan
Sunda. Selain itu terdapat pula bahasa rakyat yang disebut onomatopoetis
(anomatopoetic) yaitu kata-kata yang dibentuk dengan mencontoh bunyi atau suara
alamiah. Misalnya, kata gledek untuk menyebut halilintar karena suaranya yang
demikian; kata greget untuk menyebut perasaan sengit yang seolah-olah ingin
menggigit orang, kata ini sering digunakan sebagai variasi bahasa santai dan biasa
digunakan oleh orang Betawi; di kalangan mahasiswa menyebut hekter (alat untuk
menyatukan kertas) disebut drek atau dreuk; dan lain-lain.
Bentuk terakhir bahasa rakyat adalah onomastis (onomastics), yaitu nama
tradisional jalan atau tempat-tempat tertentu yang mempunyai legenda atau sejarah
terbentuknya. Misalnya, di Bandung Jawa Barat banyak terdapat tempat yang diberi
nama keadaan tempat tersebut atau asal terbentuknya, seperti Babakan Ciamis berarti
yang mendirikan perkampungan di tempat tersebut pada awalnya orang Ciamis; begitu
juga halnya nama-nama tempat atau wilayah seperti Jakarta, Banyuwangi di Jawa
Timur, Pandeglang di Banten, dan lain-lain.
Adapun fungsi bahasa rakyat adalah :
a) Untuk memberi serta memperkokoh identitas kelompok masyarakat
(folknys) seperti, slang, bahasa bertingkat, argot, shop talk, colloquial, dll.),
b) Untuk melindungi kelompok masyarakat (folk) pemilik folklore tersebut
dari ancaman masyarakat (kolektif) lain atau penguasa (slang, bahasa rahasia,
dll.),
c) Untuk memperkokoh kelompok masyarakat (folksnya) pada jenjang
pelapisan masyarajat (gelar dan bahasa bertingkat),
d) Untuk memperkokoh kepercayaan rakyat dari kelompok masyarakat
(sirkumlokusi dan julukan atau alias yang diberikan kepada anak-anak yang
kesehatanya buruk).

2) Ungkapan Tradisional

6
Yaitu “kalimat pendek yang yang disarikan dari pengalaman panjang:, adapula
yang mengartikan “kebijaksanaan orang banyak yang merupakan kecerdasan
seseorang” karena untuk dapat menggunakan dan menciptakan pribahasa adalah
orang yang mampu mengolah kata-kata sehingga memiliki makna yang tidak langsung
dan yang bersangkutan memiliki kecerdasam berbahasa. Ungkapan memiliki fungsi
seperti fungsi folklore secara umum yang dijelaskan sebelumnya, juga sebagai alat
pengendalian sosial melalui kritikan-kritikan secara tidak langsung tetapi mengena
pada orang yang melanggar norma yang berlaku di masyarakat walaupun nama dan
orangnya tidak ditunjukkan.
Ungkapan tradisional disebut juga peribahasa dan dapat dibagi menjadi empat
kelompok besar, yaitu :
a) Peribahasa yang sesungguhnya, adalah ungkapan tradisional
yang memiliki sifat-sifat :
(1) Kalimatnya lengkap.
(2) Bentuknya kurang mengalami perubahan,
(3) Mengandung kebenaran dan kebijaksanaan.
Peribahasa atau ungkapan pada kelompok ini merupakan kalimat sederhana
seperti :
• Belajar ke yang pintar, berguru ke yang pandai artinya menuntut ilmu itu
adalah kepada orang yang berilmu pengetahuan dan berpengalaman.
• Berbuatlah yang pantas-pantas saja artinya bertingkah atau bertindak yang
wajar-wajar saja.
• Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalan artinya kasih
ibu atau orangtua kepada anaknya.tak akan habis, kekal dan abadi, tetapi
kasih anak kepada ibunya tak sedalam itu.
• Yang lahir menunjukkan yang batin artinya tingkah laku atau pembicaraan
seseorang menunjukkan siapa orang itu yang sebenarnya (menunjukkan watak
aslinya).
• dan lain-lain
b) Peribahasa yang tidak lengkap kalimatnya. Ungkapan atau
peribahasa seperti ini bemiliki sifat :
(1) Kalimatnya tidak lengkap,
(2) Bentuknya sering berubah,
(3) Jarang mengungkapkan kebijaknaan,
(4) Biasanya bersifat kiasan.
Contoh peribahasa atau ungkapan pada kelompok ini tidak mempunyai subyek
atau tidak mempunyai kata kerja, antara lain :
• Asal ada kecilpun pada artinya sedikitpun cukup daripada tidak sama
sekali.
• Menepis air di dulang artinya membuka aib sendiri.
• Tak jauh lenggang dari ketiak artinya tak jauh pokok persoalan; selalu
dekat; tak mungkin jauh.
• Kuning langsat
• Kepala batu
• Kutu buku

7
• Mati kutu
• Lupa diri
• Makan suap
• Musang berbulu ayam
• dan lain-lain
c) Perubahasa perumpamaan, adalah ungkapan tradisional, yang
biasanya dimulai dengan kata-kata ‘bagai’, ‘seperti’, ‘ibarat’ dan lain-lain.
Contohnya antara lain :
• Bagai duduk di atas bara artinya gelisah atau tidak betah
• Bagai air di daun keladi
• Seperti telur di ujung tanduk artinya suatu keadaan yang
gawat
• Seperti orang kena pekasih artinya seperti orang kena
pelet
• Seperti nangka jatuh artinya orang gemuk terjatuh karena
tak kuat pijakannya
• Otaknya seperti otak udang artinya bodoh
• Bagai punguk merindukan bulan artinya orang yang
merindukan sesuatu yang tak mungkin didapat atau diperolehnya.
• Bagai anak ayak kehilangan induk artinya kocar-kacir
karena kehilangan yang dijadikan tumpuan.
• dan lain-lain.
d) Ungkapan yang mirip peribahasa, adalah ungkapan yang
digunakan untuk penghinaan, nyeletuk, atau suatu jawaban pendek, tajam, lucu,
dan merupakan peringatan yang dapat menyakitkan hati. Misalnya :
• “kau ini lelaki bapak ayam” artinya banyak istri
• ‘”babi benar kau” cacian untuk merendahkan orang
• si muka badak julukan untuk orang yang tak tahu malu
• bujang lapuk artinya laki-laki yang sudah tua tapi belum beristri
• dan lain-lain

3) Pertanyaan Tradisional
Pertanyaan tradisional merupakan teka-teki yang hidup di masyarakat, memiliki
fungsi (a) untuk menguji kepandaian seseoarng, (b) untuk meramal, (c) bagian dari
upacara perkawinan, (d) dilakukan pada waktu luang atau untuk mengisi waktu, (e)
untuk dapat melebihi orang lain. Jawabannyapun untuk tetaki-teki yang diajukan
biasanya bersifat tradisional pula. Teki-teki maupun jawabannya diambil dari benda
atau keadaan yang terdapat di sekeliling kehidupan masyarakat.
Teka-teki sering dibuat pertanyaan berdasarkan sifat hal yang digambarkan di
dalam pertanyaan atau berdasarkan persamaan dengan benda, tanaman, binatang,
ataupun manusia, misalnya :
a. persamaan dengan mahluk hidup
“Mahluk apa yang pada pagi hari mempunyai empat kaki, pada siang hari tiga
dua kaki, dan pada malam hari tiga kaki ?” Jawabnya : “Manusia”
b. persamaan dengan binatang

8
- “Ayam apa yang berbulu terbalik bermain di kebun ?” Jawabnya : “
Buah nanas”.
- “Bungkuk-bungkuk bukan udang, bercapit bukan kepiting, apakah
itu ?” Jawabnya : “Tukang pungut puntung rokok yang menggunakan alat
jepit dari bambu”.
c. persamaan dengan beberapa binatang
“Dua ekor kelinci putih keluar-masuk gua, apa itu ?” Jawabnya : Ingus di hidung
seorang anak kecil yang sedang pilek”.
d. persamaan dengan manusia
- “Nenek-nenek jatuh bersorak, apa itu ?” Jawabnya : “Daun kelapa
kering yang rontok, waktu jatuh ke bumi menimbulkan suara keras”.
- “Anak kecil apa, yang waktu jatuh berguling-guling memungut kain ?”
Jawabnya : “Buah duren. Karena durinya akan menusuk daun-daun kering,
sewaktu jatuh dari pohon”.
e. persamaan dengan beberapa orang
- “Anaknya bersarung, induknya telanjang, apakah itu ?” Jawabnya :
“Rebung dan bambu”
- “Mula-mula ia anggota Angkatan Laut, kemudian jadi anggota
Angkatan Udara, kemudian kawin dengan anggota Korps Wanita Angkatan
Udara. Dari perkawinan itu lahirlah anak yang mengikuti jejak orangtuanya
untuk menjadi anggota Angkatan Laut kemudian Angkatan Udara dst.
Dinamakan apakah keluarga itu ?” Jawabnya : “Keluarga Nyamuk”.
f. persamaan dengan tanaman
“Jagung makan jagung di Cipanas ?” Jawabnya “Jaksa Agung makan jagung di
Cipanas”
g. persamaan dengan benda
“Mas apa yang diekspor ke Sumatera ?” Jawabnya “Mas Jawa”
Terdapat pertanyaan dengan adanya pertambahan keterangan yang lebih
jelas, seperti :
h. pertambahan keterangan perumpamaan
“Bulat bagai simpai, dalam bagaikan cangkir, seluruh sapi jantan raja tidak
dapat menarikna, apakah itu ?” jawabnya “Sebuah sumur”.
i. pertambahan keterangan pada bentuk dan fungsi
“Tambal sini tambal sana, tetapi tidak ada bekas jahitannya, apakah itu ?”
Jawabnya “Sayur kubis”
j. pertambahan keterangan pada warna
“Dilempar ke atas hijau, jatuh ke bawah merah, apakah itu ?” Jawabnya “Buah
semangka”.
k. pertambahan dalam tindakan
“Buah apa yang dibuang luarnya, lalu dimasak dalamnya, dimakan luarnya,
dan dibuang dalamnya ?” Jawabnya : “Jagung”
Banyak sekali teki-teki dengan berbagai bentuk yang hidup dan berkembang di
masyarakat termasuk masyarakat etnik di Indonesia, seperti :
a. Pertanyaan bersifat teka-teki disebut juga pertanyaan cerdik, adalah teka-teki
yang jawabnya tidak dapat diramalkan sebelumnya. Misalnya :
9
- “Garam apa yang tidak asin ?” jawabnya “Garam Inggris”.
- “Ada dua orang bersepakat untuk berjalan mundur sambil tertawa
menuju Kota Bandung, seorang berangkat dari Ujung Berung, seorang lagi
berjalan dari Cimahi, maka mereka akan bertemu di mana ?” jawabnya
yang tidak disangka-sangka yaitu ; “di Jalan Riau 11 (sekarang Jl.
Martadinata 11, lokasi Rumah Sakit Jiwa).
b. Pertanyaan bersifat permainan kata-kata, teka-teki yang terbentuk dari
permainan kata-kata lucu. Misalnya :
- “Apa yang dipegang terbang, diikat terbang, diinjang terbang, disimpan
dalam laci juga terbang ?” jawabnya : “Terbang” (terbang adalah sejenis
rebana besar).
- “Anak kepiting kepalanya di mana ?” jawabnya : “di ketiak” (kepiting
bukan ketam tapi singkatan dari dikepit dan dipiting (pithing) biasa ada
dalam permainan gulat).
c. Pertanyaan yang bersifat permasalahan, biasanya memilik sifat untuk
mengganggu orang lain, seperti :
“Jika untuk membuat lubang sebesar empat sentimeter, seekor burung pelatuk
memerlukan waktu memerlukan waktu sepuluh menit, maka berapa jam waktu
yang diperlukan seekor belalang untuk memindahkan sebukit biji-bijian ?”
jawabnya “tidak ada ! hitung saja sendiri”
d. Pertanyaan perangkap adalah teka-teki yang digunakan untuk membuat orang
kurang waspada menjadi malu karena terpedaya. Misalnya :
“Apa bedanya semut, gajah, dan nenek-nenek (kakek) bagi manusia?”
jawabnya : “manusia suka kesemutan, tidak kegajahan paling penyakit kaki
gajah” jawabannya tidak perlu diselesaikan, tentu ada yang bertanya (jika
siswa laki-laki) “nenek-nenek buat apa ?” maka jawabannya “buat lu !”.
e. Pertanyaan bersifat lelucon, biasanya berupa plesetan atau keadaan. Misalnya
:
- “apakah kamu suka peuyeum (tape) ?” jawabnya “tidak ! aku lebih
suka peuyeumpuan” (maksudnya perempuan).
- “Apa bedanya banci dengan baterei ABC ?” jawabnya “kalau banci
mana tahan, baterei ABC tahan lama”.

4) Sajak dan Puisi Rakyat.


Merupakan kesusatraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya
terjadi dari beberapa deret kalimat, ada yang berdasarkan mantra, ada yang
berdasarkan panjang pendek suku kata, lemah tekanan suara, atau berdasarkan
irama. Bangsa Indonesia yang tersebar sebagai masyarakat etnik memiliki bentuk-
bentuk puisi rakyat yang biasanya dalam bentuk pantun atau dalam bahasa sunda
disebut sisindiran, ataupun bentuk-bentuk lainnya yang bersifat nasihat, tuntunan,
lelucon, ataupun celaan terhadap orang lain yang melanggar norma, bahkan keinginan
untuk mendapatkan sesuatu.

10
Berikut ini puisi rakyat yang berasal dari etnik Sunda berfungsi sebagai
paparikan atau susuwalan yang merupakan bagian dari sisindiran, yang berisi
kerinduan terhadap pujaannya, seperti :
Kukulu di buah manggu Terjemahannya : Serangga di buah manggis
Pisitan buah ramanten Buah duku dan rambutan
Kuru lain teu nyatu Kurus bukan tidak makan
Mikiran nu hideung santen Karena memikirkan si hitam
manis
Catatan : buah pisitan bentuknya seperti duku tetapi rasanya asam
Adapula sisindiran yang berisi celaan terhadap seorang wanita muda yang
hamil, seperti :
Salawe jaman ayeuna Terjemahannya : Dua puluh lima jaman sekarang
Es lilin murag ka taneuh Es lilin jatuh ke tanah
Awewe jaman ayeuna Wanita jaman sekarang
Leutik-leutik geus keureuneuh Masih kecil sudah hamil
Sisindiran atau Susuwalan yang isinya mencari kekasih dan bersifat jenaka,
seperti :
Ka mana jalan ka cai Terjemahannya : Ke mana jalan ke air
Kana sempur sayang buut Ke sempur sarang tupai
Ka mana kabogoh kami Ke mana pacar saya
Anu hapur panjang buuk Yang berpenyakit panu ram-
but panjang
Catatan : Sempur adalah kayu yang membatu
Sajak anak-anak yang berkumpul dan akan menunjuk yang salah apabila
dalam kumpulan tersebut terdapat yang kentut, sajak ini hampir terdapat di mana,
terutam di Betawi, Sunda, dan Sumatera Selatan, seperti,
Dang dang tut, akar aling-aling
Siapa yang kentut ditembak raja maling
Kata dang dang tut, dalam bahasa Sunda seperti berikut ini,
Dang dang dut, kalapa cina
Si ujang gendut teu dicalana
Puisi atau sajak rakyat yang biasa digunakan sambil bernyanyi, terutama untuk
membahagiakan bayi atau anak kecil yang berasal dari Betawi, seperti :
Pok ame-ame
Belalang kupu-kupu
Tepok biar rame
Malam-malam minum susu
Puisi atau sajak rakyat dari Sunda sambil dinyanyikan, berfungsi untuk
menidurkan bayi atau anak kecil (meninabobokan), seperti :
Nelengnengkung nelengnengkung Terjemahannya : Nelengnenkung nelengnengkung
Geura gede geura jangkung Cepat besar cepat jangkung
Geura sakola di Bandung Cepat sekolah di Bandung
Cepat membahagiakan ayah ibu
11
Geura ngabagjakeun indung bapa
Terdapat sajak rakyat yang bersifat jenaka yang seolah-oleh sebagai mantra
untuk mengambil madu tawon hutan, seperti :
Aki nangkodan nini nangkodan Terjemahannya : Kakek dan nenek bergayut
Silaing boga hutang ka aing Kalian punya utang kepada saya
Hutang beas bayar anak Utang beras bayar anak
Hutang minyak bayar madu Utang minyak bayar madu
Hutang jarum ulah dibayar Utang jarum jangan dibayar
Di berbagai daerah di Indonesia banyak sekali sajak dan puisi rakyat milik
masyarakat etnik yang merupakan kekayaan budaya bangsa, hanya saja muncul dan
hilangnya sesuai dengan perkembangan jaman, apalagi setiap saat apabila muncul
yang baru dan tidak sempat dibukukan, maka akan cepat hilang, mengingat puisi dan
sajak rakyat sebagai tradisi lisan.

5) Cerita Prosa Rakyat


Cerita prosa rakyat di bagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu :
a) Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar
terjadi serta dianggap suci oleh masyarakat. Tokoh-tokoh yang terdapat dalam mite
adalah para dewa atau mahluk setengah dewa. Peristiwa yang terdapat dalam mite
berada di dunia lain atau di dunia yang bukan seperti kita kenal sekarang ini, dan
dianggap sebagai peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
Mite di Indonesia sebagai cerita berasal Indonesia sendiri, merupakan hasil karya
masyarakat di berbagai wilayah, dan mite yang berasal dari negara lain, terutama
dari India, Persia (Iran), dan Arab. Dari luar negeri ini pada umumnya sudah terjadi
perubahan yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat tempat berkembangnya
mite tersebut sebagai bentu adaptasi, sehingga tidak terasa laigi berasal dari
negara lain. Mite Indonesia pada umumnya menceritakan terjadinya alam semeste,
terjadinya susunan para dewa, dunia dewata, terjadinya manusia pertama,
terjadinya makanan pokok seperti beras yang berasal dari cerita Dewi Sri.
Cerita prosa rakyat seperti cerita Dewi Sri atau Nyi Pohaci sebagai dewi padi,
terdapat beberapa versi yang tergantung pada masyarakat etnik bersangkutan,
terdapat di Jawa Timur, ataupun di Jawa Barat. Mite lainnya seperti terjadinya
gerhana bulan ataupun gerhana matahari, ada hubungannya dengan ditelannya
bulan atau matahari oleh raksasa yang disebut Kala, sehingga ada hubungannya
dengan dibunyikannya kentongan atau benda-benda lain agar benda langit yang
ditelan dikeluarkan kembali. Banyak lagi mite-mite yang lain
terdapatdalamkehidupan masyarakat Indonesia.
b) Legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri mirip dengan mite, yaitu
dianggap pernah benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci. Tokoh-tokoh yang
terdapat dalam legenda adalah manusia, adakalanya memiliki sifat yang luar biasa,
dan seringkali dibantu oleh mahluk-mahluk gaib. Peristiwa yang terdapat di dalam
mite yaitu di dunia yang seperti kita kenal sekarang ini, karena peristiwanya terjadi
pada waktu yang relatif belum terlalu lama atau dianggap pada masa yang sama
dengan kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa.

12
Legenda berdasarkan isi dan kejadiannya dibedakan menjadi empat kelompok,
yang terdiri dari :
(1) Legenda keagamaan, isinya mengenai kehidupan dan perjuangan orang-orang
saleh dan dianggap suci seperti, kisah para wali di Pulau Jawa dalam
meyebarkan dan menegakkan agama Islam. Cerita Lara Santang dan
Walangsungsang yang pergi ke untuk mempelajari agama Islam kepada
Sayyidina Ali, kemudian menyebarkannya di Jawa Barat, dan cerita-cerita
keagamaan lainnya.
(2) Legenda alam gaib, biasanya legenda ini berbentuk kisah yang dianggap
benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang. Fungsi legenda alam gaib
yaitu untuk meneguhkan kebenaran takhyul atau kepercayaan rakyat, seperti
adanya mahluk halus yang menempati tempat-tempat yang dianggap angker
atau adanya mahluk halus penunggu rumah tua dan sering menampakkan diri.
Bentuk mahluk halus tergantung pada imajinasi masyarakat, seperti
genderuwo dengan badan besar dan berbulu hitam lebat yang berdiam di
hutan atau di pohon besar dianggap ada oleh masyarakat di Jawa Tengah dan
Jawa Timur sedangkan di Jawa Barat tidak ada imajinasi bentuk ini tetapi
dalam bentuk yang lain, bahkan pada tahun 2003 dan 2004 di beberapa
wilayah pemukiman penduduk Jakarta dan sekitarnya pernah mempercayai
adanya gangguan mahluk gaib terhadap wanita yang disebut Si kolor Ijo
katanya memiliki bentuk badan besar, muka seperti babi, telinga besar dan
selalu memakai celana dalam (kolor) warna hijau. Bahkan keberadaan mahluk
gaib seperti ini sering difilmkan dan ditayangkan oleh beberapa stasiun televisi
sebagai cerita misteri.
(3) Legenda perseorangan, adalah cerita mengenai tokoh tertentu yang dianggap
sebagai kebenaran oleh masyarakat di tempat cerita tersebut berasal dan
berkembang. Misalnya cerita Panji dari Jawa Timur mengenai kisah Ande-ande
Lumut, atau kisah Jayaprana dari Pulau Bali. Di Jakarta pernah terkenal
legenda Si Pitung seorang perampok budiman (Robin Hood ala Betawi).
(4) Legenda setempat, berhubungan dengan terjadinya suatu tempat, nama
daerah, atau nama yang berhubungan dengan terjadinya bentuk permukaan
bumi seperti gunung, lembah, bukit dan lain-lain. Legenda setempat antara lain
terjadinya kota Kuningan, Gunung Tangkuban Parahu, di Jawa Barat;
terjadinya kota Banyuwangi, asal mula nama Tengger dan gunung Batok di
Jawa Timur, dan banyak lagi legenda lainnya yang menceritakan terjadinya
suatu tempat.
c) Dongeng. Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi
dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Dongeng sebagai cerita
yang berfungsi sebagai hiburan, pelajaran moral, atau sindiran. Dongeng di
Indonesia di bagi ke dalam empat kelompok besar, yaitu :
(1) Dongeng binatang, adalah binatang yang menjadi tokoh utama dalam cerita,
baik binatang peliharaan maupun binatang liar seperti binatang menyusui,
binatang melata, burung, ikan, dan serangga. Binatang-binatang tersebut
diceritakan layaknya manusia dapat berbicara, berfikir atau berakal budi. Di
Indonesia dikenal cerita mengenai kancil binatang yang cerdik banyak akalnya,
atau Kura-Kura dengan Monyet. Adapula dongeng mengenai burung Gagak
13
dan seekor Anjing, dan banyak lagi dongeng-dongeng lain yang menceritakan
kehidupan binatang dengan segala tingkah lakunya. Di Inggris terdapat
dongeng binatang yang sangat terkenal yaitu dongeng Serigala dan tiga ekor
anak babi.
(2) Dongeng biasa, adalah jenis dongeng yang menjadi tokohnya manusia, isinya
secara ringkas menceritakan suka-duka kehidupan, seperti Dalem Boncel dari
Jawa Barat yaitu :
menceritakan seorang anak petani yang ulet meminta doa restu kepada
kedua orangtuanya untuk pergi ke daerah lain (kota) mencari kehidupan
yang lebih baik. Setelah beberapa lama kemudian Boncel menjadi orang
yang berhasil dan memiliki jabatan di pemerintahan sebagai Dalem.
Orangtuanya yang sudah tua merindukan anaknya yang sudah lama tidak
bertemu, dan mendengar bahwa anaknya telah menjadi orang yang
terkemuka, maka berangkatlah mereka untuk menemuinya dengan
membawa hasil pertanian dari kebunnya. Setibanya di tempat anaknya,
Dalem Boncel sedang mengadakan rapat yang tiba-tiba didatangi oleh dua
orang yang sudah tua dari kampung, karena merasa malu maka diusirnya
kedua orangtuanya, dengan sakit hati mereka kembali ke kampungnya.
Beberapa waktu kemudian Dalem Boncel menyesal telah berbuat durhaka,
berangkatlah ke kampung halaman yang telah lama ditinggalkannya untuk
meminta maaf kepada kedua orangtuanya, tetapi mereka telah meninggal
dunia dan yang didapatkan hanya kuburun mereka. Penyesalan yang tiada
terkira menyebabkan Dalem Boncel menjadi gila.

Cerita yang berisi pesan moral untuk berbakti kepada orangtua, jangan menjadi
anak durhaka terdapat juga di Sumatera Barat yaitu cerita Si Malin Kundang
yang menjadi batu karena durhaka kepada ibunya.
Adapula dongeng mengenai kehidupan manusia yang berhubungan dengan
Dewi dari Kahyangan seperti Joko Tarub dengan tujuh Bidadari dari Jawa
Timur atau dongeng lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti
dan sejenis dongeng dari Eropa yaitu Cinderella ataupun Putri Salju dengan
tujuh Kurcaci (orang kerdil). Selain itu terdapat dongeng mengenai kehidupan
masyarakat pedesaan yang penuh dengan keluguan dan kelucuan seperti
dongeng Si Kabayan dari Jawa Barat.
(3) Lelucon atau anekdot, adalah cerita yang menimbulkan rasa menggelikan hati ,
sehingga menimbulkan ketawa bagi yang mendengar maupun yang
menceritakannya. Perbedaan lelucon dengan anekdot adalah : jika anekdot
menyangkut kisah fiktif mengenai pribadi atau kelompok lucu, yang dianggap
benar-benar ada, sedangkan lelucon menyangkut kisah fiktif lucu mengenai
anggota masyarakat tertentu, seperti masyarakat etnik, golongan, bangsa,
ataupun ras. Anekdot dianggap sebagai bagian dari “Riwayat Hidup” fiktif
pribadi tertentu, sedangkan lelucon dapat dianggap sebagai “sifat” atau “tabiat”
fiktif anggota masyarakat tertentu yang disebabkan sentimen atau
pengetahuan yang berdasarkan stereotip (anggapan atau prasangka yang
kurang baik sebelum mengetahui, menyanksikan, atau penyelidiki sendiri).

14
Lelucon berdasarkan sasarannya dibedakan menjadi lelucon dan humor,
apabila lelucon ditujukan pada kolektif lain sedangkan humor sasarannya diri
sendiri. Lelucon kadangkala dibenci oleh orang yang terkena sasarannya
apabila lelucon tersebut bersifat stereotip terutama mengenai masyarakat etnik
tertentu seperti dari Batak, Jawa, atau masyarakat etnik lainnya. Orang yang
sering mengungkapkan cerita humor atau humoris tidak membuat lelucon
mengenai masyarakat etnik atau golongan lain tetapi bercerita mengenai
dirinya. Humoris orang Indonesia yang terkenal seperti Bing Slamet ataupun
Ateng membuat orang tertawa tanpa menyinggung perasaan orang lain.
Berikut ini sebagai contoh cerita lelucon yang berasal dari Jawa Barat, seperti
Sopir dan kernet truk tidak boleh berasal dari masyarakat etnik yang berbeda
apalagi sopir orang Sunda dan kernetnya orang Jawa yang tidak dapat
berbahasa Sunda. Leluconnya adalah :
Pada suatu saat truk tua berjalan di daerah tanjakan yang tajam, karena
kondisi truk tersebut sudah repot maka tidak kuat lagu untuk terus naik,
sehingga perlu dibantu oleh ganjelan kayu. Sopir yang orang Sunda
berteriak kepada kernetnya yang orang Jawa : “Nek ! Cokot ganjel”.
Jawabnya : “Atos Pa !”. tetapi truk terus mundur sampai terhenti karena
menabrak tebing. Maksud sopir kata “cokot” (ambil dalam bahasa Sunda)
supaya ganjelnya digunakan untuk menghentikan kendaraan yang
mundur karena tidak kuat di tanjakan. Sedangkan kata “cokot’ ditafsirkan
kernet adalah ganjel kayu supaya digigit (kata cokot dalam bahasa Jawa
artinya gigit). Begitu pula kata “atos” dalam bahasa sunda adalah
kependekan dari “parantos” yang artinya “sudah”, sedangkan kata “atos”
dalam bahasa Jawa artinya “sudah”.

Kisah selanjutnya akhir dari peristiwa mobil tua di tanjakkan, silahkan untuk
ditafsirkan !
Dalam bahasa yang berbeda adakalanya terdapat kata yang diucapkan sama
tetapi memiliki arti yang berbeda. Berikut ini lelucon mengenai suatu golongan
atau kelompok tertentu yaitu :
Cerita kelompok orang sinting (gila) yang sedang menunggu giliran
diperiksa oleh dokter atau psikiater yang belum datang di Rumah Sakit
Jiwa. Tidak lama kemudian datang psikiater memasuki ruangan,
didapatinya seorang pasien memegang sebatang bambu dan berlagak
sedang memancing ikan. Si psikiater iseng bertanya, “Sudah dapat pak
mancingnya ?”, si sinting sambil menggerutu menjawabnya, “Gila Lu !
mana bisa dapat ikan, orang mancing di ubin”.

Lelucon dan humor tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat


sebagai cerita yang biasanya dilakukan pada waktu senggang atau sebagai
obrolan penyegar untuk menghidupkan suasana. Contoh lainnya adalah
anekdot yang berupa teka-teki, yaitu sese-orang bercerita memiliki sebuah
benda yang dapat ditempatkan di manapun di dalam ru-mah seperti di dapur,
kamar tidur, kamar mandi, di ruang tengah, dan yang paling sering di dapur,

15
kemudian pembawa cerita akan bertanya pada pendengarnya “Benda apakah
itu ?”, pendengar akan bingung bahkan tidak tahu jawabnya, maka pembawa
cerita menja-wabnya “kompor”. Pendengar semakin bingung, maka akan
bertanya kembali “mengapa kompor dapat ditempatkan di berbagai tempat ?”.
di pembawa cerita mempertegas jawa-bannya “Itu kan kompor milik saya, mau
ditempatkan di manapun juga tergantung saya”.
(5) Dongeng berumus, adalah dongeng yang berisi pengulangan-pengulangan, yang
terdiri dari : (a) dongeng bertimbun banyak, dan (b) dongeng untuk
mempermainkan orang. Dongeng bertimbun banyak, disebut dongeng berantai
yaitu dongeng yang dibentuk dengan cara menambah keterangan lebih terperinci
pada setiap pengulangan inti cerita, seperti berikut ini :
Pada jaman dahulu kala terdapat seorang raja memiliki tiga orang anak, yang
sulung suatu saat akan menjadi menjadi raja. Akhirnya yang sulung menjadi
seorang raja kemudian mempunyai tiga orang anak, yang sulung suatu saat
akan menjadi menjadi raja. Akhirnya yang sulung menjadi seorang raja
kemudian mempunyai tiga orang anak, ... .... .... dst.

Dongeng tersebut tidak akan pernah selesai, karena tujuannya supaya pendengar
menjadi jengkel atau kecele.
Dongeng untuk mempermainkan orang adalah cerita fiktif yang diceritakan khusus
untuk memperdayai orang karena menyebabkan pendengarnya mengeluarkan
pendapat yang bodoh. Bentuknya hampir sama dengan teka-teki untuk
memperdayai orang tetapi didahului dengan cerita, kemudian pertanyaan diajukan
oleh pendengarnya yang bingung. Misalnya : Seseorang menceritakan bahwa
sewaktu mengadakan perjalan ke daerah yang masyarakatnya masih tradisional di
Banten yaitu masyarakat Baduy. di suatu kampung Baduy-Luar tiba-tiba dikelilingi
oleh orang-orang berpakaian hitam sambil membawa golok dipinggangnya.
Sampai di sini ia menghentikan ceritanya, sehingga membuat pendengar tidak
sabar dan bertanya, “Apa yang terjadi dan apa yang kau lakukan saat iru ?” si
pembawa cerita menjawabnya di luar dugaan, “yang saya lakukan pada saat itu
membeli koja (kantung yang terbuat dari kulit kayu teureup), selendang dan sarung
sebagai hasil tenunan asli Baduy”. Jawaban ini membuat pendengar kecele,
karena dikiranya si pebawa cerita akan mendapat masalah dengan kelompok
orang Baduy. Orang Baduy-Luar pakaian khas yang dikenakannya berwarna hitam
dan tidak lepas dari golok dipinggang sebagai alat untuk bekerja di lahan
pertanian.

6) Nyanyian Rakyat
Nyanyian rakyat salah satu bentuk folklore yang terdiri dari kata-kata dan lagu
yang beredar secara lisan di antara warga masyarakat tertentu, berbentuk tradisional,
serta memiliki banyak macam dan jenisnya. Sering sekali nyanyian rakyat dipinjam
oleh pengubah nyanyi profesional untuk diolah lebih lanjut menjadi lagu populer.
Walaupun demikian, identitas folkloritasnya masih dapat dikenali karena masih kentara
bentuk folklorenya yang beredar dalam peredaran secara lisan di masyarakat.
Nyanyian rakyat sifatnya dapat mudah berubah baik bentuk maupun isinya dan
beredar dalam suatu kehidupan masyarakat tertentu (kolektif) dengan umuy nyanyian
16
yang leraltif lebih lama dibandingnya jenis nyanyian lainnya pop, dangdut, ataupun
yang lainnya.
Nyanyian rakyat digolongkan berdasarkan jenis dan isinya terdiri atas :
a) Nyanyian rakyat yang berfungsi,
Yaitu, nyanyian rakyat yang kata-kata dan lagunya memegang p;eranan sama
pentinmg. Disebut berfungsi karena baik lirik maupun lagunya cocok dengan irama
aktivitas khusus dalam kehidupan manusia. Jenis nyanyian rakyat ini terbagi menjadi
beberap bagian, yaitu :
(1) Nyanyian kelonan, yakni nyanyian yang mempunyai lagu dan irama yang halus
tenang, berulang-ulang, ditambah dengan kata-kata kasih sayang, sehingga dapat
membangkitnya rasa santai, sejahtera, dan akhirnya rasa kantuk bagi anak-anak
bagi anak yang mendengarnya. Contoh nyanyian semacam ini di Jakarta berjudul
“Nina Bobok”; di Sumatera Timur yang banyak dihuni oleh masyarakat etnik
melayu memiliki lagu “Timang-Timang Anakku Sayang”, dan menjadi lagu dengan
irama populer ataupun irama keroncong adalah lagu “Tidurlah Intan”.
(2) Nyanyian kerja, yaitu nyanyian yang mempunyai irama dan kata-kata yang
bersifat menggugah, sehingga dapat menimbulkan semangat dan gairah untuk
bekerja. Contoh nyanyian jenis ini adalah “Rambate Rata” dari Bugis-Sulawesi
Selatan.
(3) Nyanyian permainan, yaitu nyanyian yang mempunyai iarama gembira serta
kata-kata lucu dan selalu dikaitkan dengan permainan atau pertandingan.
Contohnya lagu “Injit-Injit Semut” dari Sumatera Timur; lagu “Anak Kambing Saya”
dari Nusa Tenggara Timur; lagu “Potong Bebek” dari Maluku.
b) Nyanyian rakyat yang bersifat liris,
yaitu nyanyian rakyat yang teksnya bersifat liris, merupakan pencetusan rasa haru
pengarangnya yang anonim, tanpa menceritakan kisah yang bersambung. Nyanyian
rakyat seperti ini terbagi menjadi :
(1) Nyanyian rakyat liris yang sesungguhnya, yaitu nyanyian yang liriknya
mengungkapkan perasaan tanpa menceritakan kisah bersambung. Banyak di
antarnya mengungkapkan perasaan sedih, putus asa karena patah hati, atau
kerinduan yang terhadap kampung halaman. Contohnya, lagu “Kampung Nan
Jauh Di Mato” dari Sumatera Barat; lagu “ Desaku yang Kucintai” dari Nusa
Tenggara Timur.
(2) Nyanyian rakyat liris yang bukan sesunggunhnya, yaitu nyanyian rakyat yang
menceritakan kisah bersambung, misalnya yang berhubungan dengan
keagamaan, upacara pernikahan, mengenai pacaran dan pernikahan, serta
nyanyian bayi dan anak-anak.

c) Nyanyian rakyat yang bersifat Kisah.


Yaitu nyanyian rakyat yang menceritakan suatu kisah bersifat epos dan balada.
Tema cerita balada mengenai kisah sentimental dan romantik, sedangkan epos atau
wiracarita mengenai kepahlawanan. Keduanya mempunyai lirik dalam bentuk bahasa
yang bersajak. Contoh nyanyian rakyat yang bersifat epos di Jawa Barat dinyanyikan
dalam bentuk pantun Sunda (bukan sisindiran) yang diiringi kecapi, antara lain sepert :

17
“Tjarita Mundinglaya Dikusuma”, “Tjarita Nyi Sumur Bandung”, “Tjarita Demung
Kalagan” dan lain-lain. Nyanyian rakyat dalam bentuk Cerita pantun Sunda biasanya
dilakukan oleh seorang tukang bercerita selama semalam suntuk yang dimulai dari jam
21.00 dan berakhir menjelang Subuh jam 04.00.

18

You might also like