You are on page 1of 13

DEFINISI

Limfoma Non-Hodgkin adalah sekelompok keganasan (kanker) yang berasal dari sistem kelenjar
getah bening dan biasanya menyebar ke seluruh tubuh. • Limfoma Non-Hodgkin. Dari
pemeriksaan fisik, dokter akan menemukan pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan
laboratorium diperlukan untuk melihat kemungkinan penyakit infeksi (juga dapat menyebabkan
pembesaran kelenjar getah bening). Diagnosis dibuktikan dengan biposi kelenjar getah bening
yang membesar. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah rontgen, CT-scan, PET-scan, dan biopsi
sumsum tulang mungkin diperlukan untuk melihat apakah penyakit ini telah menyebar ke
sumsum tulang. Limfoma non-Hodgkin terdiri dari 30 tipe. Pemeriksaan laboratorium
immunophenotyping dapat membedakan limfoma non-Hodgkin jenis sel B atau sel T.

Limfoma Hodgkin diklasifikaskan menjadi 4 stadium menurut tingkat keparahannya :

- Stadium I : Limfoma hany melibatkan satu daerah kelenjar getah bening saja.

- Stadium II : Limfome melibatkan 2 atau 3 kelenjar getah bening setempat yang berdekatan.

- Stadium III : Limfoma melibatkan beberapa daerah kelenjar getah bening di leher, dada, dan
abdomen.

- Stadium IV : limfoma menyebar di kelenjar getah bening dan bagian tubuh lainnya, seperti
paru, liver, atau tulang.

Terapi

Limfoma ditangani oleh dokter spesialis hematologi-onkologi dan mungkin dirujuk ke dokter
spesialis lainnya jika dibutuhkan.

• Limfoma Hodgkin. Terapi penyakit ini tergantung beberapa faktor, seperti stadium penyakit,
jumlah dan daerah mana saja kelenjar getah bening yang terlibat, usia, gejala yang dirasakan,
hamil/tidak, dan status kesehatan secara umum. Tujuan terapi adalah menghancurkan sel kanker
sebanyak mungkin dan mencapai remisi. Dengan penanganan yang optimal, sekitar 95% pasien
limfoma Hodgkin stadium I atau II dapat bertahan hidup hingga 5 tahun atau lebih. Jika penyakit
ini sudah meluas, maka angka ketahanan hdup 5 tahun sebesar 60-70%. Pilihan terapinya
adalah :

§ Radiasi. Terapi radiasi diberikan jika penyakit ini hanya melibatkan area tubuh tertentu saja.
Terapi radiasi dapat diberikan sebagai terapi tunggal, namun umumnya diberikan bersamaan
dengan kemoterapi. Jika setelah radiasi penyakit kembali kambuh, maka diperlukan kemoterapi.
Beberapa jenis terapi radiasi dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker yang lain, seperti
kanker payudara atau kanker paru, terutama jika pasien berusia 55 tahun.
- Ada keluarga yang menderita penyakit ini

- Jenis kelamin laki-laki

- Infeksi virus Epstein-Barr atau human T-cell lymphocytotropic virus (HTLV). HTLV
menyebabkan limfoma sel T (T-cell lymphoma).

- Sistem kekebalan tubuh yang menurun, seperti pada penderita HIV/AIDS atau yang mendapat
terapi imunosupresan.

Faktor risiko limfoma non-Hodgkin :

- Usia. Limfoma non-Hodgkin bisa terjadi pada usia berapa saja, namun tersering ditemukan
pada usia 60-an.

- Sistem pertahanan tubuh yang menurun (imunosupresan), seperti yang telah menjalani
transplantasi organ.

- Infeksi. Infeksi yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit ini adalah infeksi HIV.
Infeksi malaria dan virus Epstein-Barr berhubungan dengan peningkatan risiko timbulnya
limfoma jenis Burkitt. Selain itu, infeksi Helicobacter pylori juga dapat meningkatkan risiko
peyakit ini.

- Bahan kimia seperti pestisida atau herbsida.

Lebih lengkap disini: LIMFOMA | kumpulan askep askeb | download KTI Skripsi | asuhan
keperawatan kebidanan
http://terselubung.cz.cc/

Beberapa dari limfoma ini berkembang sangat lambat (dalam beberapa tahun), sedangkan yang
lainnya menyebar dengan cepat (dalam beberapa bulan).
Penyakit ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan penyakit Hodgkin.
PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi bukti-bukti menunjukkan adanya hubungan dengan virus
yang masih belum dapat dikenali.
Sejenis limfoma non-Hodgkin yang berkembang dengan cepat berhubungan dengan infeksi
karena HTLV-I (human T-cell lymphotropic virus type I), yaitu suatu retrovirus yang fungsinya
menyerupai HIV penyebab AIDS.
Limfoma non-Hodgkin juga bisa merupakan komplikasi dari AIDS.
GEJALA
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat
(misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh.
Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri.

Kadang pembesstsn kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan.
Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ
dan menyebabkan:
- gangguan pernafasan
- berkurangnya nafsu makan
- sembelit berat
- nyeri perut
- pembengkakan tungkai.

Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia.


Limfoma dan leukemia memiliki banyak kemiripan.

Limfoma non-Hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan
kulit.

Pada anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma ke dalam sumsum tulang,
darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran kelenjar getah bening.
Masulknya sel limfoma ini menyebabkan anmeia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya
kelemahan dan sensasi yang abnormal).
Biasanya yang membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang menyebabkan:
- pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak nafas
- penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah
- penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.

Gejala Limfoma Non-Hodgkin

Kemungkinan
Gejala Penyebab
timbulnya gejala
Gangguan pernafasan Pembesaran kelenjar getah bening di
20-30%
Pembengkakan wajah dada
Hilang nafsu makan
Sembelit berat Pembesaran kelenjar getah bening di
30-40%
Nyeri perut atau perut perut
kembung
Penyumbatan pembuluh getah bening di
Pembengkakan tungkai 10%
selangkangan atau perut
Penurunan berat badan Penyebaran limfoma ke usus halus 10%>
Diare
Malabsorbsi
Pengumpulan cairan di
Penyumbatan pembuluh getah bening di
sekitar paru-paru 20-30%
dalam dada
(efusi pleura)
Daerah kehitaman dan
menebal di kulit yang Penyebaran limfoma ke kulit 10-20%
terasa gatal
Penurunan berat badan
Demam Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh 50-60%
Keringat di malam hari
Perdarahan ke dalam saluran pencernaan
Penghancuran sel darah merah oleh
limpa yang membesar & terlalu aktif
Penghancuran sel darah merah oleh
Anemia 30%, pada akhirnya
antibodi abnormal (anemia hemolitik)
(berkurangnya jumlah bisa mencapai
Penghancuran sumsum tulang karena
sel darah merah) 100%
penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum tulang untuk
menghasilkan sejumlah sel darah merah
karena obat atau terapi penyinaran
Penyebaran ke sumsum tulang dan
Mudah terinfeksi oleh
kelenjar getah bening, menyebabkan 20-30%
bakteri
berkurangnya pembentukan antibodi
DIAGNOSA
Harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening untuk menegakkan diagnosis limfoma non-
Hodgkin dan membedakannya dari penyakit Hodgkin atau penyakit lainnya yang menyebabkan
pembesaran kelenjar getah bening.

Menentukan stadium limfoma non-Hodgkin.

Limfoma non-Hodgkin dikelompokkan berdasarkan tampilan mikroskopik dari kelenjar getah


bening dan jenis limfositnya (limfosit T atau limfosit B).
Salah satu dari pengelompokkan yang digunakan menghubungkan jenis sel dan prognosisnya:
- Limfoma tingkat rendah, memiliki prognosis yang baik
- Limfoma tingkat menengah, memiliki prognosis yang sedang
- Limfoma tingkat tinggi, memiliki prognosis yang buruk.

Pada saat terdiagnosis, biasanya limfoma non-Hodgkin sudah menyebar luas; hanya sekitar 10-
30% yang masih terlokalisir (hanya mengenai salah satu bagian tubuh).
Untuk menentukan luasnya penyakit dan banyaknya jaringan limfoma, biasanya dilakukan CT
scan perut dan panggul atau dilakukan skening gallium.
PENGOBATAN
Beberapa penderit bisa mengalami kesembuhan total, sedangkan penderita lainnya harus
menjalani pengobatan seumur hidupnya.
Kemungkinan penyembuhan atau angka harapan hidup yang panjang tergantung kepada jenis
limfoma dan stadkum penyakit pada saat pengobatan dimulai.

Biasanya jenis yang berasal dari limfosit T tidak memberikan respon sebaik limfosit B.
Angka kesembuhan juga menurun pada:
- penderita yang berusia diatas 60 tahun
- limfoma yang sudah menyebar ke seluruh tubuh
- penderita yang memiliki tumor (pengumpulan sel-sel limfoma) yang besar
- penderita yang fungsinya dibatasi oleh kelemahan yang berat dan ketidakmampuan bergerak.

Penderita pada stadium awal (stadium I dan II) seringkali diobati dengan terapi penyinaran yang
terbatas pada sisi limfoma dan daerah di sekitarnya.
Terapi penyinaran biasanya tidak menyembuhkan limfoma tingkat rendah, tetapi dapat
memperpanjang harapan hidup penderita sampai 5-8 tahun.

Terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah biasanya akan memperpanjang harapan hidup
penderita sampai 2-5 tahun, sedangkan pada limfoma tingkat tinggi hanya 6 bulan sampai 1
tahun.
Jika dimulai sesegera mungkin, pemberian kemoterapi dengan atau tanpa terapi penyinaran pada
limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi, bisa menyembuhkan lebih dari separuh
penderitanya.

Sebagian besar penderita sudah mencapai stadium lanjut (stadium III dan IV) pada saat
penyakitnya terdiagnosis.
Penderita limfoma tingkat rendah mungkin tidak memerlukan pengobatan segera, tetapi harus
menjalani pemeriksaan sesering mungkin untuk meyakinkan bahwa penyakitnya tidak
menyebabkan komplikasi yang serius.

Kemoterapi dilakukan pada penderita limfoma tingkat menengah.


Penderita limfoma tingkat tinggi memerlukan kemoterapi intensif segera karena penyakit ini
tumbuh dengan cepat.

Tersedia beberapa sediaan kemoterapi yang sangat efektif.


Obat kemoterapi bisa diberikan tunggal (untuk limfoma tingkat rendah) atau dalam bentuk
kombinasi (untuk limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi).
Pemberian kemoterapi disertai faktor pertumbuhan dan pencangkokan sumsum tulang masih
dalam tahap penelitian.

Pengobatan baru yang masih dalam penelitian adalah antibodi monoklonal yang telah
digabungkan dengan racun, yang memiliki bahan racun (misalnya senyawa radioaktif atau
protein tanaman yang disebut risin), yang menempel di antibodi tersebut.
Antibodi ini secara khusus akan menempel pada sel-sel limfoma dan melepaskan bahan
racunnya, yang selanjutnya akan membunuh sel-sel limfoma tersebut.

Pada pencangkokan sumsum tulang, sumsum tulang diangkat dari penderita (dan sel limfomanya
dibuang) atau dari donor yang sesuai dan dicangkokkan ke penderita.
Prosedur ini memungkinkan dilakukannya hitung jenis darah, yang berkurang karena kemoterapi
dosis tinggi, sehingga penyembuhan berlangsung lebih cepat.
Pencangkokan sumsum tulang paling efektif dilakukan pada penderita yang berusia dibawah 55
tahun dan bisa menyembuhkan sekitar 30-50% penderita yang tidak menunjukkan perbaikan
terhadap pemberian kemoterapi.
Tetapi pencangkokan sumsum tulang memiliki resiko, sekitar 5% penderita meninggal karena
infeksi pada minggu pertama, sebelum sumsum tulang membaik dan bisa menghasilkan sel darah
putih yang cukup untuk melawan infeksi.
Pencangkokan sumsum tulang juga sedang dicoba dilakukan pada penderita yang pada awalnya
memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi tetapi memiliki resiko tinggi terjadinya
kekambuhan.

Kombinasi sediaan kemoterapi pada Limfoma Non-Hodgkin.

Sediaan Obat Keterangan


Digunakan pada limfoma tingkat rendah untuk
Klorambusil
Obat tunggal mengurangi ukuran kelenjar getah bening &
Siklofosfamid
untuk mengurangi gejala
Digunakan pada limfoma tingkat rendah &
Siklofosfamid beberapa limfoma tingkat menengah untuk
Vinkristin mengurangi ukuran kelenjar getah bening &
CVP (COP)
(onkovin) untuk mengurangi gejala
Prednison Memberikan respon yang lebih cepat
dibandingkan dengan obat tunggal
Siklofosfamid
Doksorubisin
(adriamisin) Digunakan pada limfoma tingkat menengah &
CHOP
Vinkristin beberapa limfoma tingkat tinggi
(onkovin)
Prednison
Siklofosfamid Digunakan pada limfoma tingkat menengah &
Vinkristin beberapa limfoma tingkat tinggi
C-MOPP (onkovin) Juga digunakan pada penderita yang memiliki
Prokarbazin kelainan jantung & tidak dapat mentoleransi
Prednison doksorubisin
Metotreksat
Bleomisin
Doksorubisin Memiliki efek racun yg lebih besar dari CHOP
(adriamisin) & memerlukan pemantauan ketat terhadap
M-BACOD
Siklofosfamid fungsi paru-paru & ginjal
Vinkristin Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
(onkovin)
Deksametason
ProMACE/CytaBO Prokarbazin Sediaan ProMACE bergantian dengan
M Metotreksat CytaBOM
Doksorubisin Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
(adriamisin)
Siklofosfamid
Etoposid
bergantian
dengan
Sitarabin
Bleomisin
Vinkristin
(onkovin)
Metotreksat
Metotreksat
Doksorubisin
(adriamisin)
Kelebihan utama adalah waktu pengobatan
Siklofosfamid
MACOP-B (hanya 12 minggu)
Vinkristin
Kelebihan lainnya menyerupai CHOP
(onkovin)
Prednison
Bleomisin

PENDAHULUAN
Limfoma malignum merupakan salah satu di antara 10 jenis
kanker yang tersering ditemukan di Indonesia. Kanker dibagi
atas dua kelompok besar yaitu a) penyak:it Hodgkin, b) limfoma
non-Hodgk in. Penyakit Hodgkin jarang ditemukan di Indonesia
karena itu pada kesempatan ini akan dibahas limfoma non-
Hodgkin saja.
Karena termasuk salah satu di antara sekitar 10 jenis kanker
yang dapat disembuhkan maka limfoma non-Hodgkin perlu
dikenali oleh dokter yang bertugas di fasilitas kesehatan terdepan
agar dapat dirujuk pada stadium yang dini ke rumah sakit dengan
fasilitas yang memungkinkan penatalaksanaan penderita.
Limfoma non-Hodgkin adalah kanker dari kelenjar getah
bening karena itu mudah menjalar ke tempat-tempat lain disebabkan
kelenjar getah bening dihubungkan satu dengan yang
lain oleh saluran-saluran getah bening.
Menurut golongan histologisnya limfoma dibagi atas 3 kelompok
besar yaitu :
LNH derajat keganasan rendah
LNH derajat keganasan menengah
LNH derajat keganasan tinggi
LNH derajat keganasan rendah tidak harus diobati sedangkan
LNH derajat keganasan mencngah dan tinggi harus segera diobati
karena dapat menimbulkan kematian dalam beberapa bulan saja.
Karena itu pcncntuan golongan histologis dan stadium penyakit
merupakan hal yang tcrpcnting dalam penatalaksanaan
penderita limfoma non-Hodgkin.
GEJALA KLINIK LIMFOMA NON-HODGKIN DEWASA
Sekitar 50% pcndcrita LNH yang berobat di Subbagian
Hematologi-Onkotogi Medik Bagian Itmu Penyakit Dalam FKUIDibacakan
pada: Simposium Lekemia dan Limfoma Malignum, Padang, 25 Juli
1992
RSCM berusia antara 40 sampai 60 tahun. Tidak ada perbedaan
berarti antara jumlah penderita yang berusia an tara 40 sampai 50
tahun dan yang berusia antara 50 sampai 60 tahun. Pria lebih
sering dijangkiti penyakit ini bila dibandingkan dengan wanita,
yaitu 1,7 kali lebih sering. Perbandingan antara pria dan wanita
yang terlihat di Jakarta sesuai dengan apa yang terlihat pada
orang Barat.
Tempat jangkitan pertama penyakit ini adalah seperti terlihat
dari namanya, tentu saja kelenjar getah bening, yaitu pada
sekitar 73%. Pada 53% penderita yang berobat di FKUI-RSCM,
penyakit ini mulai pada kelenjar Idler, pada 16% mulai pada
kelen jar getah bening inguinal, dan 4% mulai pada kelenjar getah
baling aksila. Pada 19,0% penderita penyakit ini mulai pada
jaringan limfoid di luar kelenjar getah bcning yaitu 9% pada
cincin Waldeyer, 10% pada traktus gastrointestinal (jejas
Peycri). Hanya pada 8% penyakit ini mulai pada jaringan nonlimfoid
(jaringan orbita, tulang dan lain-lain).
Dalam perjalanan penyakit penderita, metastasis pada daerah
intratorakal timbul pada 12,6% penderita, pembcsaran limpa
tcrjadi pada 10,7%, metastasis tulang terjadi pada 8%. Pada
26,5% penderita, ukuran diameter sudah melebihi 10 cm. Lima
puluh dclapan pencil (58%) pendcrita tidak dapat lagi mengerjakan
pckerjaan schari-harinya dan harus berada di tempat tidur
selama 50% dari waktunya atau lebih.
Gejala klinis, yaitu demam (38°C tanpa gejala infeksi) dan
penurunan berg badan (10% dalam waktu 6 bulan), ditemukan
pada 35% penderita.
CIRI KELENJAR GETAH BENING PADA LIMFOMA
Ciri kelenjar getah bening dapat membantu untuk menentukan
penyebab pembesaran kelenjar getah bening. Ciri kelenjar
getah bening pada limfoma dapat dibedakan dari penyebab
lainnya (Tabel 1).
Tabel 1. Ciri kelenjar getah boning pada limfoma dibandingkan dengan
pada penyakit Iainnya
Limfoma Karsinoma Infoksi Respon imun
Perabaan
Inflamasi
Fluktuasi
Perlekatan
dengan jaringan/
organ sekitar
Bebas & mudah
digerakkan
Kenyal-keras
seperti karet



+
Keras
+

Nyeri
+
+/–
Nyeri
Biasanya –

PENDEKATAN DIAGNOSTIK PADA LIMFADENOPATI
Pendekatan diagnostik penderita limfadenopati umumnya
sama dengan pendekatan penderita splenomegali dan/atau ke-
.lainan leukosit/imunoglobulin. Penderita dengan pembesaran
kelenjar getah bening dapat disebabkanoleh (1) infeksi mikroorganisme
(piogenik dan granulomatosa/parasit), (2) respon
imun terhadap infeksi atau terhadap bahan noninfeksius, (3) neoplasma
(primer atau sekunder), dan (4) penyebab yang tidak jelas
(penyakit autoimin, reaksi obat, dan lain-lain).
Penderita limfadenopati mungkin tanpa keluhan, atau
mungkin pula dengan gejala infeksi. Umumnya penderita
mengeluh demam tanpa terbukti adanya infeksi, lemah, pembesaran
kelenjar atau teraba massa tumor, perdarahan abnormal,
berat badan menurun, nyeri tulang dan sendi, serta gatal-gatal
seluruh tubuh. Pada penderita dengan gejala di atas perlu dilakukan
pemeriksaan fisik yang teliti, terutama pemeriksaan
kelenjar getah bening dan limpa. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
foto Rb toraks, analisis air seni, pemeriksaan darah
tepi, biopsi kelenjar getah bening, aspirasi sumsum tulang dan
pemeriksaan Iainnya alas indikasi (Gambar 1).
PENATALAKSANAAN PENDERITA LIMFOMA NONHODGKIN
Penatalaksanaan penderita LNH bergantung pada golongan
histologisnya. Karenapengobatannya bersifat simptomatis maka
penderita LNH derajat keganasan rendah tidak perlu ditentukan
tingkat penyakitnya. Pengobatan hanya diberikan untuk menghilangkan
gejala klinis akibat tumornya.
Penderita LNH derajat keganasan tinggi harus diobati dengan
kemoterapi apabila penyakitnya telah mencapai stadium 2
atau lebih, karena itu prosedur diagnostik hanya dilakukan pada
mereka yang setelah pemeriksaan fisik dan laboratorium memberi
kesan masih mungkin berada pada stadium 1.
Prosedur diagnostik lengkap dilakukan pada penderita LNH
derajat keganasan menengah yang setelah pemeriksaan fisik dan
laboratorium memberi kesan masih mungkin berada pada stadium
2.
PENGOBATAN LIMFOMA NON-HODGKIN
Pengobatan penderita LNH bergantung pads jenis histolo-
Gambar 1. Skema pendekatan diagnostik pada limfadenopati
Tabel 2. Prosedur penetapan tingkat penyakit LNH
Tahap I a. Riwayat penyakit yang terinci
b. Pemeriksaan fisik yang lengkap dengan perhatian khusus
pada cincin Waldeyer (diteliti kembali oleh Bag. THT)
c. Pemeriksaan laboratorium lengkap :
– hemogram lengkap
– sediaan hapus darah tepi
– uji fungsi hati/ginjal rutin
d. Pemeriksaan radiologis toraks dengan proyeksi posterior/
anterior dan survei radiologis kerangka.
e. Biopsi jarum dengan cara aspirasi pada kelenjar getah bening
yang berada pada pihak diafragma lain yang dicurigai.
f. Uji kulit tuberkulin.
Tahap II Pada semua penderita yang seolah-olah berada pada tingkat
penyakit ke I LNH derajat keganasan tinggi atau tingkat
penyakit ke I dan II LNH derajat keganasan menengah, dilakukan
biopsi sumsum tulang bilateral pada krista iliaka
posterior superior.
Tahap III Pada penderita-penderita dengan jangkitan pada cincin Waldeyer
yang seolah-olah masih berada pada tingkat penyakit ke
I pada LNH derajat keganasan tinggi atau tingkat penyakit ke
I dan II pada LNH derajat keganasan menengah setelah biopsi
sumsum tulang, dilakukan penelitian radiologis traktus gastrointestinal.
Tahap IV Pada penderita yang seolah-olah masih berada pada tingkat
penyakit ke I pada LNH derajat keganasan tinggi atau tingkat
penyakit ke I dan II LNH derajat keganasan menengah setelah
prosedur-prosedur di alas dilakukan limfangiografi.
gisnya. Perlu diketahui bahwa berdasarkan gambaran histologis
tumor LNH dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu :
– LNH derajat keganasan rendah
– LNH derajat keganasan menengah
– LNH derajat keganasan tinggi
Penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa 10% penderita
LNH yang berobat di FKUI-RSCM menderita LNH derajat
keganasan rendah, 59% menderita LNH derajat keganasan
menengah, 28% menderita LNH derajat keganasan tinggi, 3%
menderita LNH yang tidal( dapat digolongkan dalam ketiga
kelompok di atas.
1) LNH derajat keganasan rendah
LNH follicular limfosit kecil berlekuk (small cleaved cells)
adalah jenis yang paling umum pada LNH derajat keganasan
rendah. Lebih kurang 90% penderita LNH-R berada pada tingkat
penyakit III atau IV, dengan harapan hidup rata-rata 7 tahun.
Pada kelompok ini bila tidak diberikan pengobatan, ternyata
hanya separuhnya (50%) yang memerlukan pengobatan dalam
waktu 3 tahun. Sisanya tidak memerlukan pengobatan sampai 10
tahun. Pengobatan radiasi lokal dan kemoterapi non agresif
(klorambusil, siklofosfamida, vinkristin, prednison atau, interferon)
hanyalah bersifat paliatif.
Sebaliknya LNH folikular sentrositik-sentroblastik, yang
merupakan LNH derajat keganasan menengah, memerlukan
pengobatan yang lebih cepat, karena harapan hidup dapat bertambah
dengan pengobatan iradiasi tubuh total atau oleh kemoterapi
(CVP, C-MOPP dan sebagainya).
2) LNH derajat keganasan menengah
LNH difusa sel besar (diffuse large cells) merupakan jenis
yang paling sering ditemukan pada LNH derajat keganasan
menengah, 30-45% di antaranya berada pada tingkat penyakitke
I dan ke II, tetapi prognosisnya lebih buruk daripadaLNH derajat
keganasan rendah. Program pengobatan yang aktif diberikan
tanpa memandang tingkat pcnyakitnya.
Penderita LNH menengah tingkat penyakit ke I dapat disembuhkan
dengan radioterapi. Penderita dengan tingkat penyakit ke
II, I11, dan IV harus diobati dengan kēmoterapi kombinasi, seperti
CHOP, BACOP, C-MOPP dan sebagainya. Pengobatan dengan
regimen tersebut menghasilkan angka remisi sempurna berkisar
antara 40 sampai 60%, 30-50% di antara yang mengalami remisi
sempurna bertahan hidup dalam jangka waktu yang lebih lama.
Akhir-akhir ini telah dikembangkan regimen kemoterapi
yang lebih agresif, yang diperkirakan menghasilkan persentase
remisi sempurna yang lebih tinggi dan kenaikan angka harapan
hidup. Pada penggunaan regimen generasi ke dua, seperti COPBLAM,
Pro Mace-MOPP dan M-BACOD, telah dicapai angka
kesembuhan antara 55-60%. Sedangkan dengan regimen kemoterapi
generasi ke 3 seperti COPBLAM III, Pro MACE-Cyta
BOM, MACP-B dapat mencapai angka kesembuhan 70%.
Cara lain untuk mempertinggi harapan hidup adalah dengan
transplantasi sumsum tulang autologus atau alogenik pada penderita
LNH yang sudah mengalami remisi sempurna.
3) LNH derajat keganasan tinggi
Limfoma imunoblastik sangat resisten terhadap baik iradiasi
maupun kemoterapi yang ada. Angka harapan hidup ratarata
berkisar 4'/Z bulan pada penelitian terhadap 54 penderita.
Limfoma limfoblastik hanya merupakan 4% dari limfoma
pada orang dewasa. Kemoterapi konvensional pada jenis ini
kurang memuaskan. Dari 32 kasus yang diobati dengan regimen
CHOP, 34% mencapai remisi sempurna, tetapi lamanya remisi
sempurna rata-rata 9 bulan. Jangkitan ulang pada susunan saraf
pusat terjadi path 42% kasus. Pengobatan dengan CHOP ditambah
prednison kontinyu dan vinkristin pada fase induksi, memberikan
angka kesembuhan yang lebih tinggi. Penggunaan protokol
pengobatan leukemia pada anak-anak pada penderita LNH
derajat keganasan tinggi meninggikan persentase dan lamanya
remisi, bahkan harapan hidupnya. Dengan menggunakan protokol
tersebut pada limfoma limfoblastik, 94% di antaranya
mencapai remisi sempurna. Peneliti lain melaporkan bahwa
dengan regimen tersebut 61,5% kasus limfoma limfoblastik
bertahan hidup lebih dari 4 tahun.
Limfoma sel kecil tidak berlekuk (small non-cleaved cells);
termasuk limfoma Burkitt yang jarang pada orang dewasa tetapi
sering pada anak-anak, merupakan jenis limfoma yang paling
agresif dibandingkan dengan limfoma lainnya. Dengan pengobatan
yang tepat dapat dicapai angka kesembuhan sebesar
40-50%. Kemoterapi kombinasi dianjurkan untuk semua tingkat
penyakit. Regimen yang paling efektif adalah vinkristin, metotreksat
dan siklofosfamida dosis tinggi. Tindakan bedah dan
iradiasi sangat menolong pada penderita dengan tumor intraabdominal.
KEPUSTAKAAN
1. Chabner BA, Johnson RE, Young RC, Canellos GP, Hubbard SP et al.
Sequential non surgical and surgical staging of non-Hodgkin's Lymphoma.
Ann Intern Med 1977; 85 (2).
2. Coleman CN, Cohen JR, Rosenberg SA. Adult Lymphoblastic lymphoma.
Result of a pilot protocol. Blood 1981; 4: 679-84.
3. Lennert K, Mohri N. Histopathology and Diagnosis of non-Hodgkin Lymphomas.
Dalam: Malignant Lymphoma other than Hodgkin's Disease, eds.
Lennert K, H. Stein, N. Mohri, E. Kaiserling, UK Muller-Hemerlink. New
York: Springer-Verlag : 111-469.
4. Portlock CS, Rosenberg SA. Chemotherapy of the non-Hodgkin's Lymphomas.
The Stanford Experience. Cancer Treat Rep 1977; 61: 1049-55.
5. Reksodiputro AR. Limfoma non-Hodgkin dan saran mengenai altematif
penatalaksanaan di Indonesia. Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta, 21 Juli
1984.
6. Voakes JB, Jones SE, Mc Kelvey EM. The Chemotherapy of
Lymphoblastic Lymphoma. Blood 1981; 57 (1).
7. Weinstein HJ, Vance ZB, Joffe N, Buck D, Sassady JR, Nathan DG.
Improved prognosis for patients with mediastinal lymphoblastic
lymphoma. Blood 1979; 53: 687-694.
8. Wintrobe MM, Lee GR, Boggs DR et al. Diagnostic steps in the evaluation
of the patient with abnormalities of leukocytes or immunoglobulin, or
lymphadenopathy, splenomegaly, fever of unknown origin, or recurrent
infection. Dalam: Clinical Hematology (ed. VII), ed. MM Wintrobe.
Tokyo: Igaku Shoin Ltd, 1974, hal. 1255-65.
9. Wollner N, Exelby PR, Lieberman PH. Non-Hodgkin's Lymphoma in
Children. A Progress report on the original patients treated with LSA2=L2
protocol. Cancer 1979: 44: 1992-99.

You might also like