You are on page 1of 28

2.

Bahan campuran baja dengan keadaan kadar karbon yang tinggi 0,3 %,
beroksidasi dengan intensif oleh karenanya harus dipanaskan sampai suhu awal.

3. Baja karbon yang tinggi dan campuran merupakan penghantar panas yang buruk
sehingga haru dipanaskan secara prlahan-lahan dan menyeluruh hingga di atas
suhu klritis.
4. Jika pemanasan dilakukan melampaui batas suhu yang diperbolehkan akan terjadi
gosong pada baja dan setelah dingin akan mengalami kerapuhan.

Macam Macam Proses Heat Treatment

a. Quenching ( pengerasan )
Proses quenching atau pengerasan baja adalah suatu proses pemanasan logam
sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk mendapatkan kehomogenan ini
maka audtenit perlu waktu pemanasan yang cukup. Selanjutnya secara cepat baja tersebut
dicelupkan ke dalam media pendingin, tergantung pada kecepatan pendingin yang kita
inginkan untuk mencapai kekerasan baja.
Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat berubah
menjadi ferit atau perlit karena tidak ada kesempatan bagi atom-atom karbon yang telah
larut dalam austenit untuk mengadakan pergerakan difusi dan bentuk sementitoleh karena
itu terjadi fase lalu yang mertensit, imi berupa fase yang sangat keras dan bergantung
pada keadaan karbon.
b. Anneling
Proses anneling atau melunakkan baja adalah prose pemanasan baja di atas
temperature kritis ( 723 °C )selanjutnya dibiarkan bebrapa lama sampai temperature
merata disusul dengan pendinginan secara perlahan-lahan sambil dijaga agar temperature
bagian luar dan dalam kira-kira samahingga diperoleh struktur yang diinginkan dengan
menggunakan media pendingin udara.
Tujuan proses anneling :
1. Melunakkan material logam
2. Menghilangkan tegangan dalam / sisa
3. Memperbaiki butir-butir logam.
c. Normalizing
Normalizing adalah suatu proses pemanasan logam hingga mencapai fase austenit
yang kemudian diinginkan secara perlahan-lahan dalam media pendingin udara. Hasil
pendingin ini berupa perlit dan ferit namunhasilnya jauh lebih mulus dari anneling.
Prinsip dari proses normalizing adalah untuk melunakkan logam. Namun pada baja
karbon tinggi atau baja paduan tertentu dengan proses ini belum tentu memperoleh baja
yang lunak. Mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung dari kadar karbon.
d. Tempering
Proses tempering adalah pemanasan baja sampai temperature sedikit di bawah
temperature kritis, kemudian didiamkan dalam tungku dan suhunya dipertahankan sampai
merata selama 15 menit. Selanjutnya didinginkan dalam media pendingin. Jika kekerasan
turun, maka kekuatan tarik turun pula. Dalamhal ini keuletan dan ketangguhan baja akan
meningkat. Meskipun proses ini akan menghasilkan baja yang lebih lemah. Proses ini
berbeda dengan anneling karena dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang
lunak, mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung oleh kadar karbon.
e. Hardening
Merupakan proses pemanasan logam sampai atau lebih diatas temperatur kritisnya
(723oC) kemudian didinginkan dengan cepat dengan media pendingin.

Jenis-jenis pengerasan permukaan

1. karburasi
Cara ini sudah lama dikenaloleh orang sejak dulu. Dalam cara ini, besi dipanaskan
diatas suhu dalam lingkungan yang mengandung karbon, baik dalam bentuk padat,cair
ataupun gas. Beberapa bagian dari cara kaburasi yaitu kaburasi padat, kaburasi cair dan
karburasi gas.
2. karbonitiding
Adalah suatu proses pengerasan permukaan dimana baja dipanaskan di atas suhu
kritis di dalam lingkungan  gas dan terjadi penyerapan karbon dan nitrogen. Keuntungan
karbonitiding adalah kemampuan pengerasan lapisan luar meningkat bila ditambahkan
nitrogen sehingga dapat diamfaatkan baja yang relative murah ketebalan lapisan yang
tahan antara 0,80 sampai 0,75 mm.
3. cyaniding
Adalah proses dimana terjadi absobsi karbon dan nitrogen untuk memperoleh
specimen yang keras pada baja karbon rendah yang sulit dikeraskan.
4.    Nitriding
Adalah proses pengerasan permukaan yang dipanaskan sampai ± 510°c dalam
lingkungan gas ammonia selama beberapa waktu.

Sumber :
(http://www.education.web.id/site/index.php?
option=com_content&view=article&id=74:perlakuan-
panas&catid=40:logam&Itemid=63)

Media pendingin
Menurut kamus Bahasa Indonesia pendingin adalah alat untuk mendinginkan,sedangkan
Media adalah alat yang digunakan untuk mendinginkan.
Hal – hal yang mempengaruhi laju pendinginan :
a) Viskositas, merupakan tingkat kekentalan yang dimiliki oleh suatu fluida atau zat
cair. Semakin tinggi viskositasnya maka semakin lambat laju pendinginan. Misalnya
pada oli air garam memiliki tingkat viskositas rendah dan massa jenis yang tinggi
sehingga laju pendinginan cepat. Di banding dengan oli yang memiliki tingkat
viskositas yang tinggi dan massa jenis yang tinggi sehingga panas sulit menguap
dengan cepat maka laju pendinginan juga lambat.
b) Densitas, Merupakan massa jenis dari pendingin . Semakin tinggi densitas yang
dimiliki suatu media pendingin, maka semakin cepat laju pendinginannya.
c) Temperatur, Semakin tinggi temperatur suatu bahan maka laju pendinginannya juga
semakin lambat. Tapi ini tergantung dari media pendingin yang di gunakan, semakin
rendah temperatur yang di butuhkan suatu bahan, maka semakin cepat laju
pendinginannya.
d) Waktu, Semakin cepat laju pendinginan suatu materian maka waktu pendinginannya
pun semakin singkat. Begitu pula sebaliknya jika laju pendinginan lambat maka
waktunya pun semakin lama.
Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan baja bermacam-macam.
Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panas antara lain :
1.Air 
Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginanyang cepat.
Biasanya ke dalam air tersebut dilarutkan garam dapur sebagaiusaha mempercepat
turunnya temperatur benda kerja dan mengakibatkan bahan menjadi keras.
2.  Minyak 
Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan panasadalah yang
dapat memberikan lapisan karbon pada kulit (permukaan)benda kerja yang diolah. Selain
minyak yang khusus digunakan sebagaibahan pendingin pada proses perlakuan panas,
dapat juga digunakanminyak bakar atau solar.
3.  Udara
Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan pendinginan
lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan ke dalam ruangan pendingin
dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara sebagai pendingin akan memberikan
kesempatan kepada logam untuk membentuk kristal – kristal dan kemungkinan mengikat
unsur – unsur laindari udara.
4. Garam
Garam dipakai sebagai bahan pendingin disebabkan memiliki sifat mendinginkan yang
teratur dan cepat. Bahan yang didiginkan di dalamcairan garam yang akan mengakibatkan
ikatannya menjadi lebih keras karena pada permukaan benda kerja tersebut akan
meningkat zat arang.
5.Solar
Memiliki viskositas yang tiggi di banding air dan massa jenis nya lebih rendah di banding
air sehingga laju pendinginannya lambat
Sumber : (http://www.scribd.com/doc/49582727/10/D-Media-Pendingin)
Diagram Fe -Fe 3C

Keterangan gambar :
Dari diagram diatas dapat kita lihat bahwa pada proses    pendinginan perubahan –
perubahan pada struktur kristal dan  struktur mikro sangat bergantung pada komposisi
kimia.
Pada kandungan karbon mencapai 6.67% terbentuk struktur mikro dinamakan
Sementit Fe3C (dapat dilihat pada garis vertical paling kanan).
Sifat – sifat cementitte: sangat keras dan sangat getas
Pada sisi kiri diagram dimana pada kandungan karbon yang sangat rendah, pada
suhu kamar terbentuk struktur mikro ferit.
Pada baja dengan kadar karbon 0.83%, struktur mikro yang terbentuk adalah Perlit,
kondisi suhu dan kadar karbon ini dinamakan titik Eutectoid.
Pada baja dengan kandungan karbon rendah sampai dengan titik eutectoid, struktur
mikro yang terbentuk adalah campuran antara ferit dan perlit.
Pada baja dengan kandungan titik eutectoid sampai dengan 6.67%, struktur mikro
yang terbentuk adalah campuran antara perlit dan sementit.
Pada saat pendinginan dari suhu leleh baja dengan kadar karbon rendah, akan
terbentuk struktur mikro Ferit Delta lalu menjadi struktur mikro Austenit.
Pada baja dengan kadar karbon yang lebih tinggi, suhu leleh turun dengan naiknya
kadar karbon, peralihan bentuk langsung dari leleh menjadi Austenit.

Penekanan terletak pada Struktur mikro, garis-garis dan Kandungan Carbon.

a. Kandungan Carbon
0,008%C = Batas kelarutan maksimum Carbon pada Ferrite pada temperature kamar
0,025%C = Batas kelarutan maksimum Carbon pada Ferrite pada temperature 723
b. Derajat Celcius
0,83%C = Titik Eutectoid
2%C = Batas kelarutan Carbon pada besi Gamma pada temperature 1130 Derajat Celcius
4,3%C = Titik Eutectic
0,1%C = Batas kelarutan Carbon pada besi Delta pada temperature 1493 Derajat Celcius
c. Garis-garis
Garis Liquidus ialah garis yang menunjukan awal dari proses pendinginan (pembekuan).
Garis Solidus ialah garis yang menunjukan akhir dari proses pembekuan (pendinginan).
Garis Solvus ialah garis yang menunjukan batas antara fasa padat denga fasa padat atau
solid solution dengan solid solution.
Garis Acm = garis kelarutan Carbon pada besi Gamma (Austenite)
Garis A3 = garis temperature dimana terjadi perubahan Ferrit menjadi Autenite (Gamma)
pada pemanasan.
Garis A1 = garis temperature dimana terjadi perubahan Austenite (Gamma) menjadi
Ferrit pada pendinginan.
Garis A0 = Garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic pada Cementid.
Garis A2 = Garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic pada Ferrite.
d. Struktur mikro
Ferrite ialah suatu komposisi logam yang mempunyai batas maksimum kelarutan Carbon
0,025%C pada temperature 723 Derajat Celcius, struktur kristalnya BCC (Body Center
Cubic) dan pada temperature kamar mempunyai batas kelarutan Carbon 0,008%C.
Austenite ialah suatu larutan padat yang mempunyai batas maksimum kelarutan Carbon
2%C pada temperature 1130 Derajat Celcius, struktur kristalnya FCC (Face Center
Cubic).
Cementid ialah suatu senyawa yang terdiri dari unsur Fe dan C dengan perbandingan
tertentu (mempunyai rumus empiris) dan struktur kristalnya Orthohombic.
Lediburite ialah campuran Eutectic antara besi Gamma dengan Cementid yang dibentuk
pada temperature 1130 Derajat Celcius dengan kandungan Carbon 4,3%C.
Pearlite ialah campuran Eutectoid antara Ferrite dengan Cementid yang dibentuk pada
temperature 723 Derajat Celcius dengan kandungan Carbon 0,83%C.

sumber : (http://gregoriusagung.wordpress.com/2009/01/30/heat-treatment-annealing-
quenching/)

Diagram TTT.
Diagram TTT (time temperature transformation) digunakan untuk mengetahui
perubahan transformasi yang terjadi pada proses perlakuan panas (heat treatment). Proses
perlakuan panas pada baja cenderung membuat baja mengalami perubahan-perubahan
fasa yang diakibatkan karena temperatur dan waktu penahan (holding time).
Dari diagram di ketahui untuk mendapatkan pembentukan fasa martensit maka baja
dilakukan pemanasan sampai temperatur austenit kemudian dilakukan penuruan secara
cepat yaitu hingga mencapai temperatur ±230°C. Untuk pembentukan fasa γ + martensit
prosesnya yaitu dengan menaikkan temperatur sampai temperatur austenit kemudian
dilakukan penurunan temperatur sekitar ±320°C dan dilakukan penahanan pemanasan
pada temperatur tersebut. Untuk pembentukan fasa bainit prosesnya yaitu dengan
menaikkan temperatur sampai temperatur austenit kemudian dilakukan penurunan
temperatur sekitar ±500°C dan dilakukan penahanan pemanasan pada temperatur tersebut.

Suhu 0C 600
500
5
400
4
300 3

200 2

0 1

-200
0,1 1.0 10 100 1000
Waktu detik (skala log)
Keterangan :
 = Fase Ferit 1 = Air garam
 = Fase austerit 2 = Air
+c = fase Perlit 3 = Solar
Ms = Martensit start 4 = Oli
Mf = Martensit Finish 5 = Udara

Dari gambar diatas diketahui bahwa :


a. Kurva no (1) Air garam
Laju pendinginannya lebih cepat dari pada media pendingin lainnya karena
viskositasnya lebih kecil dibandingkan media pendingin lainnya. Media pendingin
air garam menghasilkan struktur martensit yang getas dan keras.
b. Kurva no (2) Media pendingin Air
Laju pendinginannya lebih cepat dari solar , oli dan udara karena Viskositasnya
kecil, menghasilkan lebih kasar dan juga memiliki ferit dan perlit didalamnya.
c. Kurva no (3) media pendingin solar
Laju pendinginannya lebih lambat dari air disebabkan Viskositasnya yang lebih
tinggi dariair dan massa jenisnya juga lebih rendah dibandingkan air. Struktur
yang dihasilkan adalah perlit dan ferit yang halus.
d. Kurva No (4) Media pendingin Oli
Laju pendinginannya lebih lambat darisolar karena Viskositasnya yang lebih
tinggi dari solar dan massa jenisnya lebih rendah dibandingkan solar. Struktur
yang dihasilkan berupa perlit dan ferit yang lebih halus dari solar . sifat
materialnya lunak danulet.
e. Kurva no (5) Media pendingin Udara
Laju pendinginannya paling lama karena udara tida memiliki nilai Viskositas
tetapi memiliki massa jenis yang dipaling kecil dibandingkan semua media
pendingin. Struktur yang dihasilkan ferit dan perlit yang halus dan mempunyai
struktur yang rapi.
Fase yang terbentuk diantaranya:
1. Ferit
Merupakan larutan pada karbon dalambesi dan kandungan karbon dalam besi
masimum 0,025% pada temperatur 723oC pada temperatur kamar.
2. Simentit
Merupakan senyawa logam yang mempunyai kekerasan tinggi atau terkeras
diantara fasa-fasa yang mungkin terjadi pada baja yang mengandung 6,67% kadar
karbon, walaupun sangat bersifat getas.
3. Austenit
Merupakan larutan padat intertisi antara karbon dan besi yang mempunyai sel
satuan BCC yang stabil pada temperatur 912oC yang lunak tetapi ulet.
4. Perlit
Merupakan elektrolid yang terdiri dari 2 fasa yaitu Ferit dan Simentit. Sifatnya
kuat dan tahan terhadap korosi serta kandungan karbonnya 0,83%.
5. Lode Burit
Merupakan susunan elektrolit dengankandungan karbonnya 4,3% yaitu campuran
perlit dan simentit. Sifatnya halus dan getas.
6. Besi delta
Merupakan fasa yang berada antara temperatur 1400oC – 15350C dan mempunyai
sel satuan BCC, Karbon yang larut sampai 0,1 %.

Diagram CCT
Diagram CCT (continuos cooling transformation) digunakan pada proses perlakuan
panas (heat treatment) yang berfungsi untuk mengetahui lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk pembetukan transformai fasa.
     Penjelasan diagram:
 Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan menghasilkan
struktur mikro perlit dan ferlit.
 Pada proses pendinginan sedang, seperti, pada garis (b) akan menghasilkan
struktur mikro perlit dan bainit.
 Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan menghasilkan struktur
mikro martensit.

Diagram CCT (Continuos Cooling Transformation). Untuk pembentukan fasa γ + α


+ perlit . Prosesnya yaitu dengan menaikkan temperatur sampai temperatur austenit
kemudian dilakukan penurunan temperatur sekitar ±550°C dan dilakukan penahanan
pemanasan pada temperatur tersebut. Untuk pembentukan fasa α + perlit prosesnya yaitu
dengan menaikkan temperatur sampai temperatur austenit kemudian dilakukan penurunan
temperatur sekitar ±600°C dan dilakukan penahanan pemanasan pada temperatur tersebut.
Dan Untuk pembentukan fasa α + γ perlit prosesnya yaitu dengan menaikkan
temperatur sampai temperatur austenit kemudian dilakukan penurunan temperatur sekitar
±700°C dan dilakukan penahanan pemanasan pada temperatur tersebut.

Sumber : (http://www.steelindonesia.com/article/02-heat_treatment.html) dan


(http://belajarmetalurgi.blogspot.com/2011/02/heat-treatment.html)
Sistem Kristalografi

Kristalografi adalah suatu cabang dari mineralogi yang mempelajari sistemsistem


kristal. Suatu kristal dapat didefinisikan sebagai padatan yang secara esensial mempunyai
pola difraksi tertentu (Senechal, 1995 dalam Hibbard,2002). Jadi, suatu kristal adalah
suatu padatan dengan susunan atom yang berulang secara tiga dimensional yang dapat
mendifraksi sinar X. Kristal secara sederhana dapat didefinisikan sebagai zat padat yang
mempunyai susunan atom atau molekul yang teratur. Keteraturannya tercermin dalam
permukaan kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola
tertentu. Bidang-bidang datar ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara
bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu
kristal. Bidang muka kristal itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh
perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa
garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal
tersebut mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai parameter.

Kimia Kristal
Komposisi kimia suatu mineral merupakan hal yang sangat mendasar, beberapa
sifat-sifat mineral / kristal tergantung kepadanya. Sifat-sifat mineral/kristal tidak hanya
tergantung kepada komposisi tetapi juga kepada susunan meruang dari atom-atom
penyusun dan ikatan antar atom-atom penyusun kristal / mineral.
Komposisi kimia kerak bumi :
1. Kerak
2. Mantel, dan
3. Isi bumi
Ketebalan kerak bumi di bawah kerak benua sekitar 36 km dan di bawah kerak
samudra berkisar antara 10 sampai 13 km. Batas antara kerak dengan mantel dikenal
dengan Mohorovicic discontinuity.
Kimia kristal Sejak penemuan sinar X, penyelidikan kristalografi sinar X telah
mengem-bangkan pengertian kita tentang hubungan antara kimia dan struktur. Tujuannya
adalah: 1) untuk mengetahui hubungan antara susunan atom dan komposisi kimia dari
suatu jenis kristal. 2) dalam bidang geokimia tujuan mempelajari kimia kristal adalah
untuk memprediksi struktur kristal dari komposisi kimia dengan diberikan temperatur dan
tekanan
Daya Ikat dalam Kristal
Daya yang mengikat atom (atau ion, atau grup ion) dari zat pada kristalin adalah
bersifat listrik di alam. Tipe dan intensitasnya sangat berkaitan dengansifat-sifat fisik dan
kimia dari mineral. Kekerasan, belahan, daya lebur, kelistrikan dan konduktivitas termal,
dan koefisien ekspansi termal berhubungan secara langsung terhadap daya ikat
Secara umum, ikatan kuat memiliki kekerasan yang lebih tinggi, titik leleh yang
lebih tinggi dan koefisien ekspansi termal yang lebih rendah. Ikatan kimia dari suatu
kristal dapat dibagi menjadi 4 macam, yaitu: ionik, kovalen, logam dan van der Waals.

System Kristal
Hingga saat ini baru terdapat 7 macam sistem kristal. Dasar penggolongan sistem
kristal tersebut ada tiga hal, yaitu: jumlah sumbu kristal, letak sumbu kristal yang satu
dengan yang lain parameter yang digunakan untuk masing-masing sumbu kristal.
Adapun ke tujuh sistem kristal tersebut adalah :
1. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem
kristal  kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu
dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-
masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b
dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal
ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu
sama lain (90˚).

Gambar 1 Sistem Isometrik


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik
garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai
30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :
 Tetaoidal
 Gyroida
 Diploida
 Hextetrahedral
 Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite,
galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)
2. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang
masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama.
Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada
umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a
= b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan
sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada
sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain
(90˚).

Gambar 2 Sistem Tetragonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki
nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
 Piramid
 Bipiramid
 Bisfenoid
 Trapezohedral
 Ditetragonal Piramid
 Skalenohedral
 Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil,
autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)
3. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap
ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚
terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan
panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini,
sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 3 Sistem Hexagonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis
dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya
a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai
20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem  ini dibagi menjadi 7:
 Hexagonal Piramid
 Hexagonal Bipramid
 Dihexagonal Piramid
 Dihexagonal Bipiramid
 Trigonal Bipiramid
 Ditrigonal Bipiramid
 Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)
4. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu
Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem
kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya,
bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam,
kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati
satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b =
d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu
d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β =
90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan
membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 4 Sistem Trigonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚
terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
 Trigonal piramid
 Trigonal Trapezohedral
 Ditrigonal Piramid
 Ditrigonal Skalenohedral
 Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah  tourmaline dan
cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)
5. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal
yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai
panjang yang berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada
yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling
tegak lurus (90˚).

Gambar 5 Sistem Orthorhombik


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:
 Bisfenoid
 Piramid
 Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,
chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)
6. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang
dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c,
tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan
sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β =
90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚),
sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).

Gambar 6 Sistem Monoklin


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
 Sfenoid
 Doma
 Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite, 
malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)
7. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling
tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada
yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak
saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.

Gambar 7 Sistem Triklin


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan
menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
 Pedial
 Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite,
labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)
Sumber (http://medlinkup.wordpress.com/2011/02/26/sistem-kristal/)
Unsur-unsur simetri kristal
Dari masing-masing sistem kristal dapat dibagi lebih lanjut menjadi klas-klas kristal
yang jumlahnya 32 klas. Penentuan klasikasi kristal tergantung dari banyaknya unsur-
unsur simetri yang terkandung di dalamnya. Unsur-unsur simetri tersebut meliputi:
1. bidang simetri
2. sumbu simetri
3. pusat simetri
Bidang simetri
Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi dua
bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan dari yang lain.
Bidang simetri ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bidang simetri aksial dan bidang
simetri menengah. Bidang simetri aksial bila bidang tersebut membagi kristal melalui dua
sumbu utama (sumbu kristal). Bidang simetri aksial ini dibedakan menjadi dua, yaitu
bidang simetri vertikal, yang melalui sumbu vertikal dan bidang simetri horisontal, yang
berada tegak lurus terhadap sumbu c. Bidang simetri menengah adalah bidang simetri
yang hanya melalui satu sumbu kristal. Bidang simetri ini sering pula dikatakan sebagai
bidang siemetri diagonal.

Sumbu simetri
Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal, dan bila
kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh akan didapatkan
beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu simetri dibedakan menjadi tiga, yaitu gire,
giroide dan sumbu inversi putar. Ketiganya dibedakan berdasarkan cara mendapatkan
nilai simetrinya. Gire, atau sumbu simetri biasa, cara mendapatkan nilai simetrinya adalah
dengan memutar kristal pada porosnya dalam satu putaran penuh. Bila terdapat dua kali
kenampakan yang sama dinamakan digire, bila tiga trigire (4), empat tetragire (3),
heksagire (9) dan seterusnya. Giroide adalah sumbu simetri yang cara mendapatkan nilai
simetrinya dengan memutar kristal pada porosnya dan memproyeksikannya pada bidang
horisontal. Dalam gambar, nilai simetri giroide disingkat tetragiroide ( ) dan heksagiroide
( ). Sumbu inversi putar adalah sumbu simetri yang cara mendapatkan nilai simetrinya
dengan memutar kristal pada porosnya dan mencerminkannya melalui pusat kristal.
Penulisan nilai simetrinya dengan cara menambahkan bar pada angka simetri itu
Pusat simetri
Suatu kristal dikatakan mempunyai pusat simetri bila kita dapat membuat garis
bayangan tiap-tiap titik pada permukaan kristal menembus pusat kristal dan akan
menjumpai titik yang lain pada permukaan di sisi yang lain dengan jarak yang sama
terhadap pusat kristal pada garis bayangan tersebut. Atau dengan kata lain, kristal
mempunyai pusat simetri bila tiap bidang muka kristal tersebut mempunyai pasangan
dengan kriteria bahwa bidang yang berpasangan tersebut berjarak sama dari pusat kristal,
dan bidang yang satu merupakan hasil inversi melalui pusat kristal dari bidang
pasangannya.

Klasifikasi Kristal
Dari tujuh sistem kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 klas kristal.
Pengelompokkan ini berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh kristal
tersebut. Sistem isometrik terdiri dari lima kelas, sistem tetragonal mempunyai tujuh
kelas, rombis memiliki tiga kelas, heksagonal mempunyai tujuh kelas dan trigonal lima
kelas. Selanjutnya sistem monoklin mempunyai tiga kelas. Tiap kelas kristal mempunyai
singkatan yang disebut simbol. Ada dua macam cara simbolisasi yang sering digunakan,
yaitu simbolisasi Schonidan Herman Mauguin (simbolisasi internasional).

Sumber (http://starifikasi.blogspot.com/2008/05/kristalografi_24.html)

Unsur Unsur Paduan


 
Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur Karbon ( C ) sampai
dengan 1.67% (maksimal). Bila kadar unsur karbon ( C) lebih dari 1.67%, maka material
tersebut biasanya disebut sebagai besi cor (Cast Iron).
Makin tinggi kadar karbon dalam baja, maka akan mengakibatkan hal- hal sbb:
 Kuat leleh dan kuat tarik baja kan naik,
 Keliatan / elongasi baja berkurang,
 Semakin sukar dilas.
Oleh karena itu adalah penting agar kita dapat menekan kandungan karbon pada
kadar serendah mungkin untuk dapat mengantisipasi berkurangnya keliatan dan sifat sulit
dilas diatas, tetapi sifat kuat leleh dan kuat tariknya tetap tinggi.
Penambahan unsur – unsusr ini dikombinasikan dengan proses heat treatment akan
menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi, tetapi keuletan dan keliatan, dan kemampuan
khusus lainnya tetap baik. Unsur – unsur tersebut antara lain: Mangaan (Mn), Chromium
(Cr), Molybdenum (Mo), Nikel (Ni) dan tembaga (Cu). Tetapi proporsional pertambahan
kekuatannya tidak sebesar karbon. Pertambahan kekuatannya semata –mata karena unsur
tersebut memperbaiki struktur mikro baja.
Untuk memahami pengaruh komposisi kimia dan heat treat terhadap sifat akhir
baja, maka kita perlu menganal factor – factor sbb:
 Struktur mikro,
 Ukuran butiran,
 Kandungan nonlogam.
 Endapan dipermukaan antar butiran.
 Keberadaan gas – gas yang terserap atau terlarut
 Struktur Mikro
Unsur Fe dan C menyususn diri dalam suatu struktur berulang dalam pola tiga
dimensi yang dinamakan dengan kristal. Kristal –kristal yang berorientasi (arah
pengulangan / susunan ) sama disebut sebagai butir.Susunan kumpulan butir satu
dengan yang lain pada suatu fasa tertentu dinamakan struktur mikro, contoh
struktur mikro antara lain: ferit, perlit dan sementit.
 Ukuran Butir
Penghalusan butir baja akan menghasilkan:
 Peningkatan kuat leleh (yield strength),
 Perbaikan sifat keuletan (toughness) dan keliatan (ductility),
 Penghalusan butiran dapat dilakukan dengan penambahan unsur niobium,
vanadium dan aluminium dengan jumlah maksimal 0.05% atau dengan heat
treatment.

 Kandungan Unsur – Unsur Non Logam


Unsur – unsur non-logam yang umumnya dibatasi jumlahnya didalam produk
baja adalah Sulfur (S) dan Fosfor (P). Tinggi kadar kedua unsur tersebut bisa
menurunkan keliatan (ductility) baja dan meningkatkan kemungkinan retak pada
sambungan las. Pada baja khusus mampu las, kandungan kedua unsur diatas
dibatasi kurang dari 0.05%.
 Endapan di Permukaan Antar Butiran
Unsur – unsur lain yang juga dapat menurunkan keuletan baja baja anatar lain:
timah (Sn), antimon (Sb) dan arsen (As) hingga baja menjadi getas. Sifat getas ini
ditimbulkan oleh pengendapan atau berkumpulnya unsur – unsur diatas dibidang
batas antar butir baja pada suhu 500 – 600o .

 Kandungan Unsur –Unsur Non Logam


Baja yang mengandung gas – gas terlarut dalam kadar yang tinggi terutama:
Oksigen (O) dan Nitrogen (N) dapat menimbulkan sifat getas. Untuk mengurangi
kadar gas tersebut biasa digunakan unsur -  unsur yang dapat mengikat kedua
unsur gas diatas menjadi senyawa yang cukup ringan sehinggan senyawa tersebut
akan mengapung ke permukaan baja yang masih panas dan cair.
Unsur -  unsur pengikat gas N dan O biasanya digunakan unsur silicon (Si) dan
atau aluminium (Al) yang fungsinya disebut sebagai Deoxidant.

 Sifat Tahan Panas dan Korosi


Sifat – sifat khusus baja seperti yang dibahas pada bab 1 paragraf 4, dapat
dicapai dengan penambahan unsur – unsur utama sebagai berikut: Chrom (Cr),
Nikel (Ni) dan molybdenum (Mo).
Baja tahan karat umumnya mengandung unsusr Chrom lebih dari 12%, dimana
pada kondisi seperti itu baja akan bersifat pasif terhadap proses oksidasi. Baja
tahan karat dapat dibedakan sesuai struktur mikronya yaitu: baja tahan panas
martensit, baja tahan panas ferit dan baja tahan panas austenit.
Baja tahan karat martensit mengandung chrom 13% kuat leleh dan tariknya
diperoleh dari proses pendinginan pada kondisi udara luar, sesuai untuk
lingkungan korosif ringan, serta biasanya digunakan untuk saluran dan rumah –
rumah turbin.
Baja tahan karat ferit mengandung chrom 16%, sesuai untuk lingkungan
korosif terutama terhadap bahan kimia asam nitrat, serta biasanya digunakan untuk
komponen – komponen dalam industri kimia.
Baja karat austenit mengandung chrom-nikel 18%, dimana sifat tahan karatnya
didapat melalui pemanasan pada suhu 1000 - 1100 0 lalu didinginkan dengan
direndam kedalam air, sesuai untuk lingkungan yang mengandung garam, serta
biasanya digunakan untuk baling – baling kapal.
Baja tahan panas biasanya dinamakan untuk baja yang tahan pada suhu 6500,
dimana sifat itu didapat pada kodisi kadar chrom dan nikel yang cukup tinggi.
Berbeda dengan baja tahan karat adalah umunya kandungan karbonnya lebih
tinggi. Umumnya digunakan pada ketel uap, boiler, tungku dan lain – lain.
 
Sumber (http://www.steelindonesia.com/article/02-heat_treatment.htm)

Pengelompokan Baja dan Standarisasi Baja


Pengertian Baja
Baja merupakan paduan besi dengan karbon dimana kelarutan karbon maximal 2%,
sedangkan jika kandungan karbon diatas 2%-6.6% disebut dengan besi cor (cast iron).
Secara umum berdasarkan paduannya baja dibagi atas dua yaitu:
1. Baja Karbon (Plain Carbon Steel)
2. Baja Paduan (Alloy Steel)

 Baja Karbon (Plain Carbon Steel)


Baja Karbon merupakan baja dengan paduan utamanya adalah karbon. Baja ini
diklasifikasikan berdasarkan jumlah karbonnya yaitu:
A. Baja karbon tinggi (high carbon steel)
Merupakan baja perkakas.Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong.
Kandungan 0,60 % - 1,50 % C. Penggunaannya yaitu pada Screw drivers, blacksmiths
hummers, tablesknives, screws, hammers, vise jaws, knives, drills. tools for turning brass
and wood, reamers, tools for turning hard metals, saws for cutting steel, wire drawing
dies, fine cutters.

B. Baja karbon menengah (medium carbon steel)


Baja ini memiliki kekuatan yang lebih tinggi dari pada baja karbon rendah. Sifatnya
sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong. Penggunaan dengan kandungan 0,30 % - 0,40
% C digunakan pada connecting rods, crank pins,and axles, kandungan 0,40 % - 0,50 % C
digunakan untuk car axles, crankshafts, rails, boilers, auger bits,and screwdrivers dan
kandungan 0,50 % - 0,60 % C digunakan untuk hammers dan sledges.

C. Baja karbon rendah (low carbon steel)


Baja ini memiliki kandungan karbon 0,05 % - 0,30% C.Sifatnya mudah ditempa
dan mudah dipermesinan (machining). Penggunaannya untuk kandungan karbon 0,05 % -
0,20 % C digunakan untuk automobile bodies, buildings, pipes, chains, rivets, screws,and
nails dan kandungan 0,20 % - 0,30 % C untuk gears, shafts, bolts, forgings, bridges, and
buildings.

D.Baja Paduan (Alloy Steel)


Baja yang memiliki jumlah elemen paduan yang besar selain karbon. Contoh baja
ini adalah baja paduan nikel, baja paduan kromium, baja paduan mangan, baja paduan
molybdenum, baja paduan tungsten, baja paduan vanadium dan baja paduan silikon.
Penambahan paduan pada baja bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mampu keras baja.
2. Memperbaiki kekuatan pada temperature tertentu.
3. Memperbaiki sifat mekanik pada temperature rendah atau temperatur tinggi.
4. Memperbaiki ketangguhan.
5. Meningkatkan ketahanan gesek.
6. Meningkakan ketahanan korosi
7. Memperbaiki sifat magnet.
Pengaruh paduan pada diagram besi karbida untuk paduan seperti mangan, dan
nikel menurunkan temperatur kritis pada saat pemanasan sedangkan molybdenum,
aluminium, silikon menaikan temperatur kritis.

Sumber (http://belajarmetalurgi.blogspot.com/2011/02/heat-treatment.html)

Standarisasi Baja
1) Amerika Serikat
a) ASTM ( American Society for Testing Materials )
o Strogen Steel (H3 9M-94)
o High Strength Low alloy Structure Steel (H2 42M-93a)
o Low and Intermediate tensile Strength carbon silicon, steel plate
for machine pane and general construction (A 284M-38)
o High Steel Strength. Quenhead and Temporal alloy steel plate
euatable for andirum (A 514-94m)
o Structural Steel mide 290 MPa minimum Yield point (BMM)
maximum
o High Strongth Low alloy alambium vanadium steel of structural
quality (43,72m-94a)
o Structural carbon steel plate of improved longers (AS 37M-93a)
o High Strength Low alloy Structural Steel 345 MPa minimum
yield point 100 mm thickness (AS 88M-94a)
o Normalized high Strength Low alloy Structural Steel (A633-94a)
o Low carbonate hardening, nikel copped evanium monodin,
corombium and nikel copper columbion allow steel (A710M-94)
o Hot road stuktural steel high Strength Low alloy plate with
improved in ability (A 610 M-93a)
o Quenhead and tempered carbon steel plates for structural
aniration (A 678-94a)
b) AISI (Americal Iron and Steel Institute) and SAE (Society of Automotive
Engineers)
Baja menurut standarisasi AISI dan SAE merupakan spesifikasi dengan
loxx digunakan untuk paduan yang sangat minimal. Contoh baja AISI, SAE
1445, ini berarti kandungan karbonnya adalah 0,4% dengan paduan uranium
(0,4%-1,4%)
c) Menurut UNS (United Numbering System)
Baja menurut standar UNS hampir sama dengan standar AISI dan SAE,
hanya saja menggunakan huruf di depan ditambah lima digit untuk jenis
tambahan lainnya misalnya baja AISI,SAE A 0,70% UNS menjadi G41070 di
mana awalnya G untuk baja karbon paduan rendah.
2) Jepang (JIS = Japan Industrial Standar)
o Rolled Steel for general structural (G 3101-87)
o Rolled Steel for walled structural (G 3106-92)
o Hot Rolled Atmosphetle corrosion resisting steel (G 3128-87)
o Hot Yield Strength Steel plate for walled structural (G 3128-87)
o Superior atmosphere corrosion resistant steel (G 3215-87)
3) Standarisasi Jerman (DIN = Deutsche Industrie Norm.)
o Steel for general structural purposes (17100-80)
o Waldable tine astin steel (17102-83)
4) Standarisasi Perancis (NF)
o Structural Steel (A 35-501-87)
o Structural Steel Imprived atmosphere votection vistance (H 35-
502-DA)

Sumber : (http://rickyrackasiwi.blogspot.com/)

Sifat – Sifat Material


Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada bidang
teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat –sifat itu akan
mendasari dalam pemilihan material, sifat tersebut adalah:
 Sifat mekanik
 Sifat fisik
 Sifat teknologi
Dibawah ini akan dijelaskan secara terperinci tentang sifat-sifat material tersebut
1. Sifat Mekanik
Sifat mekanik material, merupakan salah satu faktor terpenting yang mendasari pemilihan
bahan dalam suatu perancangan. Sifat mekanik dapat diartikan sebagai respon atau
perilaku material terhadap pembebanan yang diberikan, dapat berupa gaya, torsi atau
gabungan keduanya. Dalam prakteknya pembebanan pada material terbagi dua yaitu
beban statik dan beban dinamik. Perbedaan antara keduanya hanya pada fungsi waktu
dimana beban statik tidak dipengaruhi oleh fungsi waktu sedangkan beban dinamik
dipengaruhi oleh fungsi waktu.
Untuk mendapatkan sifat mekanik material, biasanya dilakukan pengujian mekanik.
Pengujian mekanik pada dasarnya bersifat merusak (destructive test), dari pengujian
tersebut akan dihasilkan kurva atau data yang mencirikan keadaan dari material tersebut.
Setiap material yang diuji dibuat dalam bentuk sampel kecil atau spesimen. Spesimen
pengujian dapat mewakili seluruh material apabila berasal dari jenis, komposisi dan
perlakuan yang sama. Pengujian yang tepat hanya didapatkan pada material uji yang
memenuhi aspek ketepatan pengukuran, kemampuan mesin, kualitas atau jumlah cacat
pada material dan ketelitian dalam membuat spesimen. Sifat mekanik tersebut meliputi
antara lain: kekuatan tarik, ketangguhan, kelenturan, keuletan, kekerasan, ketahanan aus,
kekuatan impak, kekuatan mulur, kekeuatan leleh dan sebagainya.
Sifar-sifat mekanik material yang perlu diperhatikan:
 Tegangan yaitu gaya diserap oleh material selama berdeformasi persatuan luas.
 Regangan yaitu besar deformasi persatuan luas.
 Modulus elastisitas yang menunjukkan ukuran kekuatan material.
 Kekuatan yaitu besarnya tegangan untuk mendeformasi material atau kemampuan
material untuk menahan deformasi.
 Kekuatan luluh yaitu besarnya tegangan yang dibutuhkan untuk mendeformasi
plastis.
 Kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum yang berdasarkan pada ukuran mula.
 Keuletan yaitu besar deformasi plastis sampai terjadi patah.
 Ketangguhan yaitu besar energi yang diperlukan sampai terjadi perpatahan.
 Kekerasan yaitu kemampuan material menahan deformasi plastis lokal akibat
penetrasi pada permukaan.
2. Sifat Fisik
Sifat penting yang kedua dalam pemilihan material adalah sifat fisik. Sifat fisik adalah
kelakuan atau sifat-sifat material yang bukan disebabkan oleh pembebanan seperti
pengaruh pemanasan, pendinginan dan pengaruh arus listrik yang lebih mengarah pada
struktur material. Sifat fisik material antara lain : temperatur cair, konduktivitas panas dan
panas spesifik.
Struktur material sangat erat hubungannya dengan sifat mekanik. Sifat mekanik dapat
diatur dengan serangkaian proses perlakukan fisik. Dengan adanya perlakuan fisik akan
membawa penyempurnaan dan pengembangan material bahkan penemuan material baru.
3. Sifat Teknologi
Selanjutnya sifat yang sangat berperan dalam pemilihan material adalah sifat teknologi
yaitu kemampuan material untuk dibentuk atau diproses. Produk dengan kekuatan tinggi
dapat dibuat dibuat dengan proses pembentukan, misalnya dengan pengerolan atau
penempaan. Produk dengan bentuk yang rumit dapat dibuat dengan proses pengecoran.
Sifat-sifat teknologi diantaranya sifat mampu las, sifat mampu cor, sifat mampu mesin
dan sifat mampu bentuk. Sifat material terdiri dari sifat mekanik yang merupakan sifat
material terhadap pengaruh yang berasal dari luar serta sifat-sifat fisik yang ditentukan
oleh komposisi yang dikandung oleh material itu sendiri.

Sumber : (http://yefrichan.wordpress.com/2010/05/21/sifat-%E2%80%93-sifat-material/)

You might also like