You are on page 1of 17

Konservasi Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati atau biodiversity merupakan ungkapan pernyataan terdapatnya


berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai
tingkatan persekutuan makhluk, yaitu tingkatan ekosistem, tingkatan jenis dan tingkatan
genetika. Pada dasarnya keragaman ekosistem di alam terbagi dalam beberapa tipe, yaitu
ekosistem padang rumput, ekosistem hutan, ekosistem lahan basah dan ekosistem laut.
Kanekaragaman tipe-tipe ekosistem tersebut pada umumnya dikenali dari ciri-ciri komunitasnya
yang paling menonjol, dimana untuk ekosistem daratan digunakan ciri komunitas tumbuhan atau
vegetasinya karena wujud vegetasi merupakan pencerminan fisiognomi atau penampakan luar
interaksi antara tumbuhan, hewan dan lingkungannya.
Dalam menilai potensi keanekaragaman hayati , seringkali yang lebih banyak menjadi
pusat perhatian adalah keanekaragaman jenis, karena paling mudah teramati. Sementara
keragaman genetik yang merupakan penyusunan jenis-jenis tersebut secara umum lebih sulit
dikenali. Sekitar 10 % dari semua jenis makhluk hidup yang pada saat imi hidup dan menghuni
bumi ini terkandung pada kawasan negara Indonesia, yang luas daratannya tidak sampai
sepertujuhpuluhlima dari luas daratan muka bumi. Secara rinci dapat diuraikan bahwa Indonesia
dengan 17.058 pulau-pulaunya mengandung 10 % dari total jenis tumbuhan berbunga di dunia,
12 % dari total mamalia di dunia, 16 % dari total reptil dan ampibia di dunia, 17 % dari total
jenis burung di dunia dan 25 % atau lebih dari total jenis ikan di dunia.
Dokumen Biodiversity Action Plan for Indonesia (Bappenas, 1991) menuliskan bahwa
hutan tropika Indonesia adalah merupakan sumber terbesar keanekaragaman jenis –jenis palm,
mengandung lebih dari 400 species meranti-merantian dari Famili Dipterocarpaceae (yang
merupakan jenis kayu pertukangan paling komersil di Asia Tenggara); dan diperkirakan
menyimpan 25.000 species tumbuhan berbunga. Tingkatan Indonesia untuk keragaman jenis
mamalia adalah tertinggi di dunia ( 515 species, di antaranya 36 species endemis ), terkaya
untuk keragaman jenis kupu-kupu ekor walet dari famili Papilionidae (121 species, 44 %
endemis), terbesar ketiga utuk keragaman jenis reptilia (lebih dari 600 species), terbesar keempat
untuk jenis burung (1519 species, 28 % endemis), terbesar kelima untuk jenis amphibi (270
species) dan ke tujuh di dunia untuk tumbuhan berbunga. Selain itu luasnya kawasan perairan
teritorial Indonesia yang merupakan kawasan laut terkaya di wilayah Indo-Pasifik juga
mendukung kekayaan habitat laut dan terumbu karang. Kawasan terumbu karang di Sulawesi
dan Maluku adalah salah satu bagian dari sistem terumbu dunia yang kaya akan species karang,
ikan dan organisme karang lainnya.
Negara Indonesia sebagai salah satu pusat biodiversity dunia menyimpan potensi
keanekaragaman hayati yang tidak ternilai harganya. Selama ini lebih dari 6000 species tanaman
dan binatang telah dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup sehati-hari masyarakat, dan lebih dari
7000 jenis ikan laut dan tawar selama ini mendukung kebutuhan masyarakat.
Keragaman hayati dikategorikan menjadi tiga tingkatan yaitu :

- Keragaman Genetik
Genetik adalah berbagai variasi aspek biokimia, struktur dan sifat organisme yang diturunkan
secara fisik dari induknya (orang tuanya). Genetik ini dibentuk dari AND (Asam Deoksiribo
Nukleat) yang berbentuk molekul-molekul yang terdapat pada hampir semua sel.

- Keragaman Spesies
Spesies adalah kelompok organisme yang mampu saling berbiak satu dengan yang lain
secara bebas, dan menghasilkan keturunan, namun umumnya tidak berbiak dengan anggota
dari jenis lain.

- Keragaman Ekosistem
Ekosistem adalah suatu unit ekologis yang mempunyai komponen biotik dan abiotik yang
saling berinteraksi dan antara komponen-komponen tersebut terjadi pengambilan dan
perpindahan energi, daur materi dan produktivitas.
Manfaat keragaman hayati antara lain :
- Merupakan sumber kehidupan, penghidupan dan kelangsungan hidup bagi umat manusia,
karena potensial sebagai sumber pangan, papan, sandang, obat-obatan serta kebutuhan
hidup yang lain
- Merupakan sumber ilmu pengetahuan dan tehnologi
- Mengembangkan sosial budaya umat manusia
- Membangkitkan nuansa keindahan yang merefleksikan penciptanya.
Konservasi keanekaragaman hayati diperlukan karena pemanfaatan sumber daya hayati untuk
berbagai keperluan secara tidak seimbang akan menyebabkan makin langkanya beberapa jenis
flora dan fauna karena kehilangan habitatnya, kerusakan ekosisitem dan menipisnya plasma
nutfah. Hal ini harus dicegah agar kekayaan hayati di Indonesia masih dapat menopang
kehidupan.

Konservasi Tingkat Genetik

Dalam satu spesies tumbuhan atau hewan bisa terdapat variasi genetik, sehingga
menimbulkan perbedaan yang jelas. Manusia meskipun satu spesies (Homo sapiens), tapi ada
orang kulit putih, Negro, Melayu, Mandarin, dan lainnya. Macan Tutul dan Kumbang sama-sama
spesies Panthera pardus. Bahkan sering kakak beradik yang satu tutul yang lain hitam. Variasi
genetik misalnya terlihat pada jagung. Ada berbagai bentuk, ukuran dan warna jagung: jagung
Metro, jagung Kuning, jagung Merah. Contoh lain adalah padi. Kita mengenal ribuan varietas
padi, walaupun padi itu hanya satu spesies (Oriza sativa). Variasi genetika merupakan sumber
daya pokok yang penting untuk menciptakan varietas unggul tanaman pertanian baru. Karena itu
istilahnya “sumberdaya genetika tanaman”. Indonesia menawarkan berbagai sumberdaya
genetika tanaman dan binatang yang sangat berharga guna pemanfaatan saat ini atau di masa
mendatang. Sedikitnya 6.000 spesies flora dan fauna asli Indonesia dimanfaatkan sehari-hari
oleh orang Indonesia untuk makanan, obat, pewarna, dll.
Pembentukan genetik suatu individu tidak statis. Selalu berubah akibat faktor internal dan
eksternal. Keragaman materi genetik memungkinkan terjadi seleksi alam. Umumnya, kian besar
populasi suatu spesies kian besar keanekaragaman genetiknya, sehingga makin kecil
kemungkinannya punah.

Konservasi Tingkat Spesies

Sangat mengherankan, para cendikiawan lebih tahu berapa banyak bintang di galaksi
daripada jumlah spesies makhluk hidup di bumi. Hingga kini baru 1,7 juata spesies
teridentifikasi, dari jumlah seluruh spesies yang diperkirakan 5-100 juta. Kelompok makhluk
hidup yang memiliki jumlah spesies terbanyak adalah serangga dan mikroorganisme. Sekalipun
demikian masih saja ada anggapan, bahwa hanya organisme besar seperti tanaman berbunga,
mamalia dan vertebrata lain, yang mempengaruhi kehidupan manusia secara langsung. Padahal
mikroorganisme, termasuk alga, bakteri, jamur, protozoa dan virus, vital perannya bagi
kehidupan di bumi. Contohnya, tak akan ada terumbu karang jika tak ada alga. Terganggunya
keseimbangan mikroorganisme tanah, dapat menyebabkan kualitas kehidupan di tanah merosot,
hingga mengakibatkan perubahan besar pada ekosistem.

Suatu wilayah yang memiliki banyak spesies satwa dan tumbuhan, keragaman spesiesnya
lebi besar, dibandingkan wilayah yang hanya memiliki sedikit spesies yang menonjol. Pulau
dengan 2 spesies burung dan 1 spesies kadal, lebih besar keragamannya daripada pulau dengan 3
spesies burung tanpa kadal. Indonesia sangat kaya spesies. Walau luasnya Cuma 1,3% luas
daratan dunia, Indonesia memiliki sekitar 17% jumlah spesies di dunia. Paling tidak negara
kita memiliki 11% spesies tumbuhan berbunga, 12% spesies mamalia, 15% spesies amphibi dan
reptilia, 17% spesies burung, dan 37% spesies ikan dunia. Kekayaan dunia serangga kita
terwakili oleh 666 spesies capung dan 122 spesies kupu-kupu.
Spesies didefinisikan secara biologis dan morfologis. Secara biologis, spesies adalah
Sekelompok individu yang berpotensi untuk ber-reproduksi diantara mereka, dan tidak mampu ber-
reproduksi dengan kelompok lain. Sedangkan secara morfologis, spesies adalah Sekelompok individu

yang mempunyai karakter morfologi, fisiologi atau biokimia berbeda dengan kelompok lain.
Ancaman bagi spesies adalah kepunahan. Suatu spesies dikatakan punah ketika tidak ada satu
pun individu dari spesies itu yang masih hidup di dunia. Terdapat berbagai tingkatan kepunahan,
yaitu :
- Punah dalam skala global : jika beberapa individu hanya dijumpai di dalam kurungan
atau pada situasi yang diatur oleh manusia, dikatakan telah punah di alam
- Punah dalam skala lokal (extirpated) : jika tidak ditemukan di tempat mereka dulu berada
tetapi masih ditemukan di tempat lain di alam
- Punah secara ekologi : jika terdapat dalam jumlah yang sedemikian sedikit sehingga
efeknya pada spesies lain di dalam komunitas dapat diabaikan
- Kepunahan yang terutang (extinction debt) : hilangnya spesies di masa depan akibat
kegiatan manusia pada saat ini
Diperkirakan pada masa lampau telah terjadi 5 kali episode kepunahan massal.
Kepunahan massal terbesar diperkirakan terjadi pada akhir jaman permian, 250 juta tahun lalu.
Diperkirakan 77%-96% dari seluruh biota laut punah ketika ada gangguan besar seperti letusan
vulkanik serentak atau tabrakan dengan asteroid yang menimulkan prubahan dramatik pada iklim
bumi sehingga banyak spesies mengalami kepunahan. Kepunahan sesungguhnya merupakan
fenomena alamiah, namun mengapa hilangnya spesies menjadi masalah? Pengurangan atau
penambahan spesies secara efektif ditentukan oleh laju kepunahan dan laju spesiasi. Spesiasi
adalah proses yang lambat. Selama laju spesiasi sama atau leih cepat daripada laju kepunahan
maka keanekaragaman hayati akan tetap konstan atau bertambah. Pada periode geologi yang lalu
hilangnya spesies diimbangi atau dilampaui oleh evolusi dan pembentukan spesies baru. Saat ini
tingkat kepunahan mencapai 100-1000 kali dari tingkat kepunahan. Disebabkan oleh aktivitas
manusia. Kepunahan saat ini disebut kepunahan keenam.

Secara konseptual, biologis, dan hukum, spesies merupakan fokus utama dalam
konservasi. Sebagian besar masyarakat telah memahami konsepsi spesies dan mengetahui bahwa
dunia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi tetapi sebagian di antaranya sedang menuju
kepunahan. Ahli biologi telah memfokuskan pada spesies selama berabad abad dan telah
mengembangkan sistem penamaan, pengkatalogan, dan perbandingan antar spesies. Berbagai
upaya konservasi telah dilakukan, mulai dari pendanaan sampai program recovery difokuskan
pada spesies. Peraturan perundangan tentang konservasi juga memfokuskan pada spesies.
Misalnya: US Endangered Species Act, Convention on International Trade in Endangered
Species, Perlindungan Floran dan Fauna di Indonesia.

Faktor-faktor yang mendorong semakin meningkatnya kepunahan antara lain : Kerusakan hutan
tropis, Kehilangan berbagai spesies, Kerusakan habitat, fragmentasi habitat, Kerusakan
ekosistem, Polusi, Perubahan iklim global, Perburuan, eksploitasi berlebihan, Spesies
asing/pengganggu, dan Penyakit. Masing-masing faktor saling mempengaruhi satu sama lain.

a. Hilangnya habitat
Ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati adalah penghancuran habitat oleh
manusia. Pertambahan penduduk dan peningkatan konsumsi sumberdaya alam, menyusutkan
luasan ekosistem secara dramatis. Pembangunan bendungan, pengurugan danau, merusak banyak
habitat perairan. Pembangunan pesisir menyapu bersih karang dan komunitas pantai. Hilangnya
hutan tropis sering disebabkan perluasan lahan pertanian dan pemungutan hasil hutan secara
besar-besaran. Sekitar 17 juta hektar hutan hujan tropis dibabat habis tiap tahun, sehingga sekitar
5-10 % species dari hutan hujan tropis akan punah dalam 30 tahun mendatang.
b. Species pendatang
Dalam ekosistem yang terisolasi, seperti pada pulau kecil yang jauh dari pulau lain,
kedatangan species pemangsa , pesaing atau penyakit baru akan cepat membahayakan species
asli. Di Indonesia, kedatangan padi-padi varietas unggul secara perlahan dan sistematis
menggususr varietas padi lokal. Kini kita sulit menemukan padi lokal seperti rojo lele, jong bebe,
dll. Yang rasanya jauh lebih enak dari jenis pendatang. Menurut catatan, 1500 jenis padi lokal
Indonesia punah dalam 15 tahun terakhir.
c. Eksploitasi berlebihan
Banyak sumberdaya hutan, perikanan dan satwa liar dieksploitasi secara berlebihan.
Banyak kelangkaan disebabkan oleh perburuan, untuk mendapatkan gading gajah, cula badak,
burung nuri, cenderawasih, dll. Pengambilan gaharu yang berlebihan mengurangi populasi alami,
hingga para pemburu gaharu harus mencari lebih jauh ke dalam hutan.
d. Pencemaran
Pencemaran mengancam, bahkan melenyapkan species yang peka. Pestisida ilegal yang
digunakan untuk mengendalikan udang karang sepanjang perbatasan Taman Nasional Coto
Donana di Spanyol, telah membunuh 30.000 ekor burung. Pertambakan udang yang intensif di
sepanjang pantai utara pulau Jawa telah merusakkan sebagian besar terumbu karang dan hutan
mangrove, karena sisa makanan udang dan pemupukan tambak merangsang pertumbuhan alga
yang menghancurkan terumbu karang.
e. Perubahan iklim global
Di masa mendatang efek samping pencemaran udara yang menimbulkan pemanasan
global, mengancam keragaman hayati. Efek rumah kaca menaikkan suhu bumi 1-3 o C, sehingga
permukaan laut naik 1-2 meter. Banyak species flora dan fauna tidak akan mampu menyesuaikan
diri.
f. Monokulturisasi
Industri pertanian dan kehutanan yang memprioritaskan ekonomi terbukti memberi
andil besar bagi hilangnya keragaman hayati. Pertanian dan kehutanan modern cenderung
monokultur, menggunakan pupuk dan pestisida untuk mendapat hasil sebesar-besarnya.
Hutan tanaman industri (HTI) memprioritaskan tanaman-tanaman eksotik (dari luar) yang
dapat dipanen dengan cepat, seperti acaccia mangium, eucalyptus sp, sehingga menggususr
jenis lokal dan mengubah ekosistem hutan secara drastis.
Berbagai uraian tentang keanekaragaman hayati, mulai dari berbagai kriteria
keragaman hayati, species terancam punah beserta kategorisasinya, serta berbagai ancaman
yang dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, melengkapi pemahaman
mahasiswa mengenai pentingnya melakukan kegiatan konservasi sumberdaya alam hayati
bagi kepentingan umat manusia dan keselamatan bumi.

Polu-
si
Kerusakan
hutan Kerusakan
tropis habitat
Manu-sia

Kehilangan Perubahan
berbagai iklim global
spesies

Perbu-
ruan

Gambar 2.
Saling keterkaitan antara faktor-faktor penyebab kepunahan spesies

Fokus konservasi tingkat spesies dilakukan pada tingkat populasi. Populasi suatu
spesies dapat lestari sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi sekarang dan generasi yang
akan datang. Kunci menyelamatkan spesies adalah dengan melindungi populasi yang ada.
• Perubahan landuse
Tingkat • Perubahan iklim
lansekap • Perubahan pada tingkat
• Suksesi lansekap terutama pada
• Kerusakan ketersediaan habitat
yang bersifat
menentukan sampai
sejauh mana suatu
Tingkat
• Laju kelahiran habitat sesuai bagi
Populasi • Laju kematian suatu spesies.
• Imigrasi • Ketersediaan habitat
• Emigrasi yang sesuai, perilaku,
dan physiologi suatu
individu organisme
saling berinteraksi
mempengaruhi dinamika
Tingkat
• Laju konsumsi suatu populasi.
individu • Laju pertumbuhan
• Seleksi habitat
• Penghindaran dari
predator

Spesies yang rentan terhadap kepunahan adalah spesies yang:

- Sebaran geografi yang sempit


- Terdiri atas satu atau beberapa (tidak banyak) populasi
- Populasinya sedikit
- Ukuran populasinya menurun
- Kepadatan populasi rendah
- Memerlukan daerah jelajah yang luas
- Hewan dengan ukuran tubuh besar
- Kemampuan menyebar yang lemah
- Bermigrasi musiman (tergantung pada 2 atau lebih haitat yang berlainan)
- Variasi genetik rendah
- Memerlukan habitat khusus
- Hanya dijumpai pada lingkungan utuh stabil
- Membentuk kelompok, permanen atau sementara
- Terisolasi atau belum pernah kontak dengan manusia
- Diburu atau dipanen manusia
- Berkerabat dekat dengan spesies yang telah punah
Kategori IUCN untuk Spesies-spesies Yang Terancam Kepunahan

Saat menerbitkan edisi pertama Red Data Booksnya, IUCN telah memperkenalkan
pengkatagorian spesies yang terancam kepunahan berdasarkan status ekologis dan besarnya
ancaman yang diterima spesies tersebut. Pengkatagorian tersebut kemudian dikritik Georgina
Mace dan Russel Lande, dua peneliti yang tergabung dalam Panitia Pengarah IUCN/SSC karena
dinilai amat subyektif sifatnya. Kedua peneliti tersebut mengajukan usulan untuk memperbaiki
pengkatagorian dan mendefinisikan ulang katagori-katagori tertentu agar lebih obyektif dan
kuantitatif. Hingga sekarang, usulan Mace dan Lande itu masih dalam tahap pembahasan dan
penilaian kemungkinan penerapannya, karena penggunaan sistem katagori baru secara meluas
sudah tentu akan menyangkut berbagai level sumberdaya yang tersedia.

Katagori yang lama adalah:

- Extinct (Punah), yakni apabila selama 50 tahun terakhir tidak ada lagi data yang
menunjukkan secara jelas keberadaan spesies tersebut (kriteria menurut CITES).
- Endangered (Terbahayakan), yakni spesies yang berada dalam bahaya kepunahan dan tidak
mungkin bertahan lestari tanpa menghentikan sumber-sumber penyebab kepunahannya.
Termasuk ke dalam katagori ini spesies-spesies yang populasinya di alam terus
menurun menuju titik kritis, atau yan ghabitatnya menyusut drastis hingga membahayakan
kelestariannya. Juga spesies yang diperkirakan punah, namun dalam jangka 50 tahun terakhir
keberadaannya sempat tercatat secara akurat.

- Vulnerable (Rawan), yakni spesies-spesies yang diperkirakan tengah menuju ke dalam


katagori ‘terbahayakan’ di saat-saat mendatang, apabila sumber-sumber yang mengancamnya
tidak dihentikan atau ditanggulangi
Termasuk ke dalamnya adalah spesies-spesies yang sebagian besar atau seluruh
populasinya tengah menyusut karena permanenan yang berlebihan (overeksploitasi),
kerusakan habitat yang meluas ataupun gangguan lingkungan yang lain; spesies-spesies yang
populasinya menyusut dengan gawat, sementara upaya pengamanan yang (tengah) dilakukan
tidap dapat mengantisipasinya; dan spesies-spesies yang walaupun masih terdapat dalam
jumlah yang cukup, namun terancam oleh faktor-faktor yang dapat merugikannya yang berada
di lingkungannya.
- Rare (Langka), yakni spesies-spesies yang total populasinya kecil, yang walaupun tidak
termasuk ke dalam katagori-katagori di atas namun berada pada kondisi yang riskan.
Mungkin penyebarannya terbatas secara geografis atau pada habitat-habitat tertentu; atau
menyebar luas namun dalam populasi-populasi yang kecil saja.
- Indeterminate, spesies-spesies yang diketahui ‘terbahayakan’, ‘rawan’ atau ‘langka’, namun
tidak cukup informasi untuk menyatakan secara tepat termasuk jyang mana dari tiga katagori
tersebut.
- Insufficiently Known, ialah spesies-spesies yang disangka kuat namun belum dapat secara
tegas masuk ke dalam katagori-katagori di atas karena informasinya masih kurang.
Di samping itu masih ada katagori tambahan, yakni ‘terancam komersial’ yang menunjukkan
bahwa spesies-spesies tersebut belum terancam kepunahan, namun sebagian besar atau
keseluruhan populasinya tak ‘kan dapat bertahan sebagai sumberdaya komersial yang
berkelanjutan tanpa adanya pengaturan terhadap eksploitasinya. Umumnya katagori terakhir ini
diterapkan pada spesies-spesies yang memiliki ukuran populasi yang besar, seperti halnya
spesies-spesies ikan komersial di laut.

Species terancam menurut Daftar Merah


Suatu spesies dikatakan terancam jika diperkirakan mengalami kepunahan dalam masa yang tak
lama lagi. Persatuan Konservasi Dunia (The World Conservation Union, IUCN) menerbitkan
sebuah buku dengan nama Dartar Merah ini terancam satu demi satu. Daftar Merah ini direvisi
setiap 2 tahun sejak 1986 oleh Pusat Monitor Konservasi Dunia (World Conservation Monitoring
Centre), bersama jaringan kelompok khusus dari Komisi Ketahanan Spesies (Spesies Survival
Commission Spesial Groups) IUCN.
Menurut Daftar Merah IUCN edisi 1990, terdapat 4.452 spesies satwa yang terancam
punah. Kelas satwa dengan jumlah spesies terbesar yang terancam adalah serangga (1.083
spesies) dan burung (1.029). disusul ikan (713), mamalia (507), kerang-kerangan (409), reptillia
(169), karang (154), cacing anelida (139), krustasea (126), dan amfibia (57).
Demikian juga dengan tumbuhan, kondisinya tak kalah memprihatinkan. Tumbuhan yang
terancam di Asia mencapai 6.608 spesies, eropa tanpa Jerman 2.677, Amerika Tengah dan utara
5.747, Amerika Selatan 2.061, Oceania 2.673 dan Afrika 3.308. jumlah yang sebenarnya di
lapangan bahkan bisa lebih banyak dari itu. Selanjutnya setiap spesies di dalam Daftar Merah
tersebut dikategorikan terancam dengan melihat berbagai faktor yang mempengaruhinya
sebagaimana tingkatan/status yang telah diungkapkan di atas.
Pada waktu selanjutnya, IUCN melakukan revisi dalam pengkategorisasian species
terancam punah ke dalam berbagai kategori sebagai berikut :
PUNAH Extinc (EX) Suatu taxon dikatakan punah jika tidak ada keraguan lagi bahwa
individu terakhir telah mati.
PUNAH DI ALAM Extinct in the wild (EW) Suatu taxon dikatakan punah di alam jika
dengan pasti diketahui bahwa taxon tersebut hanya hidup di penangkaran, atau hidup di alam
sebagai hasil pelepasan kembali di luar daerah sebaran aslinya. Suatu taxon dianggap punah di
alam jika telah dilakukan survai menyeluruh di daerah sebarannya atau di daerah yang memiliki
potensi sebagai daerah sebarannya di alam, survai dilakukan pada waktu yang tepat, dan survai
tersebut gagal menemukan individu taxon tersebut. Survai harus dilakukan sepanjang siklus
hidup taxon tersebut.
KRITIS Critically Endangered (CR) Suatu taxon dikatakan kritis jika taxon tersebut
menghadapi resiko kepunahan sangat tinggi di alam
GENTING Endangered (EN) Suatu taxon dikatakan genting jika taxon tersebut tidak
termasuk kategori kritis saat menghadapi resiko kepunahan sangat tinggi di alam dalam waktu
dekat
RENTAN Vulnerable (VU) Suatu taxon dikatakan rentan jika taxon tersebut tidak
termasuk kategori kritis atau genting tetapi menghadapi resiko kepunahan tinggi di alam
KEBERADAANNYA TERGANTUNG AKSI KONSERVASI Conservation Dependent
(CD) Untuk dianggap sebagai CD suatu taxon harus merupakan fokus dari program konservasi
jenis atau habitat yang secara langsung mempengaruhi taxon dimaksud.
RESIKO RENDAH Low Risk (LR) Suatu taxon dikatakan beresiko rendah jika setelah
dievaluasi ternyata taxon tersebut tidak layak dikategorikan dalam kritis, genting, rentan,
Conservation Dependent atau Data Deficient. Kategori ini masih dapat di bagi lagi menjadi tiga,
yaitu: (i) taxon yang nyaris memenuhi syarat untuk dikatakan terancam punah (Near-
Threatened), (ii) taxon yang tidak begitu menjadi perhatian, (iii) taxon yang saat ini jumlahnya
besar tetapi memiliki peluang yang sangat kecil untuk punah di masa depan.
KURANG DATA Data Deficient (DD) Suatu taxon dikatakan kekurangan data jika
informasi yang diperlukan, baik sifatnya langsung maupun tidak langsung, untuk menelaah
resiko kepunahan taxon dimaksud berdasarkan distribusi atau status tidak memadai. Taxon
dalam kategori ini mungkin telah banyak dipelajari aspek biologinya, tetapi data kelimpahan dan
atau distribusinya masih kurang. Berdasarkan hal tersebut DD tidak dapat dimasukkan ke dalam
kategori terancam punah atau beresiko kecil. Dengan memasukkan taxon ke dalam kategori ini
menunjukkan bahwa informasi tentang taxon tersebut sangat diperlukan.
TIDAK DIEVALUASI Not Evaluated (NE) Suatu taxon dikatakan tidak dievaluasi jika
taxon tersebut tidak dinilai berdasarkan kriteria di atas. Gambar 3, berikut menjelaskan
hubungan kategori keterancaman dan proses dalam penentuan kategori keterancamannya.

Punah
Punah
Punah di Alam

Kritis
Terancam Punah Genting
Rentan

Tergantung Aksi Konservasi

Tidak Terancam Mendekati Terancam Punah


Punah Resiko Rendah Bukan Jenis yang Diperhatikan
Melimpah

SEMUA JENIS Kurang Data


Tidak Dievaluasi

Gambar 3. Hubungan antar kategori keterancaman menurut IUCN. Diagram di atas menunjukkan
proses/jalan yang ditempuh oleh suatu jenis bagi penentuan kategori status keterancaman.
Kategori kritis, genting, dan rentan, sebagai kategori yang perlu mendapatkan perhatian utama
berdasarkan penjelasan yang diuraikan dalam masing-masing kategori tersebut di atas, maka peluang
keterancamannya lebih lanjut digambarkan sebagai berikut :

KRITIS GENTING RENTAN

Memiliki peluang Memiliki peluang Memiliki peluang


untuk punah >50% untuk punah >20% untuk punah >16%
d l k kt dalam kurun waktu d l kt k
100

0
Waktu (tahun) 100

Gambar 4. Besarnya peluang suatu jenis untuk punah berdasarkan


kategori ancaman menurut IUCN.

Selanjutnya kriteria kritis, genting dan rentan tersebut di atas masing-masing diidentifikasi
berdasarkan batasan penjabaran dalam tabel berikut :

Tabel 2. Batasan Kategori Terancam Punah Dari IUCN


Kriteria Kriteria Genting Rentan
A. Penurunan Tajam >80% selama 10 tahun atau 3 >50% selama 10 tahun atau 3 >50% selama 20 tahun atau 5
generasi generasi generasi

B. Daerah Sebaran yang Luas daerah sebaran <100 Luas daerah sebaran <5.000 Luas daerah sebaran <20.000
sempit km2. km2. km2.
Luas daerah yang ditempati Luas daerah yang ditempati Luas daerah yang ditempati
<10 km2. <500 km2. <2.000km2.

C. Populasi Kecil <250 individu dewasa. <2.500 individu dewasa. <10.000 individu dewasa.

<50 individu dewasa. <250 individu dewasa. <1.000 individu dewasa.


D1. Populasi Sangat Kecil
- <100 km2 atau 5 lokasi
D2. Daerah Sebaran Sangat -
Kecil
Memiliki peluang untuk Memiliki peluang untuk punah
E. Kemungkinan Punah Memiliki peluang untuk punah >20% dalam kurun 10% dalam kurun waktu 100
punah <50% dalam kurun waktu 20 tahun tahun
waktu 5 tahun
Konservasi Tingkat Ekosistem

Dunia yang beraneka ragam ini dapat dikelompokkan menjadi berbagai tipe ekosistem.
Mulai dari puncak pegunungan hingga dasar lautan, dari kutub hingga daerah tropis. Ekosistem
yang paling kaya keragaman hayatinya adalah hutan hujan tropis. Walau hutan hujan tropis
hanya meliputi 7% permukaan bumi, namun daerah ini mengandung paling sedikit 50% hingga
90% dari semua spesies tumbuhan dan satwa.

Negeri kita Indonesia memiliki 47 jenis ekosistem alam khas, mulai padang salju di Irian
Jaya hingga hutan hujan dataran rendah, dari danau dalam hingga rawa dangkal, dan dari
terumbu karang hingga taman rumput laut dan mangrove. Keanekaragaman hayati yang tinggi di
Indonesia disebabkan karena letaknya pada persilangan pengaruh antara benua Asia dan
Australia. Pencetus gagasan pemisahan biogeografi kedua benua itu adalah Alfred Russel
Wallace, pakar biologi yang hidup sezaman dengan Charles Darwin. Garis itu berawal dari
sebelah selatan Pulau Mindanao (Filipina) menyusuri Selat Makasar, Selat Lombok hingga ujung
barat Australia. Kawasan biogeografi Asia dan bagian-bagiannya disebut Orientalis. Wilayah
Indonesia yang termasuk kawasan ini adalah Sumatra, Kalimantan dan Jawa. Seluruh Pulau
Irian, Australia dan Tasmania termasuk kawasan Australis. Sedangkan Sulawesi, Nusa Tenggara
dan Maluku peralihan antara keduanya. Pemisahan ini terutama belaku bagi jenis-jenis mamalia.
Untuk satwa yang bisa terbang, garis pemisahan lebih rumit. Pada umumnya, semakin ke timur
jenis-jenis burung Indo-Malaya semakin berkurang, demikian pula sebaliknya. Beberapa hewan
khas kawasan Wallacea adalah Nuri, Kesuari, Cendrawasih, Maleo, Babirusa, Anoa, Komodo,
Kuskus.

a. Ekosistem Padang Rumput


Padang rumput adalah kawasan yang didominasi oleh rumput dan spesies lain sejenisnya
dengan beberapa pohon (kurang dari 10-15 pohon/ha), akibat kekeringan yang periodik. Mereka
dikenal dengan berbagai nama di berbagai belahan dunia: savanah di Afrika, rangeland di
Australia, steppe di Eurasia, prairie di Amerika Utara, cerrados atau pampas di Amerika
Selatan.
Padang rumput ini terjadi secara alami, semi alami, atau diolah. Padang rumput yang
diolah biasanya ditanami dan dirawat secara intensif, seperti padang rumput gandum di Eropa
Barat. Tipe padang rumput ini hanya mempunyai andil kecil bagi pemeliharaan keanekaragaman
hayati. Sedangkan padang rumput semi alami, walaupun tidak ditanami tapi mereka berkembang
secara luas akibat penggembalaan ternak domestik. Mereka penting bagi keragaman hayati
karena sejumlah spesies di padang rumput tergantung padanya.
Tingkat keanekaragaman flora di padang rumput alami dan semi alami tinggi, namun
kekayaan spesies satwanya rendah. Kurang dari 5% spesies burung dunia dan 6% spesies
mamalia dunia beradaptasi atau hidupnya tergantung pada padang rumput.

b. Ekosistem Hutan
Hutan menyediakan bahan makanan, sandang, bahan bakar, bahan bangunan dan bahan-
bahan lain bagi kehidupan manusia. Jutaan orang menggantungkan hidup pada sumber daya
hutan, bagi hajat mereka di bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan dan religi.
Berdasarkan faktor iklim, hutan dibagi menjadi dua: hutan hujan dan hutan musim. Hutan
hujan ada yang terletak pada daerah tropis, ada yang di daerah beriklim sedang. Hutan hujan
tropis sangat kaya akan spesies. Walaupun luas seluruh hutan hujan tropis hanya 0,2 persen
(292.000 km2) dari luas permukaan bumi, mengandung tak kurang dari 34.400 spesies tanaman
endemik. Sekitar 13 persen spesies tumbuhan dunia hidup di hutan hujan tropis.
Kawasan tropika juga punya jenis hutan ranggas musiman, yaitu di tempat yang curah
hujan pada musim keringnya di bawah 100 mm. Pada musim itu pepohonan menggugurkan
daun. Tapi juga ada beberapa tumbuhan yang justru berbunga pada masa itu. Jadi berbeda
dengan hutan ranggas di daerah beriklim sedang, yang pada musim dingin tampak seolah mati
sama sekali.

c. Ekosistem Lahan Basah


Lahan basah mencakup berbagai jenis habitat dan komunitas, yang sangat dipengaruhi
uleh kehadiran perairan di sekitarnya. Hampir ¼ lahan basah dunia terdapat di Kanada, yaitu
lebih dari 1,2 juta km2. Daerah lahan basah utama yang lain terdapat di Afrika Tengah, Asia
(khususnya Cina dan Indonesia), Amerika Selatan dan bekas Uni Soviet. Lahan basah di
Indonesia mencapai 4,34% dari luas daratan.
Lahan basah dapat dibagi menjadi dua:
- Lahan basah pesisir. Meliputi pesisir yang tergenang air, umumnya payau, permanen atau
musiman. Umumnya dipengaruhi pasang surut air laut. Termasuk dalam kelompok ini
ekosistem hutan mangrove, dataran lumpur dan pasir, muara sungai, padang lamun, dan
rawa-rawa pesisir.
- Lahan basah daratan. Meliputi daerah yang tergenang air permanen maupun musiman, di
darat atau dikelilingi daratan, tapi tidak terkena pengaruh air laut. Kelompok ini meliputi
ekosistem danau, telaga, sungai, rawa air tawar, kolam dan danau musiman.
Ciri ekosistem lahan basah antara lain:
- Paling tidak secara periodik ditumbuhi tumbuhan air;
- Kondisi substratnya jenuh air atau tertutup air dangkal, paling tidak secara periodik yaitu
pada musim tumbuh.

Mengacu pada sistem klasifikasi lahan basah utama menurut konvensi Ramsar, Indonesia
memiliki jenis-jenis ekosistem lahan basah sbb.:
1. Kawasan laut (marin) meliputi kelompok lahan basah pesisir yang berair asin, termasuk
pantai berbatu, terumbu karang dan padang lumut.
2. Kawasan muara (estuarin) meliputi muara sungai, delta, rawa pasang surut, yang berair
payau dan hutan bakau (hutan mangrove).
3. Kawasan rawa (palustrin) meliputi tempat-tempat yang bersifat ‘merawa (berair tergenang
atau lembab), misalnya hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, dan rawa rumput.
4. Kawasan danau (lakustrin) meliputi semua lahan basah yang berhubungan dengan danau dan
rawa rumput.
5. Kawasan sungai (riverin) meliputi lahan basah yang terdapat sepanjang sungai atau perairan
yang mengalir.
Hutan Mangrove
Salah satu lahan basah utama adalah kawasan mangrove. Areal mangrove terluas terdapat
di Indonesia (lebih dari 4 juta ha) dan Asia lainnya, Afrika, Australia, Karibia, Amerika Tengah
dan Selatan.
d. Ekosistem Laut
Laut merupakan habitat terbesar di bumi, tapi sisi bioliginya paling sedikit diketahui
dan diteliti. Ekosistem laut dimulai dari perbatasan ekosistem lahan basah pesisir, yaitu daerah
pantai pasang surut, terumbu karang, laut dangkal, hingga pakung-palung laut dalam yang tidak
pernah terkena cahaya matahari.
Walaupun saling berhubungan, namun semua eksistem di laut memiliki ‘batas’
wilayah. Masing-masing merupakan tempat hidup dan mencari makan dari satwa laut yang
berbeda.
Ekosistem terumbu kkarang adalah satu ekosistem alami dunia yang paling beragam,
sehingga serign desebut hutan hujan tropiknya laut. Secara global terdapat sekutar 600.000 km2
terumbu karang; lebih dari setengahnya terdapat di Samudra Hindia (termasuk Laut Merah dan
teluk Persia). Sisanya dibagi rata antara Kepulauan Karibia, Pasifik Selatan (termasuk Australia)
dan Pasifik Utara. Luas terumbu karang di Indonesia 0,38% dari seluruh wilayah. Namun
sayang, data terakhir menunjukkan hanya 7% terumbu karang Indonesia yang masih baik
kondisinya. Selebihnya telah rusak, terganggu atau agak rusak.
Ekosistem laut dalam adalah bagian laut dengan kedalaman lebih dari 200 m, sehingga
hampir berada dalam suasana gelap abadi. Bagian terdalam, yaitu 600 meter lebih, disebut zona
afotik, yang tidak mendapat cahaya sama sekali. Sedangkan zona eufotik masih mendapat
cahaya, sehingga di sinilah berlangsung semua produksi primer.
Pernah ada anggapan, laut dalam adalah gurun biologis, karena rendahnya populasi
organisme. Tapi sejak awal tahun 1960-an tabir tersingkap, keragaman komunitas laut dalam
cukup tinggi.
Kondisi hidup memaksa penghuni laut dalam melakukan adaptasi besar-besaran.
Contoh yang paling jelas adalah dalam hal warna, yang cenderung abu-abu keperakan atau hitam
kelam. Bahkan banyak biota laut dalam yang tubuhnya transparan saja.

You might also like