Professional Documents
Culture Documents
KEMISKINAN DI INDONESIA
OLEH
DADAN HUDAYA
H14103O74
Oleh
DADAN HUDAYA
H14103074
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
Dadan Hudaya
H14103074
RIWAYAT HIDUP
Dadan Hudaya
H14103074
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL....................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... vii
I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang................................................................................ 1
1.2. Permasalahan .................................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 9
2.1. Kemiskinan.................................................................................... 6
2.1.1. Definisi Kemiskinan............................................................. 6
2.1.2. Ukuran-ukuran kemiskinan................................................... 10
2.1.3. Ciri-ciri Kemiskinan............................................................. 11
2.1.4. Faktor Penyebab Kemiskinan ............................................... 13
2.2. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 17
2.3. Kerangka Pemikiran....................................................................... 19
2.4. Hipotesis Penelitian ....................................................................... 21
III. METODE PENELITIAN .................................................................... 22
3.1. Jenis dan Sumber Data ................................................................... 22
3.2. Metode Analisis ............................................................................. 22
3.2.1. Analisis deskriftif ................................................................. 22
3.2.2. Analisis Panel Data .............................................................. 23
3.2.3. Pemilihan Model Data .......................................................... 30
3.2.3.1. Chow Test.............................................................. 31
3.2.3.2. Hausman Test ........................................................ 32
3.2.3.3. LM Test ................................................................. 33
ii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
I. PENDAHULUAN
sendiri telah muncul ratusan tahun yang lalu. Kemiskinan merupakan suatu
masalah klasik yang besar dan mendasar bagi sebagian besar negara sedang
lama diformulasikan dan dikembangkan para pakar dalam bidang ilmu ekonomi
dikatakan cukup berhasil, namun setelah terjadinya krisis moneter pada tahun
2
Indonesia pada periode 1976-2007 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun
1976 penduduk miskin sekitar 54,2 juta jiwa (sekitar 44,2 juta jiwa di perdesaan,
dan sekitar 10 juta jiwa di perkotaan). Angka ini pada tahun 1980 berkurang
hingga menjadi sekitar 42,3 juta jiwa (sekitar 32,8 juta jiwa di perkotaan, dan
sekitar 9,5 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar 21,95 persen dari tahun
1976. Pada tahun 1990 jumlah penduduk miskin berkurang hingga menjadi sekitar
27,2 juta jiwa (sekitar 17,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,4 juta jiwa di
mencapai sekitar 34,5 juta jiwa (sekitar 24,9 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,6
juta jiwa di perdesaan). Dibandingkan dengan tahun 1990, angka ini menurun
sekitar 20,87 persen. Namun, pada tahun 2002 jumlah penduduk miskin kembali
meningkat hingga menjadi sekitar 38,4 juta jiwa. Sementara, pada tahun 2007
jumlah penduduk miskin menurun hingga menjadi sekitar 37.17 juta jiwa.
60000
50000
40000 Kota
30000 Desa
20000 total
10000
0
76 80 84 90 96 99 01 03 05 07
19 19 19 19 19 19 20 20 20 20
Tiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak. Demikian diamanatkan oleh UUD 1945 pada pasal 27 ayat (2). Dalam hal
adalah masalah kemiskinan yang dialami oleh setiap warga negaranya. Namun
meningkat. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa PDRB per provinsi di
Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun pada periode 2001-
menyeluruh terkait dengan masalah kemiskinan, untuk lebih jelas dapat dilihat
Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan
(Triliun Rupiah) dan Penduduk Miskin (Persen) menurut Provinsi
Persentase Penduduk Miskin
PDRB
Provinsi
2002 2003 2004 2002 2003 2004
NAD 42,34 44,68 40,38 20,09 29,76 28,47
Sumatra Utara 75,19 78,81 83,33 13,60 15,89 14,93
Sumatra Barat 24,84 26,15 27,58 13,34 11,24 10,46
Riau 96,87 99,85 103,73 7,40 13,52 13,12
Jambi 10,80 11,34 11,95 19,04 12,74 12,45
Sumatra Selatan 43,64 45,25 47,34 22,62 21,54 20,92
Bengkulu 5,31 5,60 5,90 25,60 22,69 22,39
Lampung 25,43 26,90 28,26 22,42 22,63 22,22
Bangka Belitung 6,90 7,72 7,97 9,98 10,06 9,07
DKI Jakarta 250,33 263,63 278,52 3,42 3,42 3,18
Jawa Barat 211,40 221,63 233,06 13,62 12,90 12,10
Jawa Tengah 123,04 129,17 135,79 20,50 21,78 21,11
DI Yogyakarta 14,69 15,36 16,15 16,17 19,86 19,14
Jawa Timur 218,45 228,88 242,23 18,90 20,93 20,08
Banten 49,45 51,96 54,88 6,47 9,56 8,58
Bali 18,42 19,08 19,96 5,72 7,34 6,85
NTB 13,54 14,07 14,95 34,10 26,34 25,38
NTT 8,62 9,02 9,44 21,49 28,63 27,86
Kalimantan Barat 20,74 21,38 22,40 17,47 14,49 13,91
Kalimantan Tengah 11,90 12,49 13,18 7,45 11,37 10,44
Kalimantan selatan 18,61 19,48 20,49 6,76 8,16 7,19
Kalimantan Timur 87,85 89,48 91,05 5,17 12,15 11,57
Sulawesi Utara 11,29 11,65 12,15 4,66 9,01 8,94
Sulawesi Tengah 9,60 10,20 10,93 20,04 23,04 21,69
Sulawesi Selatan 33,64 35,41 37,29 7,16 15,85 14,90
Sulawesi Tenggara 6,47 6,96 7,48 10,69 22,84 21,90
Gorontalo 1,65 1,77 1,90 22,94 29,25 29,01
Maluku 2,85 2,97 3,10 12,76 32,85 32,13
Maluku Utara 1,96 2,03 2,13 13,17 13,92 12,42
Papua 25,36 25,63 21,24 9,76 39,03 38,69
Sumber: BPS, 2004
5
Indonesia.
1. Bagi penulis, penelitian ini berguna dalam mengaplikasikan ilmu yang telah
menambah wawasan dan sebagai salah satu sumber informasi dan bahan untuk
penelitian selanjutnya.
datang.
6
2.1. Kemiskinan
suatu kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu
tingkat hidup yang rendah yaitu adanya tingkat kekurangan materi pada sejumlah
atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku
dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara
moral, dan rasa harga diri dari mereka yang terolong sebagai orang miskin.
dan pertanian dapat saja meningkatkan pendapatan petani dalam jumlah besar
7
yang memadai, akan tetapi kekeringan musim dua tahun berturut- turut akan
hubungan produksi yang eksploitatif yang menuntut kerja keras dalam jam
kerja panjang dengan imbalan rendah. Hal ini disebabkan oleh posisi tawar
dan sosial menghadapi elit desa dan para birokrat yang menentukan keputusan
kekotoran.
besarnya keluarga dan beberapa diantaranya masih balita. Hal ini akan
dalam masyarakat, anak-anak kaum miskin akan berada pada pihak yang
lemah.
yaitu :
1. Kemiskinan Absolut
minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup layak, juga ditentukan oleh
atau sering disebut dengan istilah garis kemiskinan. Seseorang termasuk golongan
2. Kemiskinan Relatif
memperhatikan apakah mereka masuk dalam kategori miskin absolut atau tidak.
9
dalam masyarakat antara yang kaya dan yang miskin atau dikenal dengan istilah
antar wilayah yang dilakukan pada suatu wilayah tertentu. Pengukuran relatif
3. Kemiskinan Struktural
yang disebabkan oleh faktor budaya yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki
tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya.
diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat tidak
Kemiskinan struktural juga dapat diukur dari kurangnya perlindungan dari hukum
dan pemerintah sebagai birokrasi atau peraturan resmi yang mencegah seseorang
4. Kemiskinan Kronis
budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak
produktif.
pasar.
5. Kemiskinan Sementara
dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, 2) perubahan yang bersifat musiman,
dan 3) bencana alam atau dampak dari suatu yang menyebabkan menurunnya
berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi (kalori dan protein) dengan
tiga golongan orang miskin yaitu golongan lapisan miskin yang mempunyai
pendapatan perkapita per tahun beras sebanyak lebih dari 360 kg tetapi kurang
dari 480 kg, golongan miskin sekali yang memiliki pendapatan perkapita per
11
tahun beras sebanyak 240-360 kg, dan lapisan paling miskin yang memiliki
pendapatan perkapita per tahun beras sebanyak kurang dari 240 kg. Bank Dunia
garis kemiskinan dengan cara menentukan berapa besar kalori minimum yang
harus dipenuhi oleh setiap orang dalam sehari. Badan ini mengusulkan bahwa
setiap orang harus memenuhi 2100 kalori setiap harinya. Jadi, 2100 kalori ini
bakar, penerangan listrik, pendapatan air bersih serta jasa-jasa. Kemudian kriteria-
kriteria ini diubah dalam angka Rupiah. Garis kemiskinan yang ditetapkan oleh
BPS sendiri akan selalu mengalami penyesuaian, karena harga kebutuhan itu
Menurut Hartomo dan Aziz (1997) mereka yang hidup dibawah garis
1. Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang
terbatas.
12
sehingga mereka yang perlu kredit terpaksa berpaling kepada “lintah darat”
yang biasanya meminta syarat yang berat dan memungut biaya yang tinggi.
3. Tingkat pendidikan mereka yang rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar.
Waktu mereka habis tersisa untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi
memiliki tanah, walaupun ada kecil sekali. Umumnya mereka menjadi buruh
tani atau pekerja kasar di luar petani, karena pertanian bekerja dengan
Dalam keadaan penawaran tenaga kerja yang besar maka tingkat upah
5. Kebanyakan diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan
banyak tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah ke kota dalam
kantong-kantong kemelaratan.
terperangkap dalam rendahnya budaya kualitas SDM seperti rendahnya etos kerja,
berpikir pendek dan fatalisme, 5) rendahnya pemilikan aset fisik termasuk aset
Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan
seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi
baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi
Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan
atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan
lingkaran kemiskinan.
4. Kondisi Keterisolasian
dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat
orang mampu kepada orang yang memerlukan atau orang tidak mampu dan 2)
yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai
Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan
terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga
Dalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua,
sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah
dari laki-laki.
pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat
pengelolaan kegiatan.
angka melek huruf, keterjangkauan rumah tangga terhadap listrik, selain itu
kemiskinan. Ketiga variabel ini menurut data tahun 2002 memiliki kemampuan
terjangkau listrik.
pendidikan.
perbedaan terletak pada daerah yang menjadi objek penelitian dimana dalam
penelitian ini menggunakan data panel seluruh provinsi di Indonesia dan alat
terbanyak di Asia. Kemiskinan di Indonesia pada masa kini cukup meluas bila
tahun, yaitu penduduk Indonesia mencapai 213,55 juta jiwa pada tahun 2003,
meningkat menjadi 216,38 juta jiwa pada tahun 2004, dan semakin meningkat
keadaan terbatasnya lapangan pekerjaan, maka akan sulit bagi sebagian angkatan
Keadaan masyarakat di
Indonesia
Tingkat kemiskinan
semakin tinggi.
III. METODE PENELITIAN
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
macam data sekunder lainnya yang diambil dari berbagai sumber. Sumber data
penelitian terdahulu. Periode analisis pada penelitian ini adalah tahun 2002 sampai
data. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel
1 q z yi
P
n i 1 z
Dimana :
= 0, 1, 2,
Z = Garis Kemiskinan.
n = Jumlah penduduk.
diantara penduduk miskin, yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
n
GR 1 fpi * [ Fci Fci 1]
i 1
dimana :
GR = Gini Ratio
satu syarat agar penelitian tersebut dapat mewakili perilaku dari model yang
24
yang sering dialami oleh para peneliti, terkadang dalam penelitian yang
menggunakan data series, data yang tersedia terlalu pendek sehingga pengolahan
data time series tidak dapat dilakukan. Begitu pula dengan pengolahan data cross
Analisis panel data secara umum dapat didefinisikan sebagai analisis satu
kelompok variabel yang tidak saja mempunyai keragaan (dimensi) dalam time
series tetapi juga dalam cross section. Analisis panel data adalah subyek dari salah
satu bentuk yang cukup aktif dan inovatif dalam literatur ekonometrik. Hal ini
dikarenakan metode analisis data panel menyediakan informasi yang cukup kaya
untuk perkembangan teknik estimasi dan hasil teori. Dalam bentuk praktis,
penggunaan data time series dan cross section untuk menganalisis masalah yang
tidak bisa diatasi jika hanya menggunakan salah satu metode saja.
statistik maupun menurut teori ekonomi. Manfaat dari penggunaan data panel
antara lain :
krusial yang tidak dapat dijawab oleh analisis data runtun waktu atau kerat
lintang saja.
berikut:
y i ,t xi ,t u i ,t ............................................................................... (3.1)
(3.9), intersep () dan slope () diasumsikan homogenous diantara seluruh N
individu dan T runtut waktu. Namun kondisi ini tidak selamanya sesuai dengan
Dari kedua hal tersebut di atas, model estimasi data panel dapat
diekspresikan dalam sejumlah bentuk. Jadi terdapat empat macam model estimasi
yi ,t i xi ,t ui ,t ................................................................(3.2)
2. Apabila diasumsikan bahwa intersep bervariasi antar individu dan antar waktu
yi ,t i ,t xi ,t ui ,t ...............................................................(3.3)
3. Apabila diasumsikan bahwa intersep dan slope bervariasi antar individu tetapi
yi ,t i i xi ,t ui ,t ...............................................................(3.4)
4. Apabila diasumsikan bahwa intersep dan bervariasi antar individu dan antar
yi ,t i ,t i ,t xi ,t ui ,t ............................................................(3.5)
coefficient models. Selain itu dari keempat model di atas, jika asumsi homogenitas
baik pada intersep maupun slope ditolak, maka heterogenitas antar individu akan
tercermin pada salah satu atau lebih persamaan (3.2) hingga persamaan (3.5).
27
Tujuan dari penentuan model yang sesuai adalah untuk menghilangkan bias dari
identifikasi model yang sesuai dalam analisis data panel. Sementara itu untuk
menguji terjadi atau tidaknya heterogenity bias dapat dilakukan uji hipotesis
dilakukan terhadap:
H 0 : 1 2 ... N
H a : i j untuk i j
dimana : i = 1, ..., N
j = 1, ..., N
pengujian tidak menolak hipotesis nol, maka koefisien indifidual bersifat random
dan identik dengan rata-ratanya. Dalam hal ini, estimasi dilakukan pada model
yang mengasumsikan slope bersifat homogen seperti pada persamaan (3.1) sampai
(3.2).
28
panel. Asumsi dasar ini ditentukan oleh conditionality dari variabel bebas (xi,t)
yang digunakan dalam model data panel itu sendiri. Asumsi dasar dimaksud
maupun kualitatif) yang sama untuk sebuah unit kerat lintang sepanjang waktu
namun berbeda antar unit kerat lintang. Contohnya adalah jenis kelamin, latar
maupun kualitatif) sama untuk semua unit kerat lintang namun berubah
maupun kualitatif) bervariasi antar unit kerat lintang dan waktu. Contohnya
metode estimasi dari model panel panel yang dipilih. Terdapat tiga metode dalam
Dalam metode ini terdapat (K) regressor dalam ( xit ) , kecuali konstanta.
Metode ini juga dikenal sebagai Common Effect Model (CEM). Jika efek
individual ( i ) konstan sepanjang waktu (t) dan spesifik terhadap setiap unit (i)
maka modelnya akan sama dengan model regresi biasa. Jika nilai ( i ) sama untuk
29
setiap unitnya, maka OLS akan menghasilkan estimasi yang konsisten dan efisien
untuk () dan (). Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan dalam
sendiri.
baik terhadap individu maupun waktu. Jadi i adalah sebuah grup dari spesifik
nilai konstan pada model regresi. Formulasi umum model ini mengasumsikan
bahwa perbedaan antar unit dapat diketahui dari perbedaan nilai konstantanya.
Kelemahan model efek tetap adalah penggunaan jumlah derajat kebebasan yang
konstan terhadap individu maupun waktu. Jadi ( i ) adalah sebuah grup dari
gangguan khusus, mirip seperti ( it ) kecuali untuk setiap grup ada nilai khusus
yang masuk dalam regresi secara identik untuk setiap periode. Nilai ( i )
30
terdistribusi secara acak pada unit-unit kerat lintang. Metode ini juga dikenal
kerat lintang dan deret waktu. Model estimasinya yang digunakan adalah
FEM digunakan atas asumsi bahwa dampak dari gangguan mempunyai pengaruh
yang tetap (dianggap sebagai bagian dari intersep). Sedangkan REM digunakan
atas asumsi bahwa gangguan diasumsikan bersifat acak. Penentuan model atas
pertimbangan perilaku dari gangguan yang bersifat tetap atau acak pada individu
(i) akan berpengaruh terhadap bias dari hasil estimasi. Bias yang terjadi akibat
selectivity bias.
yang efisien. Diagram pengujian statistik untuk memilih model yang digunakan
Chow Test
Hausman Tast
Chow Test (uji F-statistik) adalah pengujian untuk memilih apakah model
yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Sebagaimana yang
diketahui bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki
perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit
cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan
ESS1 ESS 2 N 1
CHOW = ....................................................(3.6)
ESS 2 NT N K
Dimana:
ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square
ESS 2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect
N = Jumlah data cross section
T = Jumlah data time series
K = Jumlah variabel penjelas
besar dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penerimaan terhadap
Hipotesa Nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan
begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena
dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect.
Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung suatu
unsur trade-off yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukan variabel dummy.
33
Sebagai dasar penolakan Hipotesa Nol maka digunakan Statistik Hausman dan
m = b M 0 M 1 b ~ 2 K ......................................(3.7)
1
Dimana adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor
statistik variabel random effect, M 0 adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed
effect model dan M 1 adalah matriks kovarians untuk dugaan random effect model.
Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari 2 - Tabel, atau nilai hausman test
lebih besar dari taraf nyata maka cukup bukti untuk melakukan penerimaan
terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect,
3.2.3.3. LM Test
pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect atau Pooled Least
2
NT T i
2 2
LM 1 ~2 (3.8)
2T 1 it
2
Jika nilai LM hasil perhitungan lebih besar dari 2 - Tabel, maka cukup bukti
3.2.4.1. Multikolinearitas
hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t-statistik diduga tidak
signifikan sementara dari hasil F-hitung signifikan, maka patut diduga adanya
3.2.4.2. Autokorelasi
(DW) dalam Eviews. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka
Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda
saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola random error dari
hasil regresi. Pada analisis seperti yang dilakukan dalam model, jika ditemukan
korelasi serial, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan
atau AR (2) dan seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model
3.2.4.3. Heteroskedastisitas
Dalam regresi linear ganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar
taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah Var (ui) = 2 (konstan),
36
diperolah pada data cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas,
maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata
lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka
nilai Obs* R-Squared lebih kecil daripada 2 -tabel maka tidak ada
heteroskedastisitas pada model. Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 4.1
yang menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights), maka
Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted
Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Squared Resid
Heteroscedasticity.
Dimana :
α = Intersep
β = Slope
i = Individu ke-i
ε = Error/simpangan
karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan dan penduduk yang sudah
upah/gaji atau jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang
ikut didalam produksi disuatu wilayah pada jangka waktu tertentu dibagi dengan
Indonesia terdiri dari beberapa pulau dan kepulauan dengan luas wilayah
daratan paling besar ( 309.934,40 kilometer persegi) atau 26,66 persen dari luas
(3.133,15 kilometer persegi) atau 0,17 persen dari luas wilayah Indonesia. Daerah
pada tahun 2002 Indonesia memiliki 30 provinsi, 268 kabupaten, 89 kota dan,
4.885 kecamatan serta 70.460 kelurahan. Pada tahun 2006 menjadi 33 provinsi,
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 penduduk Indonesia berjumlah
205.132.000 jiwa menjadi 222.192.000 jiwa pada tahun 2006 dengan laju
Provinsi Jawa Barat sebesar 39.649.000 jiwa, sementara Provinsi Maluku Utara
memiliki jumlah penduduk terkecil yaitu 919 jiwa. Kepadatan terbesar berada di
Provinsi DKI Jakarta 13.449 jiwa per kilometer persegi, sementara yang terjarang
tahun ke tahun, dengan memasukan sektor migas maupun non migas. Pada tahun
memasukan sektor migas dan 6.1 persen tanpa sektor migas, hal ini menunjukan
1,9 persen dengan sektor migas, dan 1,2 persen tanpa memasukan sektor migas
dari tahu ke tahun. Pada tahun 2002 nilai tukar Rupiah sebesar 9318 Rp/USD
menurun menjadi 8593 Rp/USD pada tahun 2003, kemudian meningkat kembali
sebesar 347 menjadi 8940 Rp/USD pada tahun 2005 dan menurn kembali
secara terus menerus dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2002 cadangan
devisa hanya sebesar 32 (USD milyar) meningkat menjadi 36,6 pada tahun 2003
dan meningkat hingga mencapai 42,6 (USD Milyar) pada tahun 2006 (USD
milyar).
Persentase defisit anggaran terhadap PDB pada tahun 2002 sebesar 1,3
persen meningkat menjadi 1,7 persen pada tahun 2003 dan menurun menjadi 0,5
persen pada tahun 2005 kemudian meningkat kembali menjadi 0,9 persen pada
tahun 2006.
40
Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk miskin pada tahun
2002 sekitar 38,40 juta jiwa (sekitar 25,10 juta jiwa di perdesaan, dan sekitar
13,30 juta jiwa di perkotaan). Angka ini pada tahun 2003 berkurang hingga
menjadi sekitar 37,30 juta jiwa, penurunan hanya terjadi di perkotaan yaitu
sekitar 1,2 juta jiwa yaitu berkurang hingga menjadi 36,10 juta jiwa (sekitar 11,40
juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 24,80 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang
sekitar sekitar 1,54 persen dari tahun 2002. Pada tahun 2005 jumlah penduduk
miskin terus mengalami penurunan hingga menjadi 35,10 juta jiwa penurunan
hanya terjadi di perdesaan yaitu menurun sebesat 2,1 juta jiwa sedangkan di
perkotaan meningkat sekitar 1,0 juta jiwa dari tahun 2004. Pada tahun 2006
jiwa, peningkatan terjadi di perkotaan dan perdesasan (sekitar 14,49 juta jiwa di
41
peningkatan dari tahun ke tahun. pada tahun 2002 tingkat pengangguran terbuka
di Indonesia sebesar 9,1 persen. Angka ini meningkat sebesar 0,2 persen dari 9,7
persen pada tahun 2003 menjadi 9,9 persen pada tahun 2004, kemudian seiring
meningkat hingga mencapai 11,2 persen pada tahun 2005 dan menurun kembali
peningkatan secara terus menerus dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2002
angka melek huruf hanya sebesar 91,11 persen, meningkat menjadi 91,21 persen
pada tahun 2003 dan meningkat hingga mencapai 92,45 persen pada tahun 2005
dan merun kembali pada tahun 2006 hingga menjadi 91,45. Angka melek huruf
tahun 2002 Indek Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 65,8 meningkat menjadi
67,33 pada tahun 2003 (BPS, 2007). Pada tahun 2004 IPM di Indonesia
meningkat sebesar 0,3 yaitu menjadi 68.7. Pada tahun 2005 meningkat menjadi
propinsi NTB untuk tahun 2002 dan 2004, untuk tahun 2005 dan 2006 Indeks
Laju inflasi di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003
tercatat laju inflasi tahunan Indonesia sebesar 5,33 persen, laju inflasi meningkat
menjadi 6,18 persen pada tahun 2004. Pada tahun 2005 laju inflasi meningkat
sebesar 12,2 persen yaitu menjadi 18,38 persen. Pada bulan Oktober 2006 terjadi
inflasi 0,86 persen. Dari 45 kota tercatat 41 kota mengalami inflasi dan 4 kota
mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Ternate 2,98 persen dan inflasi
sebesar 0,66 persen, dan deflasi terkecil di Palu 0,06 persen, sedangkan laju inflasi
tahunan di Indonesia tahun 2006 menurun sebesar 12,09 persen menjadi 6.29
persen.
Pada bulan november 2007 terjadi inflasi sebesar 0.18 persen, dari 45 kota
tercatat 32 kota mengalami inflasi dan 13 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi
terjadi di Manado 2,01 persen dan inflasi terendah di Balikpapan 0,04 persen.
Jayapura 0,03 persen. Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang
ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok barang dan jasa sebagai berikut:
kelompok bahan makanan 0,04 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok
& tembakau 0,43 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar
44
0,12 persen, kelompok sandang 1,66 persen, kelompok kesehatan 0,26 persen,
transpor, komunikasi & jasa keuangan mengalami deflasi 0,27 persen. Sedangkan
laju infalasi tahunan di indonesia pada tahun 2007 menurun sebesar 0.42 persen
mendapatkan perhatian lebih. Berbagai telaah dalam ilmu sosial dan juga ekonomi
program Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pada Juli 1998 di bawah
program, berbagai pihak telah melakukan evaluasi dan hasilnya telah memberikan
yang telah dilakukan antara lain meliputi perubahan nama, jumlah beras per
rumah tangga, frekuensi distribusi, sumber dan jenis data sasaran penerima
Pada 2002, pemerintah mengganti nama OPK menjadi Raskin agar lebih
sosial bagi Rumah Tangga Miskin (RTM), tidak lagi sebagai program darurat
penanggulangan dampak krisis ekonomi. Penetapan jumlah beras per bulan per
RTM yang pada awalnya 10 kg, selama beberapa tahun berikutnya bervariasi dari
10 hingga 20 kg, dan pada 2007 kembali menjadi 10 kg. Frekuensi distribusi yang
pada tahun-tahun sebelumnya 12 kali, pada 2006 berkurang menjadi 10 kali, dan
pada 2007 kembali menjadi 12 kali per tahun. Sasaran penerima manfaat yang
46
sejahtera 1 (KS-1) alasan ekonomi hasil pendataan BKKBN, sejak 2006 berubah
menggunakan data RTM hasil pendataan BPS melalui PSE-05.2. Selain itu, dalam
rangka meningkatkan kinerja pelaksanaan program, pada 2005 dan 2006 Bulog
59persen (Gambar 4.1). Kondisi tersebut sesuai dengan proporsi RTM di wilayah
bersangkutan.
subsidi dan data sasaran penerima. Pagu alokasi nasional dialokasikan untuk
sejak 2006 menggunakan data rumah tangga miskin (RTM) hasil pendataan BPS.
Tabel 4.6. Jumlah Rumah Tangga dan Pagu Alokasi Raskin Nasional
Jumlah Rumah Tangga
% RTM Sasaran
Tahun RTM Pagu Alokasi (Ton)
RTM Total terhadap RTM
Sasaran
Total
2000 16.000.000 7.500.000 46,88 1.350.000
2001 15.000.000 8.700.000 58,00 1.501.274
2002 15.135.560 9.790.000 64,68 1.349.600
2003 15.746.843 8.580.313 54,49 2.059.276
2004 15.746.843 8.590.804 54,56 2.061.793
2005 15.791.884 8.300.000 52,56 1.991.897
2006 15.503.295 10.830.000 69,86 1.624.500
2007 19.100.905 15.800.000 82,72 1.896.000
Sumber: BPS, 2007
kemudian mengalami penurunan dan pada 2007 sedikit meningkat. Sementara itu,
dari pada total RTM (Tabel 4). Sebagai contoh pada 2007, total RTM mencapai
19,1 juta, namun sasaran Raskin hanya 15,8 juta RTM sehingga terdapat 3,3 juta
RTM yang tidak memperoleh Raskin. Hal tersebut berimplikasi pada munculnya
48
Jika Raskin hanya dibagikan kepada rumah tangga paling miskin maka
menurut data Bulog, Raskin akan mampu memenuhi 70 persen–95 persen. RTM
yang ada, bahkan menurut BPS akan melebihi RTM (127 persen–152 persen).
Selain itu, dengan jumlah rumah tangga 50–59 juta pada 2002–2006, maka
persen rumah tangga di Indonesia dan bisa menjangkau seluruh rumah tangga
ketentuan.
sebagai program yang akan menyediakan lapangan kerja bagi jutaan orang
program yang telah berjalan dengan biaya Bank Dunia, yakni Program
desa). Dilaporkan, PPK telah dinikmati 18,1 juta orang miskin, 50 persen di
antaranya wanita.
49
Oleh karena itu, sasaran program BOS adalah semua sekolah setingkat SD dan
SMP, baik negeri maupun swasta di seluruh propinsi di Indonesia. BOS diberikan
jumlah murid.
Sekolah (BOS) dilakukan oleh organisasi pelaksana yang sebut Tim PKPSBBM
dari BPS.
Secara regional, pada tahun 2002 provinsi Jawa Timur memiliki jumlah
penduduk miskin terbesar, yaitu sekitar 7,7 juta jiwa. Empat provinsi lainnya yang
memiliki jumlah penduduk terbesar pada tahun 2002 adalah Jawa Tengah (7,3 juta
jiwa), Jawa Barat (4,9 juta jiwa), Sumatera Utara (1,8 juta jiwa), dan Lampung
(1,6 juta jiwa). Sementara, lima provinsi yang memiliki jumlah penduduk terkecil
adalah Bangka Belitung (106,2 ribu jiwa), Maluku Utara (110,1 ribu jiwa), Bali
(221,8 ribu jiwa), Sulawesi Utara (229,3 ribu jiwa), dan Kalimantan Tengah
(229,3 ribu jiwa). Pada tahun 2003, lima provinsi yang memiliki jumlah penduduk
miskin terbesar adalah Jawa Timur (7,5 juta jiwa), Jawa Tengah (6,9 juta jiwa),
Jawa Barat (4,8 juta jiwa), Sumatera Utara (1,8 juta jiwa), dan Lampung (1,5 juta
jiwa). Sementara lima provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin terkecil
adalah Bangka Belitung (98,2 ribu jiwa), Maluku Utara (118,8 ribu jiwa),
Sulawesi Utara (191,6 ribu jiwa), Kalimantan Tengah (207,7 ribu jiwa), dan Bali
(246,1 ribu jiwa). lima provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin terbesar
pada tahun 2004 adalah Jawa Timur (7,3 juta jiwa), Jawa Tengah (6,8 juta jiwa),
51
Jawa Barat (4,6 juta jiwa), Sumatera Utara (1,8 juta jiwa), dan Lampung (1,5 juta
terkecil adalah Bangka Belitung (91,8 ribu jiwa), Maluku Utara (107,8 ribu jiwa),
Sulawesi Utara (192,2 ribu jiwa), Kalimantan Tengah (194,1 ribu jiwa), dan Bali
(231 ribu jiwa). Pada tahun 2006 lima provinsi yang memiliki jumlah penduduk
miskin terbesar yaitu provinsi Jawa Timur (7,6 juta jiwa), Jawa Tengah (7,1 juta
jiwa), Jawa Barat (5,7 Juta Jiwa), Sumara Utara (1,8 juta jiwa), dan Lampung
Garis Kemiskinan) di Indonesia pada tahun 2004 sebesar 36146,9 ribu jiwa.
Dibandingkan dengan penduduk miskin pada tahun 2002 yang berjumlah 38394,0
ribu jiwa hal ini menujukan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada
periode tahun 2002-2004 turun sebesar 2247,1 ribu jiwa. Berdasaekan daerah
Jumlah penduduk perkotaan berkurang 1949,7 ribu jiwa, dari 13318.70 ribu jiwa
tahun 2002 menjadi 11369,00 ribu jiwa pada tahun 2004. Sementara jumlah
penduduk miskin perdesaan berkurang sebesar 298,4 ribu jiwa menjadi 24777,90
ribu jiwa pada tahun 2004 dari 25076,30 ribu jiwa tahun 2002. Jumlah penduduk
tahun 2006 sebesar 39,05 juta (17,75 persen). Dibandingkan dengan penduduk
miskin pada tahun 2005 yang berjumlah 35,10 juta (15,97 persen), berarti jumlah
8000
7000
6000
5000 2002
4000
2003
3000
2004
2000
1000 2006
0
Lampung Sumatra Jawa Barat Jawa Jawa Timur
Utara Tengah
Sumber: BPS, 2007
Penduduk miskin terbesar, yaitu sekitar 41,8 persen. Empat provinsi lainnya yang
Gorontalo (32,12 persen), Nusa Tenggara Timur (30,74), dan NAD (29,83
terkecil adalah DKI Jakarta (3,42 persen), Bali (6,89 persen), Kalimantan Selatan
(8,51 persen), Banten (9,22 persen), dan Sulawesi Utara (11,22 persen). Pada
tahun 2003, lima provinsi yang memiliki persentase penduduk miskin terbesar
adalah Papua (39,03 persen), Maluku (32,85 persen), NAD (29,76 persen),
Gorontalo (29,25 persen), dan Nusa Tenggara Timur (28,63 persen). Sementara,
lima provinsi yang memiliki persentase penduduk miskin terkecil adalah DKI
Jakarta (3,42 persen), Bali (7,43 persen), Kalimantan Selatan (8,16 persen),
Sulawesi Utara (9,01 persen), dan Banten (9,56 persen). lima provinsi yang
memiliki persentase penduduk miskin terbesar pada tahun 2004 adalah Papua
53
(38,69 persen), Maluku (32,13 persen), Gorontalo (29,01 persen), NAD (28,47
persen), dan Nusa Tenggara Timur (27,86 persen). Sementara, lima provinsi yang
memiliki persentase penduduk miskin terkecil adalah DKI Jakarta (3,18 persen),
Bali (6,85 persen), Banten (8,58 persen), Sulawesi Utara (8,94 persen), dan
Bangka Belitung (9,07 persen). Pada tahun 2005 provinsi Papua memiliki
persentase Penduduk miskin terbesar, yaitu sekitar 40,83 persen. Empat provinsi
lainnya yang memiliki persentase penduduk miskin terbesar adalah Maluku (32,28
persen), Gorontalo (29,05 persen), NAD (28,68 persen) dan, Nusa Tenggara
Timur (28,19). Pada tahun 2006 provinsi Papua tetap sebagai provinsi yang
memiliki jumlah persentase Penduduk miskin terbesar, yaitu sekitar 41,46 persen.
adalah Maluku (33,03 persen), Nusa Tenggara Timur (29,34), Gorontalo (29,13
Hal yang sangat menarik perhatian disini adalah hampir semua peovinsi
dan daerah yang memiliki tingkat PDRB perkapita yang tinggi seperti propinsi
terbanyak. Hal ini menunjukan bahwa selama ini penerimaan pendapatan propinsi
berkurang 0,88 persen dari 17,49 persen tahun 2002 menjadi 16,61 persen pada
54
0,94 persen menjadi 16,72 persen pada tahun 2004 dari 17,66 persen tahun 2002.
tahun 2002 menjadi 20,11 persen pada tahun 2004. Sementara persentase
penduduk miskin perkotaan berkurang sebesar 2,33 persen menjadi 12,13 persen
pada tahun 2004 dari 14,46 persen tahun 2002. Persentase penduduk miskin antara
daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada tahun 2006, sebagian
45
40
35 2002
30
25 2003
20 2004
15
10 2006
5
0
Jakarta
Kalimantan
Tenggara
Sulawesi
Maluku
Utara
Timur
DKI
Selatan
Nusa
Provinsi Papua sebesar 7,91 persen dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 10.56
sebesar 2.25 persen meningkat menjadi 5.01 persen, sedangkan Indeks Kedalaman
Jakarta. Pada tahun 2002 Indeks Kedalaman Kemiskinan sebesar 0,39 persen dan
pada tahun 2004 meningkat menjadi 0,42. Sementara Indeks Keparahan provinsi
DKI Jakarta pada tahun 2002 sebesar 0,07 persen meningkat menjadi 0,09 persen.
Hal yang menarik untuk diperhatikan adalah bahwa hampir sebagian besar
Hal ini juga konsisten dengan peningkatan indeks kedalaman kemiskinan secara
nasional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2003 terjadi
pada tahun 2003 semakin memburuk. Secara umum . Pada tahun 2002 Indeks
Kedalaman Kemiskinan sebesar 3,01 persen dan menurun sebesar 0,12 persen
0,1 persen menjadi 0,78 persen pada tahun 2004 dari 0,79 persen tahun 2002. Ini
indonesia.
56
Berdasarkan Tabel 5.1 Pada tahun 2002, lima provinsi yang memiliki
Indeks Kedalaman Kemiskinan terkecil adalah DKI Jakarta (0,39), Bali (0,95),
Kalimantan Selatan (1,11), Banten (1,27), dan Bangka Belitung (1,44). Hal ini
Maluku (6,78), Nusa Tenggara Timur (6,48), Gorontalo (6,20), dan Nusa
Tenggara Timur (5,01). Hal ini berarti kelima provinsi tersebut memiliki rata-rata
Pada tahun 2003, lima provinsi yang memiliki Indeks Kedalaman Kemiskinan
terkecil adalah DKI Jakarta (0,49), Bali (1,05), Kalimantan Selatan (1,22), Banten
(1,49), dan Bangka Belitung (1,53). Hal ini berarti bahwa kelima provinsi ini
kemiskinan terkecil.
tahun 2003 adalah Papua (10.69), Gorontalo (7,02), Maluku (6,76), NAD (6,73),
dan Nusa Tenggara Timur (5,61). Hal ini berarti kelima provinsi tersebut memiliki
terbesar. Hal yang menarik untuk dicatat adalah bahwa hampir sebagian besar
Hal ini juga konsisten dengan peningkatan Indeks Kedalaman Kemiskinan secara
nasional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2003 terjadi
semakin memburuk. Sementara, pada tahun 2004, 5 lima provinsi yang memiliki
Indeks Kedalaman Kemiskinan terkecil adalah DKI Jakarta (0,42), Bali (0,92),
Kalimantan Selatan (1,04), Banten (1,26), dan Bangka Belitung (1,35). Hal ini
Gorontalo (6,95), Maluku (6,32), NAD (6,32), dan Nusa Tenggara Timur (5,12).
kemiskinan yang paling kecil, yaitu sekitar 0,07. Selanjutnya, empat provinsi
lainnya yang memiliki Indeks Keparahan Kemiskinan terkecil adalah Bali (0,21),
Kalimantan Selatan (0,23), Banten (0,29), dan Bangka Belitung (0,31). Hal ini
berarti bahwa kelima provinsi ini memiliki intensitas kemiskinan yang relatif
lebih kecil dibandingkan provinsi lainnya. Atau dengan kata lain, tingkat
adalah Papua (2,25), Nusa Tenggara Timur (1,97), Maluku (1,96), Gorontalo
(1,79), dan Sulawesi Tenggara (1,44). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kelima provinsi ini memiliki intensitas kemiskinan yang lebih parah dibandingkan
provinsi lainnya. Pada tahun 2004 indeks keparahan kemiskinan secara nasional
Indeks Keparahan Kemiskinan terkecil adalah DKI Jakarta (0,11), Bali (0,24),
adalah Papua (4,00), Gorontalo (2,43), NAD (2,12), Maluku (1,96), dan Nusa
Tenggara Timur (1,64). Sementara, pada tahun 2004 secara nasional terjadi
penurunan Indeks Keparahan Kemiskinan, bahkan lebih rendah dari kondisi pada
tahun 2002. DKI Jakarta masih merupakan provinsi yang memiliki Indeks
adalah Bali (0,21), Kalimantan Selatan (0,24), Banten (0,30), dan Bangka
Kemiskinan terbesar adalah Papua (5,01), Gorontalo (2,32), NAD (1,98), Maluku
Dalam panel data ada tiga pemodelan yang dapat dipilih, yaitu pooled,
fixed effect, dan random effect, untuk menentukan model yang terbaik dilakukan
beberapa pengujian, untuk memilih antara pooled atau fixed effect digunakan uji
Chow. Hasil uji Chow diperoleh nilai statistik sebesar 0.370424403 dan nilai F-
pooled dan menerima hipotesis untuk menerima fixed effect, untuk memilih antara
model fixed effect atau model random effect digunakan uji Hausman. Hasil Uji
Hausman diperoleh nilai statistik Hausman sebesar 0.728. karena nilai hausman
lebih besar dari nilai α (0.05) yang artinya menerima hipotesis untuk
efect.
metode Panel Least Square (PLS) tanpa pembobotan atau Generalized Least
effect PLS dengan model fixed effect GLS, dapat disimpulkan bahwa model fixed
effect GLS menghasilkan nilai probabilitas t-statistik yang lebih baik dan nilai R-
Squared (R2) yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil estimasi menggunakan fixed
effect pada Tabel 5.3 semua variabel penjelas yaitu TPT, PP, dan AMH signifikan
kedalam model hanya sebesar 99.9140 persen. sedangkan sisanya dijelaskan oleh
variabel lain di luar model. Sedangkan nilai R-Squared (R2) Unweighted yang
bebas pada model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
Hasil estimasi ini diperkuat dengan nilai probabilitas F-statistik yang signifikan
0.000000, yang berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata
63
terhadap variabel terikat sehingga model penduga sudah layak untuk menduga
memenuhi asumsi regresi klasik. Artinya, model harus terbebas dari masalah-
dari nilai probabiltas t-statistik dan nilai probabilitas F-statistik. Dari hasil regresi,
seluruh variabel bebas signifikan, dan nilai probabilitas F-statistik yang signifikan
yaitu sebesar 2.403231, dimana 4-du (2.35) < DW (2.760909) < 4-dl (2.786)
Dengan demikian, model diatas tidak dapat ditentukan gejala autokorelasi. Dari
hasil estimasi dan pengujian asumsi regresi klasik, terhadap model fixed effect
dengan perlakuan cross section weights dan white cross section covariance, maka
variabel, yaitu TPT, PP, dan AMH berpengaruh signifikan terhadap TK (tingkat
kemiskinan).
sebesar 773.3819 jiwa. Ini berarti terjadi korelasi yang positif antara TPT
terbuka berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan pada taraf nyata lima
persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis, dengan peningkatan tingkat pengangguran
Dalam penelitian ini pendidikan yang diwakili oleh angka melek huruf
berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen dan berhubungan negatif dengan
yang diperoleh sebesar -23495.01, artinya apabila angka melek huruf naik sebesar
1 persen, maka nilai tingkat kemiskinan akan turun sebesar 23495,01 jiwa. Hal
tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa angka melek huruf dapat menurunkan
kemiskinan.
Hasil tersebut sesuai dengan teori lingkaran setan kemiskinan (the vicious
circle of poverty). Dalam the vicious circle of poverty, penduduk miskin memiliki
kualitas sumber daya manusia, sehingga tingkat produktivitas akan rendah pula.
miskin merupakan salah satu solusi yang dapat dipilih untuk memotong lingkaran
penduduk miskin maka kualitas sumber daya manusianya akan semakin lebih
6.1. Kesimpulan
terjadi di provinsi Papua dan terkecil terjadi di provinsi DKI Jakarta. Hal yang
sangat menarik adalah bahwa provinsi yang memiliki tingkat pendapatan yang
cukup tinggi belum menjamin suatu daerah akan memiliki tingkat kemiskinan
dengan angka melek huruf dan tingkat pengangguran, ini menunjukan bahwa
6.2. Saran
seperti Jawa Timur dan Papua perlu diberi perhatian lebih besar oleh
Badan Pusat Statistik. 2008. Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2005 . BPS,
Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2005. Statistic Indonesia tahun 2005 . BPS, Jakarta.
Baltagi, B.H. 1995. Econometrics Analysis of Panel Data. Third Edition. John
Wiley and Sons, Chicester.
Hartomo dan, Aziz. 1997. Ilmu Sosial Dasar. Bumi Aksara, Jakarta
Effects Specification
Weighted Statistics
Unweighted Statistics