You are on page 1of 12

Fatwa Ulama Tentang Hukum Mengucapkan Selamat

Natal
Perbedaan Pendapat tentang Mengucapkan Selamat Natal
Diantara tema yang mengandung perdebatan setiap tahunnya adalah ucapan selamat
Hari Natal. Para ulama kontemporer berbeda pendapat didalam penentuan hukum
fiqihnya antara yang mendukung ucapan selamat dengan yang menentangnya. Kedua
kelompok ini bersandar kepada sejumlah dalil.

Meskipun pengucapan selamat hari natal ini sebagiannya masuk didalam wilayah
aqidah namun ia memiliki hukum fiqih yang bersandar kepada pemahaman yang
mendalam, penelaahan yang rinci terhadap berbagai nash-nash syar’i.
Ada dua pendapat didalam permasalahan ini :

1. Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh
Ibnu Utsaimin—semoga Allah merahmati mereka—serta yang lainnya seperti Syeikh
Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari Natal
hukumnya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari syiar-syiar agama
mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya.
Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh
(menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.

Diantara bentuk-bentuk tasyabbuh :


1. Ikut serta didalam hari raya tersebut.
2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.
Mereka juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi
dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang
digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam
menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka
serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka.

2. Jumhur ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Hari Natal.


Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi
global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam
mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang
lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-
orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai
terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya
(non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah,
teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang
Allah swt namun dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil.
Firman Allah swt :Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku
adil.” (QS. Al-Mumtahanah:
Terlebih lagi jika mereka mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin.
Firman Allah swt yang Artinya : “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu
penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya,
atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah
memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86)

Lembaga Riset dan Fatwa Eropa juga membolehkan pengucapan selamat ini jika
mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin khususnya
dalam keadaan dimana kaum muslimin minoritas seperti di Barat. Setelah memaparkan
berbagai dalil, Lembaga ini memberikan kesimpulan sebagai berikut : Tidak dilarang
bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan selamat atas perayaan ini, baik
dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka
atau berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam
seperti salib. Sesungguhnya Islam menafikan fikroh salib,
firman-Nya yang Artinya , “Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula)
menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi
mereka.” (QS. An Nisaa : 157)

Kalimat-kalimat yang digunakan dalam pemberian selamat ini pun harus yang tidak
mengandung pengukuhan atas agama mereka atau ridho dengannya. Adapun kalimat
yang digunakan adalah kalimat pertemanan yang sudah dikenal dimasyarakat.

Tidak dilarang untuk menerima berbagai hadiah dari mereka karena sesungguhnya
Nabi saw telah menerima berbagai hadiah dari non muslim seperti al Muqouqis
Pemimpin al Qibthi di Mesir dan juga yang lainnya dengan persyaratan bahwa hadiah itu
bukanlah yang diharamkan oleh kaum muslimin seperti khomer, daging babi dan lainnya.
Diantara para ulama yang membolehkan adalah DR. Abdus Sattar Fathullah Sa’id, ustadz
bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al Qur’an di Universitas Al Azhar, DR. Muhammad Sayyid
Dasuki, ustadz Syari’ah di Univrsitas Qatar, Ustadz Musthafa az Zarqo serta Syeikh
Muhammad Rasyd Ridho. (www.islamonline.net)

Adapun MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1981 sebelum mengeluarkan
fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan dasar-dasar ajaran Islam dengan disertai
berbagai dalil baik dari Al Qur’an maupun Hadits Nabi saw sebagai berikut :

A) Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat
agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah
keduniaan.
B) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan
peribadatan agama lain.
C) Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin
Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.
D) Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu
mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.
E) Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di
dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai
Tuhan. Isa menjawab: Tidak.
F) Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.
G) Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan
dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada
menarik kemaslahatan.
Juga berdasarkan Kaidah Ushul Fikih ”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan
daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin
mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.

Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :


1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi
Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu
Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.
Mengucapkan Selamat Hari Natal Haram kecuali Darurat. Diantara dalil yang digunakan
para ulama yang membolehkan mengucapkan Selamat Hari Natal adalah firman Allah
swt :
Artinya : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al
Mumtahanah :

Ayat ini merupakan rukhshoh (keringanan) dari Allah swt untuk membina hubungan
dengan orang-orang yang tidak memusuhi kaum mukminin dan tidak memerangi mereka.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa hal itu adalah pada awal-awal islam yaitu untuk
menghindar dan meninggalkan perintah berperang kemudian di-mansukh (dihapus).

Qatadhah mengatakan bahwa ayat ini dihapus dengan firman Allah swt :
Artinya : “Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka.”
(QS. At Taubah : 5)
Adapula yang menyebutkan bahwa hukum ini dikarenakan satu sebab yaitu perdamaian.
Ketika perdamaian hilang dengan futuh Mekah maka hukum didalam ayat ini di-mansukh
(dihapus) dan yang tinggal hanya tulisannya untuk dibaca. Ada juga yang mengatakan
bahwa ayat ini khusus untuk para sekutu Nabi saw dan orang-orang yang terikat
perjanjian dengan Nabi saw dan tidak memutuskannya, demikian dikatakan al Hasan.

Al Kalibi mengatakan bahwa mereka adalah Khuza’ah, Banil Harits bin Abdi Manaf,
demikian pula dikatakan oleh Abu Sholeh. Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah
Khuza’ah.

Mujahid mengatakan bahwa ayat ini dikhususkan terhadap orang-orang beriman yang
tidak berhijrah. Ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud didalam ayat ini
adalah kaum wanita dan anak-anak dikarenakan mereka tidak ikut memerangi, maka
Allah swt mengizinkan untuk berbuat baik kepada mereka, demikianlah disebutkan oleh
sebagian ahli tafsir… (al Jami’ li Ahkamil Qur’an juz IX hal 311)
Dari pemaparan yang dsebutkan Imam Qurthubi diatas maka ayat ini tidak bisa
diperlakukan secara umum tetapi dikhususkan untuk orang-orang yang terikat perjanjian
dengan Rasulullah saw selama mereka tidak memutuskannya (ahli dzimmah).
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban kafir dzimmi adalah sama persis dengan kaum
muslimin di suatu negara islam. Mereka semua berada dibawah kontrol penuh dari
pemerintahan islam sehingga setiap kali mereka melakukan tindakan kriminal, kejahatan
atau melanggar perjanjian maka langsung mendapatkan sangsi dari pemerintah.

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra bahwasanya Rasulullah
saw bersabda,”Janganlah kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Apabila kalian bertemu salah seorang diantara mereka di jalan maka sempitkanlah
jalannya.” (HR. Muslim)

Yang dimaksud dengan sempitkan jalan mereka adalah jangan biarkan seorang dzimmi
berada ditengah jalan akan tetapi jadikan dia agar berada ditempat yang paling sempit
apabila kaum muslimin ikut berjalan bersamanya. Namun apabila jalan itu tidak ramai
maka tidak ada halangan baginya. Mereka mengatakan : “Akan tetapi penyempitan di sini
jangan sampai menyebabkan orang itu terdorong ke jurang, terbentur dinding atau yang
sejenisnya.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XIV hal 211)

Hadits “menyempitkan jalan” itu menunjukkan bahwa seorang muslim harus bisa
menjaga izzahnya dihadapan orang-orang non muslim tanpa pernah mau
merendahkannya apalagi direndahkan. Namun demikian dalam menampilkan izzah
tersebut janganlah sampai menzhalimi mereka sehingga mereka jatuh ke jurang atau
terbentur dinding karena jika ini terjadi maka ia akan mendapatkan sangsi.

Disebutkan didalam sejarah bahwa Umar bin Khottob pernah mengadili Gubernur
Mesir Amr bin Ash karena perlakuan anaknya yang memukul seorang Nasrani Qibti
dalam suatu permainan. Hakim Syuraih pernah memenangkan seorang Yahudi terhadap
Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib dalam kasus beju besinya.

Sedangkan pada zaman ini, orang-orang non muslim tidaklah berada dibawah suatu
pemerintahan islam yang terus mengawasinya dan bisa memberikan sangsi tegas ketika
mereka melakukan pelanggaran kemanusiaan, pelecehan maupun tindakan kriminal
terhadap seseorang muslim ataupun umat islam.

Keadaan justru sebaliknya, orang-orang non muslim tampak mendominanasi di berbagai


aspek kehidupan manusia baik pilitik, ekonomi, budaya maupun militer. Tidak jarang
dikarenakan dominasi ini, mereka melakukan berbagai penghinaan atau pelecehan
terhadap simbol-simbol islam sementara si pelakunya tidak pernah mendapatkan sangsi
yang tegas dari pemerintahan setempat, terutama di daerah-daerah atau negara-negara
yang minoritas kaum muslimin.

Bukan berarti dalam kondisi dimana orang-orang non muslim begitu dominan kemudian
kaum muslimin harus kehilangan izzahnya dan larut bersama mereka, mengikuti atau
mengakui ajaran-ajaran agama mereka. Seorang muslim harus tetap bisa
mempertahankan ciri khas keislamannya dihadapan berbagai ciri khas yang bukan islam
didalam kondisi bagaimanapun.

Tentunya diantara mereka—orang-orang non muslim—ada yang berbuat baik kepada


kaum muslimin dan tidak menyakitinya maka terhadap mereka setiap muslim diharuskan
membalasnya dengan perbuatan baik pula.
Al Qur’an maupun Sunah banyak menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa
berbuat baik kepada semua orang baik terhadap sesama muslim maupun non muslim,
diantaranya : surat al Mumtahanah ayat 8 diatas. Sabda Rasulullah saw,”Sayangilah
orang yang ada di bumi maka yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR. Thabrani)
Juga sabdanya saw,”Barangsiapa yang menyakiti seorang dzimmi maka aku akan
menjadi lawannya di hari kiamat.” (HR. Muslim)
Perbuatan baik kepada mereka bukan berarti harus masuk kedalam prinsip-prinsip agama
mereka (aqidah) karena batasan didalam hal ini sudah sangat jelas dan tegas digariskan
oleh Allah swt :
Artinya : “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”(QS. Al Kafirun : 6)

Hari Natal adalah bagian dari prinsip-prinsip agama Nasrani, mereka meyakini bahwa di
hari inilah Yesus Kristus dilahirkan. Didalam bahasa Inggris disebut dengan Christmas,
Christ berarti Kristus sedangkan Mass berarti masa atau kumpulan jadi bahwa pada hari
itu banyak orang berkumpul mengingat / merayakan hari kelahiran Kristus. Dan Kristus
menurut keyakinan mereka adalah Allah yang mejelma.

Berbuat kebaikan kepada mereka dalam hal ini adalah bukan dengan ikut memberikan
selamat Hari Natal dikarenakan alasan diatas akan tetapi dengan tidak mengganggu
mereka didalam merayakannya (aspek sosial).
Pemberian ucapan selamat Natal baik dengan lisan, telepon, sms, email ataupun
pengiriman kartu berarti sudah memberikan pengakuan terhadap agama mereka dan rela
dengan prinsip-prinsip agama mereka. Hal ini dilarang oleh Allah swt dalam firman-Nya,
Artinya : “Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan
Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia
meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar : 7)

Jadi pemberian ucapan Selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani baik ia adalah
kerabat, teman dekat, tetangga, teman kantor, teman sekolah dan lainnya adalah haram
hukumnya, sebagaimana pendapat kelompok pertama (Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim,
Ibn Baaz dan lainnya) dan juga fatwa MUI.

Namun demikian setiap muslim yang berada diantara lingkungan mayoritas orang-orang
Nasrani, seperti muslim yang tempat tinggalnya diantara rumah-rumah orang Nasrani,
pegawai yang bekerja dengan orang Nasrani, seorang siswa di sekolah Nasrani, seorang
pebisnis muslim yang sangat tergantung dengan pebisinis Nasrani atau kaum
muslimin yang berada di daerah-daerah atau negeri-negeri non muslim maka boleh
memberikan ucapan selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani yang ada di
sekitarnya tersebut disebabkan keterpaksaan. Ucapan selamat yang keluar darinya
pun harus tidak dibarengi dengan keredhoan didalam hatinya serta diharuskan baginya
untuk beristighfar dan bertaubat.

Diantara kondisi terpaksa misalnya; jika seorang pegawai muslim tidak mengucapkan
Selamat Hari Natal kepada boss atau atasannya maka ia akan dipecat, karirnya dihambat,
dikurangi hak-haknya. Atau seorang siswa muslim apabila tidak memberikan ucapan
Selamat Natal kepada Gurunya maka kemungkinan ia akan ditekan nilainya,
diperlakukan tidak adil, dikurangi hak-haknya. Atau seorang muslim yang tinggal di
suatu daerah atau negara non muslim apabila tidak memberikan Selamat Hari Natal
kepada para tetangga Nasrani di sekitarnya akan mendapatkan tekanan sosial dan lain
sebagainya.
Artinya : “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat
kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam
beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk
kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. An
Nahl : 106)

Adapun apabila keadaan atau kondisi sekitarnya tidaklah memaksa atau mendesaknya
dan tidak ada pengaruh sama sekali terhadap karir, jabatan, hak-hak atau perlakuan
orang-orang Nasrani sekelilingnya terhadap diri dan keluarganya maka tidak
diperbolehkan baginya mengucapkan Selamat Hari Natal kepada mereka.

wallahu a’lam
Sumber : www.eramuslim.com

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, wa shalaatu wa salaamu ‘ala nabiyyina Muhammad wa


‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Sudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan Natal yang
dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya mengucapkan selamat natal
ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai
hal ini. Sebagian di antara mereka dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang
dikatakan pintar (baca: cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa
mengucapkan selamat natal kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh
saja’). Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan atau
dianjurkan.

Namun untuk mengetahui manakah yang benar, tentu saja kita harus merujuk pada Al
Qur’an dan As Sunnah, juga pada ulama yang mumpuni, yang betul-betul memahami
agama ini. Ajaran islam ini janganlah kita ambil dari sembarang orang, walaupun
mungkin orang-orang yang diambil ilmunya tersebut dikatakan sebagai cendekiawan.
Namun sayang seribu sayang, sumber orang-orang semacam ini kebanyakan merujuk
pada perkataan orientalis barat yang ingin menghancurkan agama ini. Mereka berusaha
mengutak-atik dalil atau perkataan para ulama yang sesuai dengan hawa nafsunya.
Mereka bukan karena ingin mencari kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya, namun sekedar
mengikuti hawa nafsu. Jika sesuai dengan pikiran mereka yang sudah terkotori dengan
paham orientalis, barulah mereka ambil. Namun jika tidak bersesuaian dengan hawa
nafsu mereka, mereka akan tolak mentah-mentah. Ya Allah, tunjukilah kami kepada
kebenaran dari berbagai jalan yang diperselisihkan –dengan izin-Mu-

Semoga dengan berbagai fatwa dari ulama yang mumpuni, kita mendapat titik terang
mengenai permasalahan ini.

Fatwa Pertama: Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Natal Bersama

Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al
Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’
Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.

Beliau rahimahullah pernah ditanya,


“Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani)
dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan
mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang
dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin
bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan
lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”

Beliau rahimahullah menjawab:


Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka
(dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan
berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini
dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah.
Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar
kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen)
adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.
Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti
mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan
selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang
mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara
yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan
kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan
seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci
oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum
minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang
semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena
itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah
atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –
Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah-
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari
raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti
ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat.
Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak
diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi
ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah
meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

‫ضُه َلُكْم‬
َ ‫شُكُروا َيْر‬
ْ ‫ن َت‬
ْ ‫ضى ِلِعَباِدِه اْلُكْفَر َوِإ‬
َ ‫ل َيْر‬
َ ‫عْنُكْم َو‬
َ ‫ي‬
ّ ‫غِن‬
َ ‫ل‬
َّ ‫ن ا‬
ّ ‫ن َتْكُفُروا َفِإ‬
ْ ‫ِإ‬

“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak
meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai
bagimu kesyukuranmu itu.” (Qs. Az Zumar [39]: 7)

Allah Ta’ala juga berfirman,

‫لَم ِديًنا‬
َ‫س‬ْ ِْ‫ت َلُكُم ال‬
ُ ‫ضي‬
ِ ‫عَلْيُكْم ِنْعَمِتي َوَر‬
َ ‫ت‬
ُ ‫ت َلُكْم ِديَنُكْم َوأَْتَمْم‬
ُ ‫اْلَيْوَم َأْكَمْل‬

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Qs. Al
Maidah [5]: 3)

Apakah Perlu Membalas Ucapan Selamat Natal?

Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan,
baik mereka adalah rekan bisnis ataukah tidak. Jika mereka mengucapkan selamat hari
raya mereka pada kita, maka tidak perlu kita jawab karena itu bukanlah hari raya kita dan
hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala. Hari raya tersebut boleh
jadi hari raya yang dibuat-buat oleh mereka (baca : bid’ah). Atau mungkin juga hari raya
tersebut disyariatkan, namun setelah Islam datang, ajaran mereka dihapus dengan ajaran
Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam ini adalah
ajaran untuk seluruh makhluk.

Mengenai agama Islam yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri berfirman,

َ ‫سِري‬
‫ن‬ ِ ‫خا‬
َ ‫ن اْل‬
َ ‫خَرةِ ِم‬
ِ‫ل‬َْ ‫ل ِمْنُه َوُهَو ِفي ا‬
َ ‫ن ُيْقَب‬
ْ ‫لِم ِديًنا َفَل‬
َ‫س‬ْ‫ل‬
ِْ ‫غْيَر ا‬
َ ‫ن َيْبَتِغ‬
ْ ‫َوَم‬

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
(Qs. Ali Imron [3]: 85)

Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal?

Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini
diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar
memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga
bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut.

Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal?

Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan
mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen
atau makanan (yang disimbolkan dengan ’santa clause’ yang berseragam merah-putih,
lalu membagi-bagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan
dengan hari natal). Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫شّبَه ِبَقْوٍم َفُهَو ِمْنُهْم‬


َ ‫ن َت‬
ْ ‫َم‬

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad
hadits ini jayid/bagus)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim
mengatakan, “Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa
menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan. Bisa jadi
hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi
kesempatan pada mereka untuk menghinakan kaum muslimin.” -Demikian perkataan
Syaikhul Islam-

Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini maka dia berdosa, baik dia
melakukannya karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau supaya ingin mengikat
persahabatan, atau karena malu atau sebab lainnya. Perbuatan seperti ini termasuk cari
muka (menjilat), namun agama Allah yang jadi korban. Ini juga akan menyebabkan hati
orang kafir semakin kuat dan mereka akan semakin bangga dengan agama mereka.
Allah-lah tempat kita meminta. Semoga Allah memuliakan kaum muslimin dengan
agama mereka. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada kita dalam agama ini.
Semoga Allah menolong kaum muslimin atas musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Dia-
lah Yang Maha Kuat lagi Maha Mulia.

Fatwa Kedua: Berkunjung Ke Tempat Orang Nashrani untuk Mengucapkan


Selamat Natal pada Mereka

Masih dari fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah dari Majmu’
Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/29-30, no. 405.

Syaikh rahimahullah ditanya: Apakah diperbolehkan pergi ke tempat pastur (pendeta),


lalu kita mengucapkan selamat hari raya dengan tujuan untuk menjaga hubungan atau
melakukan kunjungan?

Beliau rahimahullah menjawab:


Tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir,
lalu kedatangannya ke sana ingin mengucapkan selamat hari raya, walaupun itu
dilakukan dengan tujuan agar terjalin hubungan atau sekedar memberi selamat (salam)
padanya. Karena terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫لِم‬
َ‫س‬ّ ‫صاَرى ِبال‬
َ ‫ل الّن‬
َ ‫ل َتْبَدُءوا اْلَيُهوَد َو‬
َ

“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).”
(HR. Muslim no. 2167)

Adapun dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkunjung ke tempat orang
Yahudi yang sedang sakit ketika itu, ini dilakukan karena Yahudi tersebut dulu ketika
kecil pernah menjadi pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala Yahudi
tersebut sakit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dengan maksud untuk
menawarkannya masuk Islam. Akhirnya, Yahudi tersebut pun masuk Islam. Bagaimana
mungkin perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengunjungi seorang
Yahudi untuk mengajaknya masuk Islam, kita samakan dengan orang yang bertandang ke
non muslim untuk menyampaikan selamat hari raya untuk menjaga hubungan?! Tidaklah
mungkin kita kiaskan seperti ini kecuali hal ini dilakukan oleh orang yang jahil dan
pengikut hawa nafsu.

Fatwa Ketiga: Merayakan Natal Bersama

Fatwa berikut adalah fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’
(Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi) no. 8848.

Pertanyaan:
Apakah seorang muslim diperbolehkan bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam
perayaan Natal yang biasa dilaksanakan pada akhir bulan Desember? Di sekitar kami ada
sebagian orang yang menyandarkan pada orang-orang yang dianggap berilmu bahwa
mereka duduk di majelis orang Nashrani dalam perayaan mereka. Mereka mengatakan
bahwa hal ini boleh-boleh saja. Apakah perkataan mereka semacam ini benar? Apakah
ada dalil syar’i yang membolehkan hal ini?

Jawaban:
Tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan
hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan
semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan
jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini termasuk bentuk tolong
menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah berfirman,

ِ ‫لْثِم َواْلُعْدَوا‬
‫ن‬ ِْ ‫عَلى ا‬
َ ‫ل َتَعاَوُنوا‬
َ ‫عَلى اْلِبّر َوالّتْقَوى َو‬
َ ‫َوَتَعاَوُنوا‬

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Qs. Al Maidah [5]: 2)
Semoga Allah memberi taufik pada kita. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, pengikut dan sahabatnya.

Ketua Al Lajnah Ad Da’imah: Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz

Saatnya Menarik Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan:

Pertama, Kita –kaum muslimin- diharamkan menghadiri perayaan orang kafir termasuk
di dalamnya adalah perayaan Natal. Bahkan mengenai hal ini telah dinyatakan haram
oleh Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dapat dilihat dalam fatwa MUI yang
dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 1981.

Kedua, Kaum muslimin juga diharamkan mengucapkan ’selamat natal’ kepada orang
Nashrani dan ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin sebagaimana yang
dikatakan oleh Ibnul Qoyyim. Jadi, cukup ijma’ kaum muslimin ini sebagai dalil
terlarangnya hal ini. Yang menyelisihi ijma’ ini akan mendapat ancaman yang keras
sebagaimana firman Allah Ta’ala,

‫صيًرا‬
ِ ‫ت َم‬
ْ ‫ساَء‬
َ ‫جَهّنَم َو‬
َ ‫صِلِه‬
ْ ‫ن ُنَوّلِه َما َتَوّلى َوُن‬
َ ‫ل اْلُمْؤِمِني‬
ِ ‫سِبي‬
َ ‫غْيَر‬
َ ‫ن َلُه اْلُهَدى َوَيّتِبْع‬
َ ‫ن َبْعِد َما َتَبّي‬
ْ ‫ل ِم‬
َ ‫سو‬
ُ ‫ق الّر‬
ِ ‫شاِق‬
َ ‫ن ُي‬
ْ ‫َوَم‬

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Qs. An Nisa’ [4]: 115).
Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka.

Oleh karena itu, yang mengatakan bahwa Al Qur’an dan Hadits tidak melarang
mengucapkan selamat hari raya pada orang kafir, maka ini pendapat yang keliru. Karena
ijma’ kaum muslimin menunjukkan terlarangnya hal ini. Dan ijma’ adalah sumber hukum
Islam, sama dengan Al Qur’an dan Al Hadits. Ijma’ juga wajib diikuti sebagaimana
disebutkan dalam surat An Nisa ayat 115 di atas karena adanya ancaman kesesatan jika
menyelisihinya.

Ketiga, jika diberi ucapan selamat natal, tidak perlu kita jawab (balas) karena itu
bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala.

Keempat, tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-
orang kafir untuk mengucapkan selamat hari raya.

Kelima, membantu orang Nashrani dalam merayakan Natal juga tidak diperbolehkan
karena ini termasuk tolong menolong dalam berbuat dosa.
Keenam, diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan
pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan
dalam rangka mengikuti orang kafir pada hari tersebut.

Demikianlah beberapa fatwa ulama mengenai hal ini. Semoga kaum muslimin diberi
taufiko oleh Allah untuk menghindari hal-hal yang terlarang ini. Semoga Allah selalu
menunjuki kita ke jalan yang lurus dan menghindarkan kita dari berbagai penyimpangan.
Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina


Muhammad wa ‘alihi wa shohbihi wa sallam.

Diselesaikan pada siang hari, di rumah mertua tercinta, Panggang-Gunung Kidul, 18


Dzulhijah 1429 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal, S.T.


Artikel www.muslim.or.id

You might also like