You are on page 1of 10

Diare

Diare menurut hipocrates didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang


tidak normal dan cair.Dibagian ilmu kesehatan FKUI/RSCM diare diartikan
sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan
frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi
buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari
satu bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali.

Penyebab

Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu

1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak.

Infeksi enteral ini meliputi:

-infeksi bakteri: vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Champylobakter,


Yersina, Aeromonas, dsb.

-Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),


Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.

Infeksi parasit : Cacing(Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongiloides),


Protozoa(Entamoeba histolytica, Giardia Lambia, Trichomonas hominis),
jamur( candida albican).

b. infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan,
seperti otitis media akut(OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan
anak berumur dibawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat. Pada bayi paling sering ialah intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorsi protein

3. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

4. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat mrnimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar.
Patogesesis

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare

1. Gangguan osmotik

Akibat terdapatnya makanan dan zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sebagai diare.

2. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu misalnya oleh toksin pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit dalam rongga ususdan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan menyebabkan usus berkurang kesempatan untuk


menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik usus
menurun akan timbul bakteri yang berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare.

Patogenesis diare akut

1. Masuknya jasat renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung.

2. Jasat renik tersebut berkembang biak (multifikasi) di dalam usus halus.

3. Oleh jasat renik dikeluarkan toksin (toksin diaerogenik)

4. akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan


diare.

Patogenesis diare kronik

Lebih komplek dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri,


parasit, malabsorbsi, malnutrisi, dan lain-lain.

Patofisiologi

Sebagai akibat diare akut maupun kronis akan terjadi:

1. Kehilangan air dan elektrolit(dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya


gangguan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia, dan sebagainya)
2. Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang,
pengeluaran bertambah)

3. Hipoglikemik.

4. Gangguan sirkulasi darah.

Gejala klinis

Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah dan suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul
diare. Tinja cair bisa disertai lendir dan darah. Bila penderita telah kehilangan
nanyak cairan dan elektrolit maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan
turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar manjadi cekung, selaput
lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

Berdasarkan cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan,


sedang dan berat. Berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi
hiotonik, isotonik, dan hihertonik.

Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi


renjatan hipovolemik dengan gejala-gejalanya yaitu denyut jantung menjadi cepat,
denyut nadi cepat, kecil. Tekanan darah menurun, penderita menjadi lemah,
kesadaran menurun. Akibat dehiidrasi, diurisis berkurang. Bila sudah ada asidosis
metabolik penderita akan tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan
dalam( pernafasan kussmaul).

Asidosis metabolik terjadi karena: kehilangan NaHCO3 melalui tinja,


ketosis kelaparan, produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat keluar
krn oligouria atau anuria, perpindahan ion natrium dari cairan ekstrasel ke cairan
intrasel, penimbunan laktat ( anoksia jaringan tubuh).

Dehidrasi hipotonik(dehidrasi hiponatremi) yaitu bila kadar natrium dalam


plasma kurang dari 130 meq/l, sedangkan dehidrasi hipertonik (hipernatremi) bila
kadar natrium dalam plasma lebih dari 150meq/l, dehidrasi isotonik bila kadar
natrium dalam plasma 130-150 meq/l. Pada penderita dehidrasi isotonik dan
hipotonik penderita tampak tidak begitu haus, tapi pada dehidrasi hipertonik rasa
haus akan nyata sekali disertai kelainan neurologis.

Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan tinja
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah

3. Pemeriksaan kadar ureumndan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal

4. Pemeriksaan elektrolit

5. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk ketahui jenis jasat renik atau parasit
secara kualitatif atau kuantitatif terutama pada diare kronik.

Komplikasi

1. Dehidrasi

2. Renjatan hipovolemik

3. Hipokalemi

4.Hipoglikemik

5. Intoleran laktosa sekunder

6. Kejang

7. malnutrisi energi protein

Pengobatan

Dasar pengobatan diare

1. Pemberian cairan ( rehidrasi awal dan rumat)

2. Dietetik ( pemberian makanan)

3. Obat-obatan.

Gangguan absorbsi saluran pencernaan( sindrom malabsorbsi)

Merupakan penyakit yang berhubungan dengan gangguan pencernaan dan


atau penyerapan bahan yang dimakan.Dapat berupa gangguan absorbsi
karbohidrat, lemak, protein dan vitamin. Pada anak sering di jumpai malabsorbsi
karbohidrat khususnya laktosa dan malabsorbsi lemak.

a. Malabsorbsi karbohidrat (intoleransi laktosa)


Penyebab: karena defisiensi enzim laktase dalam brush border usus halus.
Patofisiologi: timbul bila tubuh mengalami defisiensi salah satu atau lebih
enzin disakaridase atau adanya gangguan absorbsi serta pengangkutan
monosakarida dalam usus halus. Jadi 2 faktor yang menimbulkan intoleran gula
adalah faktor pencernaan(digesti) dan fator absorbsi. Gangguan bisa bersifat
bawaan(kongenintal primer) atau di dapat (sekunder). Pada bentuk primer terdapat
kelainan genetis, sedangkan bentuk sekunder lebih banyak disebabkan keadaan
seperti diare.
Gejala klinis: diare yang sangat frekuen, cair, bulky dan berbau asam,
meteorismus, flatulens dan kolik abdoment. Akibat gejala tersebut pertumbuhan
anak akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi.
Pemeriksaan laboratorium:
1.Pengukuran PH tinja(ph<6, normal ph tinja 7-8)
2.Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet “clinitest”
3.Laktosa loading test
4.Barium meal lactosa
5.Biopsi mukosa usus halus dan di tentukan kadar enzim laktase dalam mukosa
tersebut
6.Sugar chromatography dari tinja dan urin.
Diagnosis: berdasarkan gejala klinis dan laboratorium
Pengobatan: diberikan susu rendah laktosa selama 2-3bulan kemudian diganti lagi
ke susu formula yang biasa. Pada intolaran laktosa sementara sebaiknya diberikan
susu rendah laktosa selama 1 bulan sedang pada penderita dengan intoleran
laktosa primer diberikan susu bebas laktosa.
Prognosis: Pada kelainan primer(kongenintal) prognosis kurang baik, sedangkan
pada kelainan yang didapat (sekunder) prognosis baik.
Infeksi Khusus
 Kandidiasis(moniliasis)
Penyebab: candida albican

Epidemiologi : tersebar di seluruh dunia dapat hidup di alat tubuh seperti


mulut, usus, paru, dan vagina. Dapat hidup sebagai saprofit. Beberapa faktor
seperti prematuritas, pemakaian antibiotik, dan kortikosteroid dalam jangka waktu
lama atau dosis tinggi, gangguan gizi dan diabetes melitus dapat menjadi sebab
perubahan sebagai parasit. Bisa mengenai semua golongan umur tapi lebih sering
terjadi pada neonatus dan early infanc.

Gejala klinis: dapat terjadi bronkitis, infeksi kulit dan sistemis. Gejala
tersering diare oral trush, onokia, paranikia, dermatitis terutama di daerah aksila,
di bawah payudara dan lipatan intergluteal. Gejala ifeksi sistemis jarang, tapi bila
terjadi bs fatal.

Diagnosis: dengan menemukan yeast(ragi) dan miselium(pseudohifa)


Pengobatan: 1.Nistatin(mycostatin)
2. Fatty acid-Resin complex
3. Amfoterisin B
4. Larutan gentian violet(biasanya untuk pengobatan lokal)
 Kolera

Penyebab: vibrio cholerae

Distribusi: masuk melalui mulut bersama-sama makanan dan minuman.


Hal ini karena kontak langsungbenda-benda tersebut dengan tinjayang
mengandung kuman kolera.

Masa inkubasi: 8-48 jam

Etiologi: Vibrio cholera merupakan bakteri gram negatif berbentuk koma,


bergerak dengan flagelum. Tumbuh aerob pada medium biasa dengan ph 7-9.

Patogenesis:

1.Bakteri tertelan masuk ke dalam usus halus

2.Multiplikasi kuman terjadi di dalam usus halus.

3. Bakteri mengeluarkan enterotoksin kolera yang mempengaruhi sel mukosa


usus halus( menstimulasi enzim adenil siklase ) yang akan mengubah ATP
menjadi cAMP sehingga terjadi peningkatan ion Cl ke dalam lumen usus.

4.Sekresi larutan isotonik oleh mukosa usus halus (hipersekresi) sebagai


akibat terbentuknya toksin tersebut. Dijumpai juga penurunan enzim disakaridase.

Patofisiologi

Akibat dari diare yang disebabkan oleh kolera akan terjadi:

1. Gangguan keseimbangan air (dehidrasi) dan elektrolit..

2. Gangguan gizi

3.Hipoglikemik.

Pada tinja penderita kolera ditemukan lebih sedikit jumlah ion natrium dan
lebih banyak ion kalium.Akibat dari hilangnya cairan dari tubuh, maka berat
badan akan turun.Atas dasar penurunan berat badan atau kehilangan cairan
dehidrasi dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat. Pada kolera
dehidrasi berat dapat terjadi kurang dari 24 jam dengan concomitant losses
berkisar antara 0-25% dari berat badan 24 jam pertama.
Gangguan lain adalah asidosis metabolik. Terjadi karena hilangnya
bikarbonas bersama tinja dan oleh karena ketidak mampuan ginjal untuk
memproduksi bikarbonas, sehingga tubuh kekurangan. Akibat asidosis metabolik
dapat menimbulkan: 1. Nafas cepat dan dalam (kussmaul) sebagai kompensasi

2.Bertambahnya masuk ion hidrogen ke dalam sel dan ion


kalium ke luar sel

3. Cardiac reserve menurun sehingga dapat terjadi gagal


jantung.

Gejala klinis

Tinja diare tampak seperti air cucian beras, kadang disertai muntah, turgor
cepat menurun, mata cekung, pernafasan cepat dan dalam, sianosis, nadi kecil dan
cepat, tekanan darah menurun, bunyi jantung melemah akhirnya timbul renjatan.

Pemeriksaan laboratorium

Hematokrit dan berat jenis plasma akan meningkat, bikarbonat dalam


plasma akan menurun, kadar natrium atau kalium dalam plasma mungkin normal
atau menurun.

Sebab kematian

1. Renjatan hipovolemik

2. Gagal jantung

3. Gagal ginjal akut oleh karena tubular nekrosis akut sebagai akibat gangguan
sirkulasi darah ke ginjal yang terlalu lama.

Diagnosis

Menemukan kuman vibrio kolera dalam:

1. Penanaman agar empedu atau GGT. Akan tampak warna jernih berkilat yang
merupakan koloni vibrio kolera.

2. Reaksi aglutinasi dengan anti serum spesifik

3. Pemeriksaan mikroskop fluorosen

Di daerah endemi atau pendemi diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis


agar pengobatan dapat segera diberikan.

Pengobatan
1. Memperbaiki dehidrasi dan gangguan elektrolit.

2. Memperbaiki asidosis dan renjatan

3. Membunuh kuman dengan antibiotik (yang efektif tetrasiklin dan diberikan


dengan dosis 50 mg/kgbb/hari dabagi dalam 4 dosis selama 5 hari

4. Memberikan cairan peroral secara tepat dan adekuat segera setelah rehidrasi
tercapai.

Diare karena escherichia coli.

Merupakan bakteri gram negatif yang mempunyai sifat meragi dan


membentuk gas pada glukosa dan laktosa. Toksin yang dibentuk dapat
menyebabkan diare pada hewan dan manusia. Dikenal 3 strain E.coli yang
dianggap patogen yaitu enterophatogenik E. Coli. (EPEC). Enterotoxigenik E.coli
(ETEC) dan Enteroinvasive E.coli(EIEC).

EPEC

Bakteri ini keluarkan cairan yang berbau khas seperti sperma.Di dalam
usus halus bakteri ini membentuk koloni, tetapi tidak memproduksi toksin dan
tidak mampu menembus usus halus.

EIEC

Strain ini dapat menembus sel mukosa usus besar menimbulkan kerusakan
jaringan mukosa, sehingga dapat ditemukan eritrosit dan leukosit di dalam tinja
penderita. Patogenesis menyerupai diare yang disebabkan oleh shigella.

Diare oleh shigella spp

Dapat menyebabkan diare ringan tanpa demam, disentri hebat di sertai


demam, toksis, kejang terutama pada anak, tenesmus, tinja berlendir dan berdara.
Patogenesis terjadinya diare oleh shigella spp ialah kemampuan mengadakan
invasi ke epitel sel mukosa usus, berkembang biak di daerah invasi itu
mengeluarkan eksotoksin yang selain merangsang terjadinya perubahan sistem
enzim di dalam sel mukosa usus halus juga mempunyai sifat sitotoksik. Daerah
yang sering di serang ileum terminalis danusus besar. Akibat invasi bakteri ini
terjadi infiltrasi sel polimorfonuklier dan menyebabkan matinya sel tersebut,
sehingga terjadi tukak-tukak kecil di daerah invasi yang menyebabkan sel darah
nerah dan plasma protein ke luar dari sel dan masuk ke lumen usus dan akhirnya
ke luar bersama tinja..
Diare oleh Salmonella spp

Patogenesis salmonella seperti halnya shigella dapat melakukan invasi ke


mukosa usus halus, hanya bedanya tidak berkembangbiak dan tidak
menghancurkan sel epitel melainkan terus masuk ke lamina propia yang kemudian
menyebabkan infiltrasi sel-sel radang

Diare oleh Staphylococcus spp

Dapat membentuk toksin di dalam makanan dan bila makanan tersebut di


makan manusia dapat timbul gejala keracunan makanan berupa perut sakit,
muntah hebat diare ringan, 2-6 jam setelah makan makanan yang terkontaminasi.
Toksinnya dapat merusak usus sehingga diare.

Diare oleh Clostridium spp

Dapat menimbulkan keracunan makanan dengan gejala sakit perut dan


diare yang diakibatkan oleh enterotoksin yang di produksi. Strain C dapat
menimbulkan necrotizing enterocolitis yang timbul secara sekunder akibat invasi
ke dalam usus.

Diare oleh Campylobacter

Patogenesis penyakit ini belum jelas. Menurut Skirrow(1977) tempat


infeksi di ileum, jejenum, dan juga usus besar. Terdapat bukti bahwa beberapa
strain membentuk enterotoksin yang tahan panas. Kelainan yang ditemukan
berupa peradangan dan edema, pembesaran kelenjar limfe mesenteriun dan
adanya cairan bekas di kavum peritoneum. Jonjot usus halus ditemukan agak
memendek dan melebar tapi tidak konsisten seperti pada penyakit coeliac.

Pada pemeriksaan radiologis ditemukan gangguan fungsionil non spesifik


antara lain berupa hipersekresi dan segmentasi dari gambaran usus pada
pemeriksaan barium meal.

Diare oleh karena Yersinia enterocolitica

Patogenesis diare oleh yersinia, terutama strain serotipe 03, 08, dan 09
dengan jalan melakukan invasi kedalam mukosa usus, membentuk plasmid
pelantara, membentuk enterotoksin yang tahan panas dan dapat mengaktifkan
kegiatan enzimguanilat siklase.

Pemeriksaan histologis menunjukkan adanya abses-abses kecil di darah


plaque peyeri dan kelenjar getah bening.Pada beberapa penderita menyebabkan
limfadenitis mesenterikum dan ileitis terminalis yang gejalanya menyerupai
apendisitis.

You might also like