You are on page 1of 17

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ester

Ester merupakan turunan dari asam karboksilat dimana gugus hidroksi (-OH)

dari asam karboksilat digantikan oleh gugus alkoksi (-OR). Pembentukan ester atau

esterifikasi dapat terjadi jika asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol dan

ditambah sedikit asam mineral sebagai katalis dan reaksinya bolak balik. Persamaan

reaksinya adalah sebagai berikut :

O
H+
R-C + R’OH RCOOR’ + H2O
alkohol katalis ester air
O-H
asam karboksilat

Reaksi esterifikasi dapat dibagi atas :

1. Esterifikasi langsung yang merupakan reaksi antara asam lemak denga

alkohol.

RCOOH+ R1OH RCOOR1 + H2O

2. Transesterifikasi yang meliputi reaksi :

a. Asidolisis, merupakan reaksi antara ester dengan asam membentuk

ester yang baru.


9

RCOOR1 + R2COOH R2COOR1 + RCOOH

b. Alkoholisis, merupakan reaksi antara ester dengan alkohol membentuk

ester yang baru.

RCOOR1 + R2OH RCOOR2 + R1OH

c. Interesterifikasi, merupakan suatu reaksi ester dengan ester lainnya

disebut juga ester interchange. Pada trigliserida, interterifikasi dapat

dilakukan dengan dua proses yaitu pertukaran interamolekuler dan

intermolekuler. Reaksi interesterifikasi meliputi penataan ulang dan

randomisasi residu asil dalam trigliserol dan selanjutnya menghasilkan

lemak atau minyak dengan sifat yang baru (Sreenivasan, 1978)

RCOOR1 + R2COOR3 RCOOR3 + R2COOR1

2.2 Metil Ester

Metil ester dapat dibuat melalui reaksi transesterifikasi antara minyak/ lemak

dengan metanol menggunakan katalis basa, dengan suhu reaksi 500C – 700C. Jika

reaksi berlangsung sempurna akan terbentuk metil ester dan gliserol sebagai produk

samping. Ester yang terbentuk selanjutnya dicuci dengan air untuk menghilangkan

sisa katalis dan metanol (Darnoko, D. 2002).

Proses transesterifikasi memerlukan katalis untuk mempercepat laju reaksi

pembentukan produk. Katalis asam yang biasa digunakan HCl atau H2SO4, atau
10

katalis basa/alkali. Pemakaian katalis basa hanya berlangsung sempurna bila

minyak/lemak dalam kondisi netral atau tanpa keberadaan air. Selain itu, dapat

terbentuk sabun dimana katalis hilang karena penyabunan dan terbentuk gel yang

dapat menghambat proses pemisahan. Jumlah katalis yang sedikit berlebih secara

stoikiometris akan mendorong pembentukan produk ester atau reaksi berlangsung

kearah kanan (Morrison, 1992).

Reaksi Transesterfikasi antara minyak dengan metanol

H2C – O – C – CH2 R
O O CH2 – OH

HC – O – C – CH2 R + 3CH3OH 3RCH2 – C – OCH3 + CH – OH


O metanol metil ester CH2 – OH
H2C – O – C – CH2 R
gliserol

asam lemak

Tahapan pertama dalam reaksi diatas adalah mereaksikan NaOH dengan metanol,

yang mana NaOH berperan sebagai katalis yang akan mengaktifkan gugus alkoksi dari

metanol, sehingga membentuk Natrium Metoksida. Natrium Metoksida merupakan zat

yang akan bereaksi dengan minyak membentuk asam lemak.

Produk olahan minyak yang merupakan non pangan diantaranya adalah oleokimia.

Salah satu produk turunan oleokimia adalah ester. Contohnya adalah metil ester.
11

Asam lemak metil ester mempunyai peranan utama dalam industri oleokimia. Metil

ester digunakan sebagai senyawa intermediate untuk sejumlah oleokimia yaitu

seperti fatty alcohol, alkanolamida, metil ester, gliserol monostrearat, surfaktan

gliserin dan asam lemak lainnya.

Permintaan metil ester dari tahun ketahun meningkat karena metil ester merupakan

bahan baku yang sangat penting bagi industri kimia. Metil ester saat ini telah

digunakan untuk membuat minyak diesel sebagai bahan bakar alternatif.

Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam lemak,

diantaranya yaitu:

1. Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu dan tekanan lebih rendah

dibandingkan dengan asam lemak.

2. Peralatan yang digunakan murah. Metil ester bersifat non korosif dan metil

ester dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih rendah, oleh karena itu proses

pembuatan metil ester menggunakan peralatan yang terbuat dari karbon steel,

sedangkan asam lemak bersifat korosif sehingga membutuhkan peralatan

stainless steel yang kuat.

3. Lebih banyak menghasilkan hasil samping gliseril yaitu konsentrat gliseril

melalui reaksi transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat

gliseril, sedangkan asal lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan gliserin

yang masih mengandung air lebih dari 80%, sehingga membutuhkan energi

yang lebih banyak.


12

4. Metil ester lebih mudah didestilasi karena titik didihnya lebih rendah dan lebih

stabil terhadap panas.

5. Dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida

dengan kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan asam lemak yang

menghasilkan amida dengan kemurnian hanya 65-70%

6. Metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat kimianya

lebih stabil dan non korosif

2.3 Amida

Amida merupakan suatu senyawa yang mempunyai nitrogen trivalen yang

terikat pada suatu gugus karbonil. Senyawa amida diberi nama dari asam karboksilat

dengan mengubah imbuhan asam – oat ( atau – at ) menjadi amida (Fessenden,

1986).

O O

CH2CNH2 CH3CH2CH2CNH2
etanamida butanamida

Amida asam lemak dapat dibuat secara sintesis pada industri oleokimia melalui

proses batch. Pada proses ini, ammoniak dan asam lemak bebas bereaksi pada suhu

200oC dan tekanan 345 – 690 kPa selama 10 – 12 jam.

Selain proses batch, amida primer dapat diperoleh dengan mereaksikan ammoniak

dengan metil ester asam lemak. Reaksi tersebut mengikuti konsep HSAB, dimana H+

dari ammoniak merupakan hard acid yang mudah bereaksi dengan hard base CH3O-
13

untuk membentuk metanol. Sebaliknya NH2- lebih soft base dibandingkan dengan

CH3O- akan terikat dengan R-C+= O yang lebih soft acid dibanding H+ .

(Ho,T.,1977). Reaksinya sebagai berikut :

O O

R C OCH3 + NH3 R C NH2 + CH3OH

2.3.1 Pembuatan amida

Senyawa amida dapat disintesis melalui beberapa cara antara lain :

1. Dehidrasi garam amonium melalui pemanasan atau destilasi.

CH3CO2NH4 CH3CONH2 + H2O

Senyawa asetamida dapat diperoleh dengan destilasi fraksinasi amonium

asetat. Asam asetat biasanya ditambahkan sebelum pemanasan untuk

menekan hidrolisis amonium asetat. Asam asetat dan air dapat

dihilangkan dengan cara destilasi lambat.

2 . Pemanasan asam dengan urea

CH3COOH + NH2CONH2 CH3CONH2 + CO2 + NH3

Reaksi ini terjadi pada 1200C, asam karbamat yang terbentuk

terdekomposisi menjadi karbondioksida dan ammoniak. Garam

amonium juga bereaksi dengan urea pada temperatur diatas

120 0C yang akan menghasilkan amida.


14

3. Reaksi antara ammoniak pekat dengan ester

Proses ini disebut dengan ammonolisis ester. Jika amida yang

terbentuk larut dalam air maka dapat diisolasi secara destilasi.

Contohnya:

CH3COOC2H5 + NH3 CH3CONH2 + C2H5OH

4. Hidrolisis dari senyawa nitril

Senyawa nitril dilarutkan dalam konsentrasi asam klorida pada suhu

400C dan sedikit demi sedikit diteteskan kedalam air


HN2 O
Senail dikit Nmi sedikit diteteskC
C N C
-
OH
+ H2O2 + O2

(Vogel, I. 1989)

Selain dari keempat cara diatas, senyawa amida dapat juga diperoleh dengan

mereaksikan asam karboksilat dengan ammoniak encer sehingga terbentuklah garam

ammonium yang kemudian dipanaskan sampai terjadi dehidrasi untuk menghasilkan

amida (Solomon, T.W. 1994)

O O O
+
R C OH + NH3 R C ONH3 R C NH2 + H2O
15

2.3.2 Kegunaan senyawa amida

Adapun beberapa kegunaan senyawa amida adalah :

1. Senyawa amida jenuh rantai panjang dipakai intermediet dalam produksi

textil tahan air tipe Zelan atau Velan.

2. Sebagai bahan baku setengah jadi (intermediate raw material) untuk

peroduksi fatty nitril dan fatty amina.

3. Amida dapat digunakan untuk identifikasi asam yang berbentuk cair.

4. Amida dapat digunakan untuk sintesis nilon.

5. Memperbaiki sifat-sifat dari tinta yaitu membantu slip, mengurangi block

dan tack.

2.4 Katalis

Katalis adalah suatu zat yang meningkatkan kecepatan reaksi untuk mencapai

kesetimbangan pada reaksi kimia tetapi tidak habis bereaksi. Peranan katalis adalah

menurunkan energi bebas pengaktifan. Katalis membentuk interaksi dengan pereaksi

untuk mencapai suatu kompleks teraktifkan. Berbagai katalis yang dipakai dalam

reaksi, dapat berfungsi namun tidak semua memberikan mekanisme yang sama,

misalnya tingkat energi bebasnya. (Cotton, 1989)

Dalam suatu reaksi katalitik dapat terbentuk suatu intermediet dalam kondisi

tertentu, dimana intermediet tersebut tidak setabil dan kemudian berubah menjadi
16

senyawa lain yang akhirnya membentuk suatu produk yang sering kali terjadi diluar

dugaan. (Leach, B.E. 1983)

Terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan untuk menilai baik atau tidaknya

suatu katalis, diantaranya adalah : Aktifitas yaitu kemampuan katalis untuk

mengkonversi reaktan menjadi produk yang diinginkan. Selektifitas yaitu

kemampuan katalis mempercepat reaksi yang diinginkan diantara beberapa reaksi

yang mungkin terjadi. Yield yaitu jumlah produk yang terbentuk untuk setiap satuan

reaktan yang terkonsumsi. Kesetabilan yaitu lamanya katalis memiliki akitifitas dan

selektifitas seperti keadaan semula. Kemudahan diregenerasi yaitu proses

mengembalikan aktifitas dan selektifitas seperti semula.

Katalis dibagi menjadi 2 bagian yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis

homogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi

yang dikatalisnya. Sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase

sama dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisisnya. (Syukri, 1999)

2.4.1 Katalis homogen

Katalis homogen merupakan katalis yang berada dalam fase yang sama dengan

molekul-molekul reaktan. Katalis homogen merupakan kelarutan dari molekul-molekul

didalam reaktan yang biasanya berada dalam keadaan cair (Parker, S.P. 1982)

Keuntungan dari katalis homogen bila dibandingkan dengan katalis heterogen,

katalis homogen mudah dikarakterisasi, misalnya secara spektroskopi. Mekanisme


17

reaksi dapat dibuat untuk memprediksi reaksi. Selain itu, katalis mudah terdispersi

secara efektif sehingga semua molekul katalis dapat berinteraksi dengan reaktan.

Kerugian dari katalis homogen, sulit memisahkan katalis dari produk dan biaya yang

mahal. Selain itu dapat terjadi korosi dan hilangnya katalis pada perolehan kembali

katalis (Gates, 1979).

2.4.2 Katalis heterogen

Katalis heterogen merupakan katalis yang berada dalam fase yang berbeda

dengan pereaksi (molekul-molekul) yang bereaksi, biasanya katalis ini berupa

padatan agar bisa dipisahkan, sedangkan reaktannya dalam bentuk cairan atau gas

(Parker, S.P. 1982). Misalnya, hidrogenasi olefin merupakan contoh dimana kedua

katalis heterogen dapat dipergunakan secara efektif.

RCH = CH2 + H2 RCH2CH3

Reaksi diatas berjalan lambat tanpa adanya katalis kecuali dengan suhu yang sangat

tinggi. Bila gas dibiarkan berhubungan dengan logam mulia tertentu, misalnya

platina yang didukung oleh bahan yang berpermukaan seperti silika atau alumina,

katalis dapat berlangsung. Dapat dipercaya bahwa kedua reaktan akan diserap oleh

permukaan logam. (Cotton, 1989).


18

M + H2 M
H
H H H H CH2R

M + RCH CH2 M CH3CH2R


H RCH CH2 M CH2

Katalis heterogen bereaksi pada permukaan bahan. Reaksi fase gas dan fase cair

dikatalisis heterogen biasanya lebih mungkin terjadi dipermukaan katalis daripada di

fase gas atau fase cair. Untuk alasan ini maka kadangkala katalis heterogen disebut

katalis kontak (Holtzclaw, 1988)

Proses katalisis heterogen sedikitnya dapat melalui empat tahap :

1. adsorpsi reaktan pada permukaan katalis,

2. aktifasi penyerapan reaktan,

3. reaksi reaktan yang terserap, dan

4. difusi produk dari permukaan katalis ke fase gas atau cair


19

H H H H
C C permukaan H C C
H H + H
H H adsorpsi H H

Partikel logam Partikel logam


aktivasi

H H
H H
H C C H
permukaan C C
H H H H
H H

Partikel logam Partikel logam

H H

desorpsi H C C H
reaksi
H H

Partikel logam
permukaan

Gambar 2.1 Reaksi katalitik H2 dan C2H4 pada permukaan logam

Keterangan gambar :

Reaksi : C2H4 + H2 C 2H 6

Kedua molekul diadsorpsi oleh gaya tarik yang lemah. Aktivasi berlangsung ketika

elektron – elektron yang terikat pada molekul tertata ulang untuk membentuk ikatan

dengan atom – atom logam. Kelanjutan reaksi dari aktivasi atom, molekul – molekul

C2H6 yang teradsorbsi lemah akan melepaskan diri dari permukaan (Holtzclaw,

1988).
20

2.4.3 Logam Transisi Sebagai Katalis

Logam transisi yang mengkatalisis reaksi kimia merupakan dasar yang sangat

penting dalam proses industri, seperti reaksi hidrogenasi, reaksi karbonilasi dan reaksi

polimerisasi bertekanan rendah untuk etilen dan propena. Semua proses-proses ini

berjalan secara heterogen dimana suatu bahan yang padat digunakan sebagai katalis.

(Cotton, 2004)

Unsur-unsur transisi mempunyai sifat-sifat tertentu, yaitu :

- Semuanya adalah logam

- Hampir keseluruhan dari unsur transisi ini bersifat keras, kuat, titik lelehnya

tinggi, titik didihnya tinggi serta menghantarkan panas dan listrik yang baik.

- Unsur-unsur ini dapat membentuk campuran satu dengan yang lain dan dengan

unsur-unsur yang mirip logam.

- Banyak diantaranya cukup elektropositif sehingga dapat larut dalam asam

mineral, walaupun hanya beberapa diantaranya bersifat mulia, yaitu mempunyai

potensial elektroda yang rendah sehingga tidak terpengaruh oleh asam yang

sederhana.

- Ada beberapa pengecualian yaitu unsur-unsur ini mempunyai valensi yang

beragam dan ion-ion serta senyawanya berwarna pada satu tingkat oksidasi.

- Karena kulit yang terisi sebagian, unsur-unsur ini membentuk paling sedikit

beberapa senyawaan paramagnetik (Cotton, 2004)


21

Pada beberapa kasus, logam – logam transisi yang memiliki berbagai valensi dapat

membentuk suatu senyawa intermediet yang tidak stabil. Pada kasus lain, logam –

logam transisi memberikan reaksi permukaan yang sesuai. Banyak logam – logam

unsur transisi dan senyawanya memiliki sifat katalitik.

Beberapa kegunaan logam transisi adalah sebagai berikut :

Ni Raney Nikel, pada proses reduksi, seperti pembuatan

heksametilendiamin, pembuatan H2 dari NH3 mereduksi

antraquinon menjadi antraquinol pada H2O2.

Kompleks Ni pada sintesis Reppe (polimerisasi, alkena, seperti menghasilkan

benzen atau siklooktatetraena)

Pd digunakan untuk reaksi hidrogenasi

PdCl2 pada proses Wacker untuk mengubah etilena menjadi metanol

Cu Digunakan pada proses langsung untuk pembuatan (CH3)2 SiCl2

CuCl2 Pada proses Deacon untuk membuat Cl2 dari HCl (Lee, J.D.1994).

Salah satu kegunaan yagn penting dari unsur-unsur transisi dalam reaksi katalitik

adalah untuk mengatomisasi molekul-molekul diatomik dan menyalurkan atom-

atom tersebut pada reaktan yang lain dan reaksi intermediet. Gas H2, O2, N2, dan Co

adalah molekul diatomik yang penting. Kekuatan ikatan, H, O, N dan C pada

permukaan logam-logam trnsisi memberikan daya dorong termodiamik untuk

atomisasi dan juga untuk pelepasan atom dalam reaksi dengan molekul-molekul

yang lain. Permukaan logam juga memiliki sifat-sifat yang unik lainnya yang dapat
22

mengkatalisis serangkaian reaksi-reaksi kompleks yang dimulai dengan disosiasi

adsorbsi yang diikuti dengan penataan ulang kompleks melalui formasi dan

pemutusan ikatan, yang terakhir proses adsorbsi dari produk (Hegedus, 1987)

2.4.4 Nikel sebagai katalis

Nikel (Ni) adalah unsur logam transisi yang terdapat pada orbital d pada sistim

periodik unsur-unsur, distribusi elektron pada orbital – orbital atom Ni mengikuti

aturan Hund, maka terdapat elektron – elektron yang belum berpasangan dalam

orbital d dengan konfigurasi sebagai berikut :

28Ni = 1s2 , 2s2 , 2p6 , 3s2 , 3P6 , 4s2 , 3d8

4s 3d

Unsur Logam Ni mempunyai orbital atom 3d yang belum penuh, maka sesuai aturan

Hund terdapat elektron-elektron yang belum berpasangan pada orbital d. Keadaan ini

akan menentukan sifat – sifat nikel, misalnya sifat – sifat magnetik, struktur padatan

dan kemampuannya membentuk senyawa komplek (Hasanah, 1995). Fenomena ini

menjadikan logam Ni sangat berperan dalam berbagai reaksi katalitik. Logam nikel

mudah membentuk ikatan kovalen kordinat, maka pembentukan intermediet pada

permukaan katalisis menjadi lebih mudah. Dari konfigurasi elektron diatas diketahui

bahwa Ni adalah bervalensi dua. Nikel bervalensi dua membentuk dua macam bentuk

kompleks utama. Pertama adalah kompleks spin bebas (ion atommorbital terluar)
23

yang didalamnya adalah logam H2O dan NH3, dan lain-lain seperti Ni(H2O)62+ dan

Ni (NH3)62+ (Considine, 1984)

Logam nikel dipergunakan secara luas sebagai katalis untuk hidrogenasi atau

pembekuan minyak yang merupakan bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan

sabun dan produk-produk makanan, untuk pembuatan hidrogen dari gas alam atau gas

buangan yang dihasilkan dari pemurnian dan pemecahan minyak bumi. Proses yang

menggunakan nikel dalam jumlah besar sebagai katalis adalah hidrogenasi dari minyak,

seperti : biji kapas, biji rami, kacang kedelai, biji tumbuhan, ikan paus, ikan gembung.

Hal ini ditetapkan sebagai salah satu cara yang efektif untuk menghilangkan bau amis

ikan dari minyak ikan, dan kemudian minyak ini dijernihkan sehingga dapat digunakan

untuk dikonsumsi.

Nikel Raney adalah sejenis katalis padat yang terdiri dari butiran halus aloi nikel-

alumunium yang digunakan dalam berbagai proses industri. Ia dikembangkan pada

tahun 1926 oleh insinyur Amerika Murray Raney sebagai katalis alternatif untuk

hidrogenasi minyak nabati pada berbagai proses industri. Baru-baru ini, ia digunakan

sebagai katalis heterogen pada berbagai macam sintesis organik, umumnya untuk

reaksi hidrogenasi.

Nikel Raney dihasilkan ketika aloi nikel-aluminium diberikan natrium hidroksida

pekat. Perlakuan yang disebut "aktivasi" ini melarutkan keluar kebanyakan

aluminium dalam aloi tersebut. Struktur berpori-pori yang ditinggalkan mempunyai


24

luas permukaan yang besar, menyebabkan tingginya aktivitas katalitik katalis ini.

Katalis ini pada umumnya mengandung 85% nikel berdasarkan massa,

berkorespondensi dengan dua atom nikel untuk setiap atom aluminium. Aluminium

membantu menjaga stuktur pori katalis ini secara keseluruhan.

You might also like