You are on page 1of 9

Oleh: Latifah Iskandar

Ketua Pansus RUU PTPPO, Anggota DPR Fraksi PAN

Mencemaskan sekali melihat kasus perdagangan manusia yang dilakukan dalam skala luas
terhadap perempuan dan anak Indonesia. Untuk memberantas praktik perbudakan modern ini,
DPR mengambil prakarsa pengembangan sebuah Rancangan Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (RUU PTPPO). Untuk pembahasan, penulis mendapat
kepercayaan sebagai ketua panitia khusus (pansus). RUU ini dijadwalkan bisa disahkan dalam
tahun 2006 ini.

Data statistik komprehensif perdagangan perempuan dan anak kita memang tidak tersedia.
Biarpun demikian, diperkirakan ratusan ribu orang telah mengalaminya (Rosenberg, 2003;30).
Ada laporan puluhan perempuan Medan diperdagangkan sebagai budak seks ke Malaysia. Juga,
anak perempuan Manado ke Papua dan anak Indramayu ke tempat hiburan di Jakarta.

Perdagangan manusia tidak terjadi hanya untuk eksploitasi seks. Pada kunjungan kerja ke
Kalimantan Barat, penulis bertemu anak perempuan yang dieksploitasi sebagai pekerja rumah
tangga (PRT). Dia dijanjikan bekerja di pabrik di Malaysia, tetapi nyatanya dipaksa bekerja
sebagai PRT. Kendati telah bekerja enam bulan, ia tak menerima gaji apa pun, bahkan majikan
kerap menyiksanya. Selain itu, praktik perdagangan juga dilakukan untuk tujuan pekerja kapal
asing, penari kebudayaan, dan perkawinan pesanan.

Pada kunjungan ke Kuala Lumpur, Malaysia, penulis menyaksikan ratusan anak perempuan kita
korban perdagangan sedang berlindung di KBRI. Penulis berbincang dengan enam korban.
Mereka mengatakan, mulanya mereka hendak bekerja setelah tidak mampu lagi melanjutkan
sekolah. Sebagian dari mereka hanya sampai tamat SD atau SMP. Pelaku perdagangan manusia
menawarkan untuk bekerja ke Malaysia. Ternyata, pekerjaan yang dijanjikan tidak pernah ada,
malah mereka dijual kepada komplotan perdagangan manusia di Malaysia.

Kesaksian korban ini memberikan penjelasan kepada kita, perempuan dan anak putus sekolah
cenderung mencari kerja. Keputusan itu nyatanya tidak diimbangi dengan informasi memadai
tentang jenis pekerjaan yang tersedia dan bagaimana proses yang benar mendapatkannya.

Tampak sekali aparat kelurahan maupun dinas tenaga kerja setempat hampir tidak pernah
membantu perempuan dan anak mendapatkan informasi tersebut. Situasi ini dimanfaatkan
komplotan perdagangan manusia untuk memerangkap mereka.

Dengan demikian, faktor putus sekolah, aspirasi bekerja, dan macetnya informasi
ketenagakerjaan merupakan aspek penting terjadinya perdagangan manusia. Sedihnya, faktor ini
kelihatannya dialami sebagian besar wilayah Indonesia.

Urgensi RUU

Program ekonomi, penyebarluasan informasi, dan akses pendidikan di wilayah rentan perlu
dilancarkan untuk pencegahan perdagangan manusia. Program ini juga lebih berorientasi pada
korban dan masyarakat agar lebih kebal dari jebakan perdagangan. Di samping pemberdayaan
korban, pelaku perdagangan manusia harus pula diberantas. Untuk tujuan ini, kita memerlukan
instrumen hukum yang memadai. Ternyata, materi hukum yang kita punya sekarang tidak cukup
untuk menanggapi kompleksitas kejahatan perdagangan manusia. Beberapa aspek penting yang
tidak memadai dalam perundang-undangan kita meliputi definisi, sistem pembuktian kejahatan,
dan perlindungan korban.

a. Problem definisi

Ada dua UU yang paling relevan dalam kejahatan ini, yaitu UU KUHP Pasal 297 dan UU
Perlindungan Anak tahun 2002 Pasal 83. Hanya saja kedua UU ini tidak memberi definisi
perdagangan manusia. Ketiadaan definisi ini membawa masalah serius dalam penerapan kedua
UU itu dalam kasus yang seharusnya dikategorikan sebagai perdagangan manusia.

Problem ini ditemukan, misalnya, dalam kasus sindikat perdagangan perempuan di bawah umur
asal Nusa Tenggara Timur dan Jawa Timur di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
(www.liputan6.com, 12/05). Dalam kasus ini ternyata pelaku hanya dituntut dengan tuduhan
mempekerjakan anak di bawah umur, menipu data tenaga kerja, atau menganiaya calon TKW.
Ancaman hukumannya 2,8 tahun penjara. Hukuman ini terlampau ringan dibandingkan bila
menggunakan Pasal 297 KUHP yang memiliki ancaman hingga 6 tahun penjara.

Hal yang sama juga dialami untuk kasus penari telanjang ke Jepang atas nama jasa impresariat
yang terjadi baru-baru ini. Pihak kejaksaan menolak menggunakan Pasal 297 KUHP atas dasar
korban sudah dewasa.

b. Kejahatan terorganisir

Pemidanaan praktik serupa perdagangan manusia dalam UU yang ada lebih fokus pada kejahatan
perorangan. Padahal nyata sekali praktik perdagangan manusia dilakukan secara terorganisir.
Secara teknis hukum, penyelidikan dan penyidikan kejahatan perorangan dan teorganisir
seharusnya berbeda. Demikian juga definisi hukum tentang kejahatan terorganisir harus
diuraikan jelas sebab kejahatan ini bisa berbasis pada hubungan perkomplotan yang “kuat”
ataupun “longgar”. Umumnya organisasi kejahatan perdagangan manusia dilakukan sindikat
dengan organisasi tanpa struktur, tetapi melibatkan beberapa orang, termasuk bekerja sama
dengan aparat yang menyalahgunakan wewenangnya.

3. Perlindungan korban

Korban perdagangan manusia menderita secara jasmani dan batin. Ternyata, UU yang ada tidak
menyediakan bantuan yang memadai bagi korban.

Seharusnya ada bantuan untuk korban yang wajib diberikan menurut UU. Bantuan bisa meliputi
penanganan luka jasmani dan trauma, klaim atas hak sebagai pekerja, dan kemudahan berurusan
dengan proses hukum sebagai korban tindak pidana. Yang terakhir ini adalah kunci keberhasilan
penuntutan hukum perdagangan manusia.
Ketiga aspek penting ini merupakan argumentasi dasar mengapa kita memerlukan UU baru
tentang pemberantasan perdagangan manusia. Untuk itu, DPR dan pemerintah perlu bekerja
keras agar Indonesia memiliki UU antiperdagangan manusia yang komprehensif dan memadai
diterapkan.

sumber: Harian Kompas, 08 April 2005

Penganjur kempen kesedaran

Pemerdagangan orang adalah satu bentuk perhambaan masa kini, Antara penyebab
utama ialah permintaan terhadap tenaga buruh, perkhidmatan seksual dan jeratan
hutang. Kekurangan peluang meningkatkan pendapatan sumber keluarga
( kemiskinan ) serta kekurangan kesedaran kuasa kemasyarakatan juga antara faktor-
faktor penyumbang.

Secara umum kegiatan pemerdagangan orang, melibatkan pengiayaan kepada mangsa


antaranya dirogol, diseksa, dipaksa berkerja, dikurung atau kebebasan mereka disekat,
ancaman bunuh keatas ahli keluarga dan sebagainya.

Jenayah perdagangan orang ini kebiasaannya jenayah merentasi sempadan dan


menjatuhkan maruah dan martabat manusia sehingga mereka diperdagangkan,
mangsa kebiasaanya tidak mempunyai pilihan lain dan tidak dapat melaporkan
penderitaan mereka akibat kawalan ketat oleh sindiket.

Hasil kajian oleh badan-badan bebas dan berdasarkan beberapa kes yang berlaku
didapati, Negara Malaysia khususnys negeri Sabah adalah salah satu destinasi, dan
sumber serta Negeri persinggahan untuk wanita dan kanak-kanak yang
diperdagangkan untuk ekploitasi seks secara komesial dan buruh paksa bagi lelaki.

Menyedari hakikat ini kerajaan Malaysia melalui sidang Parlimen telah meluluskan akta
Pemerdagangan orang APO 670-2007 dan diwartakan Febuari 2008.

Mengapa pemerdagangan manusia berlaku? Kajian Kesatuan Eropah dan Jabatan


Negara Amerika menunjukkan kegiatan Pemerdagangan Manusia mendatangkan
keuntungan yang begitu besar dan dianggarkan kegiatan pemerdagangan Manusia
melibatkan wang US 33 bilion setahun( angka tidak rasmi ) Kegiatan Pemerdagangan
manusianya bukan sahaja berlaku di negera-negara mundur/miskin tetapi juga negara-
negara maju. Persoalannya bagaimana pemerdagangan manusia ini berlaku ?,
bagaimana ianya dilakukan dan siapa pelakunya ?. Untuk memahami istilah
pemerdagangan Manusia perkara pokok yang perlu diketahui ialah difenisi Trafiking itu
sendiri.

Pada umumnya definisi Trafiking menurut tafsiran protokol bangsa-bangsa bersatu


( PBB ) dalam mencegah, menyekat dan menghukum Pemerdagangan orang terutama
dikalangan Wanita dan kanak, Artikel 3 Protokol PBB
Perdagangan orang bermakna perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan
atau penerimaan orang, dengan cara ancaman atau penggunaan kekerasan atau
bentuk paksaan lain, penculikan, penipuan, penyalahgunaan kuasa atau kedudukan
kerentanan, atau memberi atau menerima bayaran atau pemanfaatan untuk mencapai
persetujuan seseorang yang mempunyai kawalan keatas orang lain, untuk tujuan
eksploitasi
Eksploitasi meliputi, paling minimum, eksploitasi pelacuran terhadap orang lain atau
bentuk-bentuk eksploitasi seks lain, buruh atau kerja paksa perhambaan atau amalan
menyerupai perhambaan, atau pemindahan organ-organ;

Untuk kefahaman lebih lanjut Perdagangan manusia berlaku apabila ada proses, atau
ada jalan/cara( bagaimana dilakukan ) dan ada tujuan sila rujuk Rajah A
( FRAMEWORK-ICMC/ACILS )

Rajah A ( FRAMEWORK-ICMC/ACILS )

FAKTOR PENYUMBANG KEPADA KEGIATAN TRAFIKING MANUSIA


SIAPA MANGSA TRAFIKING MANUSIA.
Kebiasaannya trafiking manusia dilakukan kepada wanita dan kanak-kanak adalah atas
menjanjikan pekerajaan dengan gaji/pendapatan yang lebih baik berbanding dengan
pekerjaan tempat asal selain daripada niat ikhlas mangsa untuk membantu keluarga.

PELAKU
Trafiking manusia selalunya dilakukan oleh orang terdekat, kenalan dan kadangkala
dikalangan ahli keluarga sendiri selain daripada kegiatan sendikit melalui penculikan.

Dalam kes-kes tertentu adakalanya kegiatan ini pada mulanya bukan diketegorikan
sebagai kes trafiking, ini disebabkan mereka ( mangsa ) sememangnya direkrut untuk
berkerja sesuai dengan kemahiran yang dimiliki, namun pihak ketiga ( pembayar upah )
melihat mangsa mampu mendatangkan keuntungan yang lumayan khususnya dalam
kegiatan seks komersial.

Berdasarkan faktor-faktor yang digariskan memang tidak dapat dinafikan bahawa


pemerdagangan orang sememangnya berlaku malah mengikut kajian yang dilakukan
Oleh AHDC dan ICMC Pemerdagangan orang berada dirangking kedua dibelakang
kegiatan pengedaran dadah, Sementara pengedaran senjata di tempat ketiga.
Memandangkan perdagangan Orang mengakibatkan kesan negetif kepada mangsa
dan ahli keluarga, serta mencalarkan imej negara-negara terlibat, Pelaksanaan dan
penguatkuasaan APO 670-2007 secara bersendirian tampa sudah pasti tidak mampu
menangani masalah ini secara berkesan, Tindakan bersepadu semua pihak
terutamanya pihak diberkuasa ( di Malaysia PDRM, KASTAM, IMIGRESEN dan
AGENSI MIRITTIM ANTARABANGSA MALAYSIA (APMM) amat diharapkan,
kesedaran dan rasa tanggungjawab sesama manusia dikalangan masyarakat juga amat
dialu-alukan selain daripada keruntuhan Insitusi keluarga dan kekurangan didikan
agama juga perlu diperbaiki bagi mengelakkan ada dikalangan ahli masyarakat menjadi
mangsa atau pelaku perdagangan Manusia.

TAHNIAH kepada AHDC dan ICMC kerana berusaha meningkatkan kesedaran


masyarakat antarabangsa BERHUBUNG DENGAN MALASAH PERMERDAGANGAN
ORANG,

Tahniah kepada ahli-ahli Dewan Rakyat kerana meluluskan APO 670 2007,

Tahniah juga kepada Kerajaan Malaysia yang telah mewartakan APO 670 2007,
Febuari 2008,

Tahniah kepada PDRM kerana telah berjaya menghukum pesalah di bawah APO 670
2007 yang pertama melibatkan rakyat Malaysia Sendiri, dua kes lagi masih dalam
Siasatan, Semoga tindakan-tindakan dan hukuman yang dikenakan kepada pesalah
pemerdagangan orang, menjadi amaran awal kepada mereka yang berhasrat
menjalankan aktiviti perdagangan manusia untuk kepentingan peribadi.

Oleh Jami'ah Shukri


jamia@bharian.com.my

Kerajaan ambil langkah agresif kekang aktiviti dengan penguatkuasaan lebih


bersepadu

MALAYSIA sedang memperkemas serta memperincikan tindakan untuk mengawal aktiviti


pemerdagangan manusia yang bukan saja dihadapi negara ini, malah ia juga fenomena
seluruh dunia. Isu perdagangan manusia juga dianggap landskap jenayah baru di Malaysia
berbanding negara lain yang sudah berakar umbi sehingga mampu mengancam
keselamatan dan keamanan negara.
Perangkaan rasmi memperlihatkan kira-kira 2.7 juta manusia diseludup di seluruh dunia
setiap tahun dengan 80 peratus daripadanya membabitkan wanita dan kanak-kanak yang
diperalatkan bagi tujuan tertentu termasuk pelacuran dan sebagainya.

Keresahan itu turut menghantui Kerajaan Malaysia dengan mengambil tindakan agresif
untuk membendung aktiviti itu termasuk meminda dan menggubal Akta
Antipemerdagangan Orang 2007 dan dikuatkuasakan Februari 2008 lalu, daripada terus
bersarang.

Laporan terbaru, kira-kira 40,000 rakyat India 'hilang' di Malaysia selepas visa pelancongan
mereka tamat tempoh dan tidak dapat dikesan daripada rekod Jabatan Imigresen, selain
lebih 50,000 warga China hilang apabila visa waktu ketibaan (VOA) mereka tamat tempoh
adalah antara persoalan yang perlu diambil perhatian.

Apa yang nyata, pelbagai keistimewaan yang dilakar negara ini dalam pelbagai aspek
mampu menggamit warga asing mengunjungi negara kita atas faktor potensinya
sebagai destinasi pelancongan yang terserlah serta antara lokasi yang banyak
menawarkan peluang pekerjaan.

Malangnya, kesempatan itu disalah guna sebilangan warga asing dengan menjadikan
Malaysia lubuk untuk menempatkan diri bagi tujuan menjana keuntungan. Lebih
menakutkan kita apabila sebahagian pelancong asing itu mencari peluang dengan cara
kotor untuk mengumpul kekayaan di Malaysia dalam bidang pelacuran atau jenayah
lain sehingga mencemar imej negara.

Justeru, dengan perkembangan itu, Amerika Syarikat dalam laporan


Antipemerdagangan Orang 2007 meletakkan Malaysia sebagai antara 16 negara
berprestasi buruk dalam mengekang isu berkenaan secara tuntas.

Ketua Setiausaha Kementerian Dalam Negeri, Datuk Seri Mahmood Adam ketika
menjelaskan perkara itu dalam satu temu bual dengan stesen televisyen tempatan
berkata, kerajaan melihat secara positif perkara itu dengan mengkaji apakah kelemahan
yang dihadapi negara secara menyeluruh dalam isu berkenaan.
Pada masa sama, katanya, langkah bagi membanteras jenayah bentuk baru itu daripada
terus berleluasa ialah memperketat pelbagai aspek termasuk dari segi kemasukan
pelancong asing serta mengawal semua 262 pintu masuk ke sempadan negara yang
dipercayai juga boleh menyumbang kepada jenayah perdagangan manusia.

Sejajar dengan landskap baru jenayah itu, kementerian berkenaan mengadakan


kerjasama dengan badan antarabangsa seperti melatih anggota keselamatan untuk
menangani pelbagai kemungkinan kemasukan warga asing bagi tujuan tertentu.

Katanya, sejak tahun lalu, pihaknya sudah melatih lebih 3,000 penguat kuasa dengan
melengkapkan diri dengan pelbagai ilmu dan maklumat seperti mengenal pasti modus
operandi yang menggunakan pelbagai taktik serta operasi mereka daripada dikesan pihak
berkuasa.

Malangnya, beliau berpendapat ramai juga kalangan pelancong yang memasuki negara ini
menggunakan taktik kotor untuk menetap di negara ini secara haram, selain menggunakan
Malaysia sebagai transit untuk ke negara ketiga dan destinasi lain.

Sudah pasti, katanya, bagi mereka yang ingin menjadikan Malaysia sebagai negara transit
atau sebagainya, peluang mereka akan terus ditutup rapat dengan mengesan mana-mana
ruang kosong yang memungkinkan mereka mudah menyeludup masuk menerusi sempadan
tanah air.

Bagi merealisasikan misi itu, pihaknya melatih penguat kuasa, pendakwa raya, hakim
dan majistret mengenai pelbagai perkara termasuk Akta Antipemerdagangan Orang
2007 supaya mereka bersiap sedia berdepan isu terbabit.

"Kempen kesedaran untuk membasmi jenayah perdagangan manusia di kalangan


masyarakat juga dipergiatkan. Jika Akta Imigresen mengesan mereka yang masuk
secara haram, akta Antipemerdagangan itu mencakupi perkara dalam mencari dalang,
ejen atau sindiket di sebalik aktiviti perdagangan manusia ini," katanya.

Beliau menjelaskan walaupun sudah ada Akta Antipemerdagangan Orang 2007, agak sukar
untuk mengenal pasti jenayah perdagangan itu kerana pergerakan mereka begitu licik.

Apa yang dilakukan sekarang ialah dengan melihat kes demi kes melalui profil mereka
seperti kekerapan kemasukan mereka ke negara ini atas tujuan apa, berapa banyak wang
yang mereka ada sepanjang tinggal di sini, data wanita yang dianggap aktif iaitu berusia
antara 21 hingga 35 tahun juga akan dilihat sebagai antara taktik yang mungkin digunakan
mereka untuk meloloskan dan mengabui mata penguat kuasa.

Katanya, pada Sidang Parlimen sesi Mac depan, akta terbabit juga akan diperbincangkan
dengan lebih jelas dan terperinci bagi memastikan akta berkenaan dapat dilaksanakan
dengan lebih berkesan.

Justeru, kita mengharapkan supaya jenayah perdagangan manusia itu dapat dikekang
sepenuhnya menerusi akta sedia ada, penguatkuasaan yang lebih bersepadu serta
koordinasi antara kementerian lain khususnya Kementerian Pelancongan dan
Kementerian Dalam Negeri bagi membersihkan imej negara daripada terus terpalit
sebagai salah sebuah negara sarang jenayah itu.

Dengan kemudahan VOA yang ada sekarang, kerajaan tidak perlu memejamkan mata
sebaliknya bangkit segera menangani isu ini sebelum terlambat. VOA itu sendiri juga
perlu dikaji semula supaya tidak ada lagi pelancong asing atau mana-mana sindiket
menggunakan kesempatan atas kelonggaran itu bertindak sesuka hati untuk mengaut
laba menerusi perdagangan manusia.

Panorama Malaysia yang berbilang kaum ini lebih menyukarkan kita untuk mengenal pasti
antara rakyat tempatan atau pelancong asing kerana paras rupa dan bahasa mereka
khususnya dari China, India, Sri Lanka dan Indonesia tidak banyak bezanya apabila sudah
bercampur dengan masyarakat di negara ini.

You might also like