Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Pembimbing:
PENDAHULUAN
Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, yang disebabkan
golongan jamur dermatofita1. Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah
perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut dan menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah
genito-krural saja atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah,
atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas
tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas
macam-macam bentuk, primer dan sekunder (polimorf), bila penyakit ini menjadi menahun,
dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya terjadi
akibat garukan2.
Beberapa faktor yang berperan untuk terjadinya tinea adalah iklim yang panas, higiene
(kebersihan diri) masyarakat yang kurang, adanya sumber penularan di sekitarnya, penggunaan
obat-obatan antibiotik, steroid dan sitostatika yang meningkat, adanya penyakit kronis dan
penyakit sistemik lainnya3. Tahanan penjara, anggota militer, anggota tim atletik, orang yang
memakai celana panjang yang sempit atau kentat cenderung lebih berisiko terserang
dermatophytosis4. Pasien yang didiagnosis mengalami tinea kruris biasanya tinggal didaerah
dengan iklim tropis, memiliki riwayat pemakaian baju ketat untuk waktu yang lama atau bertukar
pakaian dengan orang lain atau memiliki riwayat diabetes mellitus dan obesitas.
Suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, infeksi sering
berlokalisasi pada daerah yang mengandung banyak keringat seperti pada lipat paha dan sela-sela
jari. Maserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit
yang akan memudahkan infeksi. Tinea kruris biasanya timbul akibat penjalaran infeksi dari
bagian tubuh lain, juga melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak
langsung melalui benda yang mengandung skuama terinfeksi6.
Pada makalah ini akan dibahas sebuah simulasi laporan kasus tentang tinea kruris dengan
infeksi sekunder serta penulisan resep dan pembahasan mengenai terapi yang rasional untuk
kasus tersebut.
2.1 Kasus
Seorang laki-laki pekerja pabrik, 45 tahun, berobat ke poli penyakit kulit, dengan keluhan
gatal-gatal pada derah lipatan paha. Pasien yang tinggal di jalan A Yani Km 17
Banjarmasin ini sudah merasakan keluhan ini sejak 3 bulan yang lalu.. Awalnya hanya
satu bulatan kecil dengan tepi berbenjol dan berair, tetapi semakin lama semakin luas
mendekat ke arah pantat. Pasien adalah penderita diabetes sejak 5 tahun yang lalu dan
memiliki berat badan 75 kg (tinggi badan 155 cm). Penderita sudah memberikan Herocyn
® tetapi tidak sembuh.
Pemeriksaan fisik
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur
topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa
formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang
ditemukan efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu.
Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2
minggu setelah lesi menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan
dengan terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik
hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring
terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu6.
Pasien memiliki resiko cukup tinggi untuk terinfeksi jamur karena pasien
bertubuh gemuk dengan BMI 31 dan mengidap penyakit kronis berupa diabetes mellitus
sehingga diperlukan edukasi untuk memperbaiki pola hidup dan menghindari munculnya
komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.
Pada pasien di atas, untuk daerah lesi yang bernanah diberikan kompres NaCl
terlebih dahulu sebelum dioles dengan obat antijamur topical. Caranya kasa dicelup ke
dalam cairan NaCl 0,9 % kemudian diperas lalu didiamkan selama 20 menit. Hasil akhir
pengobatan adalah keadaan yang basah menjadi kering, permukaan menjadi bersih
sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi2.
2.3 Daftar Kelompok obat beserta jenisnya yang berkhasiat dalam penanganan tinea kruris
dengan infeksi sekunder6, 7
Butenafine (mentax),
Siklopiroks (Loprox),
Haloprogin (halotex)
Tolnaftate
Sistemik: Ketokonazole,
Itrakonazole, Griseofulfin,
Terbinafine
kloramfenikol palmitat,
natrium suksinat dan
tiamfenikol,
tetrasiklin,
klortetrasiklin, oksitetrasiklin,
doksisiklin, minosiklin,
metasiklin dan demeklosiklin,
amikasin, gentamisin,
kanamisin, streptomisin,
neomisin, metilmisin dan
tobramisin,
eritromisin, roksitromisin,
spiramisin, josamisin,
rosaramisin, oleandomisin dan
trioleandomisin,
polimiksin A, B, C, D dan E,
sulfisoksazol,
vankomisin, spektinomisin,
basitrasin, metronidazol
2.4 Perbandingan kelompok obat menurut khasiat, keamanan, dan kecocokannya6, 7, 8, 9, 10, 11, 12
Suntikan IM lebih
dari 100 mg
menimbulkan sakit
yang sangat hebat.
Pemberian IV 1 g
dengan infuse
sering disusul
dengan timbulnya
tromboflebitis, dan
bila diberikan
dalam dosis tinggi
akan terjadi
ketulian sementara
Tetrasiklin Gangguan GI, Hipersensitif,
(cetacycline) fototoksisitas, hamil, anak < 12
nefrotoksik, tahun
supresi sumsum
tulang (jarang),
peningkatan TIK.
Linkomisin Gangguan GI, Hipersensitif,
(Lintropsin) hematopoetik, hangguan fungsi
leucopenia, hati , ginjal,
neutropenia, endokrin dan
metabolic. Demam
agranulositosis,
rematik, bayi,
trombositopenia, pasien dengan
reaksi terapi penghambat
hipersensitif, rasa neuromuscular,
haus, lemas dan laktasi.
penurunan BB
Rifampisin bekerja melalui Gangguan GI, Hipersensitifitas,
(Corifam) penghambatan fungsi hati ikterus
sintesis asam abnormal,
nukleat ikterus, gejala
flu, perubahan
fungsi ginjal,
reaksi kulit,
eosinofilia,
leucopenia,
trombositopenia,
purpura,
hemolisis, syok,
urin, sputum, air
mata berwarna
merah
2.5 Pilihan obat dan alternative obat yang digunakan6,7,8,9,10,11,12,13
Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif
Nama Obat Ketokonazol Clotrimazole
BSO (generic, paten, Generik : Ketokonazol Generik : Clotrimazol
kekuatan) BSO : BSO :
Krim 2 % x 5 g Krim 1 % x 5 g
Krim 2 % x15 g Larutan 1 % x 10 ml
Paten : Nizoral Paten : Lotremin
BSO : BSO :
Krim 2 % x 5 g Krim 1 % x 5 g
Krim 2 % x15 g Larutan 1 % x 10 ml
Lama pemberian dan Alasan 2-4 minggu sesuai referensi, 2-4 minggu sesuai referensi,
teruskan pemakaian beberapa teruskan pemakaian beberapa
hari setelah gejala hilang12. hari setelah gejala hilang12.
1. Detty Ferbrianti,Modifikasi terakhir pada Sun 22 of Aug, 2010 [12:40]. Tinea Cruris
dengan Gejala Gatal yang Sering Muncul Terutama Saat Berkeringat. Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit Kelamin, RSUD Saras Husada, Purworejo. UMY E-CASE
2. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
3. Mahaputra S. Hubungan Kebersihan Diri dengan Penurunan Kejadian Tinea Kruris Pada
Santri Putra Kelas XII Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) Assalam Surakarta.
4. Michael Wiederkehr, MD. Tinea Cruris. Updated: Dec 2, 2009
5. http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=12442.0. Online Forum Universitas Pendidikan
Indonesia Bandung © 2003-2010. Obesitas: Obesitas Vs Penyakit Kronis. « on: January
07, 2010, 08:35:43 am »
6. TINEA CRURIS. Posted on August 16, 2009 by diyoyen. Categories: Kulit Kelamin.
7. Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
8. Setiabudy R. Antimikroba lain. Farmakologi dan terapi
9. Isnaini. Diktat Panduan Kepaniteraan Klinik Farmakologi dan Terapi
10. Tjay, TH, dan Rahardja K. Obat-obatan penting: khasiat, penggunaan, dan efek-efek
sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2002
11. MIMS volume 8, 2007
12. Murtiastutik D, Ervianti E, Agusni I, Suyoso S. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
2. Infeksi Jamur: Dermatofitosis.
13. Sri M. TINGKAT KEKAMBUHAN TINEA KRURIS DENGAN PENGOBATAN
KRIM KETOKONASOL 2% SESUAI LESI KLINIS DIBANDINGKAN DENGAN
SAMPAI 3 CM DI LUAR BATAS LESI KLINIS. program Pascasarjana Universitas
Diponegoro.