Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Seorang wanita yang pernah menjalani operasi sesar jika hamil lagi mempunyai 2
pilihan persalinan yaitu operasi sesar lagi atau persalinan pervaginam (vaginal birth after
cesarean section atau yang disebut VBAC). Selama bertahun-tahun, uterus yang
memiliki jaringan parut dianggap merupakan kontraindikasi untuk melahirkan normal
karena kekhawatiran untuk terjadinya ruptura uteri. Menurut panduan yang dikeluarkan
oleh American College of Obstetricians and Gynecologists, wanita yang memiliki
riwayat seksio sesarea dua kali atau riwayat operasi rahim sebelumnya dapat diberikan
kesempatan memilih persalinan pervaginam.
Seksio sesarea merupakan salah satu operasi tertua dan terpenting di bidang
obstetri. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah kematian janin maupun ibu sehubungan
dengan adanya bahaya atau komplikasi yang akan terjadi bila persalinan dilakukan
pervaginam. Kemajuan di bidang kedokteran yang demikian pesat dan semakin baiknya
kualitas ahli obstetri menjadikan tindakan seksio sesarea lebih aman dan penggunaannya
makin meluas. Perkembangan ini pada akhirnya akan meningkatkan frekuensi seksio
sesarea yang pada gilirannya juga akan meningkatkan pula angka bekas seksio sesarea.
Cragin pada New York Medical Journal tahun 1916 "once a cesarean always a
cesarean", bahwa sekali seksio sesarea maka persalinan berikutnya juga dengan cara
seksio sesarea. Kebijakan ini berasal dari kekhawatiran akan terjadinya ruptura uteri pada
bekas luka seksio sesarea sebelumnya. Memang risiko ruptura ini akan lebih besar terjadi
bila jenis operasi yang digunakan adalah seksio sesarea klasik (irisan vertikal). Tetapi
apabila jenis operasi secara seksio sesarea transperitonealis profunda (SCTP), maka
kemungkinan ruptura uteri jauh berkurang. Wanita yang sebelumnya telah melakukan
seksio sesarea lebih dari satu kali juga memiliki resiko ruptur rahim yang lebih besar.
Kemungkinan kejadian ruptura uteri dengan irisan klasik adalah 10 kali dibanding irisan
transversal rendah. Dengan sepertiga dari ruptura parut sayatan klasik terjadi waktu
kehamilan, sedang pada irisan transversal rendah umumnya terjadi saat persalinan.
Wanita yang telah melakukan persalinan vagina sebelumnya selain seksio sesarea
biasanya memiliki kemungkinan keberhasilan VBAC lebih tinggi. Pengamatan ini
mulanya ditemukan secara kebetulan pada pasien-pasien dengan riwayat seksio sesarea
yang datang sudah dalam persalinan, yang tadinya direncanakan untuk dilakukan seksio
sesarea ulang, namun ternyata dapat melahirkan pervaginam sebelum operasi dikerjakan.
Kenyataan juga menunjukkan bahwa jika ruptura uteri terjadi pada bekas luka seksio
sesarea segmen bawah rahim, maka bahaya yang ditimbulkan tidaklah sehebat jika terjadi
pada irisan vertikal (seksio sesarea klasik).
Sejak tahun 1980-an banyak artikel maupun tulisan yang menyongsong
diusahakannya persalinan pervaginam pasca seksio sesarea atau "trial of scar" (vaginal
birth after cesarean). The American College of Obstetrician and Gynecologist secara
resmi menganjurkan kebijakan "trial of scar" dalam kondisi-kondisi yang layak. Pada era
akhir abad ke-20 jika tidak ada indikasi yang berulang maka persalinan pada bekas seksio
sesarea satu kali tidak lagi harus dikelola dengan seksio sesarea elektif. Perubahan
kebijakan ini dipicu oleh keinginan untuk menekan tingginya angka seksio sesarea yang
cenderung terus meningkat dan pada awal tahun 1990-an telah mencapai angka 30%. Di
Amerika Serikat indikasi dilakukannya seksio sesarea pada multipara terbanyak adalah
riwayat seksio sesarea sebelumnya, padahal bukti medis pada waktu ini menunjukkan
bahwa lebih dari 70% wanita hamil dengan riwayat seksio sesarea dapat melahirkan
pervaginam. Di samping itu beberapa publikasi melaporkan adanya komplikasi yang
terjadi selama pelaksanaan upaya partus pervaginam pasca seksio sesarea. Publikasi
tersebut mengingatkan bahwa upaya partus pervaginam pada riwayat seksio sesarea
sebelumnya merupakan prosedur yang relatif aman, tetapi tidak berarti upaya itu bebas
resiko. Seksio sesarea hendaknya tidak dilakukan atas dasar rutinitas belaka akan tetapi
harus berdasarkan pertimbangan klinis yang cermat.
II. DEFINISI
VBAC (Vaginal Birth After C-Section) ialah proses persalinan per vaginam yang
dilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami seksio sesaria pada kehamilan
sebelumnya atau pernah mengalami operasi pada dinding rahim (misalnya satu ataupun
lebih miomektomi intramural). Seksio sesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.
III. EPIDEMIOLOGI
Kejadian persalinan pada pasien pasca bedah caesar dikemukakan oleh beberapa
penulis berbeda-beda. Di Amerika makin lama angka persalinan bedah caesar bertambah
yakni dari 1 dalam 20 kelahiran hidup di tahun 1970, menjadi 1 dalam 4 kelahiran hidup
sejak tahun 1986. Di Asia sangat bervariasi, berkisar antara 4.8% di India dan 26.6% di
daratan Cina. Di Indonesia angka persalinan bedah caesar di 12 rumah sakit pendidikan
berkisar antara 2.1%-11.8%.
Analisis dari statistik nasional menunjukkan peningkatan 48% tingkat persalinan
bedah caesar dari tahun 1980 sampai tahun 1985 yang berhubungan dengan persalinan
bedah caesar sebelumnya. Sebagian indikasi yang umum dikerjakan berturut-turut adalah
distosia, bekas bedah caesar, presentasi sungsang, dan gawat janin.
National Institutes of Health merekomendasikan bila tidak ada komplikasi maka
wanita hamil dengan pasca bedah caesar transversal rendah mendapat kesempatan
persalinan pervaginam. Pada tahun 1988 ACOG (American College of Obstetricians and
Gynecologists) Committe on Obstetrics menyatakan konsep rutin persalinan bedah caesar
ulang dilakukan atas indikasi yang rasional dan wanita dengan riwayat 2 kali atau lebih
bedah caesar sebelumnya dengan insisi transversal rendah bisa mendapatkan kesempatan
persalinan pervaginam asal tidak ada kontraindikasi.
Angka Ruptur Uterus Berdasarkan Jenis dan Lokasi Insisi Uterus Sebelumnya
Secara umum, angka terendah kejadian ruptur dilaporkan untuk insisi tranversal
rendah dan tertinggi untuk insisi yang meluas hingga ke fundus-insisi klasik. Hal ini
disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus
yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan baik, sehingga parut lebih
kuat. Angka ruptur uterus juga dilaporkan tinggi (sekitar 8%) pada wanita dengan riwayat
sesar dan malformasi uterus unikornuata, bikornuata, didelfis, dan septata.
Wanita yang pernah mangalami ruptur uterus lebih besar kemungkinannya
mengalami kekambuhan. Mereka yag rupturnya tebatas di segmen bawah memiliki resiko
kekambuhan sekitar 6% pada persalinan selanjutnya, sedangkan mereka yang rupturnya
mencakup uterus atas memiliki resiko kekambuhan sekitar 1 dalam 3.
Ruptur uteri pada luka bekas seksio sering sukar sekali didiagnosis. Tidak ada
gejala-gejala yang khas seperti ruptura pada rahim yang utuh. Mungkin hanya ada
perdarahan yang lebih dari perdarahan pembukaan atau ada perasaan nyeri pada daerah
bekas luka. Oleh karena itu, ruptura semacam ini disebut “silent rupture” (ruptura yang
tenang atau tidak terjadi robekan secara mendadak). Gambaran klinisnya sangat berbeda
dengan gambaran klinis ruptura uteri pada uterus yang utuh. Hal ini disebabkan oleh
ruptura yang biasanya pada luka bekas seksio terjadi sedikit demi sedikit penipisan
jaringan di sekitar bekas luka untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur
uteri, lagi pula perdarahan pada ruptur bekas luka seksio sesarea profunda terjadi
retroperitoneal hingga tidak menyebabkan gejala perangsangan peritoneum.
Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada
VBAC, meskipun kejadiannya kecil, tapi dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas
bagi ibu dan janin. Untuk menghindari terjadinya komplikasi ini, kita harus dapat
mengenali faktor risiko yang terdapat pada pasien sebelum dilakukannya VBAC. Adapun
faktor risiko itu adalah :
The incision made in the uterine wall for a cesarean birth may be low transverse, low vertical, or high vertical. The type of incision
made in the skin may not be the same type of incision made in the uterus.
c. Jumlah SC sebelumnya
Risiko ruptur uterus meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya. Secara
spesifik, terjadi peningkatan sekitar tiga kali lipat resiko ruptur uterus pada wanita yang
mencoba melahirkan per vaginam dengan riwayat dua kali sesar dibandingkan dengan
riwayat satu kali sesar. American College of Obstetricians and Gynecologists mengambil
posisi bahwa wanita dengan riwayat dua kali sesar transversal-rendah dapat dijadikan
kandidat untuk VBAC.
e. Interval persalinan
Shipp dkk. menyatakan bahwa waktu yang pendek antara seksio sesarea
dan percobaan persalinan pervaginam berikutnya dapat meningkatkan resiko terjadinya
ruptur uterus karena tidak tersedia waktu yang adekuat untuk penyembuhan luka. Wanita
dengan interval persalinan kurang dari 18 bulan, mempunyai resiko 2,3% dibandingkan
dengan yang intervalnya lebih dari 18 bulan yaitu 1%.
h. Sterilisasi Elektif
Keinginan untuk sterilisasi permanen pada seorang wanita dengan riwayat sesar
bukan merupakan indikasi untuk mengulang sesar karena morbiditas akibat persalinan
pervaginam dan ligasi tuba pascapartum jauh lebih kecil daripada morbiditas akibat sesar
berulang.
Faktor Ibu
a. Umur
Suatu studi oleh Shipp dkk menyatakan bahwa usia diatas 30 tahun
mungkin berhubungan dengan kejadian ruptur yang lebih tinggi.
b. Anomali uterus
Terdapat kejadian ruptur yang lebih tinggi pada wanita dengan anomali uterus.
Karakteristik kehamilan saat ini
a. Makrosomia
Risiko ruptura uteri akan meningkat dengan meningkatnya berat badan
janin karena terjadinya distensi uterus.
b. Kehamilan ganda
Hanya satu penelitian mengenai hal ini dan ternyata dari 92 wanita, tidak
terjadi ruptura uteri.
d. Malpresentasi
Flamm dkk. melaporkan tidak terjadi ruptur pada 56 pasien yang dilakukan versi
luar pada presentasi bokong saat hamil aterm, namun karena tidak ada data yang definitif,
prosedur ini mungkin bisa berhubungan dengan terjadinya ruptur uterus.
Interpretasi:
(Dikutip dari: Klein GH. Commentary and review: vaginal birth after cesarean delivery:
an admission scoring system).
Kriteria seleksi
1. Riwayat satu atau dua seksio sesarea dengan insisi transversal rendah
2. Panggul secara klinis lapang
3. Tidak ada jaringan parut uterus lain atau riwayat ruptur
4. Tersedia dokter selama persalinan aktif yang mampu memantau persalinan dan
melakukan sesar darurat (dalam waktu 30 menit)
5. Ketersediaan anestesi dan petugasnya untuk sesar darurat
1. Tidak ada indikasi seksio sesarea pada kehamilan saat ini seperti janin lintang,
sungsang, bayi besar, plasenta previa.
2. Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat seksio sesarea
sebelumnya (operator, jenis insisi, komplikasi, lama perawatan).
3. Pasien sesegera mungkin untuk dirawat di RS setelah terdapat tanda-tanda
persalinan.
4. Tersedia darah untuk transfusi.
5. Persetujuan tindak medik mengenai keuntungan maupun risikonya
6. Usia kehamilan cukup bulan ( 37 minggu – 41 minggu ).
7. Presentasi belakang kepala ( verteks ) dan tunggal
8. Ketuban masih utuh atau sudah pecah tak lebih dari enam jam
9. Tidak ada tanda-tanda infeksi
10. Janin dalam keadaan sejahtera dengan pemeriksaan Doppler atau NST.
Kontraindikasi Mutlak
rendah.
Kontraindikasi Relatif
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 29 Tahun
Paritas : G2P1A0
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama Suami : Tn. S
Umur : 33 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : swasta
Alamat : kadirejo triwidadi bantul
Tanggal masuk : 15 februari 2011, pukul : 09.30
No.RM : 307243
II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama :
Kenceng-kenceng teratur sejak 6 jam yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien kiriman masuk lewat IGD dengan keterangan G2P1A0 hamil 39 minggu,
riwayat SC 4 tahun yang lalu dengan kenceng-kenceng. Pasien merasa hamil 9 bulan dan
mengeluh kenceng-kenceng sering dan teratur, tidak keluar lendir darah, air kawah belum
pecah. Riwayat SC 4 tahun yang lalu atas indikasi letak sungsang.
Dx : Kala II awal
Tx : - pimpin persalinan
- siapkan resusitasi bayi
Jam 15.00
Telah lahir bayi secara spontan pervaginam jenis kelamin perempuan,
BB=3100gr, PB=49 cm, LK=32 cm, LD=32 cm, Lila=10 cm, A/S = 6/8.
Injeksi oxytocin 10 IU secara IM
Jam 15.05
Plasenta lahir spontan lengkap.
Perineum episiotomi mediolateral, dilakukan jahit dalam secara jelujur terkunci,
jahit luar intrakutan catgut.
Injeksi MethylErgometrin 10 IU secara IM
Perdarahan : Waktu persalinan:
kala I : (-) kala I : 6 jam
kala II : (-) kala II : 30 menit
kala III : ± 150 cc kala III : 5 menit
kala IV : ± 50 cc kala IV : 2 jam
jumlah : ± 200 cc jumlah : 8 jam 35 menit
Dx : Post partum spontan pervaginam dengan riwayat SC 4 tahun yll (VBAC)
pada P2A0H0
Tx : - Amoxicillin tab 3x500mg
- Asam Mefenamat tab 3x500mg
- SF tab 1x1
- cek Hb ( jam 21.00)
Hb post partus tgl. 15/02/2011 = 10,3 gr%
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien datang dengan G2P1A0 hamil 39 minggu, janin tunggal,
presentasi kepala, TBJ : 3100 gr, DJJ 137x/menit sedang dalam persalinan kala 1 fase
laten. Nilai keberhasilan VBAC menurut Flamming :
Presentasi :
Perkiraan angka keberhasilan VBAC pada pasien ini adalah 50-94%, sehingga
dianjurkan untuk melakukan persalinan secara pervaginam.
BAB IV
KESIMPULAN
Pengambilan keputusan cara persalinan pada pasien ini dengan riwayat seksio
sesarea 4 tahun yang lalu, apakah pervaginam atau perabdominam harus memperhatikan
sesarea, jenis sayatan uterus, jahitan segmen bawah uterus, riwayat melahirkan
pervaginam, jarak antar kelahiran, riwayat demam atau penyembuhan luka operasi seksio
sesarea pada ibu, ketebalan segmen bawah uterus, taksiran berat janin, kapasitas panggul,
presentasi janin dan kesejahteraan janin sebelum keputusan untuk persalinan pervaginam
diambil. Hal ini dilakukan untuk memperkirakan resiko terjadinya ruptura uteri pada
DAFTAR PUSTAKA
1. ACOG Practice Bulletin #54: vaginal birth after previous cesarean. Obstet
Gynecol 2004; 104:203.
2. American College of Obstetricians and Gynecologists.1999. Vaginal birth after
previous cesaean delivery. ACOG Practice Bulletin #5, American College of
Obstetricians and Gynecologists, Washington DC.
3. Caughey, AB, Shipp, TD, Repke, JT, et al.1998. Trial of labor after cesarean
delivery: the effect of previous vaginal delivery. Am J Obstet Gynecol; 179:938.
4. Cunningham, Mcdonald, Gant, 2005. Obstetry Williams. EGC : Jakarta.
5. Flamm BL, Geiger AM. 1997. Vaginal Birth After Cesarean Delivery : an
admission scoring system. Obstet Gynecol 90 : 907-10.
6. Hoskins, IA, Gomez, JL. Correlation between maximum cervical dilatation at
cesarean delivery and subsequent vaginal birth after cesarean delivery. Obstet
Gynecol 1997; 89:591.
7. Macones, GA, Peipert, J, Nelson, DB, et al. Maternal complications with vaginal
birth after cesarean delivery: a multicenter study. Am J Obstet Gynecol
2005;193:1656.
8. Rustam Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi dan Patologi. EGC :
Jakarta.
9. Winknjosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan : Ruptura Uteri pada Parut Uterus.
670-672. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta.