You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

Mengamati pemberitaan media massa akhir-akhir ini, terlihat peningkatan dugaan kasus

aborsi ilegal di Indonesia. Dalam rentang dua bulan terakhir ini, media massa marak

memberitahukan tentang kasus gugatan/tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada

Bidan, yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang mengetahui adanya klinik aborsi

ilegal. Ada berbagai faktor yang melatarbelakangi munculnya gugatan-gugatan aborsi ilegal.

Lepas dari fenomena tersebut, ada yang mempertanyakan apakah kasus-kasus itu terkategori

aborsi ilegal ataukah sekedar kelalaian (human error) dari sang Bidan? Untuk diketahui,

sejauh ini di negara kita belum ada ketentuan hukum ihwal standar profesi bidan yang bisa

mengatur kesalahan profesi.

Sebenarnya kasus aborsi ilegal bukanlah barang baru. Sejak bertahun-tahun yang lalu, kasus

ini cukup akrab di Indonesia. Makalah ini akan membahas tentang kasus Aborsi ditinjau dari

hukum dan etika.

Contoh Kasus

Polisi Jember Perdalam Penanganan Kasus Aborsi Ilegal

MINGGU, 15 AGUSTUS 2010 | 18:50 WIB

TEMPO Interaktif, JEMBER - Aparat Kepolsian Resor Jember, hingga Minggu petang

(15/8), kembali menggeledah rumah Vike Septaninda, 48 tahun, di Jalan Perumnas Balung,

Desa Balung Kidul, Kecamatan Balung. Penggeledahan untuk mendapatkan bukti-bukti

tambahan demi memperkuat penanganan kasus dugaan praktek aborsi ilegal oleh mantan

bidan tersebut.

Page | 1
Praktek aborsi ilegal itu terkuak setelah polisi menangkap DM, 25 tahun, warga Kecamatan

Srono, Kabupaten Banyuwangi, Sabtu petang (14/8). DM ditangkap saat membeli bunga dan

peralatan kematian, seperti kain kafan, di pasar Tanjung. "Warga curiga ketika melihat

kondisi korban, lalu melaporkannya kepada kami," kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal

Polres Jember Ajun Komisaris Polisi M Nurhidayat.

Kepada polisi DM mengaku baru saja menggugurkan kandungannya yang berusia 2,5 bulan

di tempat praktek Vike, sekitar 35 kilometer arah selatan dari Kota Jember. Hari itu juga

polisi menangkap Vike sambil melakukan penggeledahan rumahnya.

Polisi menemukan sejumlah peralatan medis dan kebidanan seperti tensimeter, puluhan jarum

suntik, obat antibiotik, alat tes pembukaan rahim, sarung tangan. dan kain perlak. Bahkan ada

jarum suntik yang masih ada darahnya.

Kepada DM, Vike yang pernah bekerja di sebuah rumah sakit di Jember itu mengenakan tarif

Rp 2 juta. DM yang pernah kuliah di Jember mengetahui praktek aboorsi Vike dari kalangan

mahasiswa di Jember. "Ternyata praktek tersebut sudah dilakukan beberapa tahun dan

kebanyakan pasiennya mahasiswi," ujar Nurhidayat.

Pelaku yang menggugurkan kandungan (aborsi) dan mantan bidan yang membantu proses

aborsi di Kabupaten Jember terancam hukuman 10 tahun penjara. Hal tersebut disampaikan

jaksa penuntut umum (JPU) Adik Sri Sumiarsih dalam sidang perdana pembacaan dakwaan

yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Jember, Senin.

Pelaku aborsi, Novia, dan bidan yang membantu proses aborsi Fike Septalinda menjadi

Page | 2
terdakwa dalam kasus aborsi di PN Jember. "Kedua terdakwa dijerat dengan pasal 75 ayat 1

junto pasal 194 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan ancaman

hukuman 10 tahun penjara," kata Adik usai persidangan.

Menurut dia, terdakwa Fike juga dijerat UU Kesehatan junto pasal 56 KUHP karena

membantu dan menyediakan sarana untuk melakukan aborsi yang dilakukan terdakwa Novia.

"Novia dibantu bidan Fike diduga melakukan proses aborsi secara ilegal, sehingga menyalahi

aturan yang ada," katanya.

Ia menjelaskan, kasus aborsi bisa dibenarkan, apabila dalam kondisi tertentu misalnya

keadaan seorang ibu yang terancam kehilangan nyawanya. "Kalau tidak dilakukan aborsi

akan membahayakan keselamatan seorang ibu, sehingga dokter bisa melakukan aborsi untuk

kondisi tertentu," ucapnya.

Kasus aborsi tersebut diungkap oleh jajaran kepolisian resor (Polres) Jember, setelah

mendapat informasi dari warga terkait dengan tindakan mencurigakan yang dilakukan

seorang bidan di Kecamatan Balung, Kabupaten Jember.

Saat ini tersangka yang bernama Novia masih diperiksa. Dia mengatakan, hasil penyidikan

dan alat bukti yang kuat, termasuk keterangan sejumlah saksi yang dimintai keterangan,

pelaku aborsi mengarah kepada tersangka itu.

"Tersangka pada awalnya menolak dituduh sebagai pelaku aborsi yang tega membuang

janinnya. Setelah kami tunjukkan bukti-bukti, yang bersangkutan tidak dapat mengelak

sehingga kami tangkap," ujarnya.

Page | 3
Pemeriksaan sementara, tersangka pelaku mengaku malu karena hamil di luar nikah. Aborsi

diakuinya inisiatif sendiri. Terkait dengan hal itu penyidik juga akan meminta keterangan

kekasih tersangka yang identitasnya belum diketahui.

Untuk memastikan apakah janin yang ditemukan telah meninggal dunia tersebut anak dari

tersangka, polisi telah melakukan serangkaian tes DNA dan visum terhadap keduanya.

Selanjutnya hasil tersebut akan dijadikan sebagai bukti bahwa dia telah melakukan proses

aborsi di bidan vike.

"Hasil visum tersebut juga untuk mengetahui apakah janin tersebut sudah meninggal atau

belum saat dilahirkan," ujar Komisaris Choiron El Atiq.(Ant/ICH). Polisi terus

mengembangkan pemeriksaan untuk mengetahui berapa banyak korban yang melakukan

aborsi di tempat praktek Vike.

Page | 4
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar

kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan), bukan semata untuk menyelamatkan jiwa

ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bisa karena sang ibu tidak menghendaki kehamilan

itu.

Ada dua macam aborsi, yaitu aborsi spontan dimana aborsi terjadi secara alami, tanpa

intervensi tindakan medis, dan aborsi yang direncanakan dimana melalui tindakan medis

dengan obat-obatan saja (jamu, dsb) atau tindakan bedah, atau tindakan lain yang

menyebabkan pendarahan lewat vagina. Penghentian kehamilan pada usia dimana janin

sudah mampu hidup mandiri di luar rahim ibu (lebih dari 21 minggu usia kehamilan), bukan

lagi tindakan aborsi tetapi pembunuhan janin atau infantisida.

Saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat Indonesia. Namun

terlepas dari kontorversi tersebut, aborsi diindikasikan merupakan masalah kesehatan

masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana

diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan

eklampsia. Namun sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja

muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis (Gunawan, 2000). Akan tetapi,

kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering tidak muncul dalam laporan

kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat

ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat.

Page | 5
Perhatian masyarakat dihentakkan kembali dengan adanya kasus praktik aborsi ilegal oleh

bidan di kawasan Jember. Kasus ini menggemparkan karena setelah diselidiki praktik ini

sudah lama dilaksanakan.

Ini menambah rekor temuan karena proses hukum kejadian sebelumnya di berbagai daerah di

Indonesia dalam kurun waktu belakangan ini belum lagi tuntas. Ada apa sebenarnya? Kalau

kita coba telusuri, faktor utama keberadaan praktik aborsi ilegal ini lebih pada sisi demand

yang memang ada. Demand untuk aborsi di Indonesia cukup mencengangkan.

Para peneliti memperkirakan ada sekitar 2 juta kejadian aborsi yang diinduksi setiap tahunnya

walaupun bukti yang valid untuk itu tidak tersedia mengingat aborsi dilakukan secara rahasia

dan hanya diketahui oleh pelaku aborsi. Demand ini, paling tidak, muncul karena dua

kepentingan.

Pertama, kepentingan yang positif. Dilakukan atas indikasi medis untuk menolong jiwa ibu.

Kedua, kepentingan yang negatif. Jenis yang negatif ini yang umum dilakukan secara ilegal.

Aborsi dilakukan tanpa indikasi medis. Adapun beberapa penyebabnya dalah :

1. Kehamilan akibat perkosaan

2. Janin yang telah terbukti memiliki defek yang berat

3. Ibu yang dalam riwayatnya selalu menyiksa anak-anaknya

4. Tiap kehamilan yang menyebabkan emotional distress pada wanita, atau akan

mengakibatkan ketidakmampuan atau akan mempersulit kehidupan anak yang akan

dilahirkan

5. Mulai dari yang masuk akal sampai yang memang nakal

6. kegagalan penggunaan alat kontrasepsi

7. janin yang tumbuh dengan cacat yang serius

Page | 6
8. kehamilan di luar nikah

9. Pernikahannya tidak kokoh seperti yang ia harapkan sebelumnya

10. Ia telah cukup anak, dan tidak mungkin dapat membesarkan seorang anak lagi

11. Janinnya ternyata telah terpapar (exposed) pada suatu substansi teratogenik.

12. Ayah anak yang dikandungnya bukan suaminya

13. Wanita yang hamil menderita penyakit yang berat

14. Ia memiliki alasan eugenik, ingin mencegah lahirnya bayi dengan cacat bawaan

15. Indikasi-indikasi tersebut di atas dapat dibagi menjadi 4 (empat) bagian :

a. Alasan kesehatan

b. Alasan mental

c. Alasan cacat bawaan si janin

d. Alasan seksual

Semua ini mengakibatkan usaha dilakukannya terminasi kehamilan. Hal tersebut

mengakibatkan suatu konsep : abortion on demand. Keadaan ini digunakan oleh mereka yang

pro-abortus (pro-choice), karena melihatnya sebagai suatu justifikasi (pembenaran) untuk

mendahului hak dan kebutuhan wanita hamil di atas hak dan kebutuhan si janin. Bagi mereka

yang anti-abortus (pro-life), mereka juga menggunakan keadaan tersebut sebagai alasan

moral yang menyatakan bahwa kehidupan si janin lebih penting daripada wanita yang

mengandungnya.

Demand yang negatif muncul karena masalah sosial, ekonomi, pendidikan dan moral yang

rendah. Demand untuk aborsi menciptakan ”pasar” aborsi. Mekanisme supply terbentuk

dengan sendirinya. Tenaga kesehatan, termasuk bidan yang terkena moral hazard, akhirnya

memanfaatkan ”pasar” aborsi tersebut.

Page | 7
Di negara-negara yang tidak mengizinkan aborsi seperti Indonesia, banyak

perempuan terpaksa mencari pelayanan aborsi tidak aman karena tidak tersedianya pelayanan

aborsi aman atau biaya yang ditawarkan terlalu mahal. Pada remaja perempuan kendala

terbesar adalah rasa takut dan tidak tahu harus mencari konseling. Hal ini menyebabkan

penundaan remaja mencari pertolongan pelayanan aman, dan sering kali terperangkap di

praktek aborsi tidak aman.

Aborsi yang tidak aman adalah penghentian kehamilan yang tidak diinginkan yang dilakukan

oleh tenaga yang tidak terlatih, atau tidak mengikuti prosedur kesehatan atau kedua-duanya

(Definisi WHO). Dari 46 juta aborsi/tahun, 20 juta dilakukan dengan tidak aman, 800 wanita

diantaranya meninggal karena komplikasi aborsi tidak aman dan sekurangnya 13 persen

kontribusi Angka Kematian Ibu Global (AGI, 1997; WHO 1998a; AGI, 1999).

WHO memperkirakan ada 4,2 juta aborsi dilakukan per tahun, 750.000 – 1,5 juta dilakukan

di Indonesia, 2.500 orang diantaranya berakhir dengan kematian (Wijono, 2000). Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 : Aborsi memberi kontribusi 11,1% terhadap

Angka kematian Ibu (AKI) , sedangkan menurut Rosenfield dan Fathalla (1990) sebesar 10%

(Wijono, 2000).

Tidak sedikit masyarakat yang menentang aborsi beranggapan bahwa aborsi sering dilakukan

oleh perempuan yang tidak menikah karena alasan hamil di luar nikah atau alasan-alasan lain

yang berhubungan dengan norma khususnya norma agama. Namun kenyataannya, sebuah

studi di Bali menemukan bahwa 71 % perempuan yang melakukan aborsi adalah perempuan

menikah (Dewi, 1997), juga studi yang dilakukan oleh Population Council, 98,8 %

perempuan yang melakukan aborsi di sebuah klinik swasta di Jakarta, telah menikah dan rata-

rata sudah memiliki anak (Herdayati, 1998), alasan yang umum adalah karena sudah tidak

Page | 8
ingin memiliki anak lagi, seperti hasil survey yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS), 75

% wanita usia reproduksi berstatus kawin tidak menginginkan tambahan anak (BPS, Dep.Kes

1988).

Aborsi mungkin sudah menjadi kebutuhan karena alasan di atas, namun karena adanya

larangan baik hukum maupun atas nama agama, menyebabkan praktek aborsi tidak aman

meluas. Penelitian pada 10 kota besar dan 6 kabupaten memperlihatkan 53% jumlah aborsi

terjadi di kota, padahal penduduk kota 1,36 kali lebih kecil dari pedesaan, dan proses aborsi

dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih terdapat di 16 % titik pelayanan aborsi di kota oleh

dukun bayi dan 57 % di Kabupaten. Kasus aborsi yang ditangani dukun bayi sebesar 11 % di

kota dan 70 % di Kabupaten dan dari semua titik pelayanan 54 % di kota dan 85 % di

Kabupaten dilakukan oleh swasta/ pribadi (PPKLP-UI, 2001).

Hukum yang ada di Indonesia seharusnya mampu menyelamatkan ibu dari kematian akibat

tindak aborsi tak aman oleh tenaga tak terlatih (dukun). Ada 3 aturan aborsi di Indonesia yang

berlaku hingga saat ini yaitu,

1. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHP) yang menjelaskan dengan alasan apapun, aborsi adalah tindakan melanggar

hukum. Sampai saat ini masih diterapkan.

2. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan

Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

3. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang menuliskan dalam

kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi).

Namun keberadaan peraturan di atas justru dianggap menimbulkan kerugian, karena aborsi

masih dianggap sebagai tindakan kriminal, padahal aborsi bisa dilakukan secara aman (safe

Page | 9
abortion). UU Kesehatan dibuat untuk memperbaiki KUHP, tapi memuat definisi aborsi

yang salah sehingga pemberi pelayanan merupakan satu-satunya yang dihukum. Pada

KUHP, baik pemberi pelayanan , pencari pelayanan (ibu), dan yang membantu mendapatkan

pelayanan, dinyatakan bersalah. Dan akibat aborsi dilarang, angka kematian dan kesakitan

ibu di Indonesia menjadi tinggi karena ibu akan mencari pelayanan pada tenaga tak terlatih.

Oleh karena itu, hingga kini AKI Indonesia (390 per 100.000 kelahiran. tahun 2000) masih

menduduki urutan teratas di Asia Tenggara, walaupun kontribusi aborsi sering tidak dilihat

sebagai salah satu faktor tingginya angka tersebut. Aborsi sendiri masih tetap merupakan

suatu wacana yang selalu mengundang pro dan kontra baik hukum maupun agama yang

mungkin tidak akan habis jika tidak ada peraturan baru tentang aborsi aman khususnya yang

tegas dan jelas.

Sebaiknya jika aborsi bisa dilakukan, ada persayaratan yang mungkin dapat dibuat

peraturannya oleh pemerintah, seperti :

• Aborsi sebaiknya dilakukan di RS atau klinik yang memenuhi persyaratan dan

mendapatkan izin.

• Batas umur kehamilan trismester pertama sampai kehamilan 23 minggu.

• Perempuan yang berniat melakukan aborsi perlu mendapatkan konseling agar

dapat memutuskan sendiri untuk diaborsi atau tidak dan konseling pasca aborsi guna

menghindari aborsi berulang

• Perempuan di bawah usia kawin harus didampingi orangtuanya dalam membuat

keputusan aborsi

• Undang-undang sebaiknya mengizinkan aborsi atas indikasi kesehatan, yang

diputuskan oleh Menteri Kesehatan, dengan batas waktu dua tahun sekali

Page | 10
• Pelayanan aborsi oleh klinik yang ditunjuk pemerintah, dan dikenakan biaya relatif

murah

Terdapat dua pandangan dunia dan dua sistem pandang nilai terhadap abortus.

Dalam masalah ini terdapat 2 (dua) hal yang harus kita bahas. Pertama, kita ingin mengetahui

dasar sistim etika, dari mana masyarakat mengambil kesimpulan tentang apa yang benar, dan

apa yang salah. Kedua, kita ingin menerangkan dari mana dasar-dasar sistem etika tersebut.

Terdapat cara yang beraneka ragam dalam memandang dunia di mana kita sekarang hidup,

yang akan mebawa kita ke pandangan-pandangan yang sangat bertentangan mengenai

abortus.

Abortus, sesungguhnya merupakan suatu contoh yang sangat baik untuk menjawab

pertanyaan mengenai pandangan terhadap etika. Abortus adalah suatu masalah, terhadap apa

terdapat tanggapan yang kuat, dan terdapat tanggapan yang bertentangan yang amat kuat

pula, sehingga menimbulkan tanggapan yang bermacam-macam.

Pada mulanya di Amerika Serikat, seperti halnya telah dianjurkan di indonesia, tiap-tiap

rumah sakit atau lembaga kesehatan agar mempunyai sebuah panitia, yang dimintai

persetujuannya untuk melakukan tindakan terminasi kehamilan atas indikasi yang telah

ditetapkan oleh panitia tersebut. Indikasi yang umum adalah : untuk menyelamatkan hidup

wanita hamil atau mempertahankan kehidupan wanita hamil, tetapi kemudian keadaan si

janin juga dapat merupakan indikasi untuk terminasi, yang dapat mengakhiri atau

membahayakan kehidupannya.

Tindakan aborsi, kalau boleh dikatakan bisnis aborsi, merupakan bisnis yang menggiurkan.

Sifatnya asimetris. Artinya, terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan yang sangat

Page | 11
mendesak oleh wanita untuk diaborsi dengan otonomi pengetahuan dan keterampilan yang

dimiliki bidan.

Iming-iming tarif yang tinggi dan “rasa kasihan” bidan terhadap masalah yang dihadapi sang

wanita mengakibatkan moral hazard mengalahkan sumpah bidan. Terjadilah tindakan aborsi

oleh bidan. Padahal dalam sumpah dan kode etiknya, bidan akan ”melaksanakan tugas saya

dengan sebaik-baiknya. Menurut undang-undang yang berlaku. Dengan penuh tanggung

jawab dan kesungguhan ”.

Artinya, segala perbuatan bidan harus sesuai dengan Undang-udang yang berlaku. Untuk

bidan, tindakan aborsi tanpa indikasi medis adalah perbuatan yang melanggar sumpah dan

etika. Dalam pedoman Standar Profesi Bidan, Tujuan utama asuhan kebidanan untuk

menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi kesakitan dan kematian).

Debat Pro-Life dan Pro-Choice

Pembenaran tindakan aborsi tanpa indikasi medis masih menjadi perdebatan hingga saat ini.

Pro dan kontra terhadap aborsi memunculkan dua gerakan, yaitu gerakan pro-life dan gerakan

pro-choice. Gerakan prolife memandang dari sisi janin. Janin adalah calon manusia yang

mempunyai hak untuk hidup dan wajib untuk dijaga kehidupannya.

Tiindakannya memacu pada pengertian praktik bidan. Praktek Kebidanan adalah asuhan

yang diberikan oleh bidan secara mandiri baik pada perempuan yang menyangkut proses

reproduksi, kesejahteraan ibu dan janin / bayinya, masa antara dalam lingkup praktek

kebidanan juga termasuk pendidikan kesehatan dalam hal proses reproduksi untuk keluarga

dan komunitasnya

Page | 12
Praktek kebidanan berdasarkan prinsip kemitraan dengan perempuan, bersifat holistik dan

menyatukannya dengan pemahaman akan pengaruh sosial, emosional, budaya, spiritual,

psikologi dan fisik dari pengalaman reproduksinya.

Praktek kebidanan bertujuan menurunkan / menekan mortalitas dan morbilitas ibu dan bayi

yang berdasarkan ilmu-ilmu kebidanan, kesehatan, medis dan sosial untuk memelihara,

meningkatkan dan melindungi kesehatan ibu dan janin / bayinya.

Dalam falsafah kebidanan, falsafan kebidanan merupakan pandangan hidup atau penuntun

bagi bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan. Falsafah kebidanan tersebut adalah :

a. Profesi kebidanan secara nasional diakui dalam UU maupun peraturan pemerintah

Indonesia yang merupakan salah satu tenaga pelayanan kesehatan professional dan

secara internasional diakui oleh ICM, FIGO dan WHO.

b. Tugas, tanggung jawab dan kewenangan profesi bidan yang telah diatur dalam

beberapa peraturan maupun keputusan Mentri Kesehatan ditunjukan dalam rangka

membantu program pemerintah bidang kesehatan khususnya ikut dalam rangka

menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Perintal (AKP), Pelayanan

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Pelayanan Ibu hamil, melahirkan, nifas yang aman,

pelayanan Keluarga Berencana (KB), pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan

kesehatan reproduksi lainnya.

c. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan

yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia dan perbedaan budaya.

Setiap individu berhak untuk menentukan nasib sendiri, mendapat informasi yang

cukup dan untuk berperan disegala aspek pemeliharaan kesehatannya.

Page | 13
d. Bidan meyakini bahwa menstruasi, kehamilan, persalinan, dan menopause adalah

proses fisiologi dan hanya sebagian kecil yang membutuhkan intervensi medic.

e. Persalinan adalah suatu proses yang alami, peristiwa normal, namun apabila tidak

dikelola dengan tepat, dapat berubah menjadi abnormal.

f. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka setiap wanita

usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapatkan pelayanan yang

berkualitas.

g. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga yang

membutuhkan persiapan mulai anak menginjak masa remaja.

h. Kesehatan ibu periode reproduksi dipengaruhi oleh perilaku ibu, lingkungan dan

pelayanan kesehatan.

i. Intervensi kebidanan bersifat komprehensif mencakup upaya promotif, preventif,

kuratif, dan rehabilitatif ditunjukan kepada individu, keluarga dan masyarakat.

j. Manajemen kebidanan diselenggarakan atas dasar pemecahan masalah dalam rangka

meningkatkan cakupan pelayanan kebidanan yang professional dan interaksi social

serta azas penelitian dan pengembangan yang dapat melandasi manajemen secara

terpadu.

k. Proses kependidikan kebidanan sebagai upaya pengembangan kepribadian

berlangsung sepanjang hidup manusia perlu dikembangkan dan diupayakan untuk

berbagai strata masyarakat.

Karena itu tindakan aborsi, apa pun alasannya, merupakan tindakan yang sangat tidak

dibenarkan karena melanggar hak hidup manusia. Berbeda dengan gerakan pro-choice yang

memandang kepentingan aborsi dari sisi wanita. Wanita mempunyai hak untuk memilih dan

menentukan apa pun yang terjadi di dalam tubuhnya. Dasar hukum tentang tindakan aborsi

Page | 14
yang diatur di dalam UU Kesehatan dan Kitab Undang - undang Hukum Pidana dianggap

sangat kaku .

Tindakan aborsi tidak sesuai dengan peran dan fungsi bidan sebagai pelaksana dan pendidik.

Seorang bidan harus mampu melakasanakan tugasnya dengan benar. Berdasarkan Standar

Profesi Bidan yang berlaku. Perbuatan aborsi adalah salah satu contoh dari penyelewengan

tugas bidan sebagai pelaksana. Adapun peran dan fungsi bidan selain pelaksana adalah

sebagai pendidik. Seorang bidan harus mampu memberikan pendidikan agar para pasien

dapat mengetahui dengan jelas bahaya aborsi. Memberikan pendidikan dan penyuluhan

kesehatan kepada individu keluarga kelompok dan masyarakat tentang penanggulangan

masalah kesehatan khususnya yang berhubungan dengan pihak terkait kesehatan ibu, anak

dan keluarga.

Sudahlah jelas bahwa banyak perempuan Indonesia mengalami kehamilan yang tidak

diinginkan dan banyak dari perempuan-perempuan tersebut mencoba untuk menghindari

terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dengan cara melakukan aborsi. Namun, berapa

insiden tepatnya yang terjadi dan dampak keparahan dari konsekuensi yang ditimbulkan

karena aborsi yang tidak aman tidak diketahui. Prioritas penelitian yang paling utama untuk

dilakukan di Indonesia menurut para pengambil kebijakan, para pemberi layanan kesehatan

dan institusi-institusi lainnya adalah untuk dapat mendapatkan data nasional yang terbaru

tentang insiden dari aborsi dan kesakitan dan kematian maternal yang disebabkan karena

aborsi yang tidak aman. Estimasi subnational dari keadaan ini juga sangat penting, sejalan

dengan desentralisasi dari fungsi-fungsi pemerintahan. Selain itu, penelitian mendalam

tentang pengalaman-pengalaman perempuan—hambatanhamabatan yang dialaminya

sehingga perempuan mengalami keterbatasan untuk memakai kontrasepsi secara efektif,

proses pengambilan keputusan bila dihadapkan pada kehamilan yang tidak diinginkan, sikap

Page | 15
perempuan terhadap aborsi dan langkah-langkah yang mereka ambil bila akan melakukan

aborsi—akan membantu para pemimpin mengerti sehingga para pemimpin dapat mengambil

langkah untuk mengatasi masalah yang dihadapi perempuan dalam usaha-usahanya untuk

membatasi kelahiran.

Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan perempuan.

Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi ia “tidak merasakan apa-

apa dan langsung boleh pulang”. Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap

wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan

yang sudah terjadi.

Wawancara mendalam dengan 50 perempuan yang kurang beruntung tentang pengalaman

mereka melakukan aborsi memberi pengertian tentang resiko yang harus diambil perempuan

pada waktu menggugurkan kandungannya. Salah satu dari perempuan yang diwawancara

memberi gambaran sebagai berikut: “Pertama, perut saya dipijat, dari pijatan dengan tekanan

yang tidak terlalu kuat sampai pijatan yang sangat keras dan sakit sekali. Kemudian kedua

kaki saya ditekuk dan dukun tersebut memasukan jari-jarinya kedalam vagina saya dan

mengkorek seluruh bagian dalam vagina. Pada saat dukun tersebut mengeluarkan tangannya

dari vagina saya, saya merasakan ada sesuatu yang keluar dari vagina saya, dan saya merasa

lemas sekali. Sejam kemudian, saya diminta untuk minum ramuan dan dipijat lagi. Saya

berteriak karena saya tidak tahan merasakan rasa sakit yang mendalam. Setelah 10 menit, ibu

dukun berhenti memijat dan lagi-lagi saya merasakan ada sesuatu yang keluar dari vagina

saya.

Perempuan lain mengkisahkan tentang pengalaman sahabatnya: “Setelah meminum ramuan

dari ibu dukun, dia merasa pusing yang sangat. Karena rasa sakit yang tak terkirakan sahabat

Page | 16
saya harus memukulkan kepalanya ke tembok berkali-kali. Kemudian keadaannya

memburuk; sahabat saya langsung panas, suhu tubuhnya menjadi sangat tinggi, dan setelah

perutnya dipijat, pendarahan mulai terjadi dan pendarahannya tidak berhenti-henti...dia

kesakitan dan menjadi semakin lemas, kemudian sahabat saya meninggal dunia.” Pernyataan

dua orang perempuan itu adalah salah satu contoh dan bukti bahwa aborsi tidaklah baik dan

dapat menyebabkan kematian.

Dalam UU Kesehatan dikemukakan bahwa tindakan aborsi dengan alasan apa pun dilarang

karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma

kesopanan, kecuali atas indikasi medis tertentu. UU Kesehatan mengemukakan bahwa sanksi

hukum bagi yang melanggar adalah penjara, yaitu paling lama 15 tahun dan denda paling

banyak 500 juta rupiah.

Dalam KUHP, tidak satu pasal pun yang memperbolehkan seorang bidan melakukan aborsi

walaupun atas indikasi medis terkecuali dapat mengemukakan alasan yang kuat dan diterima

oleh hakim. Sanksi ini sama sekali tidak menoleransi bidan pelaku aborsi atas indikasi

nonmedis yang ”masuk akal”.

Kepastian hukum bidan dalam melakukan tindakan aborsi atas indikasi nonmedis yang

”masuk akal” seperti kasus perkosaan dan kegagalan KB, mestinya menjadi perhatian. Untuk

itu, perlu diatur lebih lanjut melalui UU tentang lembaga khusus untuk melakukan assesment

dan judgement untuk tindakan aborsi dengan alasan nonmedis. Lembaga khusus ini tentu saja

harus dikontrol ketat oleh masyarakat.

Tugas lembaga ini adalah memberikan “fatwa” untuk kasus per kasus bagi wanita yang akan

mengaborsikan janinnya. Sifat lembaga ini harus lintas sektoral, melibatkan tokoh agama,

Page | 17
para medis, unsur pemerintah, kepolisian, dan psikolog. Dengan adanya lembaga ini, setiap

keputusan untuk melakukan tindakan aborsi mempunyai kekuatan dalam pelaksanaannya dan

merupakan keputusan akhir berdasarkan pertimbangan semua pihak, bukan oleh bidan secara

individual.

Untuk menjaga independensi, lembaga ini tidak berkedudukan di sarana pelayanan kesehatan.

Lembaga ini juga diharapkan dapat membantu penguatan-penguatan nilai masyarakat

terhadap norma-norma yang telah ada terkait dengan pencegahan kehamilan yang tidak

diinginkan.

Kasus aborsi dijember ini adalah salahsatu contoh kurangnya kesadaran warga Indonesia

yang bekerja dikategori medis. Sehingga masih banyak bidan atau dokter yang melakukan

aborsi yang sudah pasti dilarang oleh Negara atau agama. Kurangnya pengetahuan terhadap

sex education menyebabkan maraknya dan meningkatnya kasus arbosi di Indonesia.

Kurangnya wawasan dari orangtua juga mempengaruhi adanya sex bebas dikalangan remaja.

Semoga terungkapnya kasus aborsi ilegal yang terjadi baru-baru ini menjadi sarana

pembelajaran bagi kita semua. Khusus untuk bidan yang memiliki moral hazard dan masih

melakukan tindakan aborsi ilegal (serta mungkin saja belum tertangkap), segera berhenti

bermainmain di ”pasar” aborsi.

Tidak sepantasnya seorang bidan melakukan aborsi yang disebabkan karena pasien “tidak

menginginkan bayi”. Sebaiknya diberikan hukuman yang wajar sehingga membuat para

bidan di Indonesia sadar bahwa aborsi adalah hal yang dilarang oleh Negara da nada

hukumannya yaitu penjara.

Page | 18
Masih banyak diluar sana yang menginginkan hadirnya seorang anak namun tidak bisa

memiliki karena banyak faktor. Namun tidak untuk kalangan remaja yang melakukan sex

bebas, mereka hanya bisa melakukan tanpa ada rasa tanggung jawab. Pemerintah juga perlu

memperketat pengawasan terhadap para bidan atau dokter yang hendak membuka praktek.

Agar jelas arah tujuan mereka sehingga memperkecil adanya praktek aborsi sehingga

memperkecil kematian ibu dan pembunuhan janin.

Page | 19
DAFTAR PUSTAKA

http://www.antarajatim.com/lihat/berita/47005/lihat/kategori/14/tnipolri

http://www.metrotvnews.com/metromain/newscat/hukum/2010/11/19/34419/Mahasis

wi-Pelaku-Aborsi-Ditangkap

http://www.antarajatim.com/lihat/berita/47005/pelaku-aborsi-jember-terancam-10-

tahun-penjara

http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/kesehatan/2247-kontroversi-

aborsi.html

http://www.bidanindonesia.org/index.asp?part=21&lang=id

http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/12/etika-profesi-dalam-kesehatan-reproduksi/

http://aborsi.net/info/statistik-aborsi.html

http://www.guttmacher.org/pubs/2008/10/15/Aborsi_di_Indonesia.pdf

IBI (2004)., 5o Tahun IBI

Page | 20

You might also like