You are on page 1of 11

URGENSI KISAH DAAM AL-QUR’AN

MENURUT ILMU PSIKOLOGI


Makalah ini ditulis untuk memenuhi ujian AIK Studi Islam 4

DI SUSUN OLEH :
AGENG PRADHITYA YUDHA
(04013062)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITASAHMAD DAHLAN
2008
KATA PENGANTAR

Kitab suci Al-Qur’an merupakan sebuah kitab petunjuk kepada seluruh


manusia yang menyeru mereka agar menjalani kehidupan yang benar, sehingga
mereka mampu meraih kebahagiaan, kebajikan, dan kedamaian baik selama hidup di
dunia hingga nanti kelak di akhirat. Seruan dari Al-Qur’an inilah yang senantiasa
terbuka kepada siapa saja yang ingin menempuh jalan hidup yang sebenar-benarnya
dengan tujuan demi kebahagiaan manusia itu sendiri. Menerima ataupun menolak
seruan ini merupakan tanggung jawab bagi tiap individu.
Watak seruan dan ajaran yang telah disampaikan dalam Al-Qur’an tersebut
jelas-jelas menunjukkan bahwa ia menggugah hati nurani setiap insan agar senantiasa
memikirkan, memahami, dan mempertimbangkannya berdasarkan penilainnya
sendiri, tanpa adanya unsur tekanan dari pihak luar, jika dirasa memperoleh manfaat,
ia dipersilahkan mengikutinya, namun bilamana tidak yakin akan kebenarannya,
iapun berhak untuk menolaknya.
Oleh karena itulah, Al-Qur’an kembali menggugah hati nurani manusia dan
mendorong mereka untuk senantiasa berpikir dan merenung baik-baik sebelum
akhirnya menerima ataupun menolak. Penalaran dan argumen psikologis yang sama
juga dikemukakan dalam Al-Qur’an melalui kisah-kisah didalamnya. Mereka diminta
untuk melakukan introspeksi diri dan selalu berupaya merenungkan sejarah umat-
umat lain pada masa silam. Selain menggunakan cara yang langsung, yaitu berbentuk
perintah dan larangan, adakalanya tuntunan tersebut disampaikan melalui kisah-kisah,
dengan tujuan untuk menjelaskan bantahan terhadap setiap bujukan untuk berbuat
ingkar sertamerta menerangkan prinsip-prinsip Islamiyyah dalam berdakwah.
Begitupula dalam Al-Qur’an yang banyak mengisyaratkan akan bidang kajian
baru dalam ilmu psikologi, yang sedemikian menggugah pikiran bagi mereka yang
berakal sehat untuk diajak berpikir secara cermat untuk kembali merenungkan
beberapa akibat yang mungkin akan menimpa diri mereka masing-masing. Membaca
cerita atau kisah tentulah sangat mengasyikkan dan dapat menghilangkan rasa jenuh
pembaca. Bilamana isinya otentik, valid, benar dan tidak direkayasa tentulah lebih

2
mengasyikkan lagi. Al-Qur’an pun menggunakan metode ini dalam menggugah hati
setiap pembacanya.

A. PENGERTIAN
1. Pengertian Kisah dalam Al-Qur’an
Kata kisah berasal dari bahasa Arab yang bentuk jama’nya, yaitu qishah yang
berarti kisah, cerita, berita, keadaan atau tatabbu al-atsar (napak tilas/mengulang
kembali masa lalu). Arti ini diperoleh dari uraian Al-Qur’an pada surat Al-Kahfi (18)
ayat 64:1
tA $ s% y 7 Ï9º sŒ $ tB $ ¨Z ä . Æ ÷ ö 7 tR 4 # £ ‰ s?ö ‘$ $ sù

# ’n ? tã $ y JÏd ͑$r O # u ä $ T Á |Á s% ÇÏÍ È


Artinya: Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali,
mengikuti jejak mereka semula.” (QS. Al-Kahfi (18): 64)
Secara etimologi (bahasa), al-qashash juga berarti urusan (al-‘amr), berita
(khabar), dan keadaan (hal).2 Dalam bahasa Indonesia, kata itu diterjemahkan dengan
kisah yang berarti kejadian (riwayat , dan lain sebagainya).3
Adapun secara istilah (terminologi), kisah menurut Muhammad Khalfullah
dalam Al-Fann Al-Qashashiy fi Al-Qur’an Al-Karim sebagai suatu karya
kesusasteraan mengenai peristiwa yang terjadi atas seorang pelaku baik pada
hakikatnya tidak ada ataupun benar-benar terjadi yang berkisar pada dirinya ataupun
tidal, namun kisah itu disusun atas dasar seni yang indah, yang mendahulukan
sebagian peristiwa dan membuang sebagian lagi, ataupun ditambahi dengan peristiwa
yang tidak terjadi, sehingga penggambarannya keluar dari kebenaran yang
sesungguhnya, menyebabkan terjadinya para pelaku fiktif.4
Sedangkan yang dimaksud dengan qashash Al-qur’an adalah pemberitaan
mengenai keadaan umat terdahulu, nabi-nabi terdahulu, dan peristiwa yang pernah

1 Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-‘Ashr Al-Hadits, 1973, hal 305.
2 Ibid, hal 306.
3 Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1984, hal 512.
4 Hanafi, Segi-Segi Kesusasteraan pada Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an, Pustaka Al-Husna, Jakarta,
1984,
Hal,14

3
terjadi.5 Kisah-kisah dalam Al-Qur’an pada umumnya mengandung 3 unsur yang
lazimnya terdapat pada kisah-kisah biasa, antara lain; unsure pelaku (syakhsiyyat),
peristiwa (ahdats), dan dialog (al-hiwar). Hanya saja peran ketiga unsure tersebut
tidaklah sama, sebab boleh jadi salah satunya hilang.

Adapun yang harus kita garis bawahi atas pengertian diatas adalah Kisah-
kisah dalam al-Qur’an merupakan kisah paling benar sebagaimana disebutkan dalam
firman Allah SWT, “Dan siapakah orang yang lebih benar perkataannya dari pada
Allah.?” (QS.an-Nisa’/4:87). Hal ini, karena kesesuaiannya dengan realitas sangatlah
sempurna. Kisah al-Qur’an juga merupakan sebaik-baik kisah sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah SWT, “Kami menceritakan kepadamu kisah yang
paling baik dengan mewahyukan al-Qur’an ini kepadamu.” (QS.Yusuf/12:3). Hal ini,
karena ia mencakup tingkatan kesempurnaan paling tinggi dalam capaian balaghah
dan keagungan maknanya. Kisah al-Qur’an juga merupakan kisah paling bermanfa’at
sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka
itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS.Yusuf/12:111).
Hal ini, karena pengaruhnya terhadap perbaikan hati, perbuatan dan akhlaq amat kuat.

2. Macam dan Jenisnya


Didalam Al-Qur’an sendiri banyak dikisahkan bebrapa peristiwa yang pernah
terjadi sejarah. Dari Al-Qur’an dapatlah kita ketahui beberapa kisah yang pernah
dialami orang-orang jauh sebelum kita sejak Nabi Adam As, seperti kisah para Nabi
dan kaumnya. Kisah orang-orang Yahudi, Nasrani, Sabi’in, Majuzi, dan lain
sebagainya.
Selain itupula, Al-Qur’an juga menceritakan bebrapa peristiwa yang terjadi di
zaman Rosululloh SAW, seperti kisah beberapa peperangan (Badar, Uhud, Hunain)
dan perdamaian (Hudaibiyah) dan lain sebagainya.6
Kisah-kisah dalam Al-Quran dapatlah kita bagi menjadi beberapa macam,
yaitu:
a. Dari Segi Waktu

5 Al-Qaththan, op cit, hal 306.


6 Al-Qur’an dan Terjemahnya, DEPAG RI, Jakarta, 1989, hal 116.

4
Ditinjau dari segi waktu kisah-kisah dalam Al-Qur’an ada 3, yaitu:
i.Kisah hal ghaib, yang terjadi pada masa lalu
ii.Kisah hal ghaib, yang terjadi pada masa kini
iii.Kisah hal ghaib, yang terjadi pada masa yang akan datang.
b. Dari Segi Materi
i.Kisah-kisah para Nabi
ii.Kisah tentang peristiwa-peristiwa
yang telah terjadi, masa lampau
yang tidak dapat dipastikan
kenabiannya.
iii.Kisah yang berpautan dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi di
masa Rosululloh SAW.
Sedangkan beberapa ahli agama lain membagi kisah dalam Al-Qur’an ini
menjadi beberapa bagian, antara lain;
1. Dilihat dari sisi pelaku:
a. Kisah para Nabi terdahulu
b. Kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan
orang-orang yang tidak disebutkan kenabiannya.
c. Kisah-kisah yang terjadi pada masa Rosululloh SAW
2. Dilihat dari panjang pendeknya:
a. Kisah panjang
b. Kisah yang lebih pendek dari bagian yang pertama
c. Kisah pendek.

3. Dilihat dari jenisnya:


a. Kisah sejarah (al-qishosh al-tarikhiyyah),
b. Kisah sejarah (al-qishosh at-tamtsiliyyah)
c. Kisah asatir

5
3. Persoalan
Berhubung atas beberapa permasalahan yang akan dibahas pada tulisan ini,
penulis ingin menyimpulkan hal tersebut menjadi beberapa poin, antara lain;
a. Sebutkan beberapa manfaat kisah/manfaat mendongeng, baik dari segi
pendidikan maupun psikologi, dengan mengambil contoh dalam kisah
surat Al-Baqoroh?
b. Sebutkan pelbagai metode penafsiran beserta pengaruh positif dan
negatif kondisi psikologis para pembaca tafsir/mereka yang belajar
tafsir dengan adanya metode penafsiran yang berbeda-beda?

B. PEMBAHASAN
Meskipun Al-Qur’an yang didalamnya terdapat berbagai hikmah, namun
diantara hikmah-hikmah tersebut adalah kisah/dongeng pada Al-Qur’an, dengan
mengambil contoh dalam kisah surat Al-Baqoroh ayat 67-71:
ø Œ Î)u r tA $ s% 4 Ó y ›q ã B ÿ ¾ Ïm ÏB ö q s)Ï9 ¨b Î) © !$ #
ô M ä .⠐ ß D ù 'tƒ b r& (# q çtr2 õ ‹s? Z o t s)t/ ( (# þ q ä 9 $ s% $ tR ä ‹Ï‚-
G s?r& # Y r⠓è d ( tA $ s% è Œ q ã ã r& « !$ $ Î/ ÷ b r& tb q ä .r& z`ÏB š
ú ü Î= Î g È p g ø :$ # ÇÏ Ð È (# q ä 9 $ s% ä í÷ Š$ # $ u Z s9 y 7 /u ‘ û Îiü t7 㠃
$ u Z © 9 $ tB }‘Ïd 4 tA $ s% ¼ çm ¯R Î) ã Aq à )tƒ $ p k ¨X Î) × o t s)t/ ž
w Ö Ú Í‘$sù Ÿ w u r í õ 3 Î/ 8 b # u q t㠚ú ÷ ü t/ y 7 Ï9º sŒ (
(# q è = y è ø ù $ $ sù $ tB šcr㠍 tB ÷ sè ? ÇÏ Ñ È (# q ä 9 $ s% ä í÷ Š$ #
$ o Y s9 š /u ‘ û Îiü t6 㠃 $ o Y © 9 $ tB $ y g çR ö q s9 4 tA $ s%
¼ çm ¯R Î) ã Aq à )tƒ $ p k ¨X Î) × o t s)t/ â ä !# t ø ÿ |¹ Ó ìÏ% $ sù
$ y g çR ö q © 9 ” Ý ¡s? šúï̍ Ïà È ¨Z 9 $ # ÇÏ Ò È (# q ä 9 $ s% ä í÷ Š$ #
$ u Z s9 y 7 /u ‘ û Îiü t7 㠃 $ u Z © 9 $ tB }‘Ïd ¨b Î) t s)t6 ø 9 $ #
tm t7 È t± s? $ u Z ø Šn = tã !$ ¯R Î)u r b Î) u ä !$ x © ª!$ #
tbrß ‰ tG ô g ß Js9 Ç Ð É È tA $ s% ¼ çm ¯R Î) ã Aq à )tƒ $ p k ¨X Î)
× o t s)t/ ž w × Aq ä 9 sŒ çŽ  ÏV è ? u Ú ö ‘F {$ # Ÿ w u r ’Å + ó ¡s?
y ^ ö  p tø :$ # × p y J¯= |¡ã B ž w sp u ‹Ï© $ y g ‹Ïù 4 (# q ä 9 $ s%
z ` È t« ø 9 $ # |M ÷ ¥Å _ È d ,y sø 9 $ $ Î/ 4 $ y d q çtr2 x ‹sù $ tB u r

6
(# rß Š % x . šcq è = y è ø ÿ tƒ Ç ÐÊ È
Artinya: 67. “Dan (ingatlah), ketika Musa Berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah kamu
hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada
Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil". 68. Mereka
menjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar dia menerangkan
kepada Kami; sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah
berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda;
pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". 69.
Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar dia menerangkan
kepada kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman
bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya,
lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." 70. Mereka berkata:
"Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar dia menerangkan kepada kami
bagaimana hakikat sapi betina itu, Karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar
bagi kami dan Sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk
memperoleh sapi itu)." 71. Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa
sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah
dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya."
mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang
sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak
melaksanakan perintah itu. (QS. Al-Baqoroh : 67-71)
Dalam potongan ayat ini, dapat kita menarik kesimpulan mengenai
manfaat/dongeng, antara lain;
1. Hikmah Allah menyuruh menyembelih sapi ialah supaya hilang rasa
penghormatan mereka terhadap sapi yang pernah mereka sembah.
2. Penjelasan mengenai hikmah Allah SWT dalam kandungan kisah-
kisah tersebut, sebagaimana firman-Nya, “Dan sesungguhnya telah
datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat
cegahan (dari kekafiran). Itulah suatu hikmat yang sempurna, maka
peringatan-peringatan itu tiada berguna (bagi mereka).” (al-
Qamar/54:4-5
3. Penjelasan keadilan Allah SWT melalui hukuman-Nya terhadap orang-

7
orang yang mendustakan-Nya. Dalam hal ini, firman-Nya mengenai
orang-orang yang mendustakan itu, “Dan Kami tidaklah menganiaya
mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, karena
itu tiadalah bermanfa’at sedikitpun kepada mereka sembahan-
sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu
datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada
mereka kecuali kebinasaan.” (QS. hud/11:101)
4. Hiburan bagi Nabi SAW atas sikap yang dilakukan orang-orang yang
mendustakannya terhadapnya. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Dan
jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya orang-orang
yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasulnya); kepada
mereka telah datang rasul-rasulnya dengan membawa mukjizat yang
nyata, zubur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna.
Kemudian Aku azab orang-orang yang kafir; maka (lihatlah)
bagaimana (hebatnya) akibat kemurkaan-Kuu.” (QS.fathir/35:25-26)
5. Peringatan kepada orang-orang kafir akan akibat terus menerusnya
mereka dalam kekufuran. Hal ini sebagaimana firman-Nyma, “Maka
apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga
mereak dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang
sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan
orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.”
(QS.muhammad/47:10)

Berbagai metode penafsiran antara lain :


a. Metode Ijmali
Metode Ijmali adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara
ringkas tapi mencakup dengan bahasa yang populer, mudah dipahami

8
dan enak dibaca.
b. Metode analitis
Metode Analitis adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an
dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam ayat-ayat
yang diafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di
dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang
menafsirkan ayat-ayat tersebut.7
c. Metode Tematik
Metode Tematik adalah membahas ayat-ayat Al-Qur’an sesuai
dengan tema atau judul yang telah ditetapkan

C. KESIMPULAN
Maka dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
I.Kisah-kisah dalam Al-Qur’an yang bermanfaat dalam kehidupan
manusia memiliki hikmah antara lain:
1. Hikmah Allah menyuruh menyembelih sapi ialah supaya hilang rasa
penghormatan mereka terhadap sapi yang pernah mereka sembah
2. Penjelasan keadilan Allah SWT melalui hukuman-Nya terhadap orang-
orang yang mendustakan-Nya
3. Hiburan bagi Nabi SAW atas sikap yang dilakukan orang-orang yang
mendustakannya terhadapnya
4. Peringatan kepada orang-orang kafir akan akibat terus menerusnya
mereka dalam kekufuran
II. Sedangkan pengaruh-pengaruh dari metode-metode penafsiran adalah
kita dapat memahami tentang metode-metode dalam menafsirkan Al-Qur’an
dan kita juga dapat mengerti apa saja yang ada dalam isi kandungan Al-
Qur’an tersebut.

77.Al-Farmawi,Abd al-Hayy,Al-Bidayah fi al-Tafsir al_Maudhu I, Mathba’at al-Hadharat al-


Arabiyah,1977,cet ke-2,h.24

9
D. DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya, DEPAG RI, Jakarta, 1989, hal 116.


Al-Farmawi,Abd al-Hayy,Al-Bidayah fi al-Tafsir al_Maudhu I, Mathba’at al-Hadharat al-
Arabiyah,1977

10
Hanafi, Segi-Segi Kesusasteraan pada Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an, Pustaka Al-Husna,
Jakarta, 1984
Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-‘Ashr Al-Hadits, 1973
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1984

11

You might also like