You are on page 1of 7

Primordialisme merupakan sebuah istilah yang

menunjuk pada sikap kesukuan yang berlebihan. Terlalu


membanggakan suku atau rasnya sehingga sering terkesan
meremehkan suku atau ras lainnya. Primordialisme juga
merupakan sebuah pandangan atau paham yang
memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik
mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun
segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya.
Primordialisme berasal dari kata bahasa Latin primus
yang artinya pertama dan ordiri yang artinya tenunan atau
ikatan.
Ikatan seseorang pada kelompok yang pertama
dengan segala nilai yang diperolehnya melalui sosialisasi
akan berperan dalam membentuk sikap primordial. Di
satu sisi, sikap primordial memiliki fungsi untuk
melestarikan budaya kelompoknya. Namun, di sisi lain
sikap ini dapat membuat individu atau kelompok
memiliki sikap etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang
cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya
orang lain. Mereka akan selalu memandang budaya orang
lain dari kacamata budayanya.
Namun sikap primordialisme juga memiliki fungsi untuk
melestarikan budaya kelompoknya, sehingga budaya tersebut
dapat dipertahankan secara asli (tidak dipengaruhi budaya lain)
agar nantinya dapat diwariskan kepada generasi yang akan
datang.
Latar belakang yang dapat menimbulkan primordialisme antara
lain yaitu:
1. Adanya sesuatu yang di anggap istimewa pada ras, suku bangsa,
  

daerah asal dan agama.


2. Ingin mempertahankan keutuhan kelompok atau komunitasnya
  

dari ancaman luar. Kelompok yang di maksud dapat kelompok


ras, etnik, daerah asal, dan agama.
3. Adanya nilai-nilai yang di junjung tinnggi karena berkaitan
  

dengan system keyakinan, misalnya nilai ke agamaan, dan


falsafah hidup di dalamnya.
Denagn demikian, primordialisme dapat berdampak negative
dan berdampak positif.
        Dampak negative primordialisme aantara lain sebagai
berikut :
a 1. Menghambat hubungan antarbangsa.
 

b 2.Menghanbat proses asimilasi dan integrasi.


   3.Mengurangi bahkan menghilangkan objektivitas ilmu
pengetahuan.
d 4.Penyabab terjadinya diskriminasi(pembedaan secara sengaja
terhadap golongan tertentu yang di dasarkan pada ras,
agama,mayoritas, dan minoritas masyarakat)
e 5.Merupakan kekuatan terpendam (potensi) terjadinya konflik
antarkebudayaan suku-suku bangsa.
Sedangkan dampak positif dari primordialisme antara lain
sebagai berikut :
a. 1. Menumbuhkan cinta tanah air.
  
b. 2. Mempertinggi kesetiaan terhadap bangsa.
  

c. 3.Mempertinggi semangat patriotrisme.


    

d. 4.Menjaga keutuhan dan kesetabilan budaya.


  

Tapi primordialisme juga perlu di hindari,itu di sebabkan


karena, Etnosentrisme. Etnosentrisme adalah sikap menilai unsure-
unsur kebudayaan lain dengan menggunakan kebudayaan sendiri.Dapat
pula diartikan sebagai sikap yang menganggap cara hidup bangsanya
merupakan cara hidup yang paling baik.Ketika suku bangsa yang satu
menganggap suku bangsa lain lebih rendah, maka sikap demikian akan
menimbulkan konflik.
Terdapat 2 jenis etnosentris yaitu:
1.               etnosentris infleksibel yakni ketidakmampuan untuk keluar dari
perspektif yang dimiliki atau hanya bisa memahami sesuatu
berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak mampu
memahami perilaku orang lain berdasarkan latar belakang
budayanya.
2.               Etnosentris fleksibel yakni suatu sikap yang cenderung menilai
tingkah laku orang lain tidak hanya berdasarkan sudut pandang
budaya sendiri tetapi juga sudut pandang budaya lain.
Salah satu contohnya yaitu : Misalnya Pita, seorang etnis
Minang makan sambil jalan di gang rumah kita di Jogja, jika
kita semata-mata memandang dari perspektif sendiri dan
mengatakan “dia memang buruk”, “dia tidak sopan”, atau
“itulah mengapa dia tidak disukai” berarti kita memiliki
etnosentrisme yang kaku. Tapi jika mengatakan “itulah cara
yang dia pelajari untuk melakukannya,” berarti mungkin kita
memiliki etnosentrisme yang fleksibel.
Etnosentrisme juga berdampak negatif, antara lain :
 -Mengurangi ke objektifan ilmu pengetahuan.
  

 -Menghambat pertukaran budaya.


 

 -Menghambat proses asimilasi kelompok yang berbeda.


 

 -Mengacu timbulnya konflik social.


 

Etnosentrisme dalam hal tertentu juga merupakan sesuatu


yang positif. Tidak seperti anggapan umum yang mengatakan
bahwa etnosentrisme merupakan sesuatu yang semata-mata
buruk, etnosentrisme juga merupakan sesuatu yang fungsional
karena mendorong kelompok dalam perjuangan mencari
kekuasaan dan kekayaan. Pada saat konflik, etnosentrisme
benar-benar bermanfaat. Dengan adanya etnosentrisme,
kelompok yang terlibat konflik dengan kelompok lain akan
saling dukung satu sama lain. Salah satu contoh dari fenomena
ini adalah ketika terjadi pengusiran terhadap etnis Madura di
Kalimantan, banyak etnis Madura di lain tempat mengecam
pengusiran itu dan membantu para pengungsi.
Pertama, aliran adalah suatu gerakan sosial yang kemudian mengalami kristalisasi menjadi
pengelompokan politik. Kedua, walaupun suatu aliran didefinisikan secara ideologis, namun biasanya ia
dijiwai oleh cita-cita moral yang lebih luas. Ketiga, walaupun mengalami kristalisasi menjadi suatu
pengelompokan politik, sebuah aliran biasanya dikelilingi oleh sebuah organisasi sukarela yang terikat
secara resmi maupun tidak resmi dengan pengelompokan politik yang menjadi pusatnya.

Tipologi Geertz ini kemudian dikembangkan oleh Herbeth Feith dan Lance Castle[19] yang membagi
pemikiran politik Indonesia waktu itu ke dalam lima golongan: marxisme, Sosialisme Demokrat,
Nasionalisme Radikal, Islam (terdiri dari modernisme Islam dan tradisionalisme Islam) dan
tradisionalisme Jawa. Tipologi ini kemudian berkembang tidak hanya pada wilayah kultural tetapi juga
wilayah politik yaitu mempengaruhi afiliasi pemilih waktu itu.

Menurut Geertz, afiliasi pemilih juga berdasarkan pada pengelompokan budaya ini. Kelompok santri
kebanyakan berafiliasi ke NU dan Masyumi, abangan sebagian ke PKI, priyayi lebih banyak berafiliasi ke
PNI. Basis aliran ini kemudian berkembang menjadi ideologi politik aliran yaitu Islam, nasionalis,
komunis dan sosialis meskipun kelompok terakhir jumlahnya sangat kecil. Pemilu pertama tahun 1955
membuktikan dari sekian banyak partai yang muncul, empat partai besar sebagai pemenang dan
semuanya mengambl tipologi Geertz sebagai basis ideologi mereka yaitu nasionalis diwakili PNI, Islam
dengan Masyumi dan NU, Komunis dengan PKI dan Sosialis dengan PSI.

Perkembangan pemilu 1999 menunjukkan gejala yang hampir sama meskipun tidak seratus persen.
Bahkan ada kecenderungan pada sebagian partai untuk menghidupkan fenomena politik tahun 1955.
Ada sisi menarik dari dalam hal afiliasi politik yang sifatnya cenderung ideologis. Suara NU dan PNI tidak
mungkin beralih ke partai- partai yang identik dengan Masyumi (PBB, PK atau PAN) sementara suara
Masyumi juga tidak beralih ke partai-partai yang identik dengan NU, PNI atau PKI (PDI P, PKB dan PRD).
Kecenderungan ideologis ini tidak lepas dari tubuh Islam yang terbagi dalam dua kutub: modernis dan
tradisionalis. NU mewakili tradisionalis dan Masyumi mewakili kutub modernis.

Dua bentuk pemikiran ini selalu berbenturan dalam hampir semua hal termasuk dalam bidang syariah.
Kutub tradisionalis mengental dalam organisasi Nahdlotul Ulama, sementara Kutub modernis diwakili
organisasi Muhammadiyah. Muhammadiyah sendiri merupakan organisasi reformis yang kehadirannya
dimaksudkan untuk menjernihkan keyakinan umat Islam dari berbagai bentuk takhyul, bid’ah dan
khufarat. Bagi Muhammadiyah, keyakinan umat telah banyak terkontaminasi dngan masuknya praktik
peribadatan yang berbau Hindhu-Budha-Jawa. Sementara kelahiran NU salah satu latar belakangnya
adalah untuk menyelamatkan tradisi. Dalam hal ini, NU merasa keyakinannya dalam menjalankan
ibadah terusik dengan hadirnya Muhammadiyah. Dari sinilah muncul berbagai ketegangan dan bahkan
konflik yang sampai sekarang ada.
Kondisi gerakan mahasiswa Islam saat ini juga terjebak dalam polarisasi dan fragmentasi yang tidak jauh
berbeda dengan politik aliran Geertz, meski dalam beberapa hal mengalami beberapa metamorfose.
Organisasi massa mahasiswa Islam lahir dengan dipayungi kelompok politik yang dominan waktu itu,
atau sebagai underbow partai. PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) lahir dari generasi muda
NU (Nahdlatul Ulama), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) lahir dibidani kelompok Islam modernis
Masyumi. Selanjutnya, IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) yang jelas berasal dari
Muhammadiyah. Sementara, keberadaan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) pada
praktik politik selanjutnya juga tidak bisa dilepaskan dari PK (Partai Keadilan).

Pada tahap selanjutnya, polarisasi lebih tajam terlihat pada kalangan Islam modernis yang diwakili HMI
Dipo, HMI MPO, IMM dan KAMMI dengan kalangan Islam tradisionalis yang diwakili PMII. Hal ini dapat
dicermati lebih rinci terutama pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Beberapa waktu
menjelang lengsernya Gus Dur dan pada awal-awal pemerintahan Megawati, terdapat friksi antar ormas
Islam yang lebih disebabkan karena alasan ideologis. Memang berkembang berbagai rumor di seputar
pro dan kontra turunnya Gus Dur, seperti permasalahan kesehatan Gus Dur, kapabilitas managerial
ataupun konstitusi. Namun apabila ditelisik mendalam, turunnya Gus Dur semata terjadi karena konflik
ideologis yang sekian lama terpendam.

Meskipun naiknya Gus Dur dengan bantuan poros tengah yang terdiri dari PPP, PAN, PBB, PK, namun
aspirasi dan kepentingan kelompok poros tengah relatif diabaikan. Apabila ditelurusi, tentu saja hal ini
bukan hal yang baru. NU atau dalam hal ini PKB jelas tidak mungkin berafiliasi dengan kelompok
modernis terutama poros tengah. NU lebih mudah bergandengan tangan dengan kalangan abangan
seperti dengan PDI P.

Fenomena yang sama juga terjadi pada ormas mahasiswa Islam. PMII lebih mudah bekerja sama dengan
kelompok kiri dibandingkan dengan ormas Islam lainnya. Hal seperti ini sering terjadi seperti pada waktu
pro kontra penurunan Gus Dur. PMII bekerja sama dengan ormas kiri seperti PRD, PMKRI untuk
mendukung atau pro Gus Dur tetap menjadi presiden. Sementara, kelompok yang kontra Gus Dur
seperti HMI Dipo, HMI MPO, IMM, dan KAMMI secara serentak, bersama menuntut Gus Dur mundur.
Hal senada juga diungkapkan oleh kelompok modernis yang lain seperti HMI Dipo, HMI MPO, dan IMM.

Pada dasarnya mereka sama-sama memiliki keyakinan bahwa kapasitas dan kapabilitas Megawati
diragukan. Sedangkan alasan lainnya adalah asumsi yang selama ini terbukti bahwa kekuasaan itu
cenderung korup, sebagaimana adagium Lord Acton. Sebagai organisasi yang independen, ormas Islam
modernis lebih menitikberatkan perjuangannya pada kepentingan rakyat karena selama ini rakyat selalu
berada dalam posisi yang tertindas padahal dalam konteks demokrasi, mereka adalah pemegang
kekuasaan tertinggi.
Kesimpulan

Pemahaman terhadap teologi sebagai landasan filosofis berpengaruh pada tindakan politik sebagaimana
tesis sosiologi pengetahuan, bahwa ada kaitan antara fikiran dan tindakan. Selanjutnya, ideologi yang
dianut oleh gerakan mahasiswa Islam ini terungkap dan diwujudkan lebih jelas pada ekspresi politik.

Gerakan mahasiswa Islam sebagai realitas sosial merupakan replika atau miniatur dari kondisi
masyarakat Indonesia pada umumnya. Polarisasi dan friksi yang terjadi pada ormas Islam ternyata
memiliki akar kesejarahan yang cukup panjang. Sampai saat ini, tipologi Clifford Geertz tentang santri,
priyayi dan abangan masih kental pada masyarakat sekarang.

Ideologi gerakan mahasiswa Islam pada dasarnya adalah Islam. Namun dalam perkembangan
selanjutnya mengalami metamorfose seiring dengan perkembangan jaman. Dengan memahami ideologi
meraka, kita dapat membaca atau menganalisa akan ke mana mereka selanjutnya.

Perbedaan merupakan sunatullah. Perbedaan yang tercermin pada ekspresi politik aliran tidak perlu di
permasalahkan dan menjadi sumber konflik. Yang lebih penting adalah bagaimana seluruh umat
menyadari dan memahami kenyataan bahwa perbedaan juga memperkaya sekaligus rahmat yang harus
dijaga. Dengan perbedaanlah akan tumbuh otensitas keimanan dalam hidup bermasyarakat karena
benturan-benturan atau konflik yang terjadi dan upaya menyelesaikannya akan mendewasakan
sekaligus menjadi pengalaman yang berharga. Wallahu a’lam.

You might also like