You are on page 1of 5

Mikroorganisme Utama yang Terlibat dalam Penyakit

Periodontal

Pada Workshop/Lokakarya Periodontologi terakhir (American Academy


of Periodontology, 1996c), menghasilkan kesepakatan bahwa mikroorganisme
utama yaitu A actinomycetemcomitans, P gingivalis, dan B forsythus, serta
P intermedia dan T denticola, dianggap sebagai periopatogen penyebab. Diantara
beberapa mikroorganisme tersebut, A actinomycetemcomitan dan P gingivalis
adalah mikroorganisme eksogen dan mempunyai kemampuan untuk menyebar,
sementara B forsythus, P intermedia dan T denticola adalah mikroorganisme
endogen dan bersifat oprotunistik; yaitu jika poket bertambah dalam, maka
mikroorganisme ini akan bertambah banyak dan ikut ambil bagian secara
langsung maupun tidak langsung dalam kerusakan jaringan periodontal. Baik A
actinomycetemcomitan maupun P gingivalis adalah periopatogen eksogen yang
sebenarnya dengan alasan sebagai berikut :

• Prevalensi A actinomycetemcomitan dan P gingivalis rendah dalam


keadaan periodontal sehat atau gingivitis (Eropa dan Amerika Utara)
(Ashimoto et al., 1996).
• Terdapat bukti penularan/penyebaran, misal dari orang tua ke anaknya
atau antara suami-istri (Di Rienzo, 1991; Loos et al., 1990, 1992; Ménard
dan Mouton, 1995; Poulsen et al., 1994; Von Troil-Lindén et al., 1995).
• Keragaman genetik dari organisme target yang sangat sedikit di dalam
pasien (pasien terinfeksi hanya oleh satu strain saja) (Ali et al, 1997; Loos
et al., 1990; Saarela et al, 1993; van Steenbergen et al, 1993).
• Respon imun terhadap A actinomycetemcomitan dan P gingivalis nyata
melebihi respon imun terhadap infeksi endogen (Slots dan Listgarten,
1998).
• Studi-studi klinis membuktikan bahwa A actinomycetemcomitan dan P
gingivalis dapat dihilangkan dengan perawatan mekanis yang tepat dan
dengan bantuan terapi antibiotik (Pavicic et al, 1994; Rams et al, 1992).
Apabila A actinomycetemcomitan dan P gingivalis adalah patogen eksogen
yang sebenarnya, maka cara pencegahan penyakit periodontal yang relevan adalah
dengan menghindari kedua organisme tersebut. Dengan demikian kehadiran
kedua organisme tersebut sudah merupakan indikasi untuk dilakukan intervensi
dan tes kualitatif sangat sensitif dapat menjadi alat diagnostik yang sangat
berguna. Meskipun demikian pencegahan infeksi oportunistik memerlukan
kontrol terus-menerus terhadap kondisi ekologis yang mengatur flora penghuni
rongga mulut. Dalam hal ini, yang dibutuhkan adalah tes kuantitatif dan oleh
karena itu sensitifitas menjadi tidak penting. Masalah ini menimbulkan asumsi
pentingnya pengembangan dan tersedia bagi dokter gigi alat diagnostik seperti
probe DNA dan alat-alat diagnostik lainnya untuk deteksi beberapa patogen
putatif.

Actinobacillus actinomycetemcomitan
Salah satu hubungan paling kuat antara patogen yang dicurigai dan
penyakit periodontal merusak/destruktif (setidaknya dari jumlah studi yang telah
dipublikasikan) ditunjukkan oleh A actinomycetemcomitan. A actino-
mycetemcomitan adalah bakteri berbentuk batang ujung-bulat, capnophilic,
saccharolytic, nonmotile (tidak bergerak), gram-negatif, anaerob fakultatif kecil,
yang membentuk koloni-koloni kecil, cembung dengan pusatnya berbentuk
bintang ketika tumbuh pada plat agar darah.
Spesies ini pertama kali dikenali kemungkinan sebagai patogen
periodontal karena lebih sering ditemukan dan dalam jumlah besar pada lesi-lesi
periodontitis agresif terlokalisir (Chung et al, 1989; Mandel dan Socransky, 1981;
Newman et al, 1976; Newman dan Socransky, 1977; Slots, 1976; Slots et al,
1980; Zambon et al, 1983a, 1983b) daripada yang ditemukan pada sampel-sampel
plak dari kondisi-kondisi klinis lainnya, termasuk periodontitis, gingivitis dan
kondisi sehat. Segera setelah itu, ditunjukkan bahwa mayoritas subjek dengan
periodontitis agresif bentuk terlokalisir memicu peningkatan respon antibodi
serum dalam jumlah besar terhadap spesies ini dan terjadi sintesis lokal antibodi
terhadap spesies ini. Apabila subjek yang menderita penyakit bentuk ini dirawat
dengan berhasil, spesies ini akan hilang atau jumlahnya berkurang; perawatan
dianggap gagal jika jumlah spesies pada area yang dirawat tidak berkurang
(Christersson et al, 1985a, 1985b; Christersson dan Zambon, 1993; Kornman dan
Robertson, 1985; Mandell et al, 1986; Pacivic et al, 1994; Preus, 1988; Saxén dan
Asikainen, 1993; Slots dan Rosling, 1983).
Pada eksperimen binatang, spesies menghasilkan sejumlah metabolit yang
berpotensi merusak, termasuk leukotoxin, dan menyebabkan penyakit (Irving et
al, 1978). A actinomycetemcomitan menunjukkan kemampuan untuk menginvasi
sel-sel epitelial gingiva manusia yang dikultur secara in vitro (Blix et al, 1992;
Sreenivasan et al, 1993). Barangkali data yang menunjukkan hubungan paling
kuat berasal dari studi “lesi-lesi aktif”, dimana A actinomycetemcomitan terdapat
dalam jumlah besar pada area aktif dibandingkan dengan area tidak aktif
(Haffajee et al, 1984; Mandell et al, 1984; Mandell et al, 1987) dan dari studi-
studi prospektif pada saudara kandung yang sehat dari subjek dengan periodontitis
agresif terlokalisir (Di Rienzo et al, 1994). Secara kolektif, data menunjukkan
bahwa A actinomycetemcomitan kemungkinan adalah patogen pada periodontitis
agresif terlokalisir. Meskipun demikian, hal ini sebaiknya tidak diartikan bahwa
A actinomycetemcomitan adalah satu-satunya penyebab dari kondisi klinis ini.
Spesies ini juga merupakan organisme penting dalam flora subgingiva
pada pasien-pasien dengan refractory periodontitis (Rodenburg et al, 1990). Pada
sebuah studi yang belum lama dilakukan pada pasien-pasien dengan refractory
periodontitis, Colombo et al (1998) menemukan bahwa jumlah A actino-
mycetemcomitans, P gingivalis, dan T denticola adalah sama. Selain itu, Renvert
et al (1998) baru-baru ini menemukan A actinomycetemcomitan dalam jumlah
besar pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok, setelah perawatan non
bedah.
Van Winkelhoff et al (1992) merawat 50 subjek dewasa dengan “severe
generalized periodontitis” dan 40 subjek dengan refractory periodontitis yang
menunjukkan koltur positif A actinomycetemcomitan. Terapi meliputi debridemen
mekanis dan amoxicillin yang diberikan secara sistemik serta metronidazole
selama 7 hari. Hanya 1 dari 90 subjek yang kultur positif untuk A actino-
mycetemcomitan dalam 3 sampai 9 bulan pasca terapi (Van Winkelhoff et al,
1992) dan 1 dari 48 subjek kultur positif 2 tahun pasca terapi (Pacivic et al, 1994).
Terjadi penambahan yang signifikan pada level attachment dan pengurangan
kedalaman probing pada semua pasien setelah terapi. Data semacam ini
menunjukkan bahwa A actinomycetemcomitan juga memainkan peranan dalam
penyakit periodontal pada beberapa, namun tidak semua, subjek dewasa.
A actinomycetemcomitan juga dianggap mempunyai derajat patogenik
(virulensi) serotype-dependent variance. Perbedaan distribusi serotype teramati
antara pasien dengan penyakit periodontal dan karier/pembawa A actino-
mycetemcomitan yang tidak menderita penyakit periodontal. Serotype b kerapkali
ditemukan pada subjek-subjek dengan periodontitis agresif (Asikainen et al,
1991b, 1995; Zambon et al, 1983b, 1996b). Beberapa sifat dari A actino-
mycetemcomitan dianggap sebagai penentu/determinan virulensi yang penting dan
potensi patogenik, yaitu produksi leukotoxin, yang dianggap sangat signifikan
dalam perannya untuk menghindari pertahanan host lokal oleh A actino-
mycetemcomitan. Prevalensi yang tinggi (10 sampai 100 kali lipat) dari strain
leukotoksik tingi telah dilaporkan pada pasien-pasien dengan periodontitis agresif
terlokalisir dibandingkan dengan pasien-pasien dengan periodontitis kronis atau
dari subjek sehat (Zambon et al, 1996b).
Tabel 2 memperlihatkan beberapa bukti yang terkait dengan A actino-
mycetemcomitan dalam etiologi penyakit periodontal destruktif.
Porphyromonas gingivalis
Porphyromonas gingivalis merupakan periopatogen di urutan kedua yang
paling banyak diteliti secara luas setelah A actinomycetemcomitan. Berbeda
dengan anaerob fakultatif A actinomycetemcomitan, porphyromonas gingivalis
adalah benar-benar anaerob dan gram negatif. Porphyromonas gingivalis tidak
bergerak (nonmotile), asaccharolytic dan biasanya berbentuk coccoid atau batang
pendek, dan termasuk anaerob pigmen hitam/black-pigmented (sebelumnya,
black-pigmented Bacteroides), dimana organisme ini dianggap paling
virulen/ganas. Anaerob black-pigmented memproduksi beberapa enzim poten,
terutama kolagenase dan protease; endotoksin; fatty acids; dan agen-agen toksik
lainnya (Shah, 1993).

You might also like