You are on page 1of 8

Liberalisme

Liberalism adalah salah satu tradisi, pandangan, dan ideologi yang cukup berpengaruh
atau dominan dalam studi hubungan internasional (HI). Liberalism memusatkan perhatiannya
pada kebebasan individu. Kaum liberal memandang pembentukan negara sebagai antisipasi
untuk melindungi kebebasan individu baik dari ancaman individu lain, maupun dari negara
itu sendiri. Selain itu liberalism juga dicirikan dengan pembatasan kekuasaan, penegakan
hukum, sistem pemerintahan yang transparan dimana hak-hak kaum minoritas dijamin,
pertukaran gagasan yang bebas, serta perekonomian pasar yang mendukung private
enterprise secara bebas. Liberalism berbicara mengenai pemerintahan dalam negara, antara
negara dengan negara maupun dengan manusia atau individu.

Asumsi atau pemikiran dasar dari liberalisme, antara lain:1

Kaum liberal percaya bahwa manusia adalah makhluk yang rasional. Artinya manusia
mampu mengartikulasi dan mencapai kepentingannya serta mampu memahami
prinsip moral dan aturan hukum yang berlaku.

Kaum liberal percaya bahwa kebebasan individu di atas segalanya

Pandangan yang positif terhadap sifat manusia (human nature).

Kaum liberal percaya bahwa manusia sangat berperan dalam perubahan

Pada awalnya, kaum liberal memandang bahwa telah terjadi pengurangan tatanan alamiah
yang disebabkan oleh pemimpin-pemimpin negara yang tidak demokratis dan
banyaknya kebijakan-kebijakan kuno seperti balance of power

Kaum liberal percaya bahwa hubungan internasional dapat bersifat kooperatif daripada
konfliktual

Liberalism menolak perbedaan antara domain politik domestik dengan internasional

Kaum liberal percaya pada kemajuan

Fokus pemikiran liberal memberikan berbagai penjelasan bagaimana kedamaian dan


korporasi antara aktor hubungan internasional dapat dicapai. Dalam liberal tersendiri terdapat
empat cabang dalam menguraikan bagaimana kedamaian bisa dicapai (Dunne, 2001).

1 Robert, Jackson dan Georg Sorensen. op.cit


Perspektif kedamaian dalam sudut pandang liberal dibagi menjadi empat yakni liberal
internasionalisme, idealisme, dan liberal institutionalisme2.

Liberal internasionalisme
Dua pemikir yang muncul dari liberal internasionalisme adalah Immanuel Kant dan
Jeremy Bentham. Pemikiran liberal mereka tentu saja tidak jauh dari kacamata
mereka memandang situasi politik pada masa hidupnya yakni pada era
Enlightenment. Kant melihat dunia internasional seolah carut marut karena tidak
adanya suatu hukum dan norma yang legitimate mengatur perilaku aktor-aktor
politiknya. Menurut Kant, perdamaian bisa dicapai apabila terdapat hukum
internasional dan kontrak federal antarnegara untuk meninggalkan perang. Bentham
menambahkan pemikiran liberal Kant dengan menyebut contoh nyata yang terjadi
pada Germany Diet, American Confederation, dan Liga Swiss yang terbukti mampu
memfasilitasi konflik yang terjadi akibat persaingan individu melalui pemerintahan
bersama (federasi). Inti dari pemikiran liberal internasionalisme adalah siginifikasi
hukum international. Menurut Bentham, hukum international tersebut dapat terbentuk
tanpa melalui pemerintahan dunia. Menurut liberal internasionalisme masyarakat
internasional berdasar hukum bisa terjadi secara natural sebagaimana Adam Smith
menjelaskan mekanisme pasar dengan invisible hands. Ketika suatu negara mengikuti
self interest masing-masing, individu secara tidak sadar mendorong terwujudnya
kebaikan bersama.

Idealisme
Era idealisme dimulai sejak awal 1900 hingga akhir 1930 yang dimotivasi oleh
keinginan kuat untuk menghindari perang. Salah satu pencetus idelalisme terkenal
adalah Woodrow wilson yang tertuang dalam empat belas point Wilson. Kelahiran
idealisme ditandai oleh pasca perang dunia I sebagai kritikan terhadap paham liberal
internasionalisme yang menyatakan bahwa perdamaian bersifat natural dan bisa
terjadi dengan sendirinya. Menurut Wilson, perdamaian tidak terjadi secara natural
tapi mesti dikontruksi. Lebih lanjut Wilson mengatakan bahwa perdamaian itu bisa
dikontruksi dengan membentuk institusi. Konsep utama dalam pemikiran idealisme
adalah keamanan bersama, collective security. Dikarenakan jika keamanan suatu
negara terganggu akan berimbas pada stabilitias keamanan di negara kawasan

2 Tim Dunne. 2001. “Liberalism”., dalam Steve Smith dan John Baylis, ed. 2001 The Globalization of World
Politics. Oxford: Oxford Press University.
disebabkan interconnectedness, oleh karena itu keamanan menjadi konsep bersama
keamanan suatu negara juga menjadi tanggung jawab negara lain.

Liberal institusionalisme
Pandangan liberal institusionalisme muncul sebagai jawaban atas kritik realisme
merespon peristiwa terjadinya perang dunia dua dan gagalnya Liga Bangsa-bangsa.
Ini menjadikan sifat liberal institusionalisme menjadi cenderung realist dan
mengurangi normativeness (Dunne, 2001). Liberal institusionalime menolak
pandangan aktor bersifat state-centric. Meskipun negara merupakan satu-satunya
aktor tunggal hubungan internasional, mereka menilai organisasi internasional,
perusahaan multinasional merupakan aktor subordinate dalam sistem. Kehadiran aktor
subordinate menjalankan beberapa peran yang tidak dapat dilakukan oleh negara.
Fenomena globalisasi tidak membuat paham liberal menjadi outdated, sebaliknya
liberal terus melakukan penyesuaian dengan konsep kini supaya terus relevan
memberikan penjelasan terhadap kejadian dalam konteks global.

Tokoh-tokoh Liberalisme3:

Immanuel Kant
Immanuel Kant merupakan salah satu filsuf Jerman yang menulis esai tentang masalah
perdamaian dunia pada tahun 1975 berjudul Perpetual Peace (Perdamaian Abadi). Pemikiran
Kantian sangat berpengaruh dalam perkembangan dari hal yang sekarang kita sebut sebagai
teori liberal. Berawal dari premis bahwa sistem internasional merupakan sesuatu yang
berhubungan erat dengan suatu ‘state of nature’ internasional (kondisi kemanusiaan tanpa
atau sebelum pemerintahan), Kant berpendapat bahwa cara satu-satunya agar situasi ini bisa
diatasi adalah menemukan sebuah ‘perdamaian negara’. Kant tidak membayangkan
pembentukan pemerintahan dunia atau bahkan menyatukan kedaulatan, tetapi lebih kepada
sebuah federasi yang lebih ‘longgar’ terdiri dari negara-negara bebas yang diperintah oleh
aturan hukum.

Meski penerapan pemikiran Kantian dalam hubungan internasional telah dinyatakan


sebagai sesuatu yang ‘utopis’, namun penting untuk dicatat bahwa Kant mengakui bahwa
untuk mencapai sebuah tatanan dunia yang adil, diperlukan kondisi-kondisi tertentu,
termasuk pendirian-pendirian republik sebagai lawan dari monarki atau kediktatoran dan,
mungkin, sebuah komitmen universal yang dekat dengan demokrasi liberal.
3 Stean, Jil dan Lloyd Pettiford. 2009.
Kant seringkali ditafsirkan sebagai seseorang yang menyatakan bahwa warga negara
yang berada di bawah aturan seorang raja, atau seorang diktator, maka mereka lebih
cenderung agresif dan pecinta perang. Jika kasusnya seperti ini, secara logika ia mengikuti
premis bahwa suatu federasi dunia hanya mungkin dicapai ketika semua negara itu republik.

Francis Fukuyama
Francis Fukuyama membuahkan karya yang paling populer pada akhir Perang Dingin,
yaitu The End of History and The Last Man. Fukuyama berpendapat bahwa sejarah manusia
telah digerakkan oleh konflik dan perjuangan terhadap sistem nilai dan berbagai usaha untuk
mengatur masyarakat. Kekuatan penggerak di balik Perang Dingin merupakan perjuangan
ideologi antara Timur dan Barat, komunisme dan kapitalisme. Menurut Fukuyama, akhir dari
Perang Dingin telah memperlihatkan hasil akhir dari kapitalisme Barat dan demokrasi liberal

Adam Smith
Adam Smith terkenal dengan ‘invisible hand’-nya, yaitu pasar dilihat sebagai alat yang paling
efisien untuk mengatur produksi dan pertukaran yang dilakukan manusia, yang bekerja
hampir seperti ‘invisible hand’ yang mengarahkan dan mengoordinasi aktivitas
perekonomian. Adam Smith juga menerima dengan baik bahwa pasar tidak perlu sepenuhnya
memenuhi begitu banyak kebutuhan ‘barang-barang kebutuhan publik’ dan bahwa
pemerintah perlu menyediakan barang-barang tersebut. Negara juga diperlukan karena
mereka memberikan kerangka peraturan untuk, misalnya menegakkan hukum terhadap
korupsi dan melindungi persaingan tidak sehat

Liberalisme dalam Hubungannya dengan Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri suatu negara, yang juga disebut kebijakan hubungan internasional,
adalah serangkaian sasaran yang menjelaskan bagaimana suatu negara berinteraksi dengan
negara lain di bidang-bidang ekonomi, politik, sosial, dan militer; serta dalam tingkatan yang
lebih rendah juga mengenai bagaimana negara berinteraksi dengan organisasi-organisasi non-
negara. Interaksi tersebut dievaluasi dan dimonitor dalam usaha untuk memaksimalkan
berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari kerjasama multilateral internasional. Kebijakan
luar negeri dirancang untuk membantu melindungi kepentingan nasional, keamanan
nasional, tujuan ideologis, dan kemakmuran ekonomi suatu negara.

Dalam memahami kebijakan luar negeri, paham liberalisme memiliki kontribusi sendiri
dimana paham liberalisme menyoroti individu (HAM, kebebasan, dan demokrasi), gerakan
sosial (kapitalisme, pasar), dan institusi politik dapat memberikan efek langsung pada
hubungan antarnegara. Dengan kontribusi seperti itu, paham liberalisme menghasilkan
prediksi yang lebih baik tentang kebijakan luar negeri.

Hubungan Luar negeri Liberal

The Liberal Zone of Peace. Pengaruh liberalisme terhadap hubungan antarnegara


liberal yang paling pertama dan yang paling penting adalah terciptanya
perdamaian diantara mereka –negara-negara liberal. Pada awalnya, terjadi
penolakan dan banyak yang meragukan, tetapi kemudian rezim liberal secara jelas
dan pasti memperoleh dasar domestik yang kuat dan pengalaman internasional
yang lebih baik sehingga zona damai diantara negara-negara liberal mulai muncul.
Perdamaian antara negara-negara liberal memang muncul sebagai sebuah
karakteristik. Hal ini dikarenakan negara-negara liberal melakukan pengendalian
perdamaian dan pemisahan perdamaian memang ada diantara mereka. Pemisahan
perdamaian ini menyediakan dasar yang kuat bagi aliansi krusial Amerika Serikat
dengan kekuatan-kekuatan liberal (NATO, aliansi antara AS-Jepang, Aliansi AS
dengan Australia dan New Zealand). Pemisahan perdamaian ini juga menjanjikan
perdamaian yang terus menerus diantara negara-negara liberal, dan dengan
meningkatnya jumlah negara liberal, hal ini menunjukkan adanya kemungkinan
menegakkan perdamaian global tanpa menciptakan negara dunia.

Imprudent Aggresiveness. Di samping menahan diri dalam berperang melawan


negara-negara liberal lainnya, pemikiran liberalisme membawa pengaruh kedua
yaitu imprudent vehemence atau agresi atau permusuhan melawan negara-
negara non-liberal. Pengendalian yang bersifat damai tampaknya hanya bekerja
dengan hubungan liberal dengan negara liberal lainnya. Negara-negara liberal
telah banyak berperang dengan negara-negara non-liberal. Negara-negara liberal
menyerbu negara non-liberal yang lemah dan memperlihatkan derajat
ketidakpercayaan yang luar biasa dalam hubungan kebijakan luar negeri mereka
dengan negara non-liberal yang kuat. Banyak perang, tampaknya muncul dari
perhitungan dan kesalahan perhitungan kepentingan, kesalahpahaman, dan
kecurigaan bersama. Dalam hubungan dengan negara non-liberal yang kuat,
negara-negara liberal telah kehilangan kesempatan untuk mengejar negosiasi dari
pengurangan senjata dan pengendalian senjata ketika masalah ini telah menjadi
kepentingan mereka bersama yang strategis dan mereka telah gagal untuk
membangun skema akomodasi yang lebih luas yang diperlukan untuk melengkapi
pengawasan senjata.

Complaisance dan Isolationism. Pengaruh ketiga dari hubungan internasional


negara-negara liberal adalah supine complaisance. Negara-negara liberal
seringkali picik dalam mempertahankan dasar prasyarat mereka dalam perubahan
situasi internasional, terutama dalam mendukung karakter liberal dari negara-
negara konstituen. Perwujudan lain dari complaisance terletak pada sebuah reaksi
bagi ekses-ekses intervensionisme. Suasana penarikan yang gagal mempengaruhi
kebijakan startegis dan ekonomis terhadap negara-negara penting. Seperti halnya
dengan intervensionisme tampaknya menjadi kegagalan yang khas dari kekuatan
besar liberal, sehingga complaisance mencirikan negara yang turun atau negara
“yang tidak cukup bangkit”.

Analisis Kebijakan Luar Negeri Liberal. Liberalisme memberikan kerangka umum


mengenai zona perdamaian di mana kemakmuran dan kesejahteraan menjadi
rujukan internasional. Analisis kebijakan luar negeri berusaha untuk
memperhitungkan pola-pola ini dengan memfokuskan diri pada apakah hak-hak
individu, kepentingan komersil domestik, atau kombinasi keduanya, bersama
dengan institusi republican dan persepsi internasional, dapat membentuk
kebijakan. Di dalam liberal, Negara dijalankan dalam sebuah positive atau
negative sum game bukan zero sum games. Kepercayaan merupakan hal utama.
Jika kepercayaan berkurang atau bahkan hilang akan merusak kerjasama yang
telah terjalin di antara Negara-negara. Inter-liberal security dilemma memang
diperlukan untuk menjaga kestabilan. Namun, eksistensi dari Negara-negara
liberal lainnya jangan dijadikan sebagai ancaman, tetapi sebaiknya dijadikan
peluang untuk menjalankan perdagangan sehingga dapat menguntungkan satu
sama lain. Hal ini juga dapat dijadikan peluang untuk menciptakan sebuah aliansi
menghadapi Negara-negara non-liberal. Dalam menganalisis, ada tiga tipe liberal,
di mana masing-masing images dapat menjelaskan 3 ciri dari hubungan kebijakan
luar negeri; dan masing-masing memiliki aspek pokok dan mengungkapkan
pilihan sulit dalam kebijakan luar negeri liberal.

First Image Lockean (sifat alami manusia). Locke mengutamakan


kemerdekaan individu. Locke memiliki kewajiban untuk melindungi
kehidupan, kebebasan, dan kemakmuran warga Negara. Kewajiban ini
dapat mempertahankan perdamaian, sedangkan sikap memihak dan
karakter institusional yang kurang baik dari politik dunia akan
menyebabkan persengketaan dalam kewajiban yang tidak dapat
menyelesaikan permasalahan secara damai. Namun, sikap memihak dan
institusi yang lemah serta agresi lebih banyak terjadi dalam system
internasional ini, sehingga permasalahan sulit diatasi. Sikap, prasangka,
dan ketidakhadiran institusi yang objektif dalam peradilan dan pelaksanaan
undang-undang ini dapat memperburuk keadaan bahkan memunculkan
perang.

Second Image Commercial (kemasyarakatan). Tipe kedua ini focus pada


kekuatan social domestik dari pasar dan kapitalisme komersil. Perang tidak
menguntungkan masyarakat. Manufaktur dan perdagangan yang
menguntungkan masyarakat. Kombinasi antara demokrasi dan kapitalisme
merupakan sebuah peluang yang bagus untuk mengubah struktur sosial
menjadi lebih baik. Individu yang rasional menuntut pemerintah yang
demokratis. Kapitalisme pasar dan demokratis membuat individu
berkompetisi secara damai. Kapitalisme demoktaris diartikan sebagai pasar
bebas dan sebuah kebijakan luar negeri yang damai karena hal ini
merupakan solusi terbaik pertama dalam masyarakat kapitalis.

Terakhir, Third Image Kantian (republican internationalist). Immanuel Kant


dalam essay yang berjudul Perpetual Peace (1795) menyatakan bahwa
perdamaian akan tercapai jika tiga kondisi, yaitu republican
representation, liberal respect, dan transnational interdependence,
bertemu bersamaan. Hal ini merupakan tiga ciri dari hubungan luar negeri
liberal.

Melindungi dan meluaskan kebebasan internasional merupakan strategi liberal. Untuk


menghindari trade-offs, kebijakan liberal perlu didesak oleh nilai-nilai liberal dan
geopolitical budget. Strategi melibatkan kecocokan antara apa yang telah disiapkan dengan
apa yang akan dicapai: ini mengidentifikasi tujuan, sumber, ancaman, dan sekutu.
Menyeimbangkan tujuan dan sumber, meminimalisasi ancaman, dan membangun sekutu
adalah elemen penting dari kebijakan luar negeri liberal yang mencoba untuk memelihara dan
memperluas komunitas dari demokrasi liberal tanpa melanggar prinsip liberal atau merugikan
Negara liberal. Selain itu, diperlukan strategi-strategi untuk memperluas komunitas
internasional dengan cara melindungi komunitas liberal, mengembangkan kondisi yang
memperbolehkan komunitas liberal tumbuh, dan mengamankan penggunaan kekuatan untuk
keadaan darurat yang mengancam keberlangsungan komunitas atau nilai-nilai liberal. Strategi
tersebut adalah pemeliharaan, perluasan, inspirasi, dan intervensi (jika diperlukan).

Kebijakan luar negeri liberal merupakan harapan untuk perkembangan perdamaian


dunia. Kesuksesan liberal dalam melakukan aliansi harus dicapai dengan dasar-dasar
kerjasama multilateral. Untuk mencegah resesi ekonomi global, perlu terus dilakukan
liberalisasi perdagangan dan ekspansi investasi internasional untuk mencocokkan kepadatan
dari pengeluaran pemerintah dan konsumsi sektor privat diperlukan untuk mengetahui
tekanan inflasi nasional. Mengatasi masalah ketergantungan gobal, akan menyulitkan
pengaturan ekonomi dan inovasi institusional dalam dunia ekonomi.. Oleh karena itu, liberal
memastikan bagi yang mengalami kerugian, seperti dari kekacauan pasar atau pembatasan,
tidak akan mendapat kerugian penghasilan yang permanen.

You might also like