You are on page 1of 23

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Seperti yang kita rasa dan kita ketahui bahwa dunia yang semakin mengglobal
secara langsung ataupun tidak langsung mengakibatkan perubahan besar pada berbagai
bangsa di dunia. Ancaman globalisasi yang tak henti yang dapat mengakibatkan
terjadinya pergeseran nilai- nilai dalam kehidupan kebangsaan karena adanya
pembenturan kepentingan antara nasionalisme dan internasionalisme.

Permasalahan kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia yang semakin kompleks


manakala ancaman yang terjadi di satu sisi misalnya terorisme, pergeseran nilai budaya,
dan moral yang hamper menutupi nilai budaya ketimuran kita, dan masih banyak lagi.
Pada sisi lain muncul masalah internal, yaitu tuntutan rakyat yang mengalami suatu
kehidupan yang jauh dari kesejahteraan dan keadilan social, seperti harga BBM yang
semakin naik, lumpur lapindo, perang saudara dan masih banyak lagi. Yang pada
akhirnya mengancam prinsip- prinsip hidup kebangsaan kita.

Secara ilmiah harus disadari bahwa suatu masyarakat yang berbangsa, mamiliki
suatu pandangan hidup atau filsafat hidup masing- masing yang berbeda dengan bangsa
di dunia. Inilah yang disebut localgerius sekaligus sebagai localwisdom bangsa. Dengan
demikian, bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup dan
filsafat hidup dengan bangsa lain. Dan Pancasilalah yang menjadi dasar Negara kita yang
merupakan tolak ukur kebangsaan dalam mengatasi tantangan global dunia.

1.2. RUANG LINGKUP

Dalam makalah ini akan dibahas tentang seperti apa hierarki/jenjang pengetahuan,
perbandingan filsafat dan ilmu pengetahuan, ilmu filsafat dan cabang-cabangnya, sejarah
perkembangan dan aliran utama filsafat, pokok-pokok sila pancasila, fungsi dan tujuan
filsafat pancasila, dan filsafat dalam konteks kewarganegaraan.

1
1.3.TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami
permasalahaan yang diangkat dalam ruang lingkup yaitu :

• Pengertian hierarki/jenjang pengetahuan

• Perbandingan filsafat dan ilmu pegetahuan

• Ilmu filsafat dan cabang-cabangnya

• Sejarah perkembangan dan aliran utama filsafat

• Pancasila sebagai sisitem filsafat

• Pokok-pokok sila pancasila

• Fungsi dan tujuan filsafat pancasila

• Filsafat dalam konteks kewarganegaraan

1.4 MANFAAT PENULISAN


Bermanfaat untuk menambah referensi mengenai mata kuliah kewarganegaraan
terkhusus bagi bidang pancasila sebagai sistem filsafat dan bidang lain yang ingin
mengaitnya dengan topik yang diangkat dalam makalah ini.

2
BAB I
FILSAFAT PANCASILA

A. CARA BERPIKIR FILSAFAT


1. Pengertian Filsafat
Dalam wacana ilmu pengetahuan sebenarnya pengertian filsafat adalah sangat sederhana
dan mudah dipahami. Filsafat adalah satu bidang ilmu yang senantiasa ada dan menyertai
kehidupan manusia.
Secara etimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia :
philo/philos/philein artinya cinta / pecinta / mencintai dan sophia, berarti kebijakan
/wisdom/kearifan/hikmah/hakikat kebenaran. Jadi, filsafat artinya cinta akan kebijakan atau
hakikat kebenaran. Hal ini nampaknya sesuai dengan sejarah timbulnya ilmu pengetahuan, yang
sebelumnya di bawah naungan filsafat.
Berfilasafat, berarti berpikir sedalam-dalamnya (merenung) terhadap sesuatu secara
metodik, sistematis, menyeluruh, dan universal untuk mencari hakikat sesuatu. Menurut D.
Runes, filsafat adalah ilmu yang paling umum yang mengandung usaha mencari kebijakan dan
cinta akan kebijakan. (BP-7, 1993 : 8).
Pada umumnya, terdapat dua pengertian filsafat, yaitu:
filsafat dalam arti produk mencakup pengertian
a. Pengertian filsafat yang mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep
dari para filsuf pada zaman dahuluatau pendangan tertentu, yang merupakan hasil dan
proses berfilsafat dan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. filsafat dalam arti produk, filsafat
sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal ini berarti Pancasila
mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku,

3
dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia dimana pun mereka berada.
b. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari
aktivitas berfilsafat. Filsafat dalam pengertian jenis ini mempunyai ciri-ciri khas tertentu
sebagai suatu hasil kegiatan berfilsafat dan pada umumnya proses pemecahan persoalan
filsafat ini diselesaikan dengan kegiatan berfilsafat (dalam pengertian filsafat yang
dinamis).
filsafat dalam arti proses mencakup pengertian
Filsafat yang diartikan sebagai bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan
suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan
objek permasalahannya. Dalam pengertian ini filsafat merupakan suatu sistem pengetahuan yang
bersifat dinamis. Filsafat dalam pengertian ini tidak lagi hanya merupakan sekumpulan dogma
yang hanya diyakini ditekuni dipahami sebagai suatu sistem nilai tertentu, tetapi lebih
merupakan suatu aktivitas berfilsafat, suatu proses yang dinamis dengan menggunakan suatu
cara dan metode tersendiri.
Selain itu, ada pengertian lain, yaitu filsafat sebagai ilmu dan filsafat sebagai pandangan
hidup. Demikian pula, dikenal ada filsafat dalam arti teoretis dan filsafat dalam arti praktis..
Nilai adalah sifat, keadaan, atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia, baik lahir maupun batin. Setiap orang di dalam kehidupannya, sadar atau tidak sadar,
tentu memiliki filsafat hidup atau pandangan hidup. Pandangan hidup atau filsafat hidup
seseorang adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya, ketepatan, dan manfaatnya.
Nilai-nilai sebagai hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya tentang kehidupan yang
dianggap paling baik bagi bangsa Indonesia adalah Pancasila, baik sebagai filsafat dalam arti
produk maupun sebagai pandangan hidup.
Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni (tidak terikat langsung
dengan suatu obyek), yang mendalam, dan daya pikir subyek manusia dalam memahami segala
sesuatu untuk mencari kebenaran. Berpikir aktif dalam mencari kebenaran adalah potensi dan
fungsi kepribadian manusia. Ajaran filsafat merupakan hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya
tentang kesemestaan, secara mendasar (fundamental dan hakiki). Filsafat sebagai hasil pemikiran
pemikir (filosof), merupakan suatu ajaran atau sisem nilai, baik berwujud pandangan hidup
(filsafat hidup) maupun sebagai ideologi yang dianut suatu mesyarakat atau bangsa dan negara.

4
Filsafat demikian telah berkembang dan terbentuk sebagai suatu nilai yang melembaga (dengan
negara) sebagai suatu paham (isme), seperti kapitalisme , komunisme, sosialisme, dan
sebagainya yang cukup mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara modern.

2. Sistem Filsafat
Pemikiran filsafat berasal dari berbagai tokoh yang menjadikan manusia sebagai subyek.
Suatu ajaran filsafat yang bulat mengajarkan tentang berbagai segi kehidupan yang mendasar.
Suatu sistem filsafat sediktnya mengajarkan tentang sumber dan hakikat, filsafat hidup, dan tata
nilai (etika), termasuk teori terjadinya pengetahuan manusia dan logika. Sebaliknya, filsafat yang
mengajarkan hanya sebagian kehidupan (sektoral,fragmentaris) tak dapat disebut sebagai sistem
filsafat, melainkan hanya ajaran filosofis seorang ahli filsafat.

3. Aliran-aliran Filsafat
a. Aliran Materialisme
Aliran materialisme mengajarkan bahwa hakikat realitas kesemestaan, termasuk makhluk
hidup dan manusia, ialah materi. Semua realitas itu ditentukan oleh materi (misalnya
benda,makanan) dan terikat pada hukum alam, yaitu hukum sebab-akibat (hukum kausalitas)
yang bersifat obyektif.
b. Aliran Idealisme/Spiritualisme
Aliran idealisme atau spiritualisme mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang
menentukan hidup dan pengertian manusia. Subyek manusia sadar atas realitas dirinya dan
kesemestaan, karena ada akal budi dan kesadaran rohani. Manusia yang tak sadar atau mati sama
sekali tidak menyadari dirinya apalagi realitas kesemestaan. Jadi, hakikat diri dan kenyataan
kesemestaan ialah akal budi (ide
(ide dan spirit).
spirit).
c. Aliran Realisme
Aliran realisme menggambarkan bahwa kedua aliran di atas, materials dan idealisme yang
bertentangan itu, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis). Sesungguhnya, realitas
kesemestaan, terutama kehidupan bukanlah benda (materi) semata-mata. Karenanya, realitas

5
adalah paduan benda (materi dan jasmaniah) dengan yang nonmateri (spiritual, jiwa, dan
rohaniah). Jadi, menurut aliran realisme, realitas merupakan sintesis antara jasmaniah-rohaniah,
materi dan nonmateri.

4. Pengertaian Pancasila sebagai Suatu Sistem


Pancasila yang terdiri dari lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang
dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling bergabungan, saling
bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
utuh, sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Suatu kesatuan bagian-bagian
2) Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3) Saling berhubungan, saling ketergantungan
4) Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
5) Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore and Voich, 1974:22)

Dasar filsafat negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan
suatu asas peradaban. Namun demikian, sila-sila pancasila itu bersama-sama merupakan suatu
kesatuan dan keutuhan, setiap sila merupakan suatu unsur (bagian yang mutlak) dari kesatuan
Pancasila. Maka dasar filsafat negar pancasila merupakan suatu kesatuan yang bersifat majemuk
tunggal. Setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terpisah dari sila yang lain. Pancasila sebagai suatu
sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam pancasila, yaitu
emikiran tentang manusia dalmam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa dengan dirinya
sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa yang nilai-nilainya telah dimiliki
oleh bangsa Indonesia.
Kenyataan objektif yang ada dan terlekat pada pancasila, sehingga pancasila sebagai
suatu sistem filsafat bersifat khas dan berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya
liberalisme, materialisme dan lainnya. Hal ini secara ilmiah disebut ciri khas secara objektif
(Notonagoro, 1975:14).

6
5. Nilai-nilai Pancasila Berwujud dan Bersifat Filosofis
Pendekatan filsafat Pancasila adalah ilmu pengetahuan yang mendalam tentang Pancasila.
Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam, kita harus mengetahui sila-sila Pancasila
tersebut. Dari setiap sila-sila kita cari pula intinya. Setelah kita ketahui hakikat dan inti tersebut
selanjutnya kita cari hakikat dan pokok-pokok yang terkandung di dalamnya, yaitu sebagai
berikut.
1) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila itu dijadikan tuntutan dan pegangan dalam hubungannya dengan
Tuhan, masyarakat, dan alam semesta.
2) Pancasila sebagai dasar negara, berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila itu dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata kehidupan bernegara,
seperti yang diatur oleh UUD 1945. Untuk kepentingan-kepentingan kegiatan praktis
operasional diatur dalam Tap. MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata
Urutan Perundang-undangan, yaitu sebagai berikut.
a. Undang-undang dasar 1945
b. Ketetapan MPR
c. Undang-undang
d. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu)
e. Peraturan pemerintah
f. Keputusan Presiden
g. Peraturan daerah
3) Filsafat Pancasila yang abstrak tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang
merupakan uraian terinci dari Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dijiwai Pancasila.
4) Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kebulatan
yang utuh.
5) Jiwa Pancasila yang abstrak setelah tercetus menjadi Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945, tercermin dalam pokok-pokok yang terkandung dalam Pembukaan UUD
1945.
6) Berdasarkan penjelasan otentik UUD 1945, Undang-undang Dasar 1945 menciptakan
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 pada pasal-

7
pasalnya. Hal ini berarti pasal-pasal dalam Batang Tubuh UUD 1945 menjelmakan
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai
perwujudan dari jiwa Pancasila.
7) Berhubung dengan itu, esatuan tafsir sila-sila Pancasila harus bersumber dan
berdasarkan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.
8) Nilai-nilai yang hidup berkembang dalam masyarakat Indonesia yang belum
tertampung dalam pembukaan UUD 1945 perlu diselidiki untuk memperkuat dan
memperkaya nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan dan Batang Tubuh
UUD 1945, dengan ketentuan sebagai berikut
a. Nilai-nilai yang menunjang dan memperkuat kehidupan bermasyarakat dan bernegara
dapat kita terima asal tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa dan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila, misalnya referendum atau pemilihan Presiden secara
langsung.
b. Nilai-nilai yang melemahkan dan bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 tidak dimasukkan sebagai nilai-nilai
Pancasila. Bahkan harus diusahakan tidak hidup dan berkembang lagi dalam masyarakat
Indonesia, misalnya demonstrasi dengan merusak bangunan/kantor, penjahat dihakimi
massa, atau penjarahan.
c. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945
dipergunakan sebagai batu ujian dari nilai-nilai yang lain agar dapat diterima sebagai
nilai-nilai Pancasila.
Oleh sebab itu, secara filosofis, dalamkehidupan bangsa Indonesia diakui bahwa nilai
Pancasila adalah pandangan hidup. Dengan demikian, Pancasila dijadikan sebagai pedoman
dalam bertingkah laku dan berbuat dalam segala bidang kehidupan, meliputi bidang ekonomi,
politik, sosial budaya, dan pertahanan dan keamanan. Sebagai ajaran filsafat, Pancasila
mencerminkan nilai dan pandangan dasar dan hakiki rakyat Indonesia dalam hubungannya
dengan sumber kesemestaan, yakni Tuhan Yang Maha Pencipta.

B. PENGERTIAN PANCASILA SECARA FILSAFAT


Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional
tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk

8
mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh. Pembahasan filsafat
dapat dilakukan secara deduktif, yakni dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan
menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif. Pembahasan
filsafat dapat juga dilakukan secara induktif, yakni dengan mengamati gejala-gejala sosial
budaya masyarakat, memrefleksikannya, dan menarik hati dan makna yang hakiki dari gejala-
gejala itu. Dengan demikian, kedua cara itu memberikan hasil yang dapat disajikan sebagai
bahan-bahan yang sangat penting bagi penjabaran ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila adalah
keseluruhan prinsip normatif yang berlaku bagi negara Republik Indonesia dan bangsa Indonesia
secara keseluruhan.

C. PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT BANGSA INDONESIA


Penjabaran filsafat terhadap pancasila :

1) Objek filsafat : yang pertama objek material adalah segala yang ada dan mungkin ada.
Objek yang demikian ini dapat digolongkan dalam tiga hal yaitu: ada Tuhan, ada manusia,
dan ada alam semesta. Pancasila adalah suatu yang ada, sebagai dasar Negara rumusannya
jelas yaitu :

1. Ke-Tuhanan Y.M.E

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin dalam permusyawaratan/perwakilan

5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari rumusan ini maka objek yang didapat adalah : Tuhan, Manusia, satu, rakyat, dan
adil. Dan dari kelima objek itu dapat dipersempit lagi kedalam tiga saja, yaitu Tuhan,
manusia, dan alam semesta untuk mewakili objek satu, rakyat dan adil, sebab hal-hal yang
bersatu, rakyat dan keadilan itu berada pada alam semesta itu sendiri. Dengan demikian dari
segi objek material pancasila dapat diterima

Kedua, objek formal filsafat adalah hakikat dari segala sesuatu yang ada itu sendiri.
9
Kemanusiaan maknanya adalah hakikat abstrak dari manusia itu sendiri, yang mutlak, tetap
dan tidak berubah. Demikian pula dala sila-sila pancasila lainnya kecuali persatuan dimana
menunjukkan suatu proses menuju pada proses kesatuan. Maka dari itu pancasila memenuhi
syarat juga dalam hal objek formalnya.

2) Metode filsafat: metode filsafat adalah kontemplasi atau perenungan atau berfikir untuk
menemukan hakikat. Secara umum ada dua dan tioga metode campuran, yaitu metode
analisa, metode sintesa, serta metode analisa dan sintesa.

3) System filsafat : setiap ilmu maupun filsafat dalam dirinya merupakan suatu system,
artinya merupakan suatu kebulatan dan keutuhan tersendiri, terpisah dengan system lainnya.
Pancasila sebagai suatu dasar Negara adalah merupakan suatu kebulatan. Memang terdiri
dari lima, tetapi sila-sila tersebut saling ada hubungannya satu dengan yang lainnya secara
keseluruhan, tidak ada satupun sila yang terpisah dengan yang lainnya. Oleh karena itu
dapat diistilahkan “Eka Pancasila”, lima sila dalam satu kesatuan yang utuh.

Setiap sila mengandung, dibatasi dan disifati oleh keempat sila lainnya. Sila-sila yang
di depan mendasari dan menjiwai sila-sila yang dibelakang, sedang sila-sila yang dibelakang
merupakan pengkhususan atau bentuk realisasi dari sila-sila yang di depan, dan dari segi
keluasannya sila-sila di belakang lebih sempit dari sila-sila yang di muka.

4) Sifat universal filsafat : berlaku umum adalah sifat dari pengetahuan ilmiah, dan universal
adalah sifat dari kajian filsafat. Pengertian umum itu bertingkat, dari umum penjumlah yang
kecil dari sekumpulan jumlah tertentu sampai jumlah yang lebih besar dan luas lagi hingga
kepada umum seumum-umumnya. Hakikat manusia adalah unsur-unsur dasar yang mutlak
pada manusia adalah sama bagi seluruh jenis makhluk yang namanya manusia, yang berada
di manapun dan waktu kapanpun, jadi pengertian ini tidak terbatas pada ruang dan waktu,
dimana dan kapan pun manusia itu berada.

10
Dengan uraian yang merupakan penjabaran dari syarat-syarat filsafat yang ternyata cocok
diterapkan kepada pancasila, ini menunjukkan dan mengukuhkan bahwa pancasila benar-benar
system filsafat. Yaitu system filsafat bagi Bangsa Indonesia, nama Indonesia ini ditambahkan
karena objek materialnya seperti telah diutarakan dimuka adalah dari bangsa Indonesia sendiri.
Yaitu digali dari buminya Indonesia, dari nenek moyang kita sejak lama, dari khasanah
kehidupannya, dari kebiasaannya, adat istiadatnya, kebudayaannya serta kepercayaan dan
agama-agamanya.

D. ILMU FILSAFAT DAN CABANG-CABANGNYA


1.Pengertian Filsafat Ilmu
Diatas telah dijabarkan tentang pengertian Filsafat yang mengandung arti cinta
kebijaksanaan atau kebenaran, sedangkan orang yang menjalani proses berFilsafat, atau
orang yang berfilsafat disebut sebagai Filosof. Lalu dalam pembahasan ini kita melihat
kaitan antara kata Filsafat dan kata Ilmu, serta kaitannya antara penggabungan dua kata
tersebut. Diatas telah dijelaskan tentang pengertian Filsafat, maka kita akan membahas
tentang kata Ilmu. Adapun pengertian kata Ilmu secara bahasa adalah pengetahuan tentang
sesuatu yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang itu,(Bakhtiar, Hal:
12).Sedangkan ciri-ciri utama Ilmu secara Terminologi adalah :
• Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan
dibuktikan

• Koherensi sistematik ilmu

11
• Tidak memerlukan kepastian lengkap

• Bersifat obyektif

• Adanya metodelogi

• Ilmu bersumber didalam kesatuan objeknya

Dari paparan di atas dapat kita lihat adanya kesamaan arti antara Ilmu dan Filsafat
dalam segi keobyektifitasnya melihat suatu masalah.
10
Sedangkan pengertian Filasafat Ilmu secara umum adalah sebuah kajian yang secara
mendalam tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan yang ada.
2. Pengertian Filsafat Pengetahuan
Sedangkan pengertian Filsafat Pengetahuan, tidak terlepas dari pengertian kata
pengetahuan. Adapun pengetahuan menurut Drs. Sidi Gazalba adalah apa yang diketahui
atau hasil pekerjaan yang berasal dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Dengan
demikian arti Pengetahuan adalah hasil dari proses berpikir manusia untuk mencari sesuatu
yang baru. Dari pengertian Filsafat Pengetahuan itu sendiri adalah cabang ilmu yang
mempelajari tentang kedalaman suatu teori tentang ilmu yang ada untuk mencari
kebenaran ilmu tersebut secara luas.
Cabang-cabang Filsafat
Para pendidik modern membagi mata pelajaran menjadi dua yaitu mata pelajaran
mengenai alat yaitu mata pelajaran yang mengajarkan alat bagi mata pelajaran lain. Bahasa
misalnya yang kedua adalah mata kuliah mengenai isi yaitu mata pelajaran yang
mengajarkan fakta-fakta, bahan-bahan atau informasi.
• Logika sebagai mata pelajaran mengenai alat didalam filsafat. Logika mempelajari
teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat bahan tertentu.
Kadang-kadang logika diberi definisi sebagai ilmu pengetahuan tentang penarikan
kesimpulan. Logika dibagi dalam dua cabang utama :

1. Logika deduktif : berusaha menentukan aturan-aturan yang dapat digunakan


untuk menarik kesimpulan yang bersifat keharusan dari alat premis tertentu atau lebih.

12
Memperoleh keharusan yang lebih mudah yaitu bila didasari atas susunan proposisi-
proposisi, dan akan lebih sulit bila yang diperhatikan adalah isi proposisi-proposisi
tersebut.

2. Logika induktif : mencoba untuk menarik kesimpulan tidak dari susunan


proposisi-proposisi, melainkan dari sifat-sifat seperangkat bahan yang diamati. Ruang
gerak induktif: 1. Dari satu perangkat yang diamati secara khusus menuju kepada
pernyataan yang bersifat umum mengenai semua fakta yang bercorak demikian.Dari
suatu perangkat akibat tertentu menuju kepada satu sebab atau sebab-sebab dari akinat
tersebut.

Bagi logika deduktif, ada perangkat aturan-aturan yang dapat diterapkan hampir secara
otomatis, sedangkan bagi logika induktif, tidak ada aturan-aturan yang demikian,
kecuali hokum-hukum probabilitas.

• Metodologi merupakan ilmu pengetahuan atau mata pelajaran tentang metode,


khususnya metode ilmiah. Metodologi mempelajari hal-hal seperti observasi, hipotesa,
hokum, teori, susunan eksperimen, dan sebagainya.

Pendekatan terhadap cabang-cabang filsafat


Ada banyak cara yang digunakan untuk mengadakan pendekatan filsafat. Thales,
seorang fisuf Yunani Kuno mengajukan pertanyaan : “ Apakah yang menjadi subtansi
terdalam dari segala sesuatu ? “ Mungkin pertanyaan itulah yang memungkinkan orang
untuk belajar filsafat. Dilain pihak Socrates mengajukan pertanyaan: “ Apakah manusia itu
dan apakah yang merupakan kebaikan tertinggi bagi manusia ? “ Agustinus bertanya : “
Apakah Tuhan itu dan bagaimana hubungan manusia dengan Dia ? “ dan sebagian orang,
pertanyaan itu sangat penting sekali. Sementara Kant ingin mengetahui : “ Bagaimanakah
dimungkinkan adanya pengetahuan ? “ Ada juga pertanyaan lain, Apakah Negara itu ?
Apakah pengetahuan itu ? Menjawab pertanyaan itu berarti sangat cepat terlibat daalam
semua pertanyaan tersebut.
• Metafisika berasal dari bahasa Yunani, mete ta physika, yang berarti hal-hal yang
terdapat sesudah fisika. Aristoteles mendefinisikannya sebagai ada yang dilawankan
misalnya dengan “ yang ada “ sebagai yang digerakkan atau “ yang ada “ sebagai yang

13
dijumlahkan. Metafisika dapat didefinisikan sebagai bagian dari manusia yang
besangkutan dengan pertanyaan menjadi hakekat “ yang ada “ yang dalam.

• Ontologi dan kosmologi, kosmologi berasal dari bahasa Yunani, cosmos dan logos
yang masing-masing berarti “ alam semesta yang teratur “ dan penyelidikan tentang
atau lebih yang tepatnya asas-asas rasional. Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “ yang ada “ dan sekali lagi, logos. Ontologi membicarakan asas-asas rasional
dari yang ada sedangkan kosmologi membicarakan asas-asas rasional yang ada-yang
teratur. Ontologi beruasaha untuk mengetahui esensi terdalam dari “ yang ada “
sedangkan kosmologi berusaha mengetahui ketertibannya serta susunannya.
Materialisme adalah ajaran ontologi yang mengatakan bahwa “ yang ada “ yang
terdalam bersifat material. 12

Evolusi sebagai teori kefilsafatan, merupakan teori kosmologi karena teori ini
memberitahukan kepada kita bagaimana timbulnya ketertiban yang ada sekarang ini.

• Epistemologi, filsafat pengetahuan . Epistemologi adalah cabang filsafat yang


menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode, dan sahnya pengetahuan. Pertanyaan
mendasar yang dikaji adalah : Apakah mengetahui itu ? Apakah yang merupakan asal
mula pengetahuan kita ? Bagaimana kita mengetahui bila kita mempunyai
pengetahuan ? Bagaimanakah cara membedakan pengetahuan dengan pendapat ?
Apakah yang merupakan bentuk pengetahuan itu ? Corak-corak pengetahuan apakah
yang ada ? Bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan ? Apakah kebenaran dan
kesalahan itu ? Kelompok pertanyaan itu pertama adalah mengacu kepada sumber
pengetahuan kita. Kedua merupakn masalah semantik yakni menyangkut hubungan
antara pengetahuan kita dengan obyek pengetahuan tersebut. Epistemologi sangat erat
hubungannya dengan kosmologi.

• Biologi kefisafatan, membicarakan persoalanp-persoalan mengenai biologi. Biologi


kefilsafatan mencoba untuk menganalisis pengertian-pengertian hakiki dalam biologi
dengan cara hampir sama sebagaimana fisika kefilsafatan menganalisis pengertian-
pengertian tentang fisika.

14
• Psikologi kefilsafatan, ini dibagi dua lapangan psikologi: psikologi sebagai ilmu dan
psikologi sebagai kefilsafatan. Keduanya ini tidak pernah terpisahkan hanya
merupakan segi-segi yang berbeda dari masalah yang sama. Psyche dapat
diterjemahkan sebagai jiwa.

• Antropologi kefilsafatan. Ini bersifat ontologi dan kosmologi. Socrates mengatakan :


“ kenalilah diri sendiri “. Antropologi kefilsafatan mengemukakan pertanyaan-
pertanyaan tentang manusia. Apakah hakekat terdalam manusia ? Antropologi
kefilsafatan juga membahas tentang makna sejarah manusia. Sosiologi kefilsafatan ini
membahas tentang filsafat sosial dan filsafat politik. Kita mengemukakan pertanyaan
tentang hakekat masyarakat serta hakekat Negara.

• Etika, dalam melakukan pilihan kita mengacu pada istilah-istilah seperti baik, buruk,
kebajikan, dan kejahatan. Etika pada dasarnya berbeda dengan ontologi. Dalam
ontologi kita berusaha untuk memperoleh pertanyaan-pertanyaan yang bersifat fakta,
sedangkan dalam etika kita berusaha memperoleh kesimpulan bersifat norma.

Tetapi tidak berbeda jauh karena didalam ontologi kita juga mencari norma-norma
yang menjadi dasar apakah sesuatu itu bersifat nyata atau tidak.

• Estetika , merupakan cabang filsafat yang membicarakan definisi, susunan, dan


peranan keindahan, khususnya didalam seni. Seorang filsuf ingin mengetahui : “
Apakah keindahan itu ? “ Apakah hubungannya antara yang indah dan yang baik ? “
Dan sebagainya yang berkaitan dengan keindahan.

• Filsafat agama, dalam filsafat agama ini, seorang filsuf akan mencari jawaban atas
pertanyaan : Apakah agama itu ? Apakah yang anda maksudkan dengan istilah Tuhan ?
Apa bukti-bukti tentang Tuhan sehat itu menurut logika ? Bagaimanakah caranya kita
mengetahui Tuhan ? Saling hubungan diantara cabang cabang fisafat. Dalam arti
tertentu kita telah membuat suatu lingkaran, karena pertanyaan mengenai keabadian
hidup mengacu kepada hakekat jiwa yang pada gilirannya mengacu pada hakekat
kenyataan, dan semuanya menimbulkan pertanyaan mengenai pengetahuan. Didalam

15
agama, kepercayaan acap kali dilawankan dengan pengetahuan sebagai suatu bantuan,
suatu tambahan atau sebagai cara baru untuk mengetahui.

E. HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT DAN ILMU

Ditinjau dari segi historis,hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan yang sangat mencolok. Pada permulaan sejarah filsafat di
Yunani,’’philosophia’’meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis.tetapi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari,ternyata juga kita lihat adanya
kecendrungan lain.Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian
menjadi terpecahpecah(Bertens,1987,Nuchelmans,1982).
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tiadak
dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu.ilmu tidak dapat tumbuh dengan
baik tanpa kritik dari filsafat.dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman(dalam
Koento Wibisono dkk,1997),bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah
karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang
lain tidak mungkin.sebaliknya,banyak persoalan filsafat sekarang sangat memerlukan
landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.lebih jauh,Jujun
S.Suriasumantri(1982:22),dengan meminjam pemikiran Will Durant menjelaskan
hubungan antara ilmu dengan filsafat dengan mengibaratkan filsafat sebagai pasukan
marinir yang berhasil merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri.pasukan infanteri
ini adalah sebagai pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu.filsafatlah yang
memenangakan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan.setelah itu,ilmulah yang membelah
gunung dan merambah hutan,menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang
dapat diandalkan.
Untuk melihat hubungan antara filsafat dan ilmu,ada baiknya kita lihat pada
perbandingan antara ilmu dengan filsafat dalam bagan di bawah ini,(disarikan dari
Drs.Agraha Suhandi,1992).

ILMU FILSAFAT
-Mencoba merumuskan jawaban pertanyaan -Mencoba merumuskan pertanyaan atas

16
Jawaban.
-Segi-segi yang dipelajari dibatasi agar -Mencari prinsip - prinsip umum, tidak
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Membatasi segi pandangannya bahkan
cenderung memandang segala sesuatu
secara umum dan keseluruhan.
-Objek penelitian yang terbatas. -Keseluruhan yang ada. .
-Tidak menilai objek dari suatu sistem nilai -Menilai objek renungan dengan suatu
tertentu. Makna,misalkan religi,kesusilaan,dan
keadilan.
-Bertugas memberikan jawaban. -Bertugas mengintegrasikan ilmu-ilmu.

F. PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT


Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang
bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis
serta dasar axiologis dari sila-sila Pancasila. Sebagaimana dijelaskan bahwa kesatuan sila-sila
Pancasila adalah bersifat hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal, digunakan untuk
menggambarkan hubungan urutan-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan
kesatuan sila-sila Pancasila itu dalam arti formal logis.
Wawasan filsafat meliputi bidang penyelidikan ontologi, epistemologi, axiologi. Ketiga
bidang ini dapat dianggap mencakup kesemestaan.
1. Kajian Ontologi
Menurut Runes, ontologi ialah teori tentang ada, keberadaan atau eksistensi. Menurut
Aristoteles, ontologi adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya
dengan metafisika. Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat
tidak hanya kesatuan yang menyangkut sila-silanya saja melainkan juga meliputi hakikat dasar
dari sila-sila Pancasila atau secara filosofis merupakan dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila
yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri,
melainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologi. Dasar ontologi Pancasila pada hakikatnya
adalah manusia, yang memilki hakikat hak mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar
ini disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah
manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa yang Berketuhanan Yang Maha Esa,

17
yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerayatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan
sosial pada hakikatnya adalah manusia (Notonogoro 1975:23). Demikianlah juga jikalau kita
pahami dari segi filsafat negara bahwa Pancasila adalah dasar nilai filsafat negara, adapun
pendukung pokok negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga
tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa hakikat dasar antropologis sila-sila Pancasila
adalah manusia.

2. Kajian Epistemologi
Epistemologi, menurut Runes, adalah bidang atau cabang filsafat yang menyelidiki asal,
syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan.
Pengetahuan manusia, sebagai hasil pengalaman dan pemikiran, membentuk budaya.
Bagaimana proses terjadinya meliputi pengetahuan sampai membentuk kebudayaan, sebagai
wujud keutamaan (superioritas
(superioritas)) manusia, ingin disadari lebih dalam. Bagaimana manusia
mengetahui bahwa ia tahu, atau bagaimana manusia mengetahui bahwa sesuatu itu ilmu
pengetahuan, hal itu menjadi penyelidikan epistemologi.
Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan
serta batas dan validitas ilmu pengetahuan. Jadi, epistemologi dapat disebut ilmu tentang ilmu
atau teoti terjadinya ilmu atau science of science atau Wissenchaftslehre. Yang termasuk cabang
epistemologi adalah matematika, logika, gramatika, dan semantik.
Jadi, epistemologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki makna dan nilai ilmu
pengetahuan, sumbernya, syarat-syarat dan proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika,
metematika, dan teori ilmu.

3. Kajian aksiologi
Aksiologi,
ksiologi, menurut Runes, berasal dari istilah Yunani, axios yang berati nilai, manfaat,
pikiran atau ilmu/teori. Dalam pengertian yang modern, axiologi disamakan dengan teori nilai,
yakni sesuatu yang diinginkan, disukai, atau yang baik, dan juga bidang yang menyelidiki
hakikat nilai, kriteria, dan kedudukan metafisika sebagai suatu nilai.
Menurut Prof. Brameled, axiologi dapat disimpulkan sebagai suatu cabang filsafat yang
menyelidiki:

18
1. tingkah laku moral, yang berwujud etika;
2. ekspresi etika, yang berwujud estetika atau seni dan keindahan;
3. sosio-politik, yang berwujud ideologi.
Aksiologi
ksiologi ialah cabang filsafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis dan
tingkatan nilai, dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan, dan agama.
Kehidupan manusia sebagai makhluk subyek budaya, pencipta, dan penegak nilai, berarti
manusia secara sadar mencari, memilih, dan melaksanakan (menikmati) nilai; jadi, nilai
merupakan fungsi kepribadian manusia. Bahkan, nilai di dalam kepribadian, seperti pandangan
hidup, keyakinan (agama) dan bagaimana kualitas kepribadian. Martabat manusia ditentukan
oleh keyakinannya dan amal kebajikannya.
a. Teori Nilai
Terdapat berbagai macam pandangan tentang nilai dan hal ini sangat terga ntung pada
titik tolak dan sudut ppandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian serta
hierarki nilai. Menurut tinggi rendahnya, nilai- nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkat,
sebagai berikut :
1. Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakan
dan tidak mengenakan.
2. Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi
keidupan (Werte des vitalen Fuhlens) misalnya kesehatan.
3. Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai- nilai kejiwaan yang sama tidak
tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam itu ialah
keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
4. Nilai-nilai kerohanian: dalam ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tidak
suci.
Walter G. Everet menggolong-golongkan nilai-nilai manusiawi ke dalam kelompok yaitu:
1. Nilai-nilai ekonomis, ditujukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang
dapat dibeli.
2. Nilai-nilai kejasmanian, membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari
kehidupan badan
3. Nilai-nilai hiburan, nilai-nilai permainan dan waktu senggan yang dapat
menyumbangkan pada pengayaan kehidupan

19
4. Nilai-nilai sosial, berasal mula dari pelbagai bentuk perserikatan manusia
5. Nilai-nilai watak, keseluruhan dari keutuhan keporibadian dan sosial yang
diinginkan
6. Nilai-nilai estetis, nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni
7. Nilai-nilai intelektual, nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran
8. Nilai-nilai keagamaan

Notonagoro membagi nilai menjadi tiga yaitu:


1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan.
3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani. Nilai kerohanian
ini dapat dibedakan atas empat macam :
• Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal manusia.
• Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan manusia.
• Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
• Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai
religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.

PENUTUP

20
A.KESIMPULAN
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan untuk
suatu tujuan tertentu,sila-sila pancasila dan saling berkualifikasi yang tidak terpisahnya satu
dengan yang lainnya.
Pancasila sebagai sistem filsafat berdasarkan :
1. Kajian ontologi

2. Kajian epistemologi

3. Kajian aksiologi

Berdasarkan penjabaran dari syarat-syarat filsafat yang ternyata cocok diterapkan kepada
pancasila,ini menunjukkan dan mengukuhkan bahwa pancasila benar-benar suatu sistem
filsafat,yaitu sistem filsafat bangsa Indonesia.digali dari bumi Indonesia,berdasarkan
kehidupannya,kebiasaannya,adat istiadatnya,kebudayaannya,serta kepercayaan dan agama-
agamanya.

B.SARAN

Sebagai warga negara Indonesia, kita harus berpikir filsafat serta mengamalkan apa yang
terkandung dalam filsafat bangsa kita yakni Pancasila demi mencapai kesejahteraan bangsa
dan negara.

21
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan dan Achmad Zubaidi.2007.Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan


Tinggi.Yogyakarta: Paradigma
Syarbaini, Syahrial.2001.Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.Jakarta: Ghalia Indonesia

Tim Dosen Pancasila UH.1998.Pendidikan Kewarganegaraan .Unhas Press: Tammalanrea.

Tim Dosen Mata Kuliah Kewarganegaraan Universitas Hasanuddin.1998.Pendidikan


Kewarganegaraan .Unhas Press: Tammalanrea.

Zambrana.2010. Hubungan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan.Diposkan oleh risang82 di 05.59


Label: Filsafat

22
23

You might also like