Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Batubara merupakan sumber energi alternatif saat ini. Indonesia kaya akan
sumberdaya batubara. PT. Kaltim Prima Coal adalah salah satu perusahaan produsen
batubara di Indonesia yang memiliki Kuasa Pertambangan seluas 90.490,9950 Ha.
Daerah operasi penambangannya terbagi dalam tiga departemen yaitu, Departemen
Bintang yang mengelola Pit Bendili dan Harapan. Departemen Hatari mengelola Pit
AB. Departemen Pit J yang ketiga mengelola Pit J. PT. Kaltim Prima Coal memiliki
tiga sub contractor yang membantu mengelola daerah operasi penambangannya,
yaitu PT. Pama Persada Nusantara, PT. Thiess Indonesia dan PT. Darma Henwa
yang mengelola penambangan di Bengalon.
peledakan membentuk Final Wall (dinding akhir) atau biasa disebut dengan
peledakan terkontrol (prespliting) .Sedangkan Anzomex Booster sendiri saat ini
digunakan sebagai primer pada peledakan produksi.
Dijumpai pada gudang bahan peledak PT. Kaltim Prima Coal masih banyak
terdapat stock Powersplit, sedangkan masa pakainya hampir habis, maka dilakukan
uji coba penggunaan powersplit untuk peledakan produksi sebagai primer pengganti
Anzomex Booster. Hasil yang akan dilihat adalah produktivitas dari alat muat dalam
memuat broken material hasil peledakan.
Pengolahan data, dari data primer dan sekunder yang diperoleh, maka dapat diolah
dalam suatu kajian teknis dengan metode – metode yang berkaitan
BAB II
TINJAUAN UMUM
Wilayah penambangan dibagi dalam dua blok, yaitu blok Lembak yang
terletak di sebelah utara Sangatta dan blok Samarinda yang terletak di sebelah utara
kota Samarinda. Blok Lembak terbagi menjadi dua, yaitu daerah Pinang seluas 8.687
ha dan daerah Lembak (area Bengalon) seluas 6.275 ha. Sedangkan untuk blok
Samarinda terletak di daerah Separi-Santan seluas 19.227 ha. Daerah yang aktif
sekarang adalah Pinang Barat dengan luas KP Eksploitasi (DU 1517) 9.618 ha, yang
terletak di Kecamatan Sangatta, kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur.
Gambar 2.1
Peta Lokasi Cadangan Batubara
7
2.2.1 Stratigrafi
Stratigrafi daerah Pinang dari yang tua adalah formasi Pamaluan, formasi
Pulau Balang, dan Balikpapan Beds. Formasi – formasi tersebut banyak mengandung
batubara. Endapan batubara tersebut pada kala Tersier yang merupakan bagian dari
cekungan Kutai.
Formasi Pamaluan tersusun dari batu lempung, batu pasir gampingan, batu
gamping tipis, dengan lapisan penunjuk batu gamping koral. Formasi Pulau Balang
dengan ketebalan 400 meter, dominan tersusun oleh batu lempung, batu lanau
dengan lapisan tipis batu pasir gampingan, batu gamping koral dan batu pasir dengan
fragmen batubara. Pada bagian bawah ketebalan batubara 0,5 – 2 meter, umumnya
mempunyai kandungan belerang yang tinggi sehingga tidak ekonomis untuk
ditambang. Balikpapan Beds dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian bawah
yang terdiri dari batu lempung, batu lanau, dan alur – alur batu pasir serta lapisan
batubara: Melawan, Prima, Bintang, B1, dan B2. Pada bagian tengah tersusun atas
batu lempung, batu lanau, batu pasir dan batubara dengan ketebalan antara 1 – 20
meter. Lapisan batubara tersebut yaitu: Sangatta, Middle, MI 1, Pinang, P1, P2, P3,
P4, P5, P6, P7, Mandilli, MA1, Kedapat, dan K1.(Gambar 2.2). Balikpapan Beds
yang mempuyai lebih dari 500 meter terletak selaras diatas formasi Pulau Balang dan
endapan yang ekonomis terletak di bagian bawah Balikpapan Beds yang berkala
Miosen.
normal yang memiliki kecenderungan arah timur – barat daya. Struktur geologi yang
banyak terdapat di sekitar kubah Pinang merupakan perlapisan dan kekar.
Gambar 2.2
Stratigrafi Pinang dan Melawan
9
Jenis batuan utama tanah penutup (over burden) adalah siltstone, mudstone,
dan sandstone. Ketebalan “interburden” relatif tetap. Mudstone dan sebagiannya
“carbonaceous”, biasanya berbatasan langsung dengan lapisan batubara. Sandstone
tidak ditemukan dalam keadaan menerus secara lateral, melainkan berbentuk lensa
dalam berbagai ukuran.
Urut–urutan lapisan siltstone dan “interbanded” mudstone, siltstone, atau
sandstone merupakan bentuk perlapisan yang biasa dijumpai, sedangkan sandstone
serta mudstone dalam keadaan yang lebih “massive” mempunyai perkembangan
perlapisan yang buruk. “Parting” bidang perlapisan umumnya membidang (planar),
kasar, dan bersih dengan spasi antara 0,3 m sampai 1,2 m. “Cross bedding” dapat
berkembang pada sandstone yang kuat.
Tmpb
Tmb
Tmpb a
Tmba
Se
kur
D au
LOCATION MAP U Ant
D icli
U
kLemba ne
Sy
S. Fa ncl
Le ultin
mb
Pe e
ak
BENGALON ne
ba
Rantau Fault ng
a
n
Oa Tmpb
Fault
Tpkb
Pa
lo
ng
S. Bengalon S.
Sek
ura PORT
u SITE
Sepaso Baru
M
Qa
ak
Qa
S. Bengalon as
sa
Tmpb Sy
ncl Tmba NORTH
r
ine
PINANG St
Ru
ntu
Tmba ra
Tmpb
it
Le
Tmpb mb Tmp
ak Fault
PINANG Villa
MELAWAN Sy
NORTH DOME U EAST
Ant ncl
ine D PINANG
icli WEST
ne PINANG
Tmba LEGEND
MELAWAN
Mel Limit of Lembak Block
WEST aw
an (DU 417) 90,706 Ha
Limit of KPC Exploitation
S. Tanjung Bara (DU1517) 9,618 Ha
San
gatt Sangatta Seam Subcrop
Papa
a Baru
Charlie Qa
Teluk
Lingga
KUTAI NATIONAL PARK Tpkb
Qa
Tmba
Sangatta Tmpb
REGIONAL GEOLOGY
LEMBAK EXPLORATION
BLOCK
Drawn by drafting section -P&T- geology/Lembak2.prs
Gambar 2.3
Geologi Regional PT. Kaltim Prima Coal
Tabel 2.1
Data Curah Hujan (mm)
Tahun 1984-2007
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1984 - - - - - - - - 142.5 185.5 172.3 275.4
1985 275.1 205 219.8 194.5 231.5 206.5 83.2 251.7 96.5 123.3 133 183
1986 231.5 300.3 141.5 133.3 218.5 116.5 181.5 48.8 55.8 177 57 145.5
1987 118 206.3 132.8 155 119.8 121.8 92.3 130.8 1 73.8 208 321.3
1988 222.4 277.2 341.7 119.7 158.5 116.9 221.6 302.4 191.3 225.4 176.4 255.1
1989 237.5 147.9 157.9 209.3 169.3 190.7 183.5 100.5 119.9 181.2 238.7 257.2
1990 193 125.8 218.6 174.6 120.3 78.5 163.8 198.4 224.6 131.6 176.5 349.1
1991 128.8 218.1 271.9 124.9 149.8 68.1 33.1 37.4 19.6 94.7 355.7 145.6
1992 143.9 40.1 53.3 57.8 194.6 76.2 59.2 136.2 55.6 266.1 234.1 235.7
1993 126.8 135.5 318 280.3 86.2 189.3 152.3 43.3 27.9 178 257.1 183.5
1994 214.2 87.6 114.9 155.9 213.4 179.5 112 78.1 6.6 89.4 61.3 318.4
1995 61.5 250.4 197.7 171.5 213.6 259.2 118.7 216.4 236.2 223.1 334.6 239.5
1996 314.1 193.5 120.8 255.3 318.7 156.1 147.3 96.7 211.6 140.5 198.4 230.1
1997 194.5 274.9 324.5 187.4 111.3 66.2 73.4 14.6 11.6 77.1 123.8 186.4
1998 66.1 1.2 0 44.6 191 457 212 261 222.4 150.2 375.6 283.9
1999 168.4 201.6 263.9 221.2 294.6 111.5 173.0 115.6 67.3 124.2 351.3 161.7
2000 132.0 175.7 231.4 232.1 168.3 242.6 139.9 149.6 82.0 214.2 291.7 200.9
2001 218.4 440.9 432.3 179.1 232.7 69.5 123.7 47.7 109.4 304.2 221.8 146.4
2002 89.6 83.2 341.9 128.1 176.1 163.7 88.1 64.9 70.5 91.9 93.9 157.6
2003 234.3 109.7 206.8 165.4 248.1 118.3 89.3 130.6 87.4 212.5 251.6 382.0
2004 198.9 293.4 296.6 172.7 228.0 150.4 224.9 4.7 140.1 14.8 193.3 290.5
2005 322.4 165.6 159.0 439.5 336.5 86.3 219.1 161.0 162.6 211.0 276.2 454.2
2006 210.6 285.6 137.0 307.5 251.9 236.5 42.6 91.0 107.2 30.0 101.4 223.7
2007 257.9 247.3 186.4 188.0 134.5
Rata-rata 189.6 194.2 207.5 184.6 188.7 159.9 133.2 124.3 109.5 145.9 198.2 238.6
Sumber PT. Kaltim Prima Coal
Tabel 2.2
Kualitas Batubara PT. Kaltim Prima Coal
Kualitas batubara yang terdapat pada tambang batubara PT. Kaltim Prima
Coal berdasarkan prosen kadar abu, kadar air total, kandungan sulphur dan nilai
kalorinya, secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu kualitas Prima dan kualitas
Pinang (tabel 2.2). Batubara Prima dan Pinang merupakan batubara dengan mutu
bersih di dunia, dengan nilai kalori tinggi, kadar abu dan sulphur rendah, serta kadar
air yang rendah. Ciri – ciri batubara Prima adalah berwarna hitam cerah, mengkilap
dengan nilai kalori yang tinggi. Batubara Pinang hampir sama dengan Prima, tetapi
mengandung kadar air yang lebih tinggi.
13
Tabel 2.3.
Produksi Batubara dan Over Burden PT. Kaltim Prima Coal
Produksi
Tahun batubara (ROM) Produksi OB
Juta ton BCM
1991 2,1 28.670.055
1992 7,3 47.260.529
1993 8,3 65.593.867
1994 9,5 71.733.328
1995 11,5 70.659.082
1996 12,1 87.010.265
1997 13,6 112.492.809
1998 15 123.622.195
1999 14,3 124.338.379
2000 13,5 103.434.429
2001 15,9 115.142.944
2002 18,3 145.813.032
2003 14,1 109.079.787
2004 23,9 120.571.756
2005 26,1 132.250.646
2006 32,5 304.191.880
2007(Jan-April) 9,2 69.250.639
Sumber : Coal Technical Services PT. Kaltim Prima Coal
5. Penimbunan
6. Reklamasi
7. Pemuatan dan pengangkutan batubara
2.6.5 Penimbunan
Sistem manajemen lapisan tanah penutup bertujuan untuk mampu
mengidentifikasikan material non acid forming (NAF) dan material potential acid
forming (PAF). Tujuan akhirnya adalah untuk menghindari terjadinya pembentukan
air asam tambang (AAT).
Lapisan tanah penutup diangkut ke tempat penimbunan yang dirancang dan
disediakan agar tidak mengalami kontak langsung dengan air dan udara secara
bersamaan. Kemampuan membangkitkan asam material lapisan tanah penutup
diidentifikasi dipermuka kerja sebelum digali dan dimuat dengan menganalisis
contoh material saat pemboran geologi dan produksi.
2.6.6 Reklamasi
Reklamasi dimaksudkan untuk memperkecil kerusakan lingkungan akibat
kegiatan penambangan dengan cara mengembalikan daerah yang telah ditambang ke
fungsi semula.
Tahap kegiatan reklamasi lahan sebagai berikut:
1. penimbunan berdasarkan lokasi dan tipe material
2. penyebaran tanah pucuk
3. preparasi yang terdiri dari kegiatan ripping dan drainage
4. penanaman
EXPLORATION
DRILL
EXPLORATION
SURVEY
DESIGN PIT AND GEOLOGYCAL
DISPOSAL MODELING
OVERBURDEN REVEGETATION /
TOPSOIL
DUMPING REHABILITATION
REPLACEMENT
OVERBURDEN
DRILLING &
BLASTING
CO A L S EA M
SHIP COAL
LOAD OUT PREPARATION
PORT
STOCKPILES OVERLAND
CONVEYOR
Gambar 2.4
Kegiatan Penambangan di PT. Kaltim Prima Coal
Adapun jaringan informasi yang terjadi antara operator, dispatcher dan computer
ketika sistem dispatch dioperasikan, berlangsung seperti ini :
a. Operator : Data dan informasi secara manual dimasukkan dengan
menekan nomor kode tertentu pada layar OIP
b. Sistem komunikasi data radio (DCRS) : Menerjemahkan data pesan
berupa nomor kode dan mengirimkannya ke Sistem Pusat Komputer
(CCS)
c. Sistem pusat computer (CCS) : menerima data dari CCS dan
menyerahkan pada layar monitor
d. Dispatcher : Menerima atau menolak pesan/informasi operator. Pada
kondisi operasi normal pesan dispatcher dikirim ke operator melalui
DCRS dan akan dibalas secara manual dengan menekan tombol OIP.
Alarm berbunyi bila tanggapan atau balasan operator benar-benar
dibutuhkan.
e. Sistem computer : Ketika operator sudah masuk kedalam sistem dengan
memasukkan nomor badge-nya, sistem computer mengetahui status alat
mekanis setiap saat selama satu shift. Misalnya satu truk yang bermuatan
sedang berhenti, sistem mengetahui jenis material dan berasal dari mana
(lokasi pemuatan terakhir sebelum berhenti). Sistem juga mengetahui
secara akurat tujuan yang tepat untuk truk tersebut (misalnya tempat
penimbunan, crusher, dsb), juga mengetahui apabila truk berhenti tanpa
muatan.
1. Laporan produksi
Menyediakan semua informasi yang berkaitan dengan kondisi
peralatan, operator, material, produktivitas dan lain sebagainya. Laporan
ini memberikan informasi yang antara lain berupa :
a. Informasi truk, yaitu material yang diangkut, asal material,
tempat tujuan pengangkutan, pengelompokan waktu, nomor
truk dan lain sebagainya.
b. Informasi shovel, seperti berapa material yang digali, asal
material dan tempat penimbunan material tersebut,
pengelompokan waktu, nomor alat muat dan lain sebagainya.
c. Status truk/alat muat dan peralatan penunjang yang lainnya.
2. Laporan berupa ringkasan
Menyediakan semua informasi yang berkaitan dengan sistem
informasi penting. Laporan standart terdiri dari :
a. Laporan ringkasan prioritas alat muat
b. Kapasitas penimbunan
c. Jarak tempuh truk
d. Waktu tempuh
e. Penugasan oleh sistem dispatch dan lain sebagainya
21
BAB III
DASAR TEORI
Proses pecahnya batuan akibat peledakan terjadi dalam tiga fase, yaitu fase I
(dynamic loading), fase II (quasi-static loading), fase III ( release of loading).
(Gambar 3.1).
Bidang Bebas
Pada tahap kedua energi
ledakan yang bergerak
sampai bidang bebas
menghancurkan batuan pada
dinding jenjang tersebut
Lubang ledak
Batas bidang
bebas
Gambar 3.1
Proses Pecahnya Batuan Akibat Peledakan9)
Tabel 3.1.
Klasifikasi Spasi Kekar 3)
1. Density Batuan
Density adalah berat batuan per volume artinya makin besar density akan
semakin berat batuan tersebut dibandingkan density yang rendah untuk volume yang
sama. Batuan dengan density tinggi cenderung memiliki powder factor yang tinggi
untuk menghasilkan fragmentasi hasil peledakan yang baik.
25
3. Kekerasan Batuan
Semakin tinggi tingkat kekerasan batuan, maka akan semakin sukar batuan
tersebut untuk dihancurkan (Tabel 3.2)
Tabel 3.2.
Kekerasan Batuan Dan Kuat Tekan Uniaksial 7)
4. Elastisitas Batuan
Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki batuan untuk kembali ke bentuk
atau keadaan semula setelah gaya yang diberikan kepada batuan tersebut
dihilangkan. Secara umum batuan dapat dihancurkan apabila mengalami regangan
yang melewati batas elastisitasnya.
5. Rock blastability
Rock blastability adalah daya tahan batuan terhadap
peledakan, dipengaruhi oleh keadaan batuan dan tingkat sedimentasi.
Pada batuan kompak (keras) Peledakan dapat dikontrol dengan baik,
sedangkan pada batuan yang banyak celahnya, sebagian energi peledakan akan
diteruskan ke dalam rekahan dan peledakan kurang dapat dikontrol. Menurut Jimeno
(1995), pembobotan massa batuan yang berhubungan dengan peledakan adalah
pembobotan massa batuan berdasarkan nilai indeks peledakan dan parameter-
26
parameter untuk pembobotan tersebut meliputi deskripsi massa batuan, spasi bidang
kekar, orientasi bidang kekar, pengaruh specific gravity dan kekerasan (lihat Tabel
3.3)
Indeks peledakan diperoleh dari pembobotan parameter tersebut, sehingga
diperoleh persamaan untuk nilai indeks peledakan:
Indeks peledakan (BI) = 0.5 (RMD + JPS + JPO + SGI + H)
..........................(3.1)
Dari nilai indeks peledakan dapat diketahui faktor batuan dengan persamaan:
Faktor Batuan (A) = BI x 0.12
..........................................................................(3.2)
Tabel 3.3
Parameter Pembobotan Menutut Jimeno 5)
4. Pola pemboran
Pola pemboran yang biasa diterapkan pada tambang terbuka biasanya
menggunakan dua macam pola pemboran yaitu :
Pola pemboran segi empat (square pattern)
Pola pemboran selang-seling (staggered)
Pola pemboran segi empat adalah pola pemboran dengan penempatan lubang-lubang
tembak antara baris satu dengan baris berikutnya sejajar dan membentuk segi empat
(Gambar 3.3.A). Pola pemboran segi empat yang mana panjang burden dengan
panjang spasi tidak sama besar disebut square rectangular pattern. Sedangkan pola
29
pemboran selang-seling adalah pola pemboran yang penempatan lubang ledak pada
baris yang berurutan tidak saling sejajar (Gambar 3.3.B), dan untuk pola pemboran
selang-seling yang mana panjang burden tidak sama dengan panjang spasi disebut
staggered rectangular pattern
Gambar 3.2
Pengaruh Arah Lubang Tembak 11)
S
A. Pola
pemboran
segiempat
(square)
B
S = Spasi
Free Face B = Burden
S
B. Pola
pemboran
selang-seling
(staggered)
B
B S = Spasi
B = Burden
450 Free Face
30
Gambar 3.3
Pola Pemboran 5)
Dalam penerapannya, pola pemboran sejajar adalah pola yang umum, karena
lebih mudah dalam pengerjaannya tetapi kurang bagus untuk meningkatkan mutu
fragmentasi yang diinginkan, maka penggunaan pola pemboran selang-seling lebih
efektif.
Flyrock
kkk
Flyrock
Gambar 3.4
Pengaruh Burden Terhadap Hasil Peledakan 1)
2. Spasi (S)
Spasi dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara antara dua lubang tembak
yang berdekatan dalam satu baris. Jarak spasi yang terlalu besar akan menghasilkan
fragmentasi yang tidak baik dan dinding akhir yang ditinggalkan relatif tidak rata,
sebaliknya bila spasi terlalu kecil dari jarak burden maka akan mengakibatkan
tekanan sekitar stemming yang lebih dan mengakibatkan gas hasil ledakan
dihamburkan ke atmosfer diikuti dengan suara bising (noise).
3. Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor di atas kolom
isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah :
1.Meningkatkan confining pressure dari akumulasi gas hasil ledakan.
2.Menyeimbangkan tekanan di daerah stemming
3.Mengurangi gas hasil proses kimia bahan peledak
4.Mengontrol kemungkinan terjadinya airblast dan flyrock.
Stemming yang pendek dapat menyebabkan pecahnya batuan pada bagian
atas, tapi mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas hasil ledakan menuju
atmosfir dengan mudah dan cepat, juga akan menyebabkan terjadinya flyrock,
overbreak pada bagian permukaan dan juga akan menimbulkan airblast.
Keterangan :
B = Burden
S • S = Spasi
T = Stemming
B T PC = Kolom isian
J = Sub Drilling
L PC H = Kedalaman
H lubang ledak
L = Tinggijenjang
J P P = Primer
Gambar 3.5
Geometri Peledakan Menurut R.L.Ash 8)
8. Pola peledakan
Pola peledakan merupakan urut-urutan waktu peledakan antara lubang
tembak dalam satu baris dan antara satu dengan yang lainnya. Pola peledakan
ditentukan tergantung arah mana pergerakan material yang diharapkan. (Gambar3.6)
Setiap baris lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki
ruang yang cukup di muka bidang bebas yang sejajar dengan lubang tembak untuk
33
Bidang bebas
1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2
3 3 3 3
Pola peledakan tunda antar baris dan serentak dalam satu baris
Bidang bebas
3 2 1 0 1 2 3
4 3 2 1 2 3 4
5 4 3 2 3 4 5
Gambar 3.6
Pola Peledakan 8)
9. Waktu tunda
Pemakaian delay detonator sebagai waktu tunda untuk peledakan secara
beruntun. Keuntungan dari peledakan dengan memakai delay detonator adalah :
- Dapat menghasilkan fragmentasi yang lebih baik
- Dapat mengurangi timbulnya getaran tanah
- Dapat menyediakan bidang bebas untuk baris berikutnya.
34
diketahui luas daerah yang diledakkan (A), tinggi jenjang (L), panjang muatan dari
seluruh lubang ledak (Pc), loading density (de), dan densitas batuan (dr).
Rumus untuk menentukan powder factor adalah :
E
Pf = .......................................................................................(3.5)
W
dengan :
Pf = powder factor (kg/ton)
W = berat batuan yang diledakkan ,
[B x S x L x N x density batuan] (ton) .............................................(3.6)
E = berat bahan peledak yang digunakan (kg)
Untuk mencari berat batuan yang diledakkan dapat menggunakan rumus :
Dalam menentukan powder factor ada empat macam satuan yang dapat
digunakan, yaitu:
a. Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan (kg/m3).
b. Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan (kg/ton).
c. Volume batuan yang diledakkan per berat bahan peledak (m3/kg).
d. Berat batuan yang diledakkan per berat bahan peledak (ton/kg).
Secara umum powder factor dapat dihubungkan dengan unit produksi pada
operasi peledakan. Dengan powder factor dapat diketahui konsumsi bahan peledak
yang digunakan. Bila pengisian bahan peledak terlalu banyak akan mengakibatkan
jarak stemming menjadi kecil sehingga menyebabkan terjadinya batuan terbang
(flyrock) dan ledakan tekanan udara (airblast), sedangkan bila pengisian terlalu kecil
maka jarak stemming menjadi besar sehingga menimbulkan bongkah dan backbreak
di sekitar dinding jenjang.Nilai Powder Faktor dengan tipe batuannya dapat dilihat
pada Tabel 3.4
Tabel 3.4
Hubungan Nilai Powder Factor dengan Tipe Batuan 5)
Arah Peledakan
Free face
• • • •
• • • • •
• • • •
• • •=
= Arah peledakan menuju sudut tumpul
Gambar 3.7
Arah Peledakan Menuju Sudut Tumpul 8)
Bahan peledak diartikan sebagai suatu rakitan yang terdiri dari bahan-bahan
berbentuk padat atau cair atau campuran dari keduanya, yang apabila terkena suatu
aksi seperti panas, benturan, gesekan, dan sebagainya dapat bereaksi dengan
kecepatan tinggi, membentuk gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang
sangat tiinggi.
Karakteristik bahan peledak yang sangat mempengaruhi operasi peledakan
pada tambang terbuka adalah kekuatan, kecepatan detonasi, kepekaan, bobot isi,
tekanan detonasi, sifat gas beracun dan ketahanan bahan peledak terhadap air.
1. Kekuatan
Kekuatan (strength) suatu bahan peledak adalah ukuran yang dipergunakan
untuk mengukur energi yang terkandung pada bahan peledak dan kerja yang dapat
dilakukan oleh bahan peledak. Tes yang digunakan untuk mengukur kekuatan adalah
Ballistic Mortar Test.
Kekuatan bahan peledak dinyatakan dalam persen (%) dengan Straight
Nitroglycerin Dynamite sebagai bahan peledak standar yang mempunyai berat jenis
(spesific grafity) sebesar 1,6 dan kecepatan detonasi (VOD) sebesar 7.700 m/det.
Pada umumnya semakin besar bobot isi dan kecepatan detonasi (VOD) suatu bahan
peledak maka kekuatannya juga akan semakin besar. Berikut diuraikan tentang
kekuatan bahan peledak dan cara perhitungannya.2)
1. Kekuatan berat absolute (absolute weight strength atau AWS)
AWS adalah energi panas maksimum bahan peledak teoritis didasarkan pada
campuran kimiawinya. AWSANFO adalah 373 kj/gr dengan campuran 94%
ammonium nitrat dan 6% solar.
2. Kekuatan berat relatif (relative weight strength atau RWS)
RWS adalah kekuatan bahan peledak (dalam berat) dibandingkan dengan
ANFO.
AWShandak
RWS HANDAK = x 100 ……………………………….……(3.7)
AWSANFO
3. Kekuatan volume absolute (absolute bulk strength atau ABS)
ABS adalah energi per unit volume, dinyatakan dalam joule/cc
ABSHANDAK = AWSHANDAK x densitas
4. Kekuatan volume relative (relative bulk strength atau RBS)
38
RBS adalah kekuatan suatu bahan peledak curah dibandingkan dengan ANFO
ABS handak
RBS HANDAK = x 100 ……………………………...……..(3.8)
ABS ANFO
Untuk membandingkan kinerja dari bahan peledak yang berbeda, maka ada dua
nilai energi efektif yang sangat penting yaitu:10)
1. Relative Weight Effective Energy (RWEE)
RWEE adalah nilai energi efektif bahan peledak dibandingkan dengan
energi efektif dari berat ANFO, dimana ANFO=100
2. Relative Bulk Effective Energy (RBEE)
RBEE adalah nilai energu efektif bahan peledak dibandingkan dengan
energi efektif dari volume A NFO. Hubungan antara RWEE dan RBEE
dilihat dari rumusan:
Densitasbahanpeledak
RBEEbahanpeledak=RWEEbahanpeledakx …(3.9)
DensitasANFO
2. Kecepatan Detonasi
Kecepatan detonasi adalah kecepatan gelombang detonasi yang melalui bahan
peledak yang dinyatakan dalam meter per detik atau feet per detik. Menurut
Koesnaryo(1998) dalam bukunya kecepatan detonasi suatu bahan peledak tergantung
dari beberapa faktor, yaitu bobot isi bahan peledak, diameter bahan peledak, derajat
pengurungan, ukuran partikel dari bahan penyusunnya, bahan-bahan yang terdapat
dalam bahan peledak dan penyalaan awal ( priming ).
Ukuran butir yang semakin kecil memungkinkan terjadinya kontak permukaan
antar partikel semakin besar sehingga dapat meningkatkan kecepatan reaksi. Pada
umumnya VOD akan meningkat apabila diameter semakin besar meski tidak secara
linier. Tes yang dilakukan oleh beberapa pabrik membuktikan bahwa VOD dalam
keadaan tak terkukung lebih rendah 20%-30% daripada dalam keadaan terkukung.
Kecepatan detonasi ANFO antara 2500 – 4500 m/s.
3. Kepekaan (Sensitivity)
39
Kepekaan adalah ukuran besarnya sifat peka bahan peledak untuk mulai
bereaksi menyebarkan reaksi peledakan ke seluruh kolom isian. Kepekaan
dipengaruhi oleh ukuran butir dari kristal-kristalnya, kerapatan bahan peledak,
pengaruh air dan temperatur.
Kerapatan yang tinggi, penyerapan air dan terlapisnya kristal-kristal oleh zat
lilin, cenderung mengurangi kepekaan. Perubahan dalam ukuran kristal dapat
menambah atau mengurangi kepekaan, dan ini tergantung pada banyaknya kontak
permukaan antara kristal-kristalnya. Sedangkan peningkatan temperature dapat
memperbesar kepekaan.
Bahan peledak yang sensitif belum tentu dinilai sebagai bahan peledak yang
baik. Untuk itu harus ditinjau dari penggunaannya. Bahkan bahan peledak yang
sangat peka mempunyai kemungkinan yang besar untuk meledak secara premature,
sehingga sangat berbahaya.
5. Tekanan Detonasi
Tekanan detonasi adalah penyebaran tekanan gelombang ledakan dalam kolom
isian bahan peledak yang dinyatakan dalam kilobar (kb). Tekanan detonasi bahan
peledak komersial antara 5-150 kb.
40
Tekanan akibat ledakan akan terjadi di sekitar dinding lubang ledak kemudian
tersebar ke segala arah. Intensitasnya dipengaruhi oleh:
Jenis bahan peledak (kekuatan, bobot isi, VOD)
Tingkat / derajat pengurungan.
Jumlah dan temperatur gas hasil ledakan.
Besarnya tekanan detonasi (GPa)dipengaruhi oleh densitas bahan peledak
(gr/cm3) dan kecepatan detonasi bahan peledak,VOD (km/s).10)
Tekanan Detonasi = 0,25 x Densitas bahan peledak x VOD2.....................(3.12)
(1 GPa = 10.000 bar = 10 kbar)
hubungannya dengan kondisi tempat kerja. Untuk sebagian besar jenis bahan
peledak, adanya air di dalam lubang ledak dapat mengakibatkan panambahan unsure
H dan O sehingga memerlukan panas yang lebih banyak untuk menguapkan menjadi
uap air. Disamping itu air dapat melarutkan sebagian kandungan bahan peledak
sehingga menyebabkan bahan peledak rusak.
Anzomex Booster adalah poduk bahan peledak yang diproduksi oleh PT. Dyno
Orica sebagai bahan peledak peka detonator yang dimasukkan ke dalam lubang
ledak dan berfungsi sebagai penguat energi ledak. Terdapat dua lubang untuk
memasang detonator pada Anzomex Booster. Saran dari Orica, Anzomex Booster
hanya digunakan pada temperature lubang ledak < 70°C.
Untuk lubang ledak dengan kedalaman lebih dari 10 meter maka digunakan
dua buah primer dengan delay (waktu tunda) yang sama. Satu primer dipasang di
bawah lubang ledak, satu lagi dipasang di tengah-tengah lubang ledak. Primer kedua
fungsinya sebagai backup primer pertama apabila terjadi gagal meledak (misfires)
dan energi ledak yang dihasilkan lebih merata ke seluruh isian bahan peledak
sehingga dicapai hasil yanh diinginkan.10)
Pedoman pemilihan primer secara umum menurut C.J. Konya:
1. Tekanan detonasi sebuah primer harus diatas tekanan detonasi bahan peledak
isian. Tekanan detonasi dipengaruhi oleh besarnya kecepatan detonasi bahan
peledak tersebut. lubang ledak dengan isian ANFO diperlukan primer dengan
kecepatan detonasi diatas 4500 m/s sesuai dengan kecepatan normal ANFO.
Dan menghasilkan tekanan detonasi sekitar 60 kbar. Untuk bahan peledak
jenis emulsi (Titan Black), diperlukan primer dengan kecepatan detonasi
lebih dari 5100 m/s untuk mencapai kecepatan detonasi yang normal dan
menghasilkan tekanan detonasi sebesar 80 kbar.
2. Diameter primer harus lebih besar dari diameter kritis bahan peledak isian.
3. Bahan peledak yang menjadi primer harus sensitif terhadap inisiasi.
4. Energi ledak dari primer harus tersebar merata ke seluruh kolom isian bahan
peledak sehingga tidak diperlukan primer tambahan.
5. Pada umumnya, peledakan hanya menggunakan satu buah primer dalam satu
lubang ledak. Meskipun secara teknis tidak diperlukan primer tambahan,
primer kedua berfungsi sebagai backup jika primer pertama gagal meledak.
Keterangan:
X = Ukuran rata – rata fragmentasi batuan, meter
A = Faktor batuan
7 untuk batuan medium strength
10 untuk batuan keras yang berjoint intensif
13 untuk batuan keras dengan sedikit joint
sebaiknya antara 8 – 12 (Cunningham, 1983)
V = Volume batuan yang terbongkar, m3
Q = Berat bahan peledak tiap lubang ledak, kg
E = Relatif Weight Strength (ANFO = 100)
Untuk mengetahui distribusi ukuran fragmentasi digunakan persamaan
Cunningham yang digabungkan dengan persamaan Kuznetson 8) yaitu:
R = e-(X/Xc)n ……………………………………………..…………(3.14)
n = (2,2 – 14 B/D)(1-W/B)(1+((S/B)-1)/2)(L/H) ….…………….(3.15)
keterangan:
R = perbandingan dari material yang tertinggal pada ayakan
X = ukuran ayakan, meter
Xc = X/(0.693)1/n
n = indeks keseragaman
D = diameter isian, mm
B = burden, meter
W = standart deviasi pemboran, meter
S = spacing, meter
L = panjang isian, meter
H = tinggi jenjang, meter
dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu efek produktif dan efek non
produktif.
1. Kelompok efek produktif dalam hal ini adalah :
1. Baris depan blok peledakan mengalami perpindahan akibat
lemparan, tetapi tidak terlalu jauh. Lemparan yang berlebihan
tidak diperlukan dan membutuhkan biaya yang tinggi untuk
membersihkan lantai kerja umumnya ketinggian dari jenjang
tambang terbuka didesain untuk operasi alat muat yang efisien.
Tumpukkan yang terlalu rendah akibat lemparan yang berlebihan
dapat mengakibatkan penurunan produktivitas alat muat.
2. Terjadi pecahnya batuan menjadi ukuran – ukuran yang optimum.
Produktivitas alat muat juga sangat dipengaruhi oleh ukuran
material yang dimuat. Semakin besar ukuran material yang dimuat
maka semakin tendah beban yang tertampung oleh alat muat
karena rongga antaranya semakin besar. Hal ini dapat menurunkan
produktifitas alat muat.
2. Kelompok efek non produktif dalam hal ini adalah :
1. Terjadi pecah yang berlebihan. Kejadian ini umumnya terjadi di
sekeliling lubang tembak. Dalam keadaan normal peledakan pecah
yang berlebihan ini tidak diharapkan karena merupakan
pemborosan energi.
2. Batu terbang adalah peristiwa lemparan batuan yang terjadi karena
kesalahan dalam peledakan.
3. Efek energi seismic yang diteruskan ke masa batuan dapat
menimbulkan getaran permukaan. Getaran yang terlalu besar
dapat berakibat rusaknya striktur bangunan disekitar lokasi
peledakan.
4. Efek energi seismic yang diteruskan ke udara dapat menimbulkan
airblast. Energi yang berupa gas-gas peledakan ini keluar
bersamaan dengan ejeksi pemampat akibat tekanan gas dalam
lubang tembak tidak mampu ditahan selama mungkin oleh
pemampat.
46
BAB IV
PENGAMATAN UJI COBA PELEDAKAN
Di PT. Kaltim Prima Coal untuk mendapatkan batubara harus terlebih dahulu
membuka / membongkar lapisan penutup yang ada di atas lapisan / seam batubara.
Pembongkaran lapisan penutup batubara (overburden) dilakukan dengan dua cara,
yaitu pertama secara mekanis dengan peralatan mekanis , yang kedua dengan cara
pemboran dan peledakan.
Pembongkaran lapisan penutup secara mekanis dengan alat gali muat (shovel
dan backhoe) ditetapkan untuk lapisan penutup dengan ketebalan kurang dari 2
meter. Sedangkan metode pemboran dan peledakan diterapkan untuk ketebalan
lapisan penutup lebih dari 2 meter.
Operasi peledakan di PT.Kaltim Prima Coal ditangani oleh PT. Dyno Orica
yang bertindak sebagai kontraktor, dimana kegiatan yang dilakukan diantaranya
adalah penyediaan bahan peledak berikut perlengkapan dan peralatannya, pengisian
bahan peledak ke dalam lubang tembak, membuat rangkaian peledakan sesuai pola
dan rancangan peledakan yang telah dibuat oleh pihak PT. Kaltim Prima Coal.
Parameter – parameter pemboran dan peledakan adalah sebagai acuan untuk
mendapatkan hasil peledakan yang optimal. Tingkat keberhasilan suatu peledakan
dapat diketahui dari hasil produktivitas alat muat dalam memuatkan material hasil
peledakan ke alat angkut.
antara 1,98 ton/m3 sampai 2,38 ton/m3.Rata – rata bobot isi kering sebesar
2,3 ton/m3.
b. Siltstone, memiliki bobot isi basah antara 2,37 ton/m3 sampai 2,44 ton/m3.
Rata – rata bobot isi basah sebesar 2,4 ton/m3. dan bobot isi kering berkisar
antara 2,25 ton/m3 sampai 2,31 ton/m3. Rata – rata bobot isi kering sebesar
2,3 ton/m3.
c. Sandstone, memiliki bobot isi basah antara 2,11 ton/m3 sampai 2,25 ton/m3.
Rata – rata bobot isi basah sebesar 2,2 ton/m3. Dan bobot isi kering berkisar
antara 1,91 ton/m3 sampai 2,06 ton/m3. Rata – rata bobot isi kering sebesar 2
ton/m3.
Ground
Water
Table
Water
Ground
Water
Table Returning
Water Returning Water
Water
2. Pembersihan lahan
Pembersihan lahan dilakukan agar permuka kerja aman dan
memungkinkan untuk dibor sehingga menjamin keselamatan kerja alat
dan operator. Untuk membersihkan lahan digunakan bulldozer
berukuran kecil.
3. Pemasangan Patok Acuan Lubang Bor
Pemasangan patok acuan lubang bor ini dilakukan oleh Tim Survey.
Pemasangan patok acuan lubang bor ini disesuaikan dengan koordinat
lubang bor yang ada dalam plan dan tim survey juga melakukan
pengukuran elevasi/ kedalaman lubang bor agar kedalaman pemboran
overburden tidak sampai pada seam batubara dibawahnya sehingga tidak
terjadi kehilangan batubara akibat pemboran.
4. Pemasangan cup (gelas plastik)
Pemasangan cup (gelas plastik) bertujuan untuk menginformasikan
kepada operator drill mengenai titik yang harus dibor. Cup-cup tersebut
harus disesuaikan dengan pattern (burden dan spacing) yang akan
diterapkan.
4.3.2 Pemboran
Alat bor yang digunakan adalah Tamrock D25KS, D50K, D45KS, dan
D55SP dengan kedalaman lubang rata-rata 10 meter. Diameter lubang bor 7 7/8 inch.
( Spesifikasi Alat Bor Lihat Lampiran B). Kemiringan arah pemboran vertical /
tegak. Pola pemboran yang diterapkan adalah pola selang seling (staggered pattern ).
Pola ini dipakai untuk mendapatkan distribusi energi ledakan yang optimal pada saat
peledakan.
Gambar 4.3
Pengisian ANFO Pada Lubang Ledak Kering
52
Gambar 4.4
Pengisian Emulsi ( Titan Black ) Pada Lubang Ledak Basah
3. Stemming
Stemming adalah pengisian material pada bagian atas lubang tembak untuk
menahan gas yang terbentuk selama detonasi berlangsung. Di PT. Kaltim Prima
Coal menggunakan dua material stemming yaitu stemming dari crushed red
mudstone dan drill cutting. Untuk stemming crushed red mudstone dikelola oleh
PT. Rhodes. Crushed red mudstone yang diangkut menggunakan truck langsung
dicurahkan ke dalam lubang ledak. Sedangkan material stemming dari drill
cutting adalah material yang berasal dari sisa pemboran. Sehingga driil cutting
yang berada di sekitar lubang langsung dimasukkan ke dalam lubang ledak
dengan menggunakan cangkul kemudian dipadatkan menggunakan kayu/tongkat.
Sifat dari stemming red mudstone, memiliki densitas lebih besar dari material
drill cutting sehingga memiliki gaya berat kebawah lebih besar maka lebih
mengukung bahan peledak ( confinement ) dan ukuran material crushed red
mudstone lebih besar daripada drill cutting maka interlocking antarmaterial lebih
kuat.
4. Tie up ( penyambungan sumbu peledakan/nonel tubing )
Tie up adalah perangkaian sumbu peledakan atau nonel tubing. Didalamnya
termasuk mengatur delay time tiap lubang ledak dan lubang ledak mana yang
pertama kali diledakakan ( initiation ). Desain Tie Up ditentukan berdasarkan
oleh:
53
Gambar 4.5
Pengisian Material Stemming Ke Dalam Lubang Ledak
Pemilihan arah peledakan yang dilakukan didasarkan pada free face, antara
lain sebagai berikut :
1. Hanya ada satu free face, menggunakan disaim tie up center lift.
2. Mempunyai dua free face, menggunakan disain tie up box cut atau V – Cut
3. Mempunyai tiga free face menggunakan disain tie up yang digunakan adalah
Echelon.
Waktu tunda (delay) yang biasa digunakan antara control row dengan echelon
memiliki perbandingan 1 : 3. Sedangkan surface delay detonator yang sekarang
digunakan di PT. Kaltim Prima Coal memiliki waktu tunda 17 ms, 25 ms, 42 ms, 65
ms, 100 ms, 150 ms, dan 175 ms. Gambar macam – macam Desain Tie Up dapat
dilihat di Lampiran D.
Gambar 4.6.
Bentuk Fisik Ammonium Nitrate ( AN )
55
ANFO merupakan campuran dari Ammonium Nitrate dan Fuel Oil. ANFO
akan memiliki energi maksimum pada komposisi AN (94%) dan Fuel (6 %).
Heavy ANFO ( ANFO 70% dan Emulsi 30% )
Titan Black ( ANFO 50% dan Emulsi 50% )
Titan Black (Untuk lubang basah) dibagi 3, yaitu :
- T4070 dengan komposisi 30 % ANFO dan 70 % Emulsion
- T4050 dengan komposisi 50 % ANFO dan 50 % Emulsion
-T4030 dengan komposisi 70 % ANFO dan 30 % Emulsion
b. Bahan penguat peledakan adalah Anzomex Booster dan Powersplit
c. Inhole delay dengan waktu tunda 500 ms
d. Snapline (surface delay), dengan waktu tunda 17 ms, 25 ms, 42 ms, 65 ms, 100
ms, 150 ms dan 175 ms
e. Plastic liner, digunakan untuk melindungi bahan peledak dari air jika lubang
tembak terisi air
f. Shoot shell, digunakan sebagai pemicu peledakan atau alat inisiasi lead-in lines
g. Detonating cord
Gambar perlengkapan peledakan lihat lampiran F Dan spesifikasi bahan peledak lihat
Lampiran G.
Tabel 4.1.
Geometri Peledakan PT. KPC
Lubang Lubang
PARAMETER Kering Basah
BURDEN ( B ), m 7 7
SPASI ( S ), m 8 8
STEMMING ( T ), m 4 4.5
KEDALAMAN ( H ), m 11 11
KOLOM ISIAN ( PC ), m 7 6.5
SUB DRILLING ( J ), m 1 1
TINGGI JENJANG ( L ), m 10 10
56
Tabel 4.2.
Spesifikasi Primer
RWEExDensi tyExplosive
RBEE =
DensityANF O
Keterangan :
RWEE = Relative Weight EffectiveEnergy
ANFO = 100, Titan Black = 110
57
Tabel 4.3
Kondisi Lubang Ledak Daerah Powersplit
lubang lubang
No lokasi kering basah total Luas (m^2) Vol (bcm)
Tabel 4.4
Kondisi Lubang Ledak Daerah Anzomex Booster
lubang lubang
No lokasi kering basah total Luas (m^2) Vol (bcm)
Tabel 4.5
Produksi Peledakan Tiap Uji Coba
Tabel 4.6.
Data Produktivitas Shovel
BAB V
PEMBAHASAN
Di PT. Kaltim Prima Coal menggunakan dua buah jenis primer yaitu
Powersplit dan Anzomex Booster. Saat ini Primer Powersplit biasanya diterapkan
untuk peledakan terkontrol, misalnya peledakan prespliting untuk pembentukan
dinding akhir. Sedangkan Anzomex Booster dipakai sebagai primer untuk peledakan
produksi.
Di dalam gudang bahan peledak PT. Kaltim Prima Coal terdapat kelebihan
stock Powersplit dan masa pakainya hampir habis, maka diupayakan uji coba
peledakan overburden dengan menggunakan Powersplit untuk menggantikan
Anzomex Booster sebagai primer.
Pemakaian Powersplit sebagai pengganti Anzomex Booster dalam peledakan
overburden perlu dikaji secara teknis untuk menentukan jenis primer yang dapat
menghasilkan peledakan yang lebih baik dengan melihat produktivitas loading
Hydraulic Shovel Liebherr 996 dalam memuat broken material.
2300
2200
( Bcm/Hr)
2100
powersplit
2000
booster
1900
1800
1700
17
15
16
16
19
2W
W
3W
8W
14
06
J0
S1
S1
BN
BN
H
Lokasi P eledakan
Gambar 5.1
Grafik Produktifitas Shovel Liebherr 996
memiliki tekanan detonasi sebesar 56,9 kbar dan Anzomex Booster sebesar 194,4
kbar.
Tekanan detonasi sebuah primer harus diatas ketentuan yang diperlukan,
karena dimaksudkan untuk dapat meledakan isian atau di atas kecepatan normal.
Berdasarkan teori menurut C.J. Konya, lubang ledak dengan isian ANFO diperlukan
primer dengan kecepatan detonasi diatas 4500 m/s sesuai dengan kecepatan normal
ANFO. Dan menghasilkan tekanan detonasi sekitar 60 kbar. Untuk bahan peledak
jenis emulsi (Titan Black), diperlukan primer dengan kecepatan detonasi lebih dari
5100 m/s untuk mencapai kecepatan detonasi yang normal dan menghasilkan
tekanan detonasi sebesar 80 kbar.
Tekanan detonasi Powersplit berada dibawah ketentuan yang diperlukan
untuk meledakkan isian. Tekanan detonasi Powersplit lebih kecil daripada Anzomex
Booster karena VOD Powersplit lebih kecil dari Anzomex Booster dan Powersplit
merupakan unit bahan peledak yang dirancang untuk peledakan dinding akhir yang
memerlukan tekanan dan energi yang tidak begitu besar. Oleh karenanya penggunaan
Anzomex Booster sebagai primer pada peledakan overburden tetap dipertahankan.
Gambar 5.2
Fragmentasi Batuan
250
JUMLAH LUBANG
200
LEDAK
150
100
50
0
BN14W15 BN06 W16 HS13W16 J02W17 HS18W19
LOKAS I TRIAL P E LE DAKAN
Gambar 5.3
Grafik Kondisi Lubang Ledak Peledakan Primer Powersplit
Konya batuan medium strength memiliki faktor batuan dengan nilai 7. Jadi dapat
diperkirakan batuan lapisan penutup batubara di wilayah penambangan PT. Kaltim
Prima Coal memiliki faktor batuan bernilai 7.
Primer Anzomex Booster memiliki data produktivitas shovel lebih baik dari
pada pemakaian primer Powersplit, sehingga diperkirakan dengan menggunakan
primer Anzomex Booster akan diperoleh fragmentasi batuan yang lebih bagus
dengan kondisi batuan di wilayah penambangan PT. Kalimanatan Prima Coal.
Dilihat dari faktor keamanannya pemakaian Anzomex Booster lebih aman daripada
Powersplit sehingga Anzomex Booster tetap dipilih untuk digunakan sebagai primer
peledakan overburden.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Dengan menggunakan asumsi alat muat yang digunakan sama untuk
memuat broken material hasil peledakan dalam kondisi kerja yang
sama serta geometri peledakan yang diterapkan sama maka
produktivitas alat muat yang memuat broken material dengan
menggunakan primer Anzomex Booster secara rata-rata lebih besar
yaitu, 2091 bcm/hour dibanding daerah peledakan yang menggunakan
primer Powersplit yaitu sebesar 2053 bcm/hour.
2. Dengan menggunakan pendekatan distribusi fragmentasi menurut
persamaan KUS-RAM, maka untuk isian ANFO perkiraan distribusi
68
6.2. Saran
1. Berdasarkan data hasil uji coba peledakan maka untuk mendapatkan
nilai produktivitas shovel yang hampir sama antara pemakaian primer
Anzomex Booster dengan Powersplit maka dalam satu lubang ledak
digunakan tiga buah Powersplit sebanding dengan menggunakan satu
buah Anzomex Booster.
2. Sebaiknya Powersplit digunakan di lokasi peledakan yang dominan
lubang kering.
3. Powersplit sebaiknya hanya digunakan untuk peledakan terkontrol
saja (trim blast atau pre-spliting), tidak digunakan sebagai primer
untuk peledakan overburden.