You are on page 1of 3

Manusia Sebagai Khalifatullah

Allah menciptakan manusia di mulai dari segumpal tanah lalu menjadi nutfah (di
dalam rahim), segumpal darah, segumpal daging, tulang dibungkus dengan daging dan
akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna sebagaimana tertuang dalam surat Al-
Mukminun ayat 12-14. Pada awalnya, malaikat menyangsikan keberadaan manusia di bumi
yang hanya akan menciptakan kerusakan dan pertumpahan darah di dalamnya, namun sesuai
dengan yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 30, Allah SWT berfirman bahwa “Aku
mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.”

Tentu segala yang telah diciptakan oleh Allah SWT bukan lah untuk sesuatu yang sia-
sia. Sebagaimana juga dengan keberadaan manusia. Manusia disebut juga sebagai makhluk
yang paling sempurna di alam ini. Bahkan malaikat yang tidak pernah melanggar aturan
Allah dan senantiasa beribadah kepada Allah diperintahkan untuk tunduk pada manusia
ketika awal penciptaannya dengan cara bersujud sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT
dalam surat Al-Hijr ayat 28-29. Apakah yang menyebabkan manusia begitu istimewa
sehingga pantas disebut sebagai makhluk yang paling sempurna?

Al-qur’an menjelaskan manusia dalam 3 kata, insan, basyar, dan dzurriyat adam. Kata
insan di sini menjelaskan manusia secara keseluruhan, manusia memiliki jasmani dan rohani.
Kerohanian manusia di sini tercipta akibat adanya kombinasi nafsu, akal, dan rasa. Inilah
yang membedakan manusia dengan malaikat. Meskipun selalu taat dalam beribadah, malaikat
tidak memiliki nafsu, akal, dan rasa. Nafsu adalah adalah sebuah dorongan dari diri manusia
yang dapat berarah pada kebaikan atau kejahatan. Akal adalah kecerdasan yang dapat
manusia gunakan untuk menyeleksi mana yang benar dan mana yang salah. Sementara, rasa
adalah kecenderungan yang mengarah pada nilai-nilai etika, agama, dan estetika. Kata basyar
memiliki pengertian manusia sebagai insan yang secara sifat lahiriahnya tidak berbeda antara
satu sama lain serta tidak terlepas dengan konteks sosial dalam lingkungannya.

Kesempurnaan yang diberikan Allah kepada manusia tentu memiliki tujuan tertentu.
Sebagaimana tertuang dalam surat Adz-zariyat ayat 56, Allah SWT berfirman “Allah tidak
menciptakan manusia kecuali untuk mengabdi kepadanya.” Mengabdi di sini memiliki dua
konteks, mengabdi sebagai hamba dan juga sebagai khalifah. Sebagai hamba Allah, manusia
memiliki kewajiban untuk menaati aturan-aturan Allah dan melaksanakan kewajiban untuk
menyembah dan beribadah kepada Allah SWT. Sebagaimana diketahui, dunia diciptakan
untuk manusia agar dapat memperoleh pahala sebanyak-banyaknya, dan bukannya manusia
yang diciptakan untuk dunia.

Konteks mengabdi sebagai khalifah memiliki pengertian yang lebih luas. Dalam hal
ini, manusia tidak hanya bertanggung jawab atas dirinya sendiri namun juga bertanggung
jawab atas alam dunia yang harus dikelola. Dalam konteks ini, manusia berkewajiban untuk
menegakkan kebenaran, kebaikan, mewujudkan kedamaian, menghapuskan kemungkaran
dan penyimpangan dari jalan Allah. Disinilah fungsi dari kelebihan-kelebihan yang telah
diberikan Allah SWT kepada manusia. Nafsu, akal, dan rasa harus dikendalikan dengan baik
agar dapat mengarahkan manusia kepada sesuatu yang baik. Karena pada dasarnya, manusia
memiliki tabiat suka melakukan kezaliman dan melakukan perkara-perkara yang tidak patut
dikerjakan, sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 72.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah, manusia diharapkan dapat melakukan


optimalisasi segala sumber daya yang sudah disediakan oleh Allah SWT. Dalam hal ini,
manusia memiliki dua sumber daya, kemampuan dan sumber daya alam. Sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya, manusia memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan
makhluk lain yaitu jasmani dan rohani. Secara rohani yang terpenting adalah manusia
memiliki akal. Dengan akal ini, diharapkan manusia dapat memilah-milah mana yang baik
dan mana yang buruk dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah. Dengan pilihan-pilihan
yang baik itu lah diharapkan bumi dapat berkembang dengan baik dan terjaga dari kerusakan.
Sementara, dengan kemampuan jasmani, diharapkan manusia dapat menciptakan kreasi-
kreasi baru. Misalnya, dengan menggunakan tangan diharapkan manusia dapat menghasilkan
karya yang bermanfaat, dengan lisan diharapkan manusia dapat mengajak dan menciptakan
ajakan-ajakan yang bertujuan untuk kebajikan dan pahala. Optimalisasi dapat dilakukan oleh
manusia dengan melakukan suatu pembelajaran, belajar dengan serius bagaimana
mengembangkan dengan baik potensi yang sudah diberikan oleh Allah SWT.

Selain itu, manusia juga dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam yang
telah disediakan oleh Allah SWT. Dalam konteks ini, mengoptimalkan bukan berarti
mengeruk sebanyak-banyaknya dari alam tanpa memerdulikan keseimbangan.
Mengoptimalkan di sini berarti manusia dapat memanfaatkan sebaik-baiknya sumber daya
alam yang ada dengan tetap mempertimbangkan keseimbangan lingkungan.

Sebenarnya, Al-Quranul Karim telah memberikan gambaran yang jelas kepada


manusia mengenai pedoman-pedoman dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai
hamba dan juga khalifah. Dalam hal ini Al-Quran telah jelas-jelas menegaskan bahwa mereka
yang menunaikan tanggung jawab dengan baik dan benar akan mendapatkan balasan
kenikmatan berupa surga, sedangkan bagi mereka yang melalaikan tanggung jawabnya akan
mendapat balasan neraka. Namun pada kenyataannya pada zaman sekarang ini, jauh lebih
banyak manusia yang melalaikan tanggung jawab ini. Kuasa yang diberikan Allah SWT
kepada manusia untuk menjadi pemimpin di bumi justru disalah gunakan. Manusia kini
seolah-olah lupa bahwa dunia diciptakan untuk manusia dan bukannya manusia yang
diciptakan untuk dunia. Ketamakan dan keserakahan seolah sudah menguasai akal manusia
sehingga tidak lagi bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Tidak ada lagi
tanggung jawab manusia sebagai khalifah untuk mempertahankan keseimbangan alam karena
yang dipentingkan hanya lah keuntungan duniawi semata. Kenikmatan duniawi seperti telah
menyihir manusia dan membuat mereka lupa akan kebahagiaan yang lebih abadi di akhirat
nanti.

Pada akhirnya diketahui bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna memiliki
kelebihan-kelebihan dibanding makhluk Allah yang lain. Namun, kesempurnaan ini memiliki
konsekuensi bahwa manusia juga memiliki tanggung jawab yang lebih banyak. Manusia
memiliki tanggung jawab sebagai hamba dan juga sebagai khalifah. Namun tanggung jawab
yang lebih berat justru tanggung jawab sebagai khalifah, karena sebagai khalifah manusia
bertanggung jawab atas lingkup yang lebih luas yaitu dunia. Dan dengan menjadi khalifah,
manusia memiliki kekuasaan yang lebih menggiurkan untuk melakukan pembelokkan dari
jalan yang benar. Oleh karena itu, dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai khalifah
manusia diharapkan dapat melakukan optimalisasi potensi yang telah diberikan oleh Allah
SWT. Optimalisasi di sini tidak identik dengan berlebihan atau keserakahan, namun
melakukannya dengan semaksimal mungkin dalam batasan yang wajar. Selain itu, dalam
menjalankan tanggung jawabnya sebagai khalifah seharusnya manusia menyadari dasar nilai-
nilai keagaaman yang harus tetap dipegang teguh untuk menghindarkan dari penyimpangan-
penyimpangan sebagaimana banyak terjadi sekarang ini.

You might also like