Professional Documents
Culture Documents
BAB I
LATAR BELAKANG MASALAH
Pada saat ini titik berat hubungan bangsa-bangsa telah berubah dari bidang
politik ke bidang ekonomi. Perhatian dunia lebih ditujukan ke dalam upaya
pembangunan tata perekonomian yang lebih adil. Untuk itu tiudak saja diperlukan
suatu laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang meningkat dan bertumpu pada
sektor industri sebagai dinamisator, tapi juga diperlukan suatu imbangan yang lebih
baik lagi di bidang ketenagakerjaan.
Bidang ketenagakerjaan yang juga merupakan sumber daya manusia
mencakup semua energi, ketrampilan, bakat, kemampuan dan pengetahuan manusia
yang dapat atau harus digunakan untuk tujuan produksi. Pendekatan sumber daya
manusia menekankan bahwa tujuan dari pembangunan adalah memanfaatkan
tenaga manusia sebanyak mungkin dalam kegiatan produktif. Salah satu
konsekuensi dalam penggunaan pendekatan sumber daya manusia adalah
pengembangan manusia
Menurut Sembel (Warta Ekonomi, 2002) salah satu isu terbesar yang akan
mempengaruhi “ bentuk dan aksi “ organisasi pada era globalisasi mendatang yaitu
berkaitan dengan keberadaan organisasi itu sendiri. Organisasi pada era globalisasi
adalah organisasi yang diisi oleh para knowledge worker. Dengan demikian kunci
sukses untuk menghadapi persaingan berubah dari skala ekonomis menjadi
pembelajaran yang terus menerus.
Menurut Sidarto (Swa, 2002) para knowledge worker dibutuhkan di dalam
organisasi untuk membantu kebutuhan organisasi meningkatkan kreativitas dan
produktivitas. Mereka biasanya menjalankan tugas yang sangat kritis terhadap
strategi atau misi organisasi karena pendidikan atau keahlian yang dimilikinya.
Kesiapan Indonesia dalam menghadapi tantangan penyediaan knowledge
worker tersebut ternyata belum maksimal. Menurut hasil penelitian lembaga PBB
UNDP tahun 2000 dan lembaga riset PERC di Hongkong tahun 2001 tentang kualitas
pendidikan, Indonesia menduduki posisi terendah diantara negara ASEAN. Hal ini
juga ditegaskan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2002) bahwa
permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam menghadapi pasar global adalah
rendahnya kualitas sumber daya manusia. Pekerja Indonesia sangat memprihatinkan
kualitasnya, karena menempati posisi terendah diantara 12 negara ASEAN.
Mensikapi hal tersebut, maka mau tidak mau dalam menghadapi era
perdagangan bebas, Indonesia harus segera melakukan peningkatan mutu sumber
daya manusianya agar perusahaan-perusahaan di Indonesia mampu bersaing
dengan perusahaan negara lain.
Wanandi (Warta Ekonomi, 2002) mengatakan bahwa jangan harap bisa
bersaing keluar kalau di dalam perusahaan belum beres. Kuat-tidaknya kondisi di
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kompetisi Kerja
A 1. Pengertian Kompetisi
Bernstein, Rjkoy, Srull, & Wickens (1988) mengatakan bahwa kompetisi
terjadi ketika individu berusaha mencapai tujuan untuk diri mereka sendiri dengan
cara mengalahkan orang lain.
Menurut Sacks & Krupat (1988) kompetisi adalah usaha untuk melawan atau
melebihi orang lain. Sedangkan menurut Hendropuspito (1989) persaingan atau
kompetisi ialah suatu proses sosial, di mana beberapa orang atau kelompok
berusaha mencapai tujuan yang sama dengan cara yang lebih cepat dan mutu yang
lebih tinggi.
Wrightsman (1993) mengatakan bahwa kompetisi adalah aktivitas dalam
mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau
kelompok memilih untuk berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu
situasi. Salah satunya adalah Competitive reward structure dimana tujuan yang
dicapai seseorang memiliki hubungan negatif, artinya ketika kesuksesan telah
BAB III
PEMBAHASAN
Perusahaan sebagai tempat yang mem`berikan pekerjaan pada karyawan
tidak hanya menganggap karyawan sebagai alat untuk meningkatkan produktivitas
semata, tapi juga dituntut memberikan kesempatan pada karyawan untuk
mengaktualisasikan dirinya dengan menawarkan program pengembangan karir.
Melalui pengembangan karir, diharapkan setiap individu yang bekerja terpacu untuk
meraih sukses dalam karir. Adanya kesamaan tujuan dalam pencapaiannya
melahirkan peningkatan performansi dan prestasi kerja yang termanifestasi dalam
bentuk kompetisi. Tinggi rendahnya keuletan seseorang dalam usaha
mengembangkan karirnya mempengaruhi usaha yang dihasilkan dalam bekerja.
Mereka yang ingin mencapai karir setinggi-tingginya berusaha mengembangkan
sejumlah cara untuk menerapkan kemampuan yang dimiliki dalam situasi tertentu
dan mengadakan pembaharuan dengan pelatihan-pelatihan. Situasi yang tertentu ini
adalah situasi kompetitif dalam bekerja, terutama kompetisi internal yang ingin
dikembangkan oleh masing-masing karyawan.
Melalui penelitiannya, Mc. Clelland (Gibson, 1996) menemukan adanya
hubungan motivasi berprestasi (need for achievement) dengan keinginan untuk
mencapai suatu tujuan. Jika seseorang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi,
maka ia terdorong untuk menetapkan tujuan yang penuh tantangan, serta
menggunakan ketrampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pencapaiannya.
Kehadiran orang lain akan lebih memacu produktivitasnya. Orang lain dipandang
sebagai saingan yang melahirkan perilaku kompetitif dalam pencapaian tujuan yang
menantang, yaitu pengembangan aktualisasi diri dalam bentuk promosi karir.
BAB IV
KESIMPULAN
Dalam melaksanakan segala sesuatu manusia pasti mempunyai tujuan dan
motif tertentu. Ditunjau dari seting organisasi tujuan yang ingin dicapai adalah gaji
dan karir yang meningkat dimana peningkatan karir biasanya akan meningkatkan
pula gaji, status dan kedudukan seseorang.
Harus diakui perusahaan-perusahaan banyak yang masih memandang
karyawan sebagai mesin dan obye. Seharusnya untuk saat ini paradigma harus
diubah dengan menjadikan karyawan sebagai asset perusahaan yang berharga dan
selalu mampu untuk mengembangkan diri ke arah yang lebih baik.
Memelihara manusia tidak semudah memelihara asset-asset tradisional
seperti sumber daya alam. Manusia memiliki motif yang berbeda-beda. Dalam seting
organisasi motif bisa berupa gaji maupun kesempatan untuk mengaktualisasikan diri
dengan mencapai status yang terpandang. Status identik dengan karir. Karir yang
transparan dan jelas untuk mencapainya akan menimbulkan dampak positif bagi
karyawan sendiri. Dampak positif yang diharapkan timbul adalah munculnya
performansi kerja yang tinggi dengan berusaha untuk mengungguli orang lain. Dapat
dimaklumi mengingat kesamaan tujuan dibatasi oleh ketersediaan jabatan itu
sendiri. Untuk itu tentu akan dipilih individu yang terbaik. Proses inilah yang akan
melahirkan apa yang disebut dengan kompetisi kerja.
Bagi individu karyawan jelasnya arah karir dan persyaratan pencapaiannya
akan menguntungkan bagi dirinya untuk menciptakan rencana pencapaian dan
mengeksplorasi diri sendiri apakah ia sanggup untuk mencapainya. Selanjutnya akan
timbul usaha-usaha yang jika dimenangkan akan memberikan keuntungan baik
secara materi (gaji, insentif) maupun non materi (status dan kedudukan).
Dari perusahaan sendiri, selain membiasakan diri untuk menciptakan suatu
jenjang karir yang terbuka untuk siapa saja maka untuk jangka panjang maka
perusahaan akan mengarah pada pengelolaan organsiasi yang profesional.
Sedangkan keuntungan lain adalah kemampuan untuk menciptakan iklim prestasi di
kalangan karyawannya. Keinginan yang kuat untuk berprestasi di kalangan karyawan
akan membuat perusahaan mampu untuk mencapai target, meningkatkan produksi,
dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.
Persepsi yang positif dari karyawan bahwa karir yang ada di tempat ia
bekerja (transparan dan dimungkinkan untuk dicapai oleh dirinya) sedikit banyak
menimbulkan dorongan dari dirinya untuk berprestasi dengan mengungguli orang
lain. Sehingga timbul iklim kompetisi yang sehat. Bagi perusahaan sendiri, mereka
akan semakin berkembang dan semakin siap menghadapi kompetisi di era globalisasi
serta sedikit demi sedikit menghindari praktek proteksi dan subsidi.