You are on page 1of 10

BIOGRAFI SALAHUDIN

biografi salahuddin ayyubi Para sejarawan banyak menceritakan kejadian itu, diantaranya al Hafizh Ibnu
Katsir dalam Bidayah wan Nihayah: 13/137 saat menyebutkan biografi Raja Mudhoffar berkata: “Dia merayakan
maulid nabi pada bulan Robi'ul Awal dengan amat mewah. . Salahuddin Al Ayyubi dalam literatur sejarah Eropa
dikenal dengan nama Saladin berasal dari dinasti Ayyub (setingkat gubernur). Ia memerintah dari tahun 1174-1193 M
atau 570-790 H. Ia bukanlah orang Arab melainkan dari suku Kurdi. Nama lengkap Yusuf Ayyubi Lahir 1138 M. di
Tikrit, Iraq Meninggal 4 Maret-1193 M. di Biografi Lainnya Yang Mungkin Anda Baca : Biodata, Biografi, Biografi
Tokoh, Profil, Biografi Salahuddin Al-Ayyubi Petikan dari Abul Hassan Ali Nadwai Judul asli : Saviors of Islamic Spirit.
Salahuddin dibesarkan sama seperti anak-anak orang Kurd biasa.sumbangan salahuddin al ayyubi related searches:
salahuddin al ayubi, sejarah salahuddin al ayyubi, sultan salahuddin al ayyubi, biografi salahuddin al ayyubi, history
of Mereka antara lain seperti Al-Qadhi Al-Fadhil dan Al-Katib Al-Isfahani. Sementara itu sekretaris pribadinya
bernama Bahruddin bin Syadad, yang kemudian dikenal sebagai penulis Biografinya. Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi
tidak membuat suatu Check Solakhudin Al Ayyubi: Al-Ayyubi, Salahuddin, Salah, Saladin, Islamic, Muslim Biografi
Salahudin Al-Ayyubi - download at 4shared. Biografi Salahudin Al-Ayyubi is hosted at Biografi Salahudin Al-Ayubi
(1138 - 1193 M). Shalahuddin Al-Ayubi terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140km barat laut kota Baghdad)
dekat sungai Tigris pada tahun 1137M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar on fire sprinklers »
call for fire powerpoint » tari bali dan perubahan budaya » cach trang tri bao tuong » human body 3d modeling »
biografi salahuddin al ayyubi Biografi Salahuddin Al-Ayyubi Biografi Salahuddin Al-Ayyubi. Petikan dari Abul
Hassan Ali Nadwai. Judul asli : Saviors of Islamic Spirit. Salahuddin dibesarkan sama seperti anak Topik : Biografi
Salahuddin Al-Ayyubi Tautan : http://biografi.gudangmateri.com/2010/06/salahuddin-al-ayyubi.htmlDownload biografi
salahuddin al ayyubi for free. Download your favorite biografi salahuddin al ayyubi at Pdfdatabase.comRelated
Searches: » biografi salahuddin al ayyubi » e books salahuddin ayyubi » salahuddin ayyubi urdu book » kisah
salahuddin al ayyubi » salahuddin al ayyubiyy Biografi Kenangan Al Marhum Sultan Salahuddin Abdul. Aziz Shah Al-
Haj. Nadzri Mohd Sharif .. Give an account of the role played by Salahuddin Ayyubi as a liberator of Salahuddin
Ayyubi atau Saladin atau Salah ad-Din (1138 M - 4 Maret 1193) adalah seorang jendral dan pejuang muslim Kurdi
dari Tikrit (daerah utara Irak saat ini). Ia mendirikan Dinasti Ayyubiyyah di Mesir,Suriah, sebagian Yaman, Irak,
Biografi Shalahuddin Al-Ayyubi. Pertumbuhannya. Shalahuddin Yusuf bin Ayyub dilahirkan pada tahun 532 H di
Takrit , Irak.beliau merupakan keluarga bangsawan Kurdi. Beliau menghabiskan masa awal dari masa muda beliau
dengan mempelajari Salahuddin Ayyubi – Seperti namanya..dialah pembaik deen ini. (Petikan dari Abul Hassan ali
Nadawi, Saviors of Islamic Spirit). Salahuddin dibesarkan sama seperti anak-anak orang Kurd biasa (Poole, 1914).
Pendidikannya juga seperti Salahuddin Al-Ayubi terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140km barat laut kota
Baghdad) dekat sungai Tigris pada tahun 1137M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar di
Damaskus di lingkungan anggota dinasti Biografi Salahudin Al-Ayubi (1138 – 1193 M). Shalahuddin Al-Ayubi terlahir
dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140km barat laut kota Baghdad) dekat sungai Tigris pada tahun 1137M. Masa
kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar Salahuddin Ayyubi atau Saladin atau Salah ad-Din (Bahasa Arab:
‫صالح الدين األيوبي‬, Kurdi: ‫( )صالح الدین ایوبی‬Sho-lah-huud-din al-ay-yu-bi) (c. 1138 - 4 Maret 1193) adalah seorang jendral
dan pejuang muslim Kurdi dari Tikrit (daerah [Biografi] Salahuddin Al Ayubi - History. Kunjungi DISKUSI dan
INFORMASI [Biografi] Salahuddin Al Ayubi.

Dikutip Dari: http://www.2lisan.com/read/biografi+salahuddin+ayyubi
Salahuddin Ayyubi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Salahuddin Al-Ayyubi

Sultan Mesir dan Syria

Lukisan artistik Shalahuddin

Memerintah 1174 M. – 4 Maret-1193 M.

Dinobatkan 1174 M.

Nama lengkap Salah al-Din Yusuf Ibn Ayyub

Lahir 1138 M. di Tikrit, Iraq

Meninggal 4 Maret-1193 M. di Damaskus,Syria

Dimakamkan Masjid Umayyah, Damaskus,Syria

Pendahulu Nuruddin Zengi

Pengganti Al-Aziz

Dinasti Ayyubiyyah

Ayah Najmuddin Ayyub

Untuk kegunaan lain dari Salahuddin, lihat  Sultan Salahuddin.


Salahuddin Ayyubi atau Saladin atau Salah ad-Din (Bahasa Arab: ‫صالح الدين األيوبي‬, Kurdi: ‫)صالح الدین ایوبی‬
(Sho-lah-huud-din al-ay-yu-bi) (c. 1138 - 4 Maret 1193) adalah seorang jendral dan pejuang muslim Kurdi
dari Tikrit (daerah utara Irak saat ini). Ia mendirikanDinasti Ayyubiyyah di Mesir, Suriah,
sebagian Yaman, Irak, Mekkah Hejaz dan Diyar Bakr. Salahuddin terkenal di dunia Muslim danKristen karena
kepemimpinan, kekuatan militer, dan sifatnya yang ksatria dan pengampun pada saat ia berperang
melawan tentara salib. Sultan Salahuddin Al Ayyubi juga adalah seorang ulama. Ia memberikan catatan kaki
dan berbagai macam penjelasan dalam kitab hadits Abu Dawud

Daftar isi
 [sembunyikan]

1 Latar belakang

2 Naik ke

kekuasaan

3 Lihat pula

4 Pranala luar

5 Referensi

[sunting]Latar belakang

Shalahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi[1] . Ayahnya Najmuddin Ayyub dan pamannya Asaduddin
Syirkuh hijrah (migrasi) meninggalkan kampung halamannya dekat Danau Fan dan pindah ke
daerah Tikrit (Irak). Shalahuddin lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M, ketika ayahnya menjadi
penguasa Seljuk di Tikrit. Saat itu, baik ayah maupun pamannya mengabdi kepada Imaduddin Zanky, gubernur
Seljuk untuk kota Mousul, Irak. Ketika Imaduddin berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon tahun 534 H/1139
M, Najmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin) diangkat menjadi gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat
Raja Suriah Nuruddin Mahmud. Selama di Balbek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan
menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di
Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin. Pada
tahun 1169, Shalahudin diangkat menjadi seorang wazir (konselor).

Di sana, dia mewarisi peranan sulit mempertahankan Mesir melawan penyerbuan dari Kerajaan Latin
Jerusalem di bawah pimpinan Amalrik I. Posisi ia awalnya menegangkan. Tidak ada seorangpun menyangka
dia bisa bertahan lama di Mesir yang pada saat itu banyak mengalami perubahan pemerintahan di beberapa
tahun belakangan oleh karena silsilah panjang anak khalifah mendapat perlawanan dari wazirnya. Sebagai
pemimpin dari prajurit asing Syria, dia juga tidak memiliki kontrol dari Prajurit Shiah Mesir, yang dipimpin oleh
seseorang yang tidak diketahui atau seorang Khalifah yang lemah bernama Al-Adid. Ketika sang Khalifah
meninggal bulan September 1171, Saladin mendapat pengumuman Imam dengan nama Al-Mustadi, kaum
Sunni, dan yang paling penting, Abbasid Khalifah di Baghdad, ketika upacara sebelum Salat Jumat, dan
kekuatan kewenangan dengan mudah memecat garis keturunan lama. Sekarang Saladin menguasai Mesir,
tapi secara resmi bertindak sebagai wakil dari Nuruddin, yang sesuai dengan adat kebiasaan mengenal
Khalifah dari Abbasid. Saladin merevitalisasi perekonomian Mesir, mengorganisir ulang kekuatan militer, dan
mengikuti nasihat ayahnya, menghindari konflik apapun dengan Nuruddin, tuannya yang resmi, sesudah dia
menjadi pemimpin asli Mesir. Dia menunggu sampai kematian Nuruddin sebelum memulai beberapa tindakan
militer yang serius: Pertama melawan wilayah Muslim yang lebih kecil, lalu mengarahkan mereka melawan
para prajurit salib.

Timur Tengah (1190 M.). Wilayah kekuasaan Shalahuddin (warna merah); Wilayah yang direbut kembali dari pasukan salib
1187-1189 (warna pink). Warna hijau terang menandakan wilayah pasukan salib yang masih bertahan sampai
meninggalnya Shalahuddin

Dengan kematian Nuruddin (1174) dia menerima gelar Sultan di Mesir. Disana dia memproklamasikan
kemerdekaan dari kaum Seljuk, dan dia terbukti sebagai penemu dari dinasti Ayyubid dan mengembalikan
ajaran Sunni ke Mesir. Dia memperlebar wilayah dia ke sebelah barat di maghreb, dan ketika paman dia pergi
ke Nil untuk mendamaikan beberapa pemberontakan dari bekas pendukung Fatimid, dia lalu melanjutkan ke
Laut Merah untuk menaklukan Yaman. Dia juga disebut Waliullah yang artinya teman Allah bagi kaum muslim
Sunni.

Aun 559-564 H/ 1164-1168 M. Sejak itu Asaduddin, pamannya diangkat menjadi Perdana Menteri Khilafah
Fathimiyah. Setelah pamnnya meninggal, jabatan Perdana Menteri dipercayakan Khalifah kepada Shalahuddin
Al-Ayyubi.

Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil mematahkan serangan Tentara Salib dan pasukan Romawi Bizantium yang
melancarkan Perang Salib kedua terhadap Mesir. Sultan Nuruddin memerintahkan Shalahuddin mengambil
kekuasaan dari tangan Khilafah Fathimiyah dan mengembalikan kepada Khilafah Abbasiyah di Baghdad mulai
tahun 567 H/1171 M (September). Setelah Khalifah Al-'Adid, khalifah Fathimiyah terakhir meninggal maka
kekuasaan sepenuhnya di tangan Shalahuddin Al-Ayyubi.

Sultan Nuruddin meninggal tahun 659 H/1174 M, Damaskus diserahkan kepada puteranya yang masih kecil
Sultan Salih Ismail didampingi seorang wali. Dibawah seorang wali terjadi perebutan kekuasaan diantara
putera-putera Nuruddin dan wilayah kekuasaan Nurruddin menjadi terpecah-pecah. Shalahuddin Al-Ayyubi
pergi ke Damaskus untuk membereskan keadaan, tetapi ia mendapat perlawanan dari pengikut Nuruddin yang
tidak menginginkan persatuan. Akhirnya Shalahuddin Al-Ayyubi melawannya dan menyatakan diri sebagai raja
untuk wilayah Mesir dan Syam pada tahun 571 H/1176 M dan berhasil memperluas wilayahnya hingga Mousul,
Irak bagian utara.

[sunting]Naik ke kekuasaan

Di kemudian hari Saladin menjadi wazir pada 1169, dan menerima tugas sulit mempertahankan Mesir dari
serangan Raja Latin Yerusalem, khususnya Amalric I. Kedudukannya cukup sulit pada awalnya, sedikit orang
yang beranggapan ia akan berada cukup lama di Mesir mengingat sebelumnya telah banyak terjadi pergantian
pergantian kekuasaan dalam beberapa tahun terakhir disebabkan bentrok yang terjadi antar anak-
anak Kalifah untuk posisi wazir. Sebagai pemimpin dari pasukan asing Suriah, dia juga tidak memiliki
kekuasaan atas pasukanSyi'ah Mesir yang masih berada di bawah Khalifah yang lemah, Al-Adid.

Shalahuddin Al Ayyubi, Pahlawan Islam dari Seratus Medan


Pertempuran (1137 - 1193 M)
Oleh : Admin

SULTAN SALAHUDDIN AL-AYYUBI, namanya telah terpateri di hati sanubari pejuang Muslim yang memiliki jiwa
patriotik dan heroik, telah terlanjur terpahat dalam sejarah perjuangan umat Islam karena telah mampu menyapu
bersih, menghancurleburkan tentara salib yang merupakan gabungan pilihan dari seluruh benua Eropa.

Konon guna membangkitkan kembali ruh jihad atau semangat di kalangan Islam yang saat itu telah tidur nyenyak
dan telah lupa akan tongkat estafet yang telah diwariskan oleh Nabi Muhammad saw., maka Salahuddinlah yang
mencetuskan ide dirayakannya kelahiran Nabi Muhammad saw. Melalui media peringatan itu dibeberkanlah sikap
ksatria dan kepahlawanan pantang menyerah yang ditunjukkan melalui "Siratun Nabawiyah". Hingga kini peringatan
itu menjadi tradisi dan membudaya di kalangan umat Islam.

Jarang sekali dunia menyaksikan sikap patriotik dan heroik bergabung menyatu dengan sifat perikemanusian seperti
yang terdapat dalam diri pejuang besar itu. Rasa tanggung jawab terhadap agama (Islam) telah ia baktikan dan
buktikan dalam menghadapi serbuan tentara ke tanah suci Palestina selama dua puluh tahun, dan akhirnya dengan
kegigihan, keampuhan dan kemampuannya dapat memukul mundur tentara Eropa di bawah pimpinan Richard
Lionheart dari Inggris.

Hendaklah diingat, bahwa Perang Salib adalah peperangan yang paling panjang dan dahsyat penuh kekejaman dan
kebuasan dalam sejarah umat manusia, memakan korban ratusan ribu jiwa, di mana topan kefanatikan membabi
buta dari Kristen Eropa menyerbu secara menggebu-gebu ke daerah Asia Barat yang Islam.
Seorang penulis Barat berkata, "Perang Salib merupakan salah satu bagian sejarah yang paling gila dalam riwayat
kemanusiaan. Umat Nasrani menyerbu kaum Muslimin dalam ekspedisi bergelombang selama hampir tiga ratus
tahun sehingga akhirnya berkat kegigihan umat Islam mereka mengalami kegagalan, berakibat kelelahan dan
keputusasaan. Seluruh Eropa sering kehabisan manusia, daya dan dana serta mengalami kebangkrutan sosial, bila
bukan kehancuran total. Berjuta-juta manusia yang tewas dalam medan perang, sedangkan bahaya kelaparan,
penyakit dan segala bentuk malapetaka yang dapat dibayangkan berkecamuk sebagai noda yang melekat pada
muka tentara Salib. Dunia Nasrani Barat saat itu memang dirangsang ke arah rasa fanatik agama yang membabi
buta oleh Peter The Hermit dan para pengikutnya guna membebaskan tanah suci Palestina dari tangan kaum
Muslimin".

"Setiap cara dan jalan ditempuh", kata Hallam guna membangkitkan kefanatikan itu. Selagi seorang tentara Salib
masih menyandang lambang Salib, mereka berada di bawah lindungan gereja serta dibebaskan dari segala macam
pajak dan juga untuk berbuat dosa.

Peter The Hermit sendiri memimpin gelombang serbuan yang kedua terdiri dari empat puluh ribu orang. Setelah
mereka sampai ke kota Malleville mereka menebus kekalahan gelombang serbuan pertama dengan menghancurkan
kota itu, membunuh tujuh ribu orang penduduknya yang tak bersalah, dan melampiaskan nafsu angkaranya dengan
segala macam kekejaman yang tak terkendali. Gerombolan manusia fanatik yang menamakan dirinya tentara Salib
itu mengubah tanah Hongaria dan Bulgaria menjadi daerah-daerah yang tandus.

"Bilamana mereka telah sampai ke Asia Kecil, mereka melakukan kejahatan-kejahatan dan kebuasan-kebuasan
yang membuat alam semesta menggeletar" demikian tulis pengarang Perancis Michaud.

Gelombang serbuan tentara Salib ketiga yang dipimpin oeh seorang Rahib Jerman, menurut pengarang Gibbon
terdiri dari sampah masyarakat Eropa yang paling rendah dan paling dungu. Bercampur dengan kefanatikan dan
kedunguan mereka itu izin diberikan guna melakukan perampokan, perzinaan dan bermabuk-mabukan. Mereka
melupakan Konstantin dan Darussalam dalam kemeriahan pesta cara gila-gilaan dan perampokan, pengrusakan dan
pembunuhan yang merupakan peninggalan jelek dari mereka atas setiap daerah yang mereka lalui" kata Marbaid.

Gelombang serbuan tentara Salib keempat yang diambil dari Eropa Barat, menurut keterangan penulis Mill "terdiri
dari gerombolan yang nekat dan ganas. Massa yang membabi buta itu menyerbu dengan segala keganasannya
menjalankan pekerjaan rutinnya merampok dan membunuh. Tetapi akhirnya mereka dapat dihancurkan oleh tentara
Hongaria yang naik pitam dan telah mengenal kegila-gilaan tentara Salib sebelumnya.

Tentara Salib telah mendapat sukses sementara dengan menguasai sebagian besar daerah Syria dan Palestina
termasuk kota suci Yerusalem. Tetapi Kemenangan-kemenangan mereka ini telah disusul dengan keganasan dan
pembunuhan terhadap kaum Muslimin yang tak bersalah yang melebihi kekejaman Jengis Khan dan Hulagu Khan.

John Stuart Mill ahli sejarah Inggris kenamaan, mengakui pembunuhan-pembunuhan massal penduduk Muslim ini
pada waktu jatuhnya kota Antioch. Mill menulis: "Keluruhan usia lanjut, ketidakberdayaan anak-anak dan kelemahan
kaum wanita tidak dihiraukan sama sekali oleh tentara Latin yang fanatik itu. Rumah kediaman tidak diakui sebagai
tempat berlindung dan pandangan sebuah masjid merupakan pembangkit nafsu angkara untuk melakukan
kekejaman. Tentara Salib menghancurleburkan kota-kota Syria, membunuh penduduknya dengan tangan dingin, dan
membakar habis perbendaharaan kesenian dan ilmu pengetahuan yang sangat berharga, termasuk "Kutub Khanah"
(Perpustakaan) Tripolis yang termasyhur itu. "Jalan raya penuh aliran darah, sehingga keganasan itu kehabisan
tenaga," kata Stuart Mill. Mereka yang cantik rupawan disisihkan untuk pasaran budak belian di Antioch. Tetapi yang
tua dan yang lemah dikorbankan di atas panggung pembunuhan.

Lewat pertengahan abad ke-12 Masehi ketika tentara Salib mencapai puncak kemenangannya dan Kaisar Jerman,
Perancis serta Richard Lionheart Raja Inggris telah turun ke medan pertempuran untuk turut merebut tanah suci
Baitul Maqdis, gabungan tentara Salib ini disambut oleh Sultan Shalahuddin al Ayyubi (biasa disebut Saladin),
seorang Panglima Besar Muslim yang menghalau kembali gelombang serbuan umat Nasrani yang datang untuk
maksud menguasai tanah suci. Dia tidak saja sanggup untuk menghalau serbuan tentara Salib itu, akan tetapi yang
dihadapi mereka sekarang ialah seorang yang berkemauan baja serta keberanian yang luar biasa yang sanggup
menerima tantangan dari Nasrani Eropa.

Siapakah Shalahuddin? Bagaimana latar belakang kehidupannya?

Shalahuddin dilahirkan pada tahun 1137 Masehi. Pendidikan pertama diterimanya dari ayahnya sendiri yang
namanya cukup tersohor, yakni Najamuddin al-Ayyubi. Di samping itu pamannya yang terkenal gagah berani juga
memberi andil yang tidak kecil dalam membentuk kepribadian Shalahuddin, yakni Asaduddin Sherkoh. Kedua-
duanya adalah pembantu dekat Raja Syria Nuruddin Mahmud.
Asaduddin Sherkoh, seorang jenderal yang gagah berani, adalah komandan Angkatan Perang Syria yang telah
memukul mundur tentara Salib baik di Syria maupun di Mesir. Sherkoh memasuki Mesir dalam bulan Februari 1167
Masehi untuk menghadapi perlawanan Shawer seorang menteri khalifah Fathimiyah yang menggabungkan diri
dengan tentara Perancis. Serbuan Sherkoh yang gagah berani itu serta kemenangan akhir yang direbutnya dari
Babain atas gabungan tentara Perancis dan Mesir itu menurut Michaud �memperlihatkan kehebatan strategi tentara
yang bernilai ringgi.�

Ibnu Aziz AI Athir menulis tentang serbuan panglima Sherkoh ini sebagai berikut: "Belum pernah sejarah mencatat
suatu peristiwa yang lebih dahsyat dari penghancuran tentara gabungan Mesir dan Perancis dari pantai Mesir, oleh
hanya seribu pasukan berkuda".

Pada tanggal 8 Januari 1169 M Sherkoh sampai di Kairo dan diangkat oleh Khalifah Fathimiyah sebagai Menteri dan
Panglima Angkatan Perang Mesir. Tetapi sayang, Sherkoh tidak ditakdirkan untuk lama menikmati hasil
perjuangannya. Dua bulan setelah pengangkatannya itu, dia berpulang ke rahmatullah.

Sepeninggal Sherkoh, keponakannya Shalahuddin al-Ayyubi diangkat jadi Perdana Menteri Mesir. Tak seberapa
lama ia telah disenangi oleh rakyat Mesir karena sifat-sifatnya yang pemurah dan adil bijaksana itu. Pada saat
khalifah berpulang ke rahmatullah, Shalahuddin telah menjadi penguasa yang sesungguhnya di Mesir.

Di Syria, Nuruddin Mahmud yang termasyhur itu meninggal dunia pada tahun 1174 Masehi dan digantikan oleh
putranya yang berumur 11 tahun bernama Malikus Saleh. Sultan muda ini diperalat oleh pejabat tinggi yang
mengelilinginya terutama (khususnya) Gumushtagin. Shalahuddin mengirimkan utusan kepada Malikus Saleh
dengan menawarkan jasa baktinya dan ketaatannya. Shalahuddin bahkan melanjutkan untuk menyebutkan nama
raja itu dalam khotbah-khotbah Jumatnya dan mata uangnya. Tetapi segala macam bentuk perhatian ini tidak
mendapat tanggapan dari raja muda itu berserta segenap pejabat di sekelilingnya yang penuh ambisi itu. Suasana
yang meliputi kerajaan ini sekali lagi memberi angin kepada tentara Salib, yang selama ini dapat ditahan oleh
Nuruddin Mahmud dan panglimanya yang gagah berani, Jenderal Sherkoh.

Atas nasihat Gumushtagin, Malikus Saleh mengundurkan diri ke kota Aleppo, dengan meninggalkan Damaskus
diserbu oleh tentara Perancis. Tentara Salib dengan segera menduduki ibukota kerajaan itu, dan hanya bersedia
untuk menghancurkan kota itu setelah menerima uang tebusan yang sangat besar. Peristiwa itu menimbulkan
amarah Shalahuddin al-Ayyubi yang segera ke Damaskus dengan suatu pasukan yang kecil dan merebut kembali
kota itu.

Setelah ia berhasil menduduki Damaskus dia tidak terus memasuki istana rajanya Nuruddin Mahmud, melainkan
bertempat di rumah orang tuanya. Umat Islam sebaliknya sangat kecewa akan tingkah laku Malikus Saleh. dan
mengajukan tuntutan kepada Shalahuddin untuk memerintah daerah mereka. Tetapi Shalahuddin hanya mau
memerintah atas nama raja muda Malikus Saleh. Ketika Malikus Saleh meninggal dunia pada tahun 1182 Masehi,
kekuasaan Shalahuddin telah diakui oleh semua raja-raja di Asia Barat.

Diadakanlah gencatan senjata antara Sultan Shalahuddin dan tentara Perancis di Palestina, tetapi menurut ahli
sejarah Perancis Michaud: "Kaum Muslimin memegang teguh perjanjiannya, sedangkan golongan Nasrani memberi
isyarat untuk memulai lagi peperangan." Berlawanan dengan syarat-syarat gencatan senjata, penguasa Nasrani
Renanud atau Reginald dari Castillon menyerang suatu kafilah Muslim yang lewat di dekat istananya, membunuh
sejumlah anggotanya dan merampas harta bendanya.

Lantaran peristiwa itu Sultan sekarang bebas untuk bertindak. Dengan siasat perang yang tangkas Sultan
Shalahuddin mengurung pasukan musuh yang kuat itu di dekat bukit Hittin pada tahun 1187 M serta
menghancurkannya dengan kerugian yang amat besar. Sultan tidak memberikan kesempatan lagi kepada tentara
Nasrani untuk menyusun kekuatan kembali dan melanjutkan serangannya setelah kemenangan di bukit Hittin. Dalam
waktu yang sangat singkat dia telah dapat merebut kembali sejumlah kota yang diduduki kaum Nasrani, termasuk
kota-kota Naplus, Jericho, Ramlah, Caosorea, Arsuf, Jaffa dan Beirut. Demikian juga Ascalon telah dapat diduduki
Shalahuddin sehabis pertempuran yang singkat yang diselesaikan dengan syarat-syarat yang sangat ringan oleh
Sultan yang berhati mulia itu.

Sekarang Shalahuddin menghadapkan perhatian sepenuhnya terhadap kota Jerusalem yang diduduki tentara Salib
dengan kekuatan melebihi enam puluh ribu prajurit. Ternyata tentara salib ini tidak sanggup menahan serbuan
pasukan Sultan dan menyerah pada tahun 1193. Sikap penuh perikemanusiaan Sultan Shalahuddin dalam
memperlakukan tentara Nasrani itu merupakan suatu gambaran yang berbeda seperti langit dan bumi, dengan
perlakuan dan pembunuhan secara besar-besaran yang dialami kaum Muslimin ketika dikalahkan oleh tentara Salib
sekitar satu abad sebelumnya.
Menurut penuturan ahli sejarah Michaud, pada waktu Jerusalem direbut oleh tentara Salib pada tahun 1099 Masehi,
kaum Muslimin dibunuh secara besar-besaran di jalan-jalan raya dan di rumah-rumah kediaman. Jerusalem tidak
memiliki tempat berlindung bagi umat Islam yang menderita kekalahan itu. Ada yang melarikan diri dari cengkeraman
musuh dengan menjatuhkan diri dari tembok-tembok yang tinggi, ada yang lari masuk istana, menara-menara, dan
tak kurang pula yang masuk masjid. Tetapi mereka tidak terlepas dari kejaran tentara Salib. Tentara Salib yang
menduduki masjid Umar di mana kaum Muslimin dapat bertahan untuk waktu yang singkat. mengulangl lagi
tindakan-tindakan yang penuh kekejaman. Pasukan infanteri dan kavaleri menyerbu kaum pengungsi yang lari
tunggang langgang. Di tengah-tengah kekacaubalauan kaum peenyerbu itu yang terdengar hanyalah erangan dan
teriakan maut. Pahlawan Salib yang berjasa itu berjalan menginjak-injak tumpukan mayat Muslimin, mengejar
mereka yang masih berusaha dengan sia-sia melarikan diri. Raymond d' Angiles yang menyaksikan peristiwa itu
mengatakan bahwa �di serambi masjid mengalir darah sampai setinggi lutut, dan sampai ke tali tukang kuda
prajurit.�

Penyembelihan manusia biadab ini berhenti sejenak, ketika tentara Salib berkumpul untuk melakukan misa syukur
atas kemenangan yang telah mereka peroleh. Tetapi setelah beribadah itu, mereka melanjutkan kebiadaban dengan
keganasan. �Semua tawanan� kata Michaud, �yang tertolong nasibnya karena kelelahan tentara Salib yang
semula tertolong karena mengharapkan diganti dengan uang tebusan yang besar, semua dibunuh dengan tanpa
ampun. Kaum Muslimin terpaksa menjatuhkan diri mereka dari menara dan rumah kediaman; mereka dibakar hidup-
hidup, mereka diseret dari tempat persembunyiannya di bawah tanah; mereka dipancing dari tempat
perlindungannya agar keluar untuk dibunuh di atas timbunan mayat.�

Cucuran air mata kaum wanita, pekikan anak-anak yang tak bersalah, bahkan juga kenangan dari tempat di mana
Nabi lsa memaafkan algojo-algojonya, tidak dapat meredakan nafsu angkara tentara yang menang itu.
Penyembelihan kejam itu berlangsung selama seminggu. Dan sejumlah kecil yang dapat melarikan diri dari
pembunuhan jatuh menjadi budak yang hina dina.

Seorang ahli sejarah Barat, Mill menambahkan pula: �Telah diputuskan, bahwa kaum Muslimin tidak boleh diberi
ampun. Rakyat yang ditaklukkan oleh karena itu harus diseret ke tempat-tempat umum untuk dibunuh hidup-hidup.
Ibu-ibu dengan anak yang melengket pada buah dadanya, anak-anak laki-laki dan perempuan, seluruhnya
disembelih. Lapangan-Iapangan kota, jalan-jalan raya, bahkan pelosok-pelosok Jerusalem yang sepi telah dipenuhi
oleh bangkai-bangkai mayat laki-laki dan perempuan, dan anggota tubuh anak-anak. Tiada hati yang menaruh belas
kasih atau teringat untuk berbuat kebajikan.�

Demikianlah rangkaian riwayat pembantaian secara masal kaum Muslimin di Jerusalem sekira satu abad sebelum
Sultan Shalahuddin merebut kembali kota suci, di mana lebih dari tujuh puluh ribu umat Islam yang tewas.

Sebaliknya, ketika Sultan Shalahuddin merebut kembali kota Jerusalem pada tahun 1193 M, dia memberi
pengampunan umum kepada penduduk Nasrani untuk tinggal di kota itu. Hanya para prajurit Salib yang diharuskan
meninggalkan kota dengan pembayaran uang tebusan yang ringan. Bahkan sering terjadi bahwa Sultan Shalahuddin
yang mengeluarkan uang tebusan itu dari kantongnya sendiri dan diberikannya pula kemudian alat pengangkutan.
Sejumlah kaum wanita Nasrani dengan mendukung anak-anak mereka datang menjumpai Sultan dengan penuh
tangis seraya berkata: �Tuan saksikan kami berjalan kaki, para istri serta anak-anak perempuan para prajurit yang
telah menjadi tawanan Tuan, kami ingin meninggalkan negeri ini untuk selama-lamanya. Para prajurit itu adalah
tumpuan hidup kami. Bila kami kehilangan mereka akan hilang pulalah harapan kami. Bilamana Tuan serahkan
mereka kepada kami mereka akan dapat meringankan penderitaan kami dan kami akan mempunyai sandaran
hidup.�

Sultan Shalahuddin sangat tergerak hatinya dengan permohonan mereka itu dan dibebaskannya para suami kaum
wanita Nasrani itu. Mereka yang berangkat meninggalkan kota, diperkenankan membawa seluruh harta bendanya.
Sikap dan tindakan Sultan Shalahuddin yang penuh kemanusiaan serta dari jiwa yang mulia ini memperlihatkan
suasana kontras yang sangat mencolok dengan penyembelihan kaum Muslimin di kota Jerusalem dalam tangan
tentara Salib satu abad sebe1umnya. Para komandan pasukan tentara Shalahuddin saling berlomba dalam
memberikan pertolongan kepada tentara Salib yang telah dikalahkan itu.

Para pelarian Nasrani dari kota Jerusalem itu tidaklah mendapat perlindungan oleh kota-kota yang dikuasai kaum
Nasrani. �Banyak kaum Nasrani yang meninggalkan Jerusalem,� kata Mill, pergi menuju Antioch, tetapi panglima
Nasrani Bohcmond tidak saja menolak memberikan perlindungan kepada mcreka, bahkan merampasi harta benda
mereka. Maka pergilah mereka menuju ke tanah kaum Muslimin dan diterima di sana dengan baik. Michaud
mcmberikan keterangan yang panjang lebar tentang sikap kaum Nasrani yang tak berperikemanusiaan ini terhadap
para pelarian Nasrani dari Jerusalem. Tripoli menutup pintu kotanya dari pengungsi ini, kata Michaud. �Seorang
wanita karena putus asa melemparkan anak bayinya ke dalam laut sambil menyumpahi kaum Nasrani yang menolak
untuk memberikan pertolongan kepadanya,� kata Michaud. Sebaliknya Sultan Shalahuddin bersikap penuh timbang
rasa terhadap kaum Nasrani yang ditaklukkan itu. Sebagai pertimbangan terhadap perasaan mereka, dia tidak
memasuki Jerusalem sebelum mereka meninggalkannya.

Dari Jerusalem Sultan Shalahuddin mengarahkan pasukannya ke kota Tyre, di mana tentara Salib yang tidak tahu
berterima kasih terhadap Sultan Shalahuddin yang telah mengampuninya di Jerusalem, menyusun kekuatan kembali
untuk melawan Sultan. Sultan Shalahuddin menaklukkan sejumlah kota yang diduduki oleh tentara Salib di pinggir
pantai, termasuk kota Laodicea, Jabala, Saihun, Becas, dan Debersak. Sultan telah melepas hulu balang Perancis
bernama Guy de Lusignan dengan perjanjian, bahwa dia harus segera pulang ke Eropa. Tetapi tidak lama setelah
pangeran Nasrani yang tak tahu berterima kasih ini mendapatkan kebebasannya, dia mengingkari janjinya dan
mengumpulkan suatu pasukan yang cukup besar dan mengepung kota Ptolemais.

Jatuhnya Jerusalem ke tangan kaum Muslimin menimbulkan kegusaran besar di kalangan dunia Nasrani. Sehingga
mereka segera mengirimkan bala bantuan dari seluruh pelosok Eropa. Kaisar Jerman dan Perancis serta raja Inggris
Richard Lion Heart segera berangkat dengan pasukan yang besar untuk merebut tanah suci dari tangan kaum
Muslimin. Mereka mengepung kota Akkra yang tidak dapat direbut selama berapa bulan. Dalam sejumlah
pertempuran terbuka, tentara Salib mengalami kekalahan dengan meninggalkan korban yang cukup besar.

Sekarang yang harus dihadapi Sultan Shalahuddin ialah berupa pasukan gabungan dari Eropa. Bala bantuan tentara
Salib mengalir ke arah kota suci tanpa putus-putusnya, dan sungguh pun kekalahan dialami mereka secara bertubi-
tubi, namun demikian tentara Salib ini jumlah semakin besar juga. Kota Akkra yang dibela tentara Islam berbulan-
bulan lamanya menghadapi tentara pilihan dari Eropa, akhirnya karena kehabisan bahan makanan terpaksa
menyerah kepada musuh dengan syarat yang disetujui bersama secara khidmat, bahwa tidak akan dilakukan
pembunuhan-pembunuhan dan bahwa mereka diharuskan membayar uang tebusan sejumlah 200.000 emas kepada
pimpinan pasukan Salib. Karena kelambatan dalam suatu penyelesaian uang tebusan ini, Raja Richard Lionheart
menyuruh membunuh kaum Muslimin yang tak berdaya itu dengan dan hati yang dingin di hadapan pandangan mata
saudara sesama kaum Muslimin.

Perilaku Raja Inggris ini tentu saja sangat menusuk perasaan hati Sultan Shalahuddin. Dia bernadzar untuk
menuntut bela atas darah kaum Muslimin yang tak bersalah itu. Dalam pertempuran yang berkecamuk sepanjang
150 mil garis pantai, Sultan Shalahuddin memberikan pukulan-pukulan yang berat terhadap tentara Salib.

Akhirnya Raja Inggris yang berhati singa itu mengajukan permintaan damai yang diterima oleh Sultan. Raja itu
merasakan bahwa yang dihadapinya adalah seorang yang berkemauan baja dan tenaga yang tak terbatas serta
menyadari betapa sia-sianya melanjutkan perjuangan terhadap orang yang demikian itu. Dalam bulan September
1192 Masehi dibuatlah perjanjian perdamaian. Tentara Salib itu meninggalkan tanah suci dengan ransel dengan
barang-barangnya kembali menuju Eropa.

"Berakhirlah dengan demikian serbuan tentara Salib itu" tulis Michaud "di mana gabungan pasukan pilihan dari Barat
merebut kemenangan tidak lebih daripada kejatuhan kota Akkra dan kehancuran kota Askalon. Dalam pertempuran
itu Jerman kehilangan seorang kaisarnya yang besar beserta kehancuran tentara pilihannya. Lebih dari enam ratus
ribu orang pasukan Salib mendarat di depan kota Akkra dan yang kembali pulang ke negerinya tidak lebih dari
seratus ribu orang. Dapatlah dipahami mengapa Eropa dengan penuh kesedihan menerima hasil perjuangan tentara
Salib itu, oleh karena yang turut dalam pertempuran terakhir adalah tentara pilihan. Bunga kesatria Barat yang
menjadi kebanggaan Eropa telah turut dalam pertempuran ini.

Sultan Shalahuddin mengakhiri sisa-sisa hidupnya dengan kegiatan-kegiatan bagi kesejahteraan masyarakat dengan
membangun rumah sakit, sekolah-sekolah, perguruan-perguruan tinggi serta masjid-masjid di seluruh daerah yang
diperintahnya.

Tetapi sayang, dia tidaklah ditakdirkan untuk lama merasakan nikmat perdamaian. Beberapa bulan kemudian dia
pulang ke rahmatullah pada tanggal 4 Maret tahun 1193. "Hari itu merupakan hari musibah besar, yang belum
pernah dirasakan oleh dunia Islam dan kaum Muslimin, semenjak mereka kehilangan Khulafa Ar-Rasyidin" demikian
tulis seorang penulis Islam. Kalangan Istana seluruh daerah kerajaan berikut seluruh umat Islam tenggelam dalam
lautan duka nestapa. Seluruh isi kota mengikuti usungan jenazahnya ke kuburan dengan penuh kesedihan dan
tangisan.

Demikianlah berakhirnya kehidupan Sultan Shalahuddin, seorang raja yang sangat dalam perikemanusiaannya dan
tak ada tolok bandingannya, jiwa kepahlawanan yang dimilikinya dalam sejarah kemanusiaan. Dalam pribadinya,
Allah telah melimpahkan hati seorang Muslim yang penuh kasih sayang terhadap kemanusiaan dicampur dengan
sangat harmonis dengan keperkasaan seorang genius dalam medan pertempuran. Utusan yang menyampaikan
berita kematiannnya itu ke Baghdad membawa serta baju perangnya, kudanya, uang sebanyak satu dinar dan 36
dirham sebagai milik pribadinya yang masih ketinggalan. Orang yang hidup satu zaman dengannya, serta segenap
ahli sejarah sama sependapat bahwa Sultan Shalahuddin adalah seorang yang sangat lemah lembut hatinya, ramah
tamah, sabar, seorang sahabat yang baik dari kaum cendekiawan dan golongan ulama yang diperlakukannya
dengan rasa hormat yang mendalam serta dengan penuh kebajikan. "Di Eropa" tulis Philip K Hitti, dia telah
menyentuh alam khayalan para penyanyi maupun para penulis novel zaman sekarang, dan masih tetap dinilai
sebagai suri teladan kaum kesatria.

Semoga Allah melapangkan kuburnya.

You might also like