Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
CIREBON
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah, Yang berhak atas segala pujian. Shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, yang terpilih sebagai
jawab mahasiswa selaku peserta didik, dengan harapan makalah ini menjadi tolak ukur
kita dalam memandang suatu permasalahan yang ada disekitar kita, semoga makalah ini
mohon maaf atas segala kekurangnnya semoga Allah memaafkan segala kesalahan, dan
menerima apa yang sudah diusahakan, dan menjadikanya sebagai sebab turunya
Amin, ya Rabbal’alamin.
Kelompok IV
Daftar Isi
Kata pengantar...................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................... ii
A. Pengertian ..............................................................................
B. Novel .....................................................................................
Penutup .............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Makalah ini mengulas tentang karya sastra yang mutahir yang merupakan
kemudian disusul secara berturut-turut oleh angkatan balai pustaka, pujangga baru, 45,
dan 46 kini secara relatif berahir pada sastra mutahir/kontemporer. Wajar apabila
merupakan hasil karya manusia yang akan terus berkembang sejalan dengan
perkembangan zaman. Bukan merupakan suatu yang mustahil bila aturan-aturan atau
periode.
saat suatu karya sastra dihasilkan. Disampig itu tidak pula dapat dibantah adanya
pengaruh kemajuan sastra di luar negri. Dan hal ini tidak hanya terjadi pada bidang
puisi, drama atau cerita pendek saja, melainkan terjadi pada bidang roman atau novel.
Berbeda dengan zaman pujangga baru sastra yang uncul pada dekade 70-an
lebih diwarnai oleh kegelisahan, baik berupa kegelisahan sosisl, batin, maupun
ISI
A. Pengertian
Sastra kontemporer adalah karya sastra yang muncul sekitar tahun 70-an,
sastra yang berlaku biasa atau umum. Sastra kontemporer muncul sebagai reaksi
terhadap sastra konvensional yang sudah beku dan tidak kreatif lagi.
Sastra kontemporer merambah pada seluruh jenis karya sastra, seperti novel,
puisi, dan drama. Tokoh-tokoh sastra ini pada zamannya termasuk sastrawan mudah
pada tahun 70-an. Munculnya sastra kontemporer merupakan reaksi terhadap sastra
sastrawan mudah merasa “sumpeg” dengan karya sastra yang telah ada karena merasa
Kata kunci:
B. Novel
Pada tahun 1970-an ditandai dengan kreativitas luar biasa dalam penulisan salah
satunya adalah novel. Pada hakikatnya setiap karya sastra memiliki “estetika” sendiri-
sendiri. Hal inilah yang menjadi novel berbeda dari novel-novel lain, sehingga boleh
dikatakan bahwa ia merupkan “sesuatu yang baru”. Pada tahun 1970-an novel dilihat
dari aspek-aspek teoritis atau konsep penciptaan yang dapat “diduga” mendasari
pencitaan novel tersebut. Tampak bahwa ada “pergeseran” aspek tema dan pandangan
tentang dunia manusia dalam dunia pernovelan kita yang berakibat pada pergeseran
wawasan alur, gaya serta penafsiran tentang latar (material dan sosial).
melihat “realitas” bahkan tak berbentuk (formless), tak jelas mana awal, mana tengah
dan mana akhirnya. Penemuan kembali realisme atau realitas imaginer dalam sastra,
menyadarkan kita kembali dari kekaburan pengalaman sastra kita, yang sejauh ini
didukung secara tak sadar oleh paham realitas atau realisme formal, yang mengukur
realitas hanya dari tampang biologis, realitas sosial, dan pesikologis. Seolah-olah tak
dongeng-dongeng yang hidup di desa kita, bukanlah tokoh-tokoh realitas formal, ukan
tokoh daging dan darah dengan pesikologi tertentu, tetapi hanyalah tokoh-tokoh dari
sebuah “realitas imaginer”, yang hanya ada dalam imajinasi atau bayangan manusia.
Simatupang, Danarto, Putu Wijaya, Arifin C Noer, ingin mengembalikn realitas sastra
pada keadaan yang murni, yakni realitas imaginer. Sastra harus dibebaskan dari
monotoni kesemuan dan perangkap “realitas” formal. Di pihak lain, bila kita teliti lebih
sebagai pribadi. Karena itu tidak aneh bilamana novel-novel yang demikian bersifat
antihero, anti intelektualisme, anti materialisme, anti sosialisasi kesadaran manusia
Di pihak lain, dalam novel serupa itu kita melihat manusia tetap bertahan
secara vital dalam berhubungan dengan dunia, yang membentuk dia dalam suasana
tegang dan problematis. Inilah misi atau dasar filasafat yang mendasari novel-novel arus
baru, dimana yang terpenting adalah dialog antar pengarang dan tokohnya serta gerak-
gerik kesadaran manusia dalam mencari hakikatnya. Contohya pada novel yang
berjudul kering, ziarah, anu, aduh, yang merupakan novel yang membawa kita kepada
suasana misteri, bukan suatu realitas, tidak jelas ujung pangkalnya. Dengan keterangan
diatas dapat kita katakan bahwa karya iwan dan putu merupakan suatu gejala dunia
misteri.
Begitulah, karya iwan dan putu memberikan dimensi lain dari kenyataan,
yang dihasilkan oleh kenyataan itu sendiri dan yang memmungkinkan kita untuk
cerpen jenis hiburan yang tampak pesat sekali. Masyarakat pembaca pada umumnya
belum tergarap seleranya, belum bisa mengakrabi warna cerpen literer. Mereka lebih
menyukai cerpen hiburan yang ringan, santai, tidak berat dan rumit. Mereka merasa
enggan untuk membaca cerpen literer yang berat, ruwet, dan pelik. Cerpen hiburan
menangkap kesan atau impresi semata dari pengalaman dan pengamatan pengarang
tanpa berusaha mencari keunikan dan rahasia pengalaman itu. Sebaliknya cerpen literer
berusaha mencari hubungan setruktur luar dari kehidupan ini dengan kemungkinan
setruktur dalamnya.
sehingga justru tampak tidak wajar. Sedangkan cerpen literer berusaha menangkap
merupakan tindakan yang wajar karena kedua hal itu tidak dapat dipisahkan. Karena
usaha mempertemukan kenyataan dalam dan kenyataan luar inilah cerpen literer
Jadi jelas sekali sekarang bahwa warna cerpen literer mutahir Indonesia itu
bukan sekedar cerpen yang berbobot karena sulit dimengerti isinya, sukar ditangkap
maknanya dengan kandungan filasafat tinggi, digarap dengan teknik absurd, melawan
logika, berusaha melepaskan diri dari ikatan konvensianal, tidak terlalu romantis, tidak
terlampau idealis, tidak juga mengiris-iris, namun menggelitik dengan gelitikan manis,
pengarang tidak perlu susuah membuat ceritanya. Tidak usah memikirkan cerita
Kemudian pada pertengahan tahun 1970-an muncul bentuk prosa fiksi yang
mempunyai warna lain. Pengarang garda depan yang yang membuka munculnya bentuk
baru ini adalah Marga T. Dan, Ashadi Siregar, dan kemudian diikuti oleh beberapa
pengarang lain.
Cirinya adalah :
Materi yang diangkat adalah seputar kehidupan remaja, mahasiswa atau pelajar
Masalah yang dihadapi tokoh-tokoh cerita mereka adalah cinta dengan segala
liku-likunya.
Biasa memakai latar atau setting dikampus, sekolah, kota besar pantai, atau
Prosa fiksi diatas sering kita sebut sebagai cerita populer atau fiksi populer. Jakob
Sumarjo menegaskan bahwa fiksi populer mudah dipahami dan dinikmati. Karena tugas
fiksi populer yang utama adalah membuat pembaca melihat, menyaksikan dan
mengalami penyajian suatu kejadian secara kronologis. Dengan demikian tema tidak
terlalu penting dalam fiksi populer yang penting adalah jalan cerita yang penuh
hidup.
Fiksi literer adalah fiksi yang memiliki kandungan bobot sastra. Karya yang
keunikan, dan untuk memahaminya diperlukan kepekaan yang tinggi terhadap arti
kehidupan ini. Pada fiksi literer terpancar nilai-nilai hidup yang kompleks.
Materi yang di angkat adalah masalah hidup yang kompleks. Tidak sekedar cinta
makna.
C. Puisi 1970-an
Tanda kemutahiran sebenarnya dimulai oleh Darmanto Jt., Hadi W.M., dan
lebih dipertegas oleh kelahiran Sutardji Calzum Bachri dalam pentas puisi pada dekade
1970-an. Periode 70-an ini pernah diusulkan untuk diberi nama angkatan 70, namun
pemberian nama angkatan dalam sastra kiranya harus dihubungkan dengan konsepsi
budaya yang mendasar, seperti halnya surat kepercayaan Gelanggang atau Manifes
kebudayaan.
Puisi bergaya mantra dengan sarana kepuitisan berupa pengulangan kat, frasa,
atau kalimat.
Puisi-puisi imagisme.
Tema protes yang ditunjukan kepada kepentingan sosial dan dampak negatif
dari indrustialisai.
D. Pengarang Wanita
Pengrang di Indonesia belum begitu banyak. Namun demikian karya-karya
mereka cukup mewarnai perkembangan kesusastraan indonesia. Di antara mereka ada
yang telah menulis sekitar tahun 1935. Dari jumlah yang tidak banyak itu lebih sedikit
lagi buku yang mereka hasilkan.
2. Th. Sri Rahayu Prihatmi (kritikus, peneliti sastra, penulis fiksi dalam bahasa jawa)