Professional Documents
Culture Documents
Salah satu gejala mencolok yang muncul dalam tiga dasawarsa terakhir di
Indonesia adalah maraknya berbagai macam bentuk mainan (toys) dan permainan
(game) yang berasal dari luar negeri. Arus ini terasa deras mengalir dalam
dasawarsa terakhir, ketika di beberapa kota besar di Indonesia muncul toko-toko
yang begitu besar, namun khusus hanya menjual mainan anak-anak, terutama
boneka-boneka berbagai tokoh dalam dalam film kartun. Melihat cirri-cirinya
jelas bahwa berbagai jenis mainan disitu merupakan produk budaya asing,
terutama budaya Amerika Serikat dan Jepang. Gelombang masuknya unsur
mainan asing ini terasa semakin sejalan dengan dibukannya tempat-tempat
permainan elektronik dibanyak pusat pertokoan dan gedung-gedung bioskop.
Gejal semacam ini membuat perusahaan-perusahaan yang terjadi di kota-kota ini
menjadi terasa begitu cepat, dan ini menimbulkan bebagai macam reaksi di
kalangan warga masyarakat.
PERMAINAN TRADISIONAL ANAK DALAM KAJIAN
ANROPOLOGI
Adalah suatu peryataan yang tidak mungkin untuk diingkari, yaitu bahwa
‘bermain’ mempunyai fungsi adaptif dalam kehidupan hewan, termasuk manusia,
sedang dikalangan manusia fungsi tersebut menjadi lebih luas lagi karena bermain
juga mempunyai fungsi sosio-kultural. Dalam konteks inilah, permainan anak-
anak merupakan sebuah fenomena sosial-budaya yang mempunyai makna
simbolis. Bermain dan permainan tidak hanya mempunyai efek ragawi, karena
‘bermain’ dan ‘permainan’ itu sendiri adalah symbol-simbol dan sekaligus juga
proses simbolik yang terus menerus dimaknai, ditafsirkan, dan karenanya juga
mempengaruhi kerangka permaknaan yang dimiliki manusia.
Dengan berbagai macam kekhasan yang ada padanya, permainan anak-anak
tidak lagi dimaknai sebagai sekedar permainan, tetapi juga sebagai salah satu
unsure darisistem budaya tertentu yang memiliki fungsi ‘membedakan’ system
tersebut dengan system budaya yang lain. Permainan anak-anak disini menjadi
salah satu –meminjam istilah dari linguistic- distinctive feature sebuah system
budaya. Dia menjadi salah satu pemberi identitas pada system budaya tersebut.
Ketika proses globalisasi yang akan membawa efek homogenisasi cultural
melanda suatu mastarakat, permainan anak-anak lantas dirasakan memiliki makna
cultural yang penting, karena dengan berbagai macam cirri khasnya permainan
anak-anak ini akan dapat member identitas pada kebudayaannya. Dengan kata lain
permainan anak-anak merupakan salah satu unsure kebudayaan yang sedikit
banyak mampu mempertahankan kemajemukan budaya, yang terancam oleh
homogenisasi cultural dari proses penyejagadan (globalisasi). Di sini oermainan
anak-anak dapat menjadi asset budaya yang berharga dalam pembentukan
identitas budaya sebuah komunitas, masyarakat ataupun sebuah bangsa.
Permainban nak-anak dengan demikian mereupakan unsure budaya yang
pentingbukan hanya dalam konteks physical survival suatu masyarakat tetapi juga
bagi cultute survivalnya.
Di tengah arus globalisasi yang makin deras. Yang tidak mungkin dibendung
kehadirannya, yang dampaknya pasti juga akan terlihat pada keberlangsungan
hidup permainan anak-anak dalam suatu masyarakat, maka permainan nank-anak
dapat digunakan sebagai ajang pengolahan dan penafsiran kembali unsure-unsur
budaya lama untuk digabungkan dengan unsure-unsur budaya baru. Permainan
anak-anak di sini dapat dimanfaatkan menjadi lahan proses akulturasi. Dia dapat
dijadikan wadah bagi setiap proses keatif menciptakan unsure-unsur budaya baru
dengan identitas budaya local. Memanfaatkan potensi permainan nak-anak yang
semacam inilah kiranya yang merupakan tantangan kita di masa-masa yang akan
datang.
PERMAINAN TRADISIONAL
DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Permainan anak dengan pola bermain bernyanyi dan atau dengan berdialog
yang dimaksudkan adalah pada waktu permainan itu dimainkan diawali atau
diselingi dengan nyanyian, dialog, atau keduanya; nyanyian atau dialog menjadi
inti dalam permainan tersebut. Permainan anak yang dilakukan dengan bernyanyi,
dengan irama tertentu sambil bertepuk tangan atau dengan gerakan-gerakan fisik
tertentu; mengucapkan kata-kata, hal-hal seperti itu adalah sesuatu yang disukai
anak-anak. Pola permainan seperi itu pada umumnya dilakukan secara kelompk,
dan permainan ini mayoritas dimainkan oleh anak perempuan. Sifat permainan
pada umunya rekreatif, interaktif, yang mengekspresikan pengenalan tentang
lingkungan, hubungan social, tebak-tebakan, dan sebagainya. Permainan dengan
bernyanyi, berdialog ini, melatih anak dalam bersosialisasi, bersifat responsive,
berkomunikasi, dan menghluskan budi. Berikut ini jenis-jenis permainan yang
termasuk dalam kategori pola bermain dengan bernyanyi, dan berdialog.
CUBLAK-CUBLAK SUWENG
Kata Dhoktri diduga berasal dari kata dhatri yang merupakan singkatan dari
legendha dan utri, keduanya nama jenis makanan tradisional Jawa yang terbuat
dari tepung beras. Dugaan ini berdasar pada alasan begitu serngnya nanma-nama
makanan tersebut disebut dalam lagu-lagu yang mengiringi permainan ini. Namun
begitu, kata Dhoktri dapat berasal dari singkatan kodhok dan utri. Kodhok berarti
katak. Alasan kedua ini mendasarkan diri pada adanya kata kodhok disebut juga
lagu iringannya. Pendapat ketiga mengatakan bahwa sebebenarnya kata dhokri
berasal dari kata gotri, yaitu besi bundar yang berguna sebagai peluru.
Pemain dhoktri dapat dilakukan kapan saja diinginkan, dapatpagi, siang,
maupun sore hari. Dhoktri merupakan permainan yang dapat digunakan sebagai
sarana bermasyarakat bagi anak berumur sekitar 7 – 8 tahun, bersifat sederhana,
dan tidak mengandung banyak peraturan.
Dhoktri dapat dilakukan oleh 3- 8 orang anak, namun sesungguhnya oleh
dua orang anak dua orang anakpun dapat pula, namun kurang meriah. Sedangkan
apabila lebih dari 8 oranag anak akan terlampau banyak. Apabila calon pemain
berjumlah lebih dari 8 orang anak, maka sebaiknya dipecah menjadi dua
kelompok. Pemain Dhoktri dapat laki-laki saja, perempuan saja atau laki-laki dan
perempuan secara bersama-sama. Tetapi pada umumnya anak-anak lebih suka
apabila dilakukan oleh jenis kelamin yang sama. Permainan Dhoktri ini dilakukan
oleh anak berumur 8 – 14 tahun. Tetapi agar permainan berjalan seimbang maka
biasanya terbagi menjadi dua kelompok umur yaitu kelompok umur 8 – 10 tahun
dan kelompok 11 – 14 tahun. Permainan ini bukanlah permainan khas golongan
tetentu maupun wilayah tertentu.
Permainan ini membutuhkan perlatan yang sangat sederhana. Peralatan
yang diperlukan adalah kreweng atau wingko (pecahan tembikar) atau batu kecil
sebanyak jumlah pemain dikurangi satu dan sebuah bau yang lebih besar yang
berfungsi sebagai kodhok (katak). Tempat bermain berupa segi empat atau
bulatan bergaris tengah kurang lebig 40- 100 sentimeter. Tempat ini kemudian
terbagi sejumlah peserta. Selain itu diperlukan pula sebidang halaman untuk
bersembunyi.
Permainan Dhoktrin disertai lagu pengiring yang dinyanyikan bersama tyanpa
iringan instrument. Lagu Dhoktrin dinyanyikan saat permainan berlangsung.
Adapun syair lagu adalah sebagai berikut:
Dhoktrin leghenda nagasari, ri,
Riwul owal-awul jenang katul, tul,
Tolen alen-alen jadah manten, ten,
Titenana besuk gedhe dadi apa, pa,
Podheng mbako enak mbako sedheng. Dheng,
Dhengok eyak-eyok kaya kodhok.
Jalannya permainan
Setelah anak-anak yang ingin bermain berkumpul, mereka lalu
mempersiapkan tempat bermaun berupa bulatan atau segi empat bergaris tengah
40 – 100 cm. kemudian bulatan atau segi empat tadi dibagi-bagi dalam peta petak
sesuai dengan jumlah peserta permainan. Kemudian mereka mencari pecahan
tembikar atau batu kecil sebanyak jumlah peserta dikurangi satu, dan sebuah batu
yang lebih besar. Batu yang besar ini berfungsi sebagai kodhok (katak) dalam
permainan.
Sebelum permainan dilanjutkan maka harus diketahui peraturan permainan
yang sudah lazim yaitu:
1. Barang siapa yang ketempatan kodhok maka dianggap kalah.
2. Pemain yang kalah wajib menyusun pecahan tembikar / batu kecil
milik peserta yang menang dengan batu kodhok diatasnya, sementara
itu pemain yang menang bersembunyi.
3. Begitu selesai menghitung batu tadi amaka yang kalah tadi secepatnya
mencari pemain yang bersembunyi.
4. Bila yang bersembunyi telah ditemukan semua, maka permainan
dimulai kembali.
Pertama-tama semua pemain (missal A, B, C, D, E, dan F) duduk
mengitari bulatan/segi empat yang telah terbagi menjadi ena bidang sesuai dengan
jumlah pemain. Satu diantaranya memegang batu besar (kodhok). Para pemain
menyanyikan lagu Dhoktrin sambil menggerakan batu kecil/pecahan tembikar dan
batu kodhok ke pemain di sebelah kanannya. Apabila nyanyian berahir pada kata
kodhok maka berhenti pula sirkulasi pecahan tembikan/batu kecil beserta batu
kodhoknya. Di ruang siapa tempa berhentinya batu kodhok itu maka pemain
itulah yang dadi (kalah). Misalnya batu berhenti pada C, maka A, B, D, E dan F
segera berlari bersembunyi di halaman rumah tersebut (tidak boleh keluar dari
halaman rumah). C sebagai pemain yang kalah wajib mengumpulkan/menumpuk
batu kecil/pecahan tembikar beserta batu kodhoknya terletak paling atas. Setelah
selesai menyusun, C segera mencari pemain yang bersembunyi. Apabila semua
peserta yang bersembunyi telah ditemukan, maka berahirlah permainan ini.
Selanjutnya apabila masih diinginkan permainan dapat dimulai lagi dari
permulaan, dan batu kodhok berada pada pemain yang baru saja kalah.
Kewajiban bagi pemain yang kalah adalah menyusun batu/pecahan
tembikar dan batu kodhok serta mencari lawannya yang bersembunyi sampai
ketemu. Di samping itu dapat pula ditambah dengan kewajiban menyanyi.
Sedangkan bagi yang menang ia harus menyembunyikan diri dan berusaha agar
tidak dapat ditemukan oleh pemain yang kalah. Bila ada hukuman menyanyi maka
pihak yang menang berhak menentukan judul lagu yang harus dinyanyikan oleh
pihak yang kalah.
DHAKON
Kata Dhakon kemungkinan berasal dari kata dhaku dan mendapat akhiran
an. Dhaku berarti mengaku bahwa sesuatu itu miliknya. Jadi dalam permainan ini
dikandung tujuan bahwa si pemain berusaha mengaku bahwa sesuatu itu adalah
miliknya. Permainan Dhakon adalah betul-betul murni permainan ank-anak.
Permainan ini dilaksanakan pada aat tidak ada kesibukan. Jadi dapat pagi, siang,
sore, maupun malam hari. Di mana permainan ini akan dilangsungkan juga tidak
menjadi masalah, karena permainan ini tidak memerlukan tempat yang luas.
Dapat dilakukan di lantai, di halaman rumah, di teras rumah, di atas balai-balai
atau meja. Bahkan permainan ini dapat dilakukan mengerjakan pelajaran lain,
misalnya momong ataun masak di dapur.
Permainan berlatar kehidupan bertani. Jadi disini digambarkan bagaimana
lumbung. Sawah yang tidak digunakan dinamakan bera. Sawah yang hasilnya
sangat kurang dinamakan ngacang nandur kacang. Jadi permainan ini bersifat
mendidik bagaimana cara mengelola rumahtangga yang baik. Cara hidup berumah
tangga yang baik haruslah hemat, ulet, dan teliti.
Pada mulanya dhakon adalah permainan anak petani. Namun dalam
perkembangan selanjutnya ternyata dhakon telah baik derajat menjadi permainan
priyayi dan bangsawan, dan akhirnya sejarang dhakon telah menjadi permainan
seluruh lapisan masyaraka. Diceritakan pada masa menjalankan perang melawan
Belanda, keluarga Pangeran Diponegoro sering bermain dhakon di Kubu
Sambiroto, Kulon progo. Guna mengenang hal tesebut maka dimusium Sasana
Wiratama Tegalreja kini terdapat sebuah alat bermain dhakon. Bukti lain yang
menunjukan bahwa dhakon adalah permainan para bangsawan adalah adanya alat
bermain dhakon berukir buatan zaman Sri Sultan Hamengkubuwana VII. Sampai
dengan awal abad XX permainan Dhakon atau bermain dhakon di tanah/lantai.
Akan tetapi memasuki tahun 1940-an permainan dhakon mulai kehilangan daya
tarinya. Walaupun begitu permainan dhakon masih hidup sampai sekarang.
Pemain dhakon berjumlahdua orang. Permainan dhakon sebenarnya
adalah semestinya anak perempuan dan biasanya paling muda berumur 8 tahun
hingga dewasa. Namun kadang banyak terdapat anak laki-laki juga bermain
dhakon. Permainan ini ini melatih anak untuk ulet, hemat, dan teliti. Anak dilatih
untuk selalu megejar untung dan menabung di lumbung. Tidak boleh ngacang
apalagi bera.
Alat permainan dhakon dinamakan dhakon. Berhubung dhakon adalah
permainan dari anak petani hingga anak raja, maka dhakon pun beragam menurut
kemampuan empunya. Ada yang terbuat dari temabaga atau kayu berukir, kayu
sengonbiasa tanpa hiasan ukiran, membuat lubang dari tanah, sampai hanya
berupa gambaran bulatan dari kapur/batu merah di lantai semen. Pada perinsipnya
ada lubang untuk sawah ada lubang untuk lumbung. Lubang untuk sawah terdiri
dari dua baris, masing masing berjumlah 5, 7, 9, atau 11, dan terletak diantara dua
lumbung, lubang untuk sawah lebih kecil daripada lubang untuk lumbung,
sedangkan untuk isinya dapat digunakan benik (buah baju), kecik (biji sawo),
klungsu (biji sawo), kerikil, kecik tanjung (biji tanjung), dam lain sebagainya.
Jumlah isian ini tergantung dari jumlah jumlah lubang sawahnya.
Bila dhakon berswah tujuh maka isinya sebanyak 7 x 7 x 2 = 98 biji, bila
bersawah sembilan maka isinya = 9 x 9 x 2 = 162 biji, bila sawah berjumlah
sebelas lubang maka diperlukan isian sebanyak 11 x 11 x 2 = 234 biji.
Jalannya permainan
Karena jumlah sawah adalah 9 lubang maka jumlah isian yang disiapkan
adalah 9 biji x 9 biji x 2 pemain = 162 biji. Semua sawah diisi dengan isian
masing-masing sembilan biji. Mula-mula Tini dan Tina melakukan undian dengan
cara sut untuk menentukan siapa yang saku (jalan atau main) terlebih dahulu.
Misalnya yang menang sut adalah Tini, maka Tini saku (main) terlebih dahulu.
Tini mengambil sumua isi sawah A (9 biji), kemudian mengisinya kelubang B, C,
D, E, F, G, H, I, dan lumbung T masing masing sebiji. Kemudian melakukan hal
yang sama dengan Tini mengisinya masing-masing sebiji dari K samapai lumbung
S. Kemudian Tini dan Tina Saku lagi, mengambilnya dari sawah mana terserah
mereka. Misalnya Tini saku dari sawah G, sedangkan Tina saku dari sawah R,
semua sawah diisi kecuali lumbung musuh. Lama-lama salah satu dari mereka
(Tini dan Tina) hanya memilki satu biji, isinya jatuh di sawah yang kosong, ini
disebut andhok, berhenti. Sedangkan yang jatuh pada sawah yang berisi maka
semua biji yang ada di sawah tersebut diambil semua dan meneruskan saku.
Andhok
Terdapat dua macam andhok yaitu: gotongan dan pikulan dan bedhilan.
Bila Tini jatuh andhok pada sawah sendiri, sedang sawah musuh terletak lurus di
depannya berisi kecik, maka semua kecik tadi diambil Tini dimasukkan ke
lumbungnya ini disebut bedhilan. Pada bedhilan ini kalau andhok kebetulan pada
sawah musuh maka Tini tidak mendapatkan apa-apa. Sedangkan bila terjadi pada
sawah musuh, sedang sawah kiri dan kanannya berisi berisi kecik maka kecik
berada di sawah kiri dan kanan andhok tadi diambil semua dan dimasukkan ke
dalam lumbung Tini. Inilah yang dinamakan gotongan atau pikulan
Bila terjadi andhok pada sawah sendiri, maka yang saku berganti. Jadi bila
Tini jatuh andhok, maka Tina ganti saku. Bila Tina andhok maka Tini ganti saku,
demikian seterusnya. Setelah bergantian saku, maka barangsiapa yang keciknya
habis terlebih dahulu maka dia disebut kalah saku. Ini berarti bila mulai lagi maka
yang kalah saku tadi baru akan saku bila lawannya telah andhok. Dalam keadaan
ini yang menang disebut menang saku.
Ngacang
Bila mulai lagi dan ternyata kecik tidak dapat sembilan semua, ada yang
kurang dan ada yang lebih dari sembilan, maka yang kurang dari sembilan
ditempatkan pada sawah dekat lumbung, dan disebut kacangan. Ini berarti dia
menanam kacang, dan ini berfungsi sebagai lumbung kecil. Dalam hal begini
maka diisi oleh yang memiliki, tidak diisi oleh lawan dan tidak dapat dibedhil
ataupun dipikul. Kacangan ini tidak mungkin dua sawah, tentu hanya satu tempat.
Bera
Bila mulai lagi dan ternyata kekurangan jumlah kecik melebihi sembilan,
misalnya 12 biji, maka terdapat satu sawah yang kosong. Tujuh sawah berisi
masing-masing sembilan biji, sebuah sawah dekat lumbung berisi tiga biji, dan
terdapat sawah kosong. Maka sawah yang kosong disebut bera, danyang berisi
tiga biji disebut kacangan atau menanam kacang. Sawah beratidak diisi oleh
pemiliknya (tidak ditanami) dan juga tidak diisi oleh lawan. Apabila lawan lupa
sehingga mengisi sawah bera tadi, maka sawah bera berubah menjdi tidak bera,
berarti menjadi sawah hidup. Demikian permainan dilakukan.
BERMAIN DAN ADU KETANGKASAN