You are on page 1of 27

MAKALAH

PROJECT BASED LEARNING

KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASMA BRONCHIAL

Disusun Oleh :

EKY MADYANING NASTITI

0910721004

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
CURRICULUM VITAE

NAMA : EKY MADYANING NASTITI

NI M : 0910721004

JURUSAN : ILMU KEPERAWATAN

ANGKATAN : 2009 A

TTL : JEMBER, 20 MEI 1991

ALAMAT : JLN. RIAU NO 28 JEMBER

RIWAYAT PENDIDIKAN :

- SDN JEMBER LOR II (SEKARANG JEMBER LOR 1)


- SMP NEGERI 2 JEMBER
- SMA NEGERI 1 JEMBER
Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan KLIEN
dengan ASMA
DEFINISI
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakea dan
bronchus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupn sebagai hasil pengobatan (
The American Thoracic Society, 1962 ).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea
dan bronkiberespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dapat terjadi pada
sembaran golongan usia (Brunner & Suddart, 2001).
Asma adalah penyakit inflamasi kronik pada saluran pernafasan di mana berbagai
sel terlibat, terutama mast cells, eosinofil, dan limfosit T, yang dikarakteristik oleh :
1.obstruksi saluran nafas yang bersifat reversibel, baik secara spontan maupun
dengan pengobatan,
2. inflamasi jalan nafas, dan
3. hiperresponsivitas jalan nafas terhadap berbagai stimuli (NAEPP, 1997)

ETIOLOGI
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental

EPIDEMIOLOGI
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1
tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum
umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat
serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian kecil mengalami
asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang terus menerus dari pada yang
musiman
Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia prevalensi
asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi 29,7% pada tahun
1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-8%, penelitian di
Menado, Pelembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut
7,99%; 8,08%; 17% dan 4,8%29).
Pada tahun 2005 WHO menginformasikan jumlah penderita asma di dunia
mencapai 100-300 juta orang dan 255.000 diantaranya meninggal dunia. Di Indonesia
sendiri, 10% dari 250 juta penduduk Indonesia diperkirakan menderita asma. Dari jumlah
penderita tersebut 10-20% adalah anak-anak.

GAMBAR PREVALENSI ASMA DI DUNIA

FAKTOR RESIKO
Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor risiko
yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma yang disebut sebagai
Faktor Predisposisi sedangkan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi
atau serangan asma yang disebut Faktor Presipitasi.
1. Faktor Predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya
juga bisa diturunkan.
2. Faktor Presipitasi
a. Alergen ,dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
contoh : makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
b. Infeksi Saluran Pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza
merupakan salah satu factor pencetus yang paling sering menimbulkan asma.
Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya
ditimbulkan oleh infeksibsaluran pernapasan
c. Tekanan Jiwa
Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang
agak labil kepribadianny. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak
d. Olahraga/Kegiatan Jasmani yang Berat
Sebagian penderita asma bronchial akan mendapatkan serangan asma bila
melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepeda adalah dua jenis kegitan yang mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena kegiatan jasmani (exercise induced asma-EIA) terjadi
setelah olahraga atau aktivitas yang cukup berat dan jarang serangan timbul
beberapa jam setelah olahraga.
e. Perubahan Cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya
kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat
membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan
meningkatnya konsentrasi partikel alergenik. Dimana partikel tersebut dapat
menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan tekanan
atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan pengeluaran lendir
yang berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban tinggi, hujan, badai
selama musim dingin. Udara yang kering dan dingin menyebabkan sesak di
saluran pernafasan.
f. Jenis Kelamin
Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada kekerapan asma bervariasi,
tergantung usia dan mungkin disebabkan oleh perbedaan karakter biologi.
Kekerapan asma anak laki-laki usia 2-5 tahun ternyata 2 kali lebih sering
dibandingkan perempuan sedangkan pada usia 14 tahun risiko asma anak laki-
laki 4 kali lebih sering dan kunjungan ke rumah sakit 3 kali lebih sering dibanding
anak perempuan pada usia tersebut, tetapi pada usia 20 tahun kekerapan asma
pada laki-laki merupakan kebalikan dari insiden ini.
Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan semakin sempitnya
saluran pernapasan, peningkatan pita suara, dan mungkin terjadi peningkatan
IgE pada laki-laki yang cenderung membatasi respon bernapas.
Didukung oleh adanya hipotesis dari observasi yang menunjukkan tidak ada
perbedaan ratio diameter saluran udara laki-laki dan perempuan setelah
berumur 10 tahun, mungkin disebabkan perubahan ukuran rongga dada yang
terjadi pada masa puber laki-laki dan tidak pada perempuan.
PATOFISIOLOGI

Pafofisiologi Asma Berdasarkan Klasifikasi menurut Etiologi

A. Patofisiologi Asma Bronkhial Tipe Atopik

Pemaparan Alergen

alergen ditangkap makrofag (makrofag sebagai antigen presenting cell / APC)

APC memproses Alergen

pelepasan interleukin I

sel Th aktif

pelepasan interleukin 2

membantu sel B berproliferasimenjadi sel plasma & membentuk Ig E

Ig E berikatan dengan sel mast & basofil

(Rentan thd asma)


Jika terpapar allergen lagi

Menimbulkan influks Ca di sel

Degranulasi sel

Pelepasan mediator histamine, zat anafilaksis, bradikinin, faktor kemotaktik eosinofil

Inflamasi bronkus Bronkokonstriksi

Sekresi mucus kental Tahanan saluran nafas

Dalam lumen bronkus meningkat

Sesak

Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas

Gangguan pola nafas


Gangguan pertukaaran gas

Kurang pengetahuan orang Gagal nafas


tua tentang proses penyakit
dan pengobatan
Kematian

Cemas
B. Patofisiologi Asma Bronkhial Tipe Non-atopik

Patofisiologi Asma Bronkhial Tipe Non-Atopik

Gangguan Sistem saraf Otonom

Gangguan Pada Saraf Simpatis

Blokade adrenergic beta Hiperreaktivitas adrenergic alfa

x Konstriksi otot2 bronkus


x Peningkatan pelepasan
mediator dari mastosit
dan basofil
x Peningkatan sekresi
mukus

Sesak napas

Wheezing
MANIFESTASI KLINIS ASMA DAN JENIS ASMA

Manifestasi Klinis Asma

1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c. Whezing belum ada
d. Belum ada kelainan bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f. BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan
a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b. Whezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
f. Ekspirasi memanjang dengan hiperventilasi dada
g. Sianosis
h. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)

Jenis Asma
Berdasarkan Etiologi, asma dibagi menjadi :
1. Asma Bronkial Tipe Atopik ( Asma Alergik )
timbul karena seseorang yang mengalami atopi akibat pemaparan allergen.
2. Asma bronchial Tipe Non Atopik (Asma Non Alergik)
terjadi bukan karena pemapara alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor
pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olahraga atau kegiatan jasmani
3. Asma Gabungan (Mixed )
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alegik maupun bentuk non alergik

Berdasarkan serangan asma yang terjadi secara mendadak :


a) Stadium 1
 Ditandai dengan batuk-batuk dan kering.
 Batuk ini terjadi katena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul.
 Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus.
b) Stadium 2
 Ditandai dengan batuk dengan mucus yang jernih dan berbusa.
 Klien meras csesak nafas, berusaha untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang
diikuti bunyi mengi ( wheezing ).
 Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak
pucat, gelisah, dan warna kulit mulai membiru.
c) Stadium 3
 Ditandai dengan hamper tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil,.
 Tidak ada batuk
 Pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur
 Irama pernapasan meningkat karena asfiksia.

Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :

1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial
di laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak
letih, takikardi.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
golongan adrenergic. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma.
2. Tes Provokasi Bronkus
Tes ini dilakukan pada Spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih
setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap
bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
3. Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan adanya antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia,
hiperkapnea dan asidosis respiratorik
b. Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat,
karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema
mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya.
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian
diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotic.
c. Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus daapt mencapai 1000-
1500/mm3 baik asma intrinsic ataupun ekstrinsik, sedangakan hitung sel
eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan
hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
d. Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia
Junlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi.
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea.
5. Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronchial biasanya normal,
tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyikirkan kemungkinan adanya
proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,
pneumomediastinum, atelektasis dll.

PENATALAKSANAAN ASMA
4 langkah pertolongan pertama yang dapat anda lakukan yaitu:
 Bantu penderita asma untuk duduk tegak dan tenang
 Beri mereka obat inhaler untuk membantu mereka bernafas, beri 4 kali semprotan
secara bertahap.
 Tunggu selama 4 menit .
 Jika hanya ada sedikit perubahan atau bahkan tidak ada perubahan sama sekali,
ulangi lagi pemberian inhaler 4 semprotan dan tunggu kembali selama 4 menit. .
Jika masih tidak ada perubahan segerah hubungi rumah sakit/klinik terdekat, sambil terus
berikan penderita obat inhaler hingga ambulan tiba.

 Penatalaksanaan Asma Saat Serangan


bertujuan untuk: mencegah kematian, dengan segera menghilangkan obstruksi
saluran napas; mengembalikan fungsi paru sesegera mungkin; mencegah
hipoksemia dan mencegah terjadinya serangan berikutnya.
Penatalaksanaan asma saat serangan dibagi lagi menjadi dua, yaitu
a. penatalaksanaan saat serangan di rumah
b. penatalaksanaan asma saat serangan di rumah sakit.

a. Penatalaksanaan Saat Serangan di Rumah


1. Terapi awal
Berikan segera Inhalasi agonis beta2 kerja cepat 3 kali dalam 1 jam berarti setiap
20 menit.
Contohnya: Salbutamol 5mg, Terbutalin 10 mg, Fenoterol 2,5 mg. Jika tidak tersedia
inhalasi agonis beta2 maka dapat diberikan agonis beta2 oral 3×1tablet
2 mg
2. Evaluasi respon pasien
Jika keadaan pasien membaik yaitu gejala batuk, sesak dan mengi berkurang atau
tidak terjadi serangan ulang selama 4 jam maka pemberian beta agonis diteruskan
setiap 3-4 jam selama 1-2 hari.
 Jika keadaan pasien tidak membaik atau malah memburuk maka berikan
kortikosteroid oral seperti 60-80 mg metilprednisolon kemudian pemberian beta2
agonis diulangi dan segera rujuk pasien ke rumah sakit.

b. Pengelolaan Serangan Asma di Rumah Sakit


Terapi awal inhalasi beta2 agonis kerja singkat secara nebulisasi 1 dosis tiap 20
menit selama 1 jam atau agonis beta2 injeksi seperti Terbutalin o,5 ml subkutan
atau adrenalin 1/1000 0,3 ml subkan. Berikan oksigen dengan kanul nasal 4-6
l/menit untuk mencapai saturasi 90% pada dewasa dan 95% pada anak-anak.
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penjelasan kepada penderita ataupun keluarga mengenai penyakit
asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya

Penatalaksanaan Medis
Pengobatan Nonfarmakologi
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang penyakit
asma sehingga klien sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat
secara benar, dan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.
b. Menghindari Faktor Pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada
lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor resiko
(pencetus), termasuk intake cairan yang cukup bagi pasien.
c. Fisioterapi
Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus. Ini dapat dilakukan
dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada
.
Pengobatan Farmakologi
1. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat : - Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,suntikan dan
semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose Inhaler). Ada juga yang
berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler)
atau cairan broncodilator (Alupent,Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat
khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya
dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat : - Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya
berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma
akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah.
Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum
sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya
berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara
pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita
karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya
kering).

2. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat
setelah pemakaian satu bulan.

3. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan
dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara
oral.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ASMA
PENGKAJIAN
1. Biodata
Pengkajian nama,umur dan jenis kelamin perlu dilakukan pada klien asma. Serangan
asma pada usia dini memberikan implikasi bajwa sangat mungkin terdapat status atopic.
Serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya factor non-atopik. Tempat tinggal
menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien tinggal, sehingga perawat dapat
mengenali factor pencetus yang mungkin menjadi pencetus asma. Status perkawinan dan
gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan factor
pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui
adanya pemaparan bahan allergen. Hal ini yang perlu dikaji dari identitas klien adalah
tanggal MRS, No Register. Tanggal pengkajian juga perlu dicantumkan sebagai waktu
pembanding setiap melakukan pengkajian mengikuti perkembangan klien. Selain itu
diagnose medis juga perlu dicantumkan.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada dan adanya keluhan
sulit untuk bernapas yang hebat dan mendadak. Kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain
seperti wheezing, penggunaan alat bantu pernapasan, kelelahan, sianosis, perubahan
tekanan darah dan kadang disertai dengan gangguan kesadaran.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Provocative/Paliative : - Apa yang menyebabkan bapak mengalami sesak napas?
- Aktivitas apa yang bapak lakukan sebelum sesak napas?
- Apa yang telah bapak lakukan untuk mengurangi sesaknya?
Quality/Quatity : - Saat menarik nafas dan menghembuskan nafas, apa yang bapak
rasakan?
-Batuk dan sesak yang bapak rasakan sekarang lebih parah/tidak dari
sebelumnya?
Regio/radiasi : -Di bagian mana saja yang terasa sakit saat bernafas?
Saverity : -Bagaimana pengaruh keadaan ini terhadap aktivitas bapak?
Time : -Sejak kapan gejalanya mulai timbul?
- Berapa sering dalam sehari gejala muncul?
- Bila muncul, berapa lama waktunya?
Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium Pertama : batuk berkala kering, karena iritasi mukosa kental dan mengumpul. Pada
stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronchus.
Stadium Kedua : batuk disertai mucus jernih dan berbusa, klien merasa sesak napas,
berusaha untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti wheezing.
Klien tampak pucat dan kulit membiru.
Stadium Ketiga : hampir tidak terdengarnya suara napas karena aliran udara kecil, tidak
ada batuk, pernapsan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama
pernapasan meningkat karena asfiksia.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
- Apakah sebelumnya bapak pernah mengalami gejala sesak nafas seperti saat ini?
- Kalau iya, apa penyebabnya?
- Apakah sebelumnya bapak pernah memiliki riwayat infeksi saluran pernapasan
atau sakit tenggorokan?
- Sebelumnya apakah bapak pernah mengkonsumsi obat untuk mengurangi sesak
napasnya? Apa jenis/ merk obatnya?
5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Apakah orang tua/saudara yang pernah mengalami gejala seperti bapak?
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit
alergi yang lain pada anggota keluarga karena hipersensitivitas pada penyakit asam ini lebih
ditentukan oleh factor genetic dan lingkungan ( Hood Alsagaf,2001)
6. Riwayat Psikososial
a. Bahasa
Sebagai perawat kita perlu mengkaji mengenai bahasa yang biasa digunkan klien, karena
dengan memahami bahasa yang biasa digunakan, Perawat mampu berkomunikasi dengan
baik pada kliennya.
b. Persepsi Klien tentang penyakitnya
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat
menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara memandang yang salah juga akan
menjadi stressor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stressor yang ada pada kehidupan
klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.
c. Konsep Diri
Akibat perubahan status kesehatan klien, maka akan kemungkinan akan berdampak pula
pada mekanisme peran klien dalam keluarganya.
d. Keadaan Emosional
Gangguan emosional sering dipandang sebgai salah satu pencetus bagi serangan asma baik
gangguan itu berasal dari rumah tangs, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang
dengan beban hidup yang berat lebih berpotensi mengalami serangan asma.
e. Mekanisme Pertahanan Diri
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga klien
dengan dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai dengan kondisi yang tidak akan
menimbulkan serangan asma.
7. Pola Kebiasaan Sehari-Hari
Tanyakan pola kebiasaan sebelum MRS dan bandingkan dengan setelah masuk MRS.
a. Pola nutrisi
- frekwensi, jumlah, nafsu, jenis, dan alergi terhadap makanan.
- kaji juga BB dan TB klien.
- kaji juga adakah kesulitan dalam mencerna.
b. Pola eliminasi
- BAB(frekwensi, konsistensi, waktu dan warna)
- BAK (frekwensi, warna,bau, adanya nyeri)
c. Pola aktivitas, latihan, dan bermain
- kaji kegiatan-kegiatan apa yang biasa dilakukan klien (frekwensi dan waktu)
d. Pola istirahat dan tidur
- waktu tidur
- frekwensi tidur
- masalah dalam tidur
- hal-hal yang mempengaruhi tidur dan bangun
e. Pola kebersihan diri
- mandi
- keramas
- ganti pakaian
- sikat gigi
- memotong kuku
- frekwensinya
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum = perlu dikaji tentang kesadaran klien saat dilakukan
pengkajian.
b. TTV , Dikaji:
1. Tensi (nilai normal 120/90 mmHg)
2. RR (nilai normal 12-20 x/menit)
3. BB
4. Nadi (nilai normal 60-100 x/menit)
5. Suhu (nilai norma 36-37,9o C)
6. Tinggi badan
c. Pengkajian Sistem
B1 (Breathing)
Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta
penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk
dan kesimetrisan, adanya peningkatan anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat
dan irama pernapasan dan frekuensi napas.
Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus normal
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangakan diafragma menjadi
datar dan rendah
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau
lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi napas tambahan utama wheezing pada akhir
ekspirasi.
B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT
B3 (Brain)
Pada saat inspeksi, tingkat kesadarn perlu dikaji. Di samping itu, diperlukan pemeriksaan
GCS untuk menentukan tingkat kesadaran klien.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal itu merupakan
awal dari syok.
B5 (Bowel)
Peengkajian tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan
dalam memenuhi kebutuhannya. Pada klien dengan sesak napas, sangat potensial terjadi
kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dispnea saat makan, laju
metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.
B5 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena
dapat merangsang serangan asma. Pada integument perlu dikaji adanya permukaan kasar,
kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,
perdarahan, pruritis, eksim dan adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Pada
rambut dikaji warna rambut, kelembapan, dan kusam. Perlu dikaji pula tentang bagaimana
tidur dan istirahat klien yang meliputi berapa lama klien tidur dan istiraha, serta berapa
besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien. Perlu dikaji pula tentang aktivitas keseharian
klien seperti olahraga, bekerja, dan aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga dapat menjadi factor
pencetus asma yang disebut execise induced asma.
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : Faktor pencetus Ketidakbersihan Jalan
-Kx mengeluh Nafas
sesak napas
menyebabkan reaksi Ag dan Ab
-Kx mengatakan
saat batuk
mengeluarkan Ab IgE terikat dg membran sel basofil
mucus yang
kental
D O: pelepasan mediator kimia (histamin,
-Terdengar suara bradikinin, leukotrien, ECF-A)
Wheezing
-RR >20x/menit
Hiperaktivitas bronkus, edema
mukosa bronkus,sekresi mukus
berlebihan

Ketidakefektifan bersihan jalan napas

2. DS: Faktor pencetus Ketidakefektifan Pola


-Kx mengeluh
Napas
sesak napas
D O: menyebabkan reaksi Ag dan Ab
-RR >20x/menit
-HR>80x/menit
-Tampak retraksi Ab IgE terikat dg membran sel basofil
dada
-Tampak
pergerakan pelepasan mediator kimia (histamin,
cuping hidung
bradikinin, leukotrien, ECF-A)

Hiperaktivitas bronkus, edema


mukosa bronkus

Peningkatan usaha, frekuensi dan


penggunaan otot bantu pernapasan

Sesak Napas

Ketidakefektifan Pola Napas


3 DS : Faktor pencetus Gangguan Pertukaran
-Klien mengeluh
Gas
sesak napas
DO : menyebabkan reaksi Ag dan Ab
-Tampak sianosis
pada perifer dan
mulut Ab IgE terikat dg membran sel basofil
-Analisa Gas
Darah
pelepasan mediator kimia (histamin,
bradikinin, leukotrien, ECF-A)

Hiperaktivitas bronkus, edema


mukosa bronkus,sekresi mukus
berlebihan

Spasme Bronkus

Gangguan Suplai oksigen ke Alveoli

Gangguan Pertukaran Gas


DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Ketidakbersihan jalan napas berhubungan dengan hiperaktivitas bronkus, edema mukosa


bronkus,sekresi mukus berlebihan
2.Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan sesak napas akibat peningkatan usaha,
frekuensi dan penggunaan otot bantu pernapasan
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke alveoli akibat
spasme bronkus

RENCANA INTERVENSI
1. Ketidakbersihan jalan napas berhubungan dengan hiperaktivitas bronkus, edema
mukosa bronkus,sekresi mukus berlebihan
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan napas
kembali efektif
Kriteria Hasil : 1. Dapat mendemostrasikan batuk efektif
2. Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing (-)
3. Pernapasan klien normal ( 12-20x/menit ) tanpa penggunaan otot
bantu napas
No Intervensi Rasional
MANDIRI
1 Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum 1. Karakteristik sputum dapat
menunjukkan berat ringannya obstruksi
2 Atur posisi semi fowler 2. Meningkatkan ekspansi dada
3 Ajarkan cara batuk efektif 3. Batuk yang terkontrol dapat
memudahkan pengeluaran secret yang
melekat di jalan napas
4 Pertahankan intake cairan sedikitnya 4.Hidrasi yang adekuat membantu
2500ml/per hari kecuali kontraindikasi mengencerkan secret dan
mengefektifkan pembersihan jalan napas
5 Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik 5. Fisioterapi dada merupakan strategi
postural drainase, perkusi, & fibrasi dada untuk mengeluarkan sekret

KOLABORASI
1 Bronkodilator gol B2 1.
• Nebulizer (via inhalasi) dgn gol x Pemberian bronkodilator via
terbutaline 0,25 mg, fenoterol Hbr inhalasi akan langsung menuju
0,1 % Solution, orciprenaline area bronkus yang mengalami
sulfur 0,75 mg spasme shg lbh cpt berdilatasi

• IV dgn gol theophyline x Pemberian secara IV merupakan


ethilenediamine (Aminofilin) bolus usaha pemeliharaan agar dilatasi
IV 5-6 mg/kg BB jalan napas dpt optimal

2 Agen mukolitik dan ekspektoran • Agen mukolitik : menurunkan


kekentalan & perlengketan sekret
paru untuk memudahkan
pembersihan
• Agen ekspektoran : memudahkan
sekret lepas dari perlengketan
jalan napas

3 Kortikosteroid Kortikosteroid berguna pd keterlibatan


luas dgn hipoksemia & menurunkan
reaksi inflamasi akibat edema mukosa &
dinding bronkhus

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan sesak napas akibat peningkatan usaha,
frekuensi dan penggunaan otot bantu pernapasan
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam pasien tidak mengeluh sesak napas
Kriteria hasil : 1. RR normal (12-20 x / menit)
2. menunjukkan pola napas yang efektif
3. wajah rileks
No Intervensi Rasional
MANDIRI
1 Kaji frekuensi nafas, kedalaman 1. Kecepatan biasanya meningkat,
pernafasan dan ekspansi dada kedalaman pernafasan
bervariasitergantung derajat asma
2 Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya 2. Ronkhi dan mengi menyertai obstruksi
bunyi nafas jalan nafas

3 Tinggikan kepala dan bantu mengubah 3. Memungkinkan ekspansi paru dan


posisi memudahkan pernafasan

KOLABORASI
1 Berikan oksigen tambahan 1. Memaksimalkan bernafas dan
menurunkan kerja nafas

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke alveoli


akibat spasme bronkus.
Tujuan : : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pertukaran gas membaik
Kriteria Hasil : 1. Tidak ada tanda-tanda dispnea
2. Warna kulit normal, tidak Nampak sianosis
3. Analisa Gas Darah dalam batas normal
No Intervensi Rasional
1 MANDIRI 1. Sianosis mungkin perifer atau sentral
Kaji/awasi secara rutin kulit dan keabu-abuan dan sianosis sentral
membrane mukosa. mengindikasikan beratnya hipoksemia.
2 Palpasi fremitus 2. Penurunan getaran vibrasi diduga
adanya pengumpulan cairan/udara.
3 Awasi tanda vital dan irama jantung 3. Tachicardi, disritmia, dan perubahan
tekanan darah dapat menunjukan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
KOLABORASI
1 Berikan oksigen tambahan sesuai dengan 1. Dapat memperbaiki atau mencegah
indikasi hasil AGD dan toleransi pasien. memburuknya hipoksia.
DAFTAR PUSTAKA
Price, S & Wilson, L. M. 1995 Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Jakarta : EGC.
Brunner & Suddart. 2002 Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah,
Jakarta : EGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan,.Jakarta : EGC
Guyton & Hall .1997 .Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengna Gangguan Sistem
Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

You might also like