You are on page 1of 128

1

Diare
DEFINISI

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya
( > 3 kali/hari ) disertai perubahan konsistensi tinja ( menjadi cair ), dengan/tanpa darah dan/atau
lender.

Secara umum kondisi diare dibagi menjadi:


1. Diare Akut:
• Diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya
sehat.
• Diare yang berlangsung kurang dari 7 hari, umumnya karena infeksi.
2. Diare Kronik / melanjut :
• Diare yang disebabkan oleh infeksi atau non infeksi yang melanjut 14 hari
atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat bdan tidak bertambah
selama masa diare tersebut.
• Nama lain untuk diare kronik yaitu intractable diarrhoea, diare yang
tidak dapat diobati atau disembuhkan, protracted diarrhoea , diare
yang diperlambat atau delayed recovery from gastroenteritis,
prolonged diarrhoea, diare yang diperpanjang atau berlangsung
lebih dari 7 hari, recurrent diarrhoea, diare yang berulang-ulang selama 3
bulan dan sedikitnya tiap bulannya 1 kali episode diare, persistent
diarrhoea , diare yang menetap.
3. Diare Persisten:
• Diare Persisten adalah diare akut karena infeksi yang karena suatu sebab
melanjut 14 hari atau lebih.

ETIOLOGI

Diare dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya infeksi (saluran cerna maupun luar
saluran cerna), gangguan absorpsi (malabsorpsi), alergi makanan, keracunan makanan,
imunodefisiensi. Infeksi saluran cerna merupakan penyebab tersering. Rotavirus merupakan
penyebab tersering (70-80%), sedangkan bakteri dan parasit ditemukan pada 20% dan 10% anak.
2

1. Faktor Infeksi :
a. Infeksi Enteral (Infeksi Primer)
Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.
Infeksi enteral ini meliputi :
• Infeksi Bakteri
 Escherichia coli.
Hanya beberapa strain dari mikroba ini yang menyebabkan diare. E. coli
ini diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya diare, yaitu
enteropatogenik (EPEC), enterotoksigenik (ETEC), enteroinvasif (EIEC),
enteroadherent (EAEC), dan enterohemoragik (EHEC). EPEC dan ETEC
menempel pada sel-sel epitel di usus halus bagian atas dan mengakibatkan
penyakit dengan membebaskan toksin yang merangsang sekresi usus dan
mengurangi absorbsi. EIEC menyerang mukosa kolon, mengakibatkan
kerusakan mukosa yang cukup luas dengan peradangan akut. EPEC
merupakan penyebab pada diare epidemic di pusat-pusat
perawatan/pengasuhan bayi, sedangkan ETEC berperan pada traveler’s
diarrhea dan EHEC menyebabkan colitis hemoragik.
 Salmonella.
Bakteri gram negatif ini menyebabkan penyakit dengan cara menyerang
mukosa usus.
 Shigella.
Penyakit yang ditimbulkannya dapat terjadi karena toksin saja maupun
bersamaan dengan invasi jaringan. Kolon secara selektif terserang.
Pengobatan dengan antibiotic menunjukkan 80% sembuh setelah 48 jam.
Banyak S. sonnei resisten terhadap ampicillin, pengobatan dengan
cotrimoksazol pada umumnya efektif.
 Campylobacter jejuni.
Dapat dijumpai 15% dari angka diare karena bakteri. Mikroba ini
menyerang mukosa jejunum, ileum, kolon mengakibatkan enterocolitis.
 Yersinia enterocolitica.
3

Ditularkan melalui binatang peliharaan dan makanan yang terkontaminasi.


Bayi dan anak kecil dapat terserang diare, sedangkan pada anak yang usianya
lebih tua biasanya terdapat lesi akut pada ileum terminal atau limfadenitis
mesenteric akut dengan appendicitis ataupun Chron’s disease. Artritis, ruam,
spondilopati dapat juga ditemukan.
 Clostridium difficile.
Merupakan penyebab utama dari diare yang diakibatkan antibiotic.
Pengobatan termasuk dengan menghentikan pemberian antibiotic dan jika
diare memburuk dapat diberikan dengan vankomisin oral atau metronidazol.

• Infeksi Virus
Virus yang biasanya menyebabkan gastroenteritis pada anak-anak yaitu
rotavirus, calcivirus (virus Norwalk-like), enteric adenovirus, dan astrovirus.
 Rotavirus.
Virus ini adalah penyebab utama penyakit diare pada bayi dan anak (6
bulan - 2 tahun) tetapi tidak pada orang dewasa. Virus yang biasannya
menyebabkan gastroenteritis manusia digolongkan sebagai rotavirus
kelompok A. Infeksi primer virus ini pada bayi biasanya mengakibatkan
penyakit yang berat, sedangkan infeksi kembali yang didapat saat remaja akan
lebih ringan. Rotavirus menyerang epitel dari usus halus bagian atas dan pada
penyakit atau keadaan yang buruk dapat juga menginvasi daerah usus besar
hingga kolon. Virus-virus itu berkembang biak dalam sitoplasma eritrosit dan
merusak mekanisme transpornya. Akibatnya adalah kerusakan pada vilus,
defisiensi disakaridase sekunder, serta peradangan pada lamina propria.
Jalur penularan virus ini terjadi secara fecal-oral. Masa inkubasi virus ini
adalah 1-4 hari. Gejala yang khas antara lain: diare, demam, nyeri perut, dan
muntah-muntah sehingga terjadi dehidrasi. Muntah dapat berlangsung selama
3-4 hari dan diare kurang lebih 7 hari, dengan keadaan ini biasanya
didapatkan dehidrasi pada anak-anak. Gejala ini biasanya timbul sampai hari
ke-4 atau ke-5 diikuti dengan ekskresi virus melalui tinja yang jumlahnya
semakin berkurang dari pada saat masa inkubasinya, tetapi tidak menutup
4

kemungkinan gejala ini dapat berlangsung sampai hari ke-10 atau ke-14 pada
beberapa pasien. Diare yang memanjang ini berkaitan dengan keadaan
imunodefisiensi. Diagnosa pasti ditegakkan dengan ELISA menggunakan
feses penderita. Penatalaksanaan suportif dengan menjaga masukan cairan dan
elektrolit agar tidak terjadi dehidrasi.
 Adenovirus.
Virus ini (sub tipe Ad40, Ad41, dan Ad 31) menyebabkan diare dan
muntah-muntah selama kurang lebih satu minggu. Pada usus halus, infeksi
oleh adenovirus mengakibatkan atrofi vilus dan kompensasi hyperplasia
kripta-kripta (sama seperti rotavirus), yang mengakibatkan malabsorbsi dan
kehilangan cairan.
 Norwalk-like virus.
Masa inkubasi 1 sampai 2 hari diikuti dengan mual, muntah, diare dan
nyeri perut pada 12 – 60 jam berikutnya.
 Enterovirus
Virus ECHO, Coxsakie, Poliomyelitis

• Infeksi Parasit
Parasit yang biasa menyebabkan diare akut adalah Entamoeba histolytica,
Giardia lamblia, dan Cryptosporidium. Khusus mengenai diare akut yang
disebabkan Cryptosporidium biasanya terdapat pada pasien yang mengidap AIDS.
 Entamoeba hystolitica.
Tempat infeksi Entamoeba histolytica adalah di kolon, walaupun
demikian ia dapat menembus usus dan menyerang hati, paru serta otak
(amebiasis ekstraintestinal). Diare yang ditimbulkan bersifat akut, berdarah,
berlendir dan mengandung leukosit (tinja disentri). Diagnosis bergantung pada
identifikasi organisme ini dalam feses dan bisa dikonfirmasi secara serologik.
Obat pilihan dalam penatalaksanaannya adalah metronidazol.
 Giardia lamblia.
Parasit ini ditularkan bila tertelan kista baik dalam makanan maupun air
yang terkontaminasi. Giardia menempel pada mikrovili epitel duodenum dan
5

jejunum. Manifestasi klinik berupa anoreksia, nausea, perut kembung, diare


cair (watery-nonbloody), intoleransi laktosa sekunder dan penurunan berat
badan. Diagnosa ditegakkan dengan identifikasi organisme dalam feses,
aspirasi duodenum, atau biopsy usus halus.

a. Infeksi parenteral
Yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti Otitis Media
Akut, Tonsilofaringitis, Bronkopneumoni, Ensefalitis, dsb. Keadaan ini terutama terdapat
pada bayi dan anak di bawah umur 2 tahun.
2. Faktor malabsorpsi
a. Malabsorpsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa)
b. Malabsorpsi lemak
c. Malabsorpsi protein

3. Faktor Makanan dan obat


Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. Diare dapat disebabkan oleh
alergi atau intoleransi makanan tertentu seperti susu, produk susu, makanan asing, yaitu
terdapat individu tertentu yang tidak bisa makanan pedas atau tidak sesuai dengan kondisi
ususnya. Serta dapat pula disebabkan oleh keracunan makanan dan bahan-bahan kimia.
Beberapa macam obat, terutama antibiotika dapat juga menjadi penyebab diare.
Antibiotika akan menekan flora normal usus sehingga organisme yang tidak biasa atau
yang kebal antibiotika akan berkembang bebas. Di samping itu sifat farmakokinetik dari
obat itu sendiri juga memegang peranan penting.

4. Faktor psikologis :
Rasa takut dan cemas. Walaupun jarang, dapat menimbulkan diare pada anak
yang lebih besar.

PATOGENESIS DIARE AKUT


6

Ditinjau dari sudut patofisologi kehilangan cairan tubuh dan mekanisme dasar
yang menyebabkan timbulnya diare dapat dibagi dalam:

1. Diare Sekresi:
Diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus
yang terjadi akibat gangguan absorbsi Natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan
sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan
elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan pada diare
yang disebabkan oleh infeksi bakteri akibat rangsangan pada mukosa usus oleh toksin.

Diare ini dapat disebabkan oleh:


a. Infeksi virus, kuman-kuman pathogen dan apatogen. Contoh ; infeksi bakteri
akibat rangsangan pada mukosa usus oleh toksin E.Coli atau V.cholera 01.
b. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia,
makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, sudah basi,
dll), gangguan syaraf, hawa dingin, alergi, dsb.
c. Defisiensi imun terutama SIgA (Secretory Immunoglobulin A) yang
mengakibatkan terjadinya bakteri/ jamur tumbuh berlipat ganda (overgrowth).

2. Diare Osmotik:
Mukosa usus halus adalah epitel berpori yang dapat dilalui air dan elektrolit
dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan
ekstrasel. Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap dan bahan yang
secara osmotik aktif akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Bila bahan tersebut adalah larutan isotonik, air atau bahan yang larut, maka akan
melewati mukosa usus halus tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare.
Diare ini dapat disebabkan oleh:
a. virus
7

Yaitu virus yang masuk melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit,
akan menyebabkan infeksi dan kerusakan villi usus halus. Enterosit yang
rusak diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang, villi
mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan
baik, akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan
motilitasnya sehingga timbul diare

b. Malabsorbsi makanan
c. KKP (Kurang Kalori Protein)
d. BBLR dan bayi baru lahir.

3. Gangguan Motilitas Usus:


Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltic usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan (overgrowth bacteria), selanjutnya timbul
diare pula.

Patogenesis diare karena infeksi bakteri atau parasit :

1. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)


Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun
tidak merusak mukosa. Toksin meningkatkan kadar siklik AMP dari dalam sel,
menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion
karbonat, kation natrium, dan kalium.
Bakteri yang termasuk golongan ini adalah V.cholerae, Enterotoksigenik
E.coli (ETEC), C. perfringens, S. aureus dan Vibrio-nonaglutinabel.secara klinis
dapat ditemukan diare beberapa air seperti cucian beras yang meninggalkan dubur
secara deras dan banyak (voluminous). Keadaan ini desebut diare sekretorik isotonic
voluminal.

2. Diare karena bakteri/parasit invasive (Enterovasif).


8

Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dan
bersifat sekretorik eksudatif. Cairan darah dapat bercampur lendir dan darah. Bakteri
yang termasuk dalam golongan ini: S. paratyphi B, S. typhimurium, Shigella,
Yersinia, C.perfringens tipe C.
Patogenesis diare akut oleh infeksi, pada garis besarnya dapat digambarkan
sebagai berikut:
• Masuknya mikroorganisme kedalam saluran pencernaan
• Berkembangbiaknya mikroorganisme tersebut setelah berhasil melewati
asam lambung.
• Dibentuknya toksin (endotoksin) oleh mikroorganisme.
• Adanya rangsangan pada mukosa usus yang menyebabkan terjadinya
hiperperistaltik dan sekresi cairan usus mengakibatkan terjadinya diare.

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :

1. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan


keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia, hiponatremia,
hipokloremia)
2. Gangguan gizi/ malnutrisi sebagai akibat kelaparan (input kurang, output bertambah)
3. Hipoglikemia
4. Gangguan sirkulasi darah renjatan (syok) hipovolemik
5. Gagal ginjal akut (nekrosis tubular akut) akibat perfusi ginjal menurun pada syok

Faktor resiko dan patogenesis diare melanjut dan diare persisten

FAKTOR RESIKO
Banyak faktor yang harus diperhatikan pada diare akut, karena ada beberapa hal yang
akan berpotensi menjadi diare persisten, yaitu :
- Umur < 12 bln
- Bayi lahir dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
- Dalam keadaan malnutrisi dan defisiensi vitamin A
9

- Pasien yang disertai dengan gangguan imunitas seluler


- Pasien yang sedang mengalami infeksi saluran napas bagian bawah
- Pasien yang mendapat obat antidiare dan antibiotika sebelumnya
- Pasien yang sedang menderita anemia defisiensi besi
- Mempunyai riwayat diare sebelumnya yang bisa berlanjut
- Pemberian susu hewan
- Faktor ibu : umur, pendidikan, dan pengalaman ibu
- Faktor pola penyapihan

PATOGENESIS DIARE PERSISTEN


Secara garis besar patofisiologi diare ada 2 macam yaitu diare osmotik dan diare
sekretorik. Diare osmotik disebabkan oleh adanya nutrien yang tidak diserap karena
hilangnya enzim disacharidase akibat kerusakan villi, kemudian nutrien tersebut akan di
fermentasi oleh bakteri menjadi asam-asam organik yang akan meningkatkan tekanan
onkotik yang pada akhirnya akan menarik cairan dan terjadilah diare. Diare sekretorik
disebabkan oleh bakteri yang memproduksi toksin, kemudian toksin ini akan
menstimulasi siklik AMP dan siklik GMP, yang akan menstimulasi cairan dan elektrolit
sehingga terjadi diare.
Ada beberapa penyebab yang paling sering menyebabkan terjadinya diare
persisten yaitu untuk diare osmotic biasanya adalah intoleransi laktosa, alergi protein
susu sapi dan malabsorbsi nutrien sedangkan untuk diare sekretorik adalah bakteri
tumbuh lampau, infeksi persisten dan diare karena antibiotik (berkembangnya
Clostridium deficile karena flora normal mati).

Intoleransi Laktosa
Intoleransi laktosa terjadi karena defisiensi laktase (disacharidase) akibat
kerusakan mukosa usus, sehingga laktosa tidak dipecah dan akan difermentasi oleh
bakteri. Akibatnya tinja akan cair, berbuih dan berbau asam, perut terasa kembung,
10

flatus, dan anus berwarna kemerahan (erytema natum). PH tinja akan bersifat asam dan
dapat dibuktikan dengan uji reduksi.

Alergi Susu Sapi


Diare dapat menyebabkan alergi terhadap susu sapi. Pada diare akan terjadi
kerusakan usus yang akan menyebabkan disamping terjadi defisiensi laktase juga
terjadi meningkatnya absorbsi makromolekul yang akan mensensitisasi protein susu
sapi sehingga terjadilah CMPSE (Cow’s Milk Protein Sensitive Enteropathy). Hal ini
dapat dibuktikan dengan skin test dan pemeriksaan IgE spesifik. Keadaan ini dapat
diobati dengan cara eliminasi dan provokasi.

Bakteri Tumbuh Lampau


Bakteri tumbuh lampau akan menyebabkan menurunnya kadar disakaridase,
garam empedu, Vit B12 dan protein yang pada akhirnya akan terjadi malabsorbsi
nutrien dan diare akan berlanjut terus hingga terjadi malnutrisi dan menyebabkan
gangguan motilitas, enzim pankreas berkurang, asam lambung akan menurun, terjadi
perubahan mukosa usus yang akhirnya bakteri akan bertumbuh terus. Keadaan ini dapat
diketahui dengan kultur cairan duodenum dan Breath Hydrogen test (BHT).

Malabsorpsi Nutrien
Malabsorpsi nutrient terjadi akibat kerusakan mukosa usus yang berkepanjangan
yang menyebabkan terjadi insufisiensi pankreas dan terjadilah pan malabsorpsi
(karbohidrat, lemak, dan protein)

Infeksi Persisten
Pada dugaan infeksi persisten harus dilakukan kultur tinja, biasanya disebabkan
oleh : Entheroadherent E coli (EAEC), Shigella, Cryptosporidium tapi kadang
disebabkan oleh infeksi multipel.

Antibiotic Associated Diarrhea (AAD)


11

Antibiotic Associated Diarrhea (AAD) terjadi karena penggunaan antibiotic yang


tidak rasional akan menyebabkan gangguan keseimbangan flora usus dan Clostridium
difficile akan tumbuh berlebihan. Gejalanya dapat mulai dari diare ringan sampai
Kolitis Pseudomembranosa.

Diare Kronik

Diare yang disebabkan oleh infeksi atau non infeksi yang melanjut 14 hari atau lebih dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare tersebut.
Nama lain untuk diare kronik yaitu intractable diarrhoea, diare yang tidak dapat
diobati atau disembuhkan, protracted diarrhoea , diare yang diperlambat atau
delayed recovery from gastroenteritis, prolonged diarrhoea, diare yang
diperpanjang atau berlangsung lebih dari 7 hari, recurrent diarrhoea, diare yang
berulang-ulang selama 3 bulan dan sedikitnya tiap bulannya 1 kali episode diare,
persistent diarrhoea , diare yang menetap.

Etiologi

1. Infeksi bakteri atau infestasi parasit yang sudah resisten terhadap antibiotik atau anti
parasit, disertai overgrowth bakteri non pathogen seperti pseudomonas, klebsiela,
streptokokus, stapilokokus dan sebagainya.

2. Kerusakan epitel usus. Pada tahap awal akibat kerusakan epitel usus terjadi kekurangan
enzim lactase dan protease dengan akibat terjadinya maldigesti dan malabsorpsi
karbohidrat dan protein, dan pada tahap lanjut setelah terjadi KEP yang menyebabkan
terjadinya atropi mukosa lambung, mukosa usus halus disertai pengumpulan vili, serta
kerusakan hepar dan pancreas, terjadilah maldigesti dan malabsorpsi dari seluruh
nutrient. Makanan yang tidak dicerna dengan baik tersebut akan menyebabkan tekanan
koloid osmotic didalam lumen usus meninggi, menyebabkan diare osmotic. Selain itu,
juga akan menyebabkan overgrowadap epitel bakteri yang menyebabkan terjadinya
12

dekonjugasi dan dehidoksilasi asam empedu. Dekonjugasi dan dekarboksilasi dari asam
empedu ini merupakan zat toksik terhadap epitel usus dan menyebabkan gangguan
pembentukan ATP ase yang sangat penting sebagai sumber energy dalam absorpsi
makanan

3. Gangguan imunologis. Usus merupakan organ utama untuk daya pertahanan tubuh.
Defisiensi dari sekretori IgA dan cell mediated immunity akan menyebabkan tidak
mampu mengatasi infeksi bakteri dan investasi parasit didalam usus. Akibatnya bakteri,
virus, parasit dan jamur akan masuk kedalam usus dan berkembang biak dengan leluasa,
terjadi overgrowth dengan akibat lebih lanjut berupa diare persisten dan malabsorpsi
makanan yang lebih berat.
13

PATOGENESIS DIARE KRONIK/MELANJUT

Defisiensi zat Infeksi dan


imun overgrowth

Kerusakan epitel usus

Lactase Protease
↓ ↓

KEP

Hepar Atropi mukosa Pankreas


lambung dan vili
Dekonjugasi dan Pankreozimin dan
usus
dekarboksilasi asam polipeptida pancreas
empedu Gastrin, HCl, Pepsin, ↓
Sekretin ↓
14

ATP-ase Maldigessti/m Sekresi dan Absorpsi protein


↓ alabsorpsi motalitas ↓ asing ↑
nutrien

Tekanan Alergi sensitisasi


koloid
osmotic ↑

DIARE
KRONIK
Komplikasi diare
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti :
1. Hipernatremia
Sering terjadi pada bayi baru lahir sampai umur 1 tahun (khususnya bayi
berumur <6 bulan )dan pada anak yang gemuk/obese. Biasanya terjadi pada diare
yang disertai muntah dengan intake cairan / makanan kurang, atau cairan yang
diminum mengandung terlalu banyak Na. Pada bayi juga dapat terjadi jika setelah
diare sembuh diberi oralit dalam jumlah berlebihan.
Pengobatan : dapat diobati dengan pemberian cairan, atasi kejang sebaik-baiknya.

2. Hiponatremia
Dapat terjadi pada penderita diare yang hebat yang menyebabkan dehidrasi,
minum cairan yang sedikit/ tidak mengandung Na. Penderita gizi buruk mempunyai
kecenderungan mengalami hiponatermia.
Pengobatan : beri oralit dalam jumlah yang cukup.
3. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, hipertonik)
4. Syok hipovolemik
5. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada EKG)
15

6. Hipoglikemia
7. Intoleransi laktosa sekunder sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan mukosa vili usus halus.
8. Kejang, yang disebabkan oleh
1. Hipoglikemia : terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama
2. Kejang demam
3. Hipernatremia dan hiponatremia
4. Ensefalopati metabolik
9. Malnutrisi energi protein, karena selain muntah penderita juga kelaparan.
10. Asidosis metabolik terapinya diberikan Natrium Bikarbonat.

Derajat dehidrasi menurut jumlah cairan yang hilang

Dehidrasi merupakan suatu keadaan dimana cairan tubuh yang keluar melebihi
cairan yang masuk ke dalam tubuh.
Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena nausea
dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai
rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin
gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik.

• Berdasarkan Jumlah Cairan Yang Hilang :


1. Tanpa dehidrasi : bila kehilangan cairan < 5% berat badan
2. Dehidrasi ringan – sedang : bila kehilangan cairan diantara 5% - 10% berat badan
3. Dehidrasi berat : bila kehilangan cairan > 10% berat badan

Derajat dehidrasi berdasarkan jumlah cairan ini dibagi lagi berdasarkan berat
badan masing-masing anak atau golongan umur. Secara garis besar klasifikasi di tiap
golongan adalah diare ringan, sedang, dan berat.
Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang telah hilang:
1) Previous water loss (PWL) atau defisit, yaitu jumlah cairan yang telah hilang, biasanya berkisar
antara 5-15% dari berat badan
16

2) Normal water loss (NWL) yang terdiri dari urin ditambah jumlah cairan yang hilang melalui
penguapan pada kulit dan pernafasan ( insensible water loss) untuk daerah tropis seperti Jakarta
kira-kira 100 ml/kgbb/24jam
3) Concomitant water loss (CWL ) yaitu jumlah cairan yang hilang melalui muntah dan diare (kira-
kira 25 ml/kgbb/hari), dengan suction, parasentesis asites dan sebagainya.
Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan masing-masing
anak atau golongan umur sesuai dengan tabel berikut :

Jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi Pada anak dibawah 2 tahun

Derajat dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah


Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 100 25 250

Jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi Pada anak berumur 2 – 5 tahun

Derajat dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah


Ringan 30 80 25 135
Sedang 50 80 25 155
Berat 80 80 25 185

Jumlah cairan yang hilang pada penderita dehidrasi berat Menurut berat badan
penderita dan umur

Berat Badan Umur PWL NWL CWL Jumlah


0 – 3 kg 0 – 1 bln 150 125 25 300
3 – 10 kg 1 bln – 2 thn 125 100 25 250
17

10 – 15 kg 2 – 5 thn 100 80 25 205


15 – 25 kg 5 – 10 thn 80 65 25 170

Dehidrasi menurut tonisitas cairan

Tonisitas darah terutama ditentukan oleh kadar natrium di dalam plasma, maka
biasanya penentuan jenis dehidrasi tersebut dilakukan berdasarkan kadar natrium
tersebut, yaitu :
1. Dehidrasi Isotonik, bila kadar natrium plasma 130 - 150 mEq/l dan dapat
disebut juga sebagai dehidrasi isonatremia, dimana tidak terjadi perubahan
konsentrasi elektrolit darah.
2. Dehidrasi Hipotonik, bila kadar natrium dalam plasma kurang dari 130
mEq/l dan dapat disebut juga sebagai dehidrasi hiponatremia
3. Dehidrasi Hipertonik, bila kadar natrium plasma lebih dari 130 - 150
mEq/l dan dapat disebut juga sebagai dehidrasi hipernatremia yang biasanya
disertai rasa haus dan gejala neurologis.

Gejala Dehidrasi: Isotonik, Hipotonik, Hipertonik (Markum, UI)

Gejala Hipotonik Isotonik Hipertonik

Rasa haus - + +

Berat badan Menurun sekali Menurun Menurun

Turgor kulit Menurun sekali Menurun Tidak jelas

Kulit/selaput Basah Kering Kering sekali


lender

Gejala SSP Apatis Koma Irritable, kejang-


kejang, hiperefleksi

Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relatif masih baik


18

Nadi Sangat lemah Cepat dan lemah Cepat dan keras

Tekanan Darah Sangat rendah Rendah Rendah

Banyaknya kasus 20 – 30 % 70 % 10 – 20 %

Tanda klinik dehidrasi

Dehidrasi minimal atau tanpa dehidrasi (kehilangan < 3% cairan tubuh)


• Tidak ada gangguan kesadaran
• Status mental: baik, waspada
• Rasa haus: minum baik, mungkin menolak cairan
• Denyut nadi: normal
• Kualitas kecukupan isi nadi: normal
• Pernapasan: normal
• Mata: normal
• Air mata: ada
• Mulut dan lidah: lembap (basah)
• Elastisitas kulit: cepat kembali setelah dicubit
• Pengisian kapiler darah: normal
• Suhu lengan dan tungkai: hangat
• Produksi urin: normal sampai berkurang

Dehidrasi ringan sampai sedang (kehilangan 3 – 9% cairan tubuh)


• Kesadaran : normal
• Status mental: lesu, atau rewel
• Rasa haus: haus dan ingin minum terus
• Denyut nadi: normal sampai meningkat
19

• Kualitas kecukupan isi nadi: normal sampai berkurang


• Pernapasan: normal; cepat
• Mata: agak cekung
• Air mata: berkurang
• Mulut dan lidah: kering
• Elastisitas kulit: kembali sebelum 2 detik
• Pengisian kapiler darah: memanjang (lama)
• Suhu lengan dan tungkai: dingin
• Produksi urin: berkurang

Dehidrasi berat (kehilangan > 9% cairan tubuh)


• Kesadaran menurun (apatis – koma)
• Status mental: lesu
• Rasa haus: minum sangat sedikit, sampai tidak bisa minum
• Denyut nadi: meningkat, sampai melemah pada keadaan berat
• Kualitas kecukupan isi nadi: lemah, sampai tidak teraba
• Pernapasan: cepat dan dalam tipe Kussmaul
• Perut: cekung
• Mata: sangat cekung
• Air mata: tidak ada
• Mulut dan lidah: pecah-pecah
• Elastisitas kulit: kembali setelah 2 detik
• Pengisian kapiler darah: memanjang (lama), minimal
• Suhu lengan dan tungkai: dingin, biru
• Produksi urin: minimal (sangat sedikit)
• Otot-otot kaku
• Sianosis
20

• Tingkat paling parah adalah penderita mengalami heat stroke karena penderita
bisa koma dan berujung pada kematian.

Berdasarkan MTBS ( Managemen Terpadu Balita Sakit )

Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :


Letargis atau tidak sadar
Mata cekung DEHIDRASI BERAT
Tidak bisa minum atau malas minum
Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat

Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :


Gelisah, rewel/marah DEHIDRASI
Mata cekung RINGAN/SEDANG
Haus, minum dengan lahap
Cubitan kulit perut kembalinya lambat

Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan TANPA DEHIDRASI


sebagai dehidrasi berat atau ringan/sedang

Berdasarkan WHO (1980)

Tanda dan DEHIDRASI DEHIDRASI DEHIDRASI BERAT


Gejala RINGAN SEDANG

Keadaan umum dan kondisi

Bayi anak kecil Haus, sadar, Haus, gelisah, atau Mengantuk, lemas,
gelisah letargi tetapi ekstremitas dingin,
iritabel berkeringat, sianotik,
21

mungkin koma

Anak lebih Haus, sadar, Haus, sadar, Biasanya sadar,


besar & dewasa gelisah merasa pusing ekstremitas dingin,
pada perubahan gelisah, berkeringat dan
sianotik, kulit jari-jari
tangan dan kaki
berkeriput, kejang otot

Nadi Radialis Normal Cepat dan lemah Cepat, halus, kadang-


kadang tak teraba
(frekuensi &
isi)

Pernafasan Normal Dalam, mungkin Dalam dan cepat


cepat

Ubun-ubun Normal Cekung Sangat cekung


besar

Elastisitas kulit Pada Lambat Sangat lambat


pencubitan,
elastisitas
segera
kembali

Mata Normal Cekung Sangat cekung

Air mata Ada Kering Sangat kering

Selaput lendir Lembab Kering Sangat kering

Pengeluaran Normal Berkurang dan Tidak urin untuk


urin warna tua beberapa jam, kandung
kencing kosong

Tekanan darah Normal Normal – rendah < 80 mmHg, mungkin


sistolik tak teratur

% kehilangan 4 - 5 % 6–9% 10 % atau lebih


berat

Prakiraan 40 – 50 ml/kg 60 – 90 ml/kg 100 – 110 ml/kg


kehilangan
cairan
22

Tanda klinik asidosis

Diare menyebabkan kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan


gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia). Di Medan
dilaporkan 6,6–72,7% bayi/anak yang dirawat dengan diare akut mengalami asidosis
metabolik. Asidosis metabolik merupakan salah satu penyulit penderita diare akut
sehingga prognosisnya semakin buruk.
pH darah dipengaruhi oleh rasio kadar bikarbonat (HCO3-) dan asam karbonat
darah (H2CO3) sedangkan kadar asam karbonat darah dipengaruhi oleh tekanan CO2
darah (pCO2). Bila rasio ini berubah, pH akan naik atau turun. Penurunan pH darah di
bawah normal yang disebabkan penurunan kadar bikarbonat darah disebut asidosis
metabolik. Sebagai kompensasi penurunan bikarbonat darah, akan dijumpai pernafasan
cepat dan dalam (pernafasan Kussmaul) sehingga tekanan CO2 darah menurun
(hipokarbia). Pernapasan kussmaul ini merupakan homeostatic respiratorik yang
merupakan usaha dari tubuh untuk mempertahankan pH darah. Mekanisme terjadinya
pernapasan kuszmaul ini dapat diterangkan dengan mempergunakan ekswasi
Henderson hasselbach.
(HCO3)
Ekswasi Henderson hasselbach: pH = pK+ ----------
H2CO3

Sebagai kompensasi penurunan bikarbonat darah yang lain, ginjal akan


membentuk bikarbonat baru (asidifikasi urine) sehingga pH urine akan asam.
Penurunan kadar bikarbonat darah bisa disebabkan hilangnya bikarbonat dari dalam
tubuh (keluar melalui saluran cerna atau ginjal) ataupun disebabkan penumpukan asam-
asam organik (baik endogen maupun eksogen) yang menetralisir bikarbonat.
Penumpukan asam organik ini terjadi pada bayi/anak diare yang mengalami anoreksia,
karena pemecahan lemak dan protein tubuh untuk memenuhi kebutuhan kalori.
Konsentrasi ion bikarbonat dalam plasma diukur dengan menentukan cadangan
alkali (alkaline reserve atau CO2 combining power). Yaitu ditentukan dengan
23

mengukur banyaknya CO2 yang terbentuk sesudah bikarbonat plasma mengadakan


reaksi dengan suatu asam. Nilai normalnya adalah 25-29 mEq/l atau 40-60 vol%.
Tanda Klinik timbulnya asidosis adalah :
1. Apatis, gelisah
2. Pernapasan Kussmaul
Yaitu pernapasan cepat dan dalam. Bertujuan untuk menurunkan pCO2
darah (hipokarbia) sebagai kompensasi penurunan bikarbonat darah.
Kelelahan otot pernafasan dapat terjadi bila pernafasan Kussmaul ini
berlangsung terus.
3. Kulit kering
4. Bibir berwarna merah buah cherry
5. Nafas berbau aceton
6. Mual, nyeri perut, nyeri kepala
7. Afinitas hemoglobin terhadap O2 akan menurun sehingga terjadi
hipoksia jaringan
8. Koma dan kejang
Bila keadaan asidosis metabolik makin berat maka dapat terjadi depresi
susunan saraf pusat.
9. Penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan kontraksi jantung
disertai hipotensi, gagal jantung, edema pulmonum dan rendahnya kadar
ambang untuk terjadinya fibrilasi ventrikel menyebabkan penderita akan
meninggal

Macam cairan infus untuk diare dehidrasi, komposisi, dan indikasi


pemberian

Jenis cairan parenteral :


• DG aa (1 bagian larutan Darrow + 1 bagian glukosa 5%)
• RL g (1 bagian Ringer laktat + 1 bagian glukosa 5 %)
• RL (Ringer laktat)
24

• 3 @ (1 bagian NaCl 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian Na laktat 1/6


mol/l)
• DG 1 : 2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%)
• RLg 1 : 3 (1 bagian ringer laktat + 3 bagian glukosa 5-10%)
• Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1½% atau 4
bagian glukosa 5-10% 1 bagian NaCl 0,9% )

Jalan pemberian cairan :


• Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau
minum serta kesadaran baik.
• Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak
tidak mau minum, atau kesadaran menurun.
• Intravena untuk dehidrasi berat.

Cara perhitungan pemberian cairan pada diare dengan dehidrasi, dan


kecepatannya pada neonatus, bayi dan anak.

Jadwal (kecepatan) pemberian cairan


a. Belum ada dehidrasi
Peroral sebanyak anak mau minum (ad libium)atau satu gelas setiap kali buang
air besar.
Parenteral dibagi rata dalam 24 jam
b. Dehidrasi ringan
Satu jam pertama : 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik
Selanjutnya : 125 ml/kgBB/hari atau ad libitum
c. Dehidrasi sedang
1. Satu jam pertama 50-100 ml/kgBB peroral/intragastrik (sonde)
2. Selanjutnya : 125 ml/kgBB per hari
d. Dehidrasi berat
1. Untuk umur 1 bulan - 2 thn dengan berat badan 3-10 kg
25

• 1 jam pertama  40 ml/kgBB/jam = 10 tetes/kgBB/menit (dengan infus


berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes/kgBB/menit (dengan infus 1 ml =
20 tetes)
• 7 jam kemudian  12 ml/kgBB/jam = 3 tetes/kgBB/menit (dengan infus
1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kgBB/menit (dengan infus 1 ml = 20 tetes)
• 16 jam berikutnya  125 ml/kgBB oralit peroral atau intragastrik. Bila
anak tidak mau minum, teruskan DG aa intravena 2 tetes/kgBB/menit (1
ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)

2. Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
• 1 jam pertama  30 ml/kgBB/jam atau = 8 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15
tetes) atau = 10 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
• 7 jam kemudian  10 ml/kgBB/jam = 3 tetes/kgBB/menit (dengan infus
1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kgBB/menit (dengan infus 1 ml = 20 tetes)
• 16 jam berikutnya  125 ml/kgBB oralit peroral atau intragastrik. Bila
anak tidak mau minum, teruskan DG aa intravena 2 tetes/kgBB/menit (1
ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)

3. Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
• 1 jam pertama  20 ml/kgBB/jam atau = 5 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15
tetes) atau = 7 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
• 7 jam kemudian  10 ml/kgBB/jam = 2½ tetes/kgBB/menit (dengan
infus 1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (dengan infus 1 ml = 20
tetes)
• 16 jam berikutnya  105 ml/kgBB oralit peroral atau intragastrik. Bila
anak tidak mau minum, teruskan DG aa intravena 1 tetes/kgBB/menit (1
ml = 15 tetes) atau 1½ tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)

4. Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2-3 kg.
Kebutuhan cairan  125ml + 100 ml + 5 ml = 250 ml/kgBB/24 jam.
26

Jenis cairan  cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½


%) dengan kecepatan :
• 4 jam pertama  25 ml/kgBB/jam atau = 6 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15
tetes),atau = 8 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
• 20 jam berikutnya  150 ml/kgBB/20 jam atau = 2 tetes/kgBB/menit (1
ml =15 tetes)atau 2 ½ tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)

5. Untuk bayi yang berat badan lahir rendah, dengan berat badan
kurang dari 2 kg.
Kebutuhan cairan  250 ml/kgBB/24 jam.
Jenis cairan  4 : 1 (4 bagian glukosa10% + 1 bagian NaHCO3 1 ½ %)
dengan kecepatan :
• 4 jam pertama  25 ml/kgBB/jam atau = 6 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15
tetes),atau = 8 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
• 20 jam berikutnya  150 ml/kgBB/20 jam atau = 2 tetes/kgBB/menit (1
ml =15 tetes)atau 2 ½ tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)

6. Cairan untuk pasien KEP sedang dan berat dengan diare dehidrasi
berat misalnya untuk anak umur 1 bulan -2 tahun dengan berat badan 3-10
kg. Jenis cairan  DG aa dan jumlah cairan 250 ml/kgBB/24 jam atau 15
ml/kgBB/jam atau = 4 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 5
tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)
• 20 jam berikutnya : 190 ml/kgBB/20 jam atau 10 ml/kgBB/jam atau 2 ½
tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20
tetes).

Kadar normal kalium dan defisit basa dalam darah

Kadar normal kalium dalam darah adalah 3,5-5,0 mEq/KgBB. Bila banyak
kalium yang keluar dari dari sel akan menyebabkan asidosis metabolik, dimana tubuh
akan kekurangan basa. Untuk setiap perubahan 0,1 unit pH tubuh, konsentrasi kalium
27

akan berubah 0,3-1,3 mEq/L. Pada keadaan asidosis metabolik akan terjadi peningkatan
kalium serum yang lebih tinggi daripada asidosis respiratorik.

Keadaan defisit basa pada darah adalah bila kadar bikarbonat plasma turun, yang
biasa disebut dengan asidosis. Seperti kita ketahui asidosis adalah suatu penyulit pada
diare akut yang bisa membawa penyakit ini pada prognosis yang lebih buruk.

Pada diare dehidrasi defisit basa diakibatkan oleh hilangnya bikarbonat melalui
tinja. Biasanya ditemukan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang disertai
gangguan asam-basa. Maka dalam hal ini, hipokalemia pada diare akut maupun kronis
adalah keadaan yang sangat berbahaya dan mengancam nyawa.

Perhitungan cara koreksi asidosis metabolik, hipokalemia, hipoglikemia, dan


hiponatremia

• Koreksi Asidosis Metabolik

Bila asidosis hanya sedikit (CO2 combining power tidak kurang dari 40 vol
% atau 18 mEq/l) maka keadaan tersebut akan dikoreksi oleh homeostasis tubuh
sendiri bila diberi cukup cairan dan elektrolit.

Nilai normal CO2 combining power adalah 40-60 vol%. Bila CO2
combining power di bawah 40 vol% atau 18 mEq/l, maka perlu dikoreksi dengan
memberikan natrium, laktat atau natrium bikarbonat. Biasanya koreksi ini tidak
langsung sampai CO2 combining power menjadi normal, karena nilai normal
sangat mudah dilampaui. Oleh karena itu cukup dengan menberikan setengah
jumlah alkali yang diperlukan untuk mencapai nilai normal.

CO2 coimbining power dapat dinaikkan 1 vol% dengan 1,8 ml 1/6 mol
natrium laktat/kgBB atau 0,0026 garam natrium bikarbonat/kgBB. Kenaikan 1
mEq/l tercapai dengan pemberian 4,2 ml 1/6 mol natrium laktat/kgBB atau 0,058
gram natrium bikarbonat/kgBB.
28

Bikarbonat yang dibutuhkan biasanya dihitung dengan menggunakan rumus :

Kebutuhan NaHCO3 = 0,3 x KgBB x

base exsess

* base excess :

Secara langsung menunjukkan jumlah asam atau basa kuat dalam


mEq/l yang ditambahkan ke dalam 1 liter darah apabila nilai rata-rata
untuk keadaan normal ditentukan pada O (O = 22,9 mEq/l). Normal -2,3
sampai dengan +2,3. Nilai positif menunjukkan kelebihan basa atau
kekurangan asam, sedangkan nilai negatif sebaliknya

• Koreksi Hipokalemia
Kebutuhan K+ yang dapat dihitung menurut rumus sbb :
Kebutuhan K+ (mEq/hari) = 2,5 x BB + 1/3 x ∆K+ x BB
Penjelasan:
- 2,5 mEq = Kebutuhan K+ per kg bb
- 1/3 = koreksi dalam 3 hari
- ∆K = selisih antara K+ yang diinginkan dan kadar K+ hasil
pemeriksaan

• Koreksi Hipoglikemia
Hipoglikemi asimptomatik diberikan pengobatan seperti hipoglikemi
simptomatik bila dengan 2 kali pemeriksaan dengan selang satu jam bayi berada
dalam keadaan hipoglikemi.

Hipoglikemi simptomatik : bolus IV larutan Dextrose 10% 2 ml/kgBB


dilanjutkan dengan IVFD Dextrose 10% sesuai kebutuhan rumatan

Monitor KGD setelah 2 jam, bila tetap rendah bolus Dextrose 10% 2 ml/kgBB
lagi dan lanjut dengan rumatan, dan selanjutnya sesuai bagan terapi di bawah ini :
29

Bagan Terapi Bayi Hipoglikemi

HIPOGLIKEMI

Bolus Dextrose 10%


Lanjut IVFD Dextrose 10%
(sesuai kebutuhan rumatan)
2 ml/kgBB

2 jam

PERIKSA KGD
HIPOGLIKEMI

KGD Normal
Bolus ulang
Lanjut IVFD
Lanjut IVFD
Dextrose 10%
Dextrose 10%
(sesuai kebutuhan
rumatan)

2 jam
HIPOGLIKEMI
KGD Normal Ulangi seperti
24 jam
di atas
KGD Normal
2 jam
HIPOGLIKEMI
Lanjut IVFD
Dextrose 10%
Ulangi seperti

24 jam
di atas
KGD Normal

Lanjut IVFD HIPOGLIKEMI


Dextrose 10% Berikan Hidrokortison 5-10 mg/kg/BB
Setiap 12 jam selama 3 hari
24 jam

STOP HIPOGLIKEMI

Lanjut ASI oral Cari Penyebab Sekunder


30

ASI tetap diberikan dengan mempertimbangkan kemampuan minum bayi


dan kondisi bayi.

• Koreksi Hiponatremia
Keadaan ini timbul karena hilangnya Na yang relatif lebih besar dari pada
air. Kehilangan (defisit) Na ekstraseluler dapat dihitung dengan formula berikut:

Nacl = 0,6 x (N-n) x BB

- N = kadar Na yang diinginkan


- n = kadar Na sekarang
- BB = berat badan

Terapi nutrisi pada anak dengan diare berumur kurang dari 1 tahun dan
lebih dari 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg dan lebih dari 7 kg.

Terdapat 4 tahapan pada tata laksana pemberian nutrisi pada diare:


• Penilaian status gizi
• Pemberian nutrisi selama episode diare
• Pemberian nutrisi pada periode penyembuhan dengan tindak lanjut
• Komunikasi yang efektif dengan orang tua pasien tentang instruksi pemberian
nutrisi.
Penilaian status nutrisi ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan antropometrik serta biokimia. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
dicari data asupan makanan, BB sebelum sakit, ada tidaknya penurunan berat badan,
hilangnya nafsu makan dan muntah. Pemeriksaan antropometri anak pada penentuan
status nutrisi dilakukan dengan membandingkan BB anak dengan BB ideal yang
diperoleh dengan alat bantu kurva BB dan TB CDC-2000.

Nutrisi yang diberikan selama diare adalah nutrisi sesuai dengan umur dan sama
seperti saat sebelum sakit. ASI tetap diberikan on demand, serta ditambah pemberian
carian rehidrasi oral untuk mengganti cairan yang hilang bersama BAB. Susu formula
31

yang biasa digunakan tetap dilanjutkan. Bayi kurang dari 6 bulan, yang mengkonsumsi
makanan padat / MPASI, susunya dilarutkan air sesuai petunjuk selama 2 hari. Bila
terdapat dehidrasi, susu ditunda pemberianya selama 4-6 jam sementara dilakukan
rehidrasi dengan cairan rehidrasi, kemudian susu diberikan kembali.

Pada bayi yang telah mendapat MPASI, pemberian MPASI tetap dilanjutkan,
sedangkan yang belum mendapat MPASI dan telah berusia ≥ 6 bulan dapat memulai
pemberian makanan lunak. Bila terdapat dehidrasi pemberian MPASI ditunda selama 4-
6 jam, dilakukan rehidrasi terlebih dahulu, kemudian MPASI dilanjutkan. Energi dan
zat gizi sedikitnya ½ berasal dari makanan padat. Cara pemberiannya dengan porsi
lebih sedikit tetapi lebih sering dengan tujuan termotivasi semangatnya untuk makan.

Makanan yang diberikan selama diare berhenti dan kemudian ditambahkan


makanan ekstra untuk tumbuh kejar selama sekitar 1-2 minggu. Pada anak yang
malnutrisi mungkin perlu waktu lebih lama untuk tumbuh kejar sampai kurang gizinya
terkoreksi. Pada saat akan keluar rumah sakit, ibu pasien sebaiknya diberikan edukasi
perbaikan kualitas nutrisi yang diberikan, dan anak dianjurkan terus ditindaklanjuti di
poliklinik.

Terapi dietetik

1. ASI tetap diberikan

2. Bila tidak mendapat ASI atau sudah mendapat tambahan susu formula:

• Diare tanpa dehidrasi atau dehidrasi ringan sedang, susu formula tidak perlu diganti

• Diare dengan dehidrasi berat diberikan susu formula bebas laktosa

• Diare dengan dehidrasi ringan sedang disertai gejala klinis intoleransi laktosa yang
jelas, dapat diberikan susu formula bebas laktosa.

3. Makanan sehari-hari sesuai usianya diteruskan dan diberikan sebanyak dia mau. Pemberian
sedikit-sedikit dan sering lebih dapat diterima dibanding jumlah besar tetapi jarang.
32

4. Setelah diare berhenti, berikan makanan paling tidak satu kali lebih banyak dari biasanya
setiap hari selama 1 minggu.

Selain terapi nutrisi tersebut pasien diare juga perlu diberikan beberapa suplemen antara lain:

1) Suplementasi seng

Seng merupakan komponen >300 enzim dan dibutuhkan untuk sintesis DNA,
pembelahan sel dan sintesis protein. Penelitian membuktikan bahwa suplementasi seng
dapat menurunkan angka kejadian diare akut dan diare persisten. Metaanlisis
suplementasi seng pada anak di negara berkembang memperlihatkan menurunya secara
bermakna angka kejadian diare akut, disentri, persisten dan pneumonia. Sejak tahun
2004, WHO dan UNICEF, setelah mempelajari berbagai penelitian di seluruh dunia
menganjurkan pemberian Zn pada anak dengan diare 20 mg per hari selama 10-14 hari
( pada bayi <6 bulan 10 mg per hari selama 10-14 hari).

2) Probiotik

Probiotik (Lactic acid bacteria) merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek
yang menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik di
dalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh
bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus, sehingga tidak terdapat tempat
lagi untuk bakteri patogen untuk melekatkan diri pada sel epitel usus sehingga kolonisasi
bakteri patogen tidak terjadi. Dengan mencermati fenomena tersebut bakteri probiotik
dapat dipakai sebagai cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan
oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain, pseudomembran colitis maupun diare yang
disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional (antibiotic associated
diarrhea).
Mikroekologi mikrobiota yang rusak oleh karena pemakaian antibotika dapat
dinormalisir kembali dengan pemberian bakteri probiotik. Mekanisme kerja bakteri
probiotik dalam meregulasi kekacauan atau gangguan keseimbangan mikrobiota
komensal melalui 2 model kerja rekolonisasi bakteri probiotik dan peningkatan respon
imun dari sistem imun mukosa untuk menjamin terutama sistem imun humoral lokal
33

mukosa yang adekuat yang dapat menetralisasi bakteri patogen yang berada dalam lumen
usus yang fungsi ini dilakukan oleh secretory IgA (SIgA).
Produk fermentasi merupakan sumber energi, proses fermentasi akan mengurangi
konsentrasi laktosa dan meningkatkan konsentrasi asam laktat, galaktose, asam amino
bebas, asam lemak, dan vitamin B, disamping itu pemberian lactobacillus dapat
meningkatkan resistensi terhadap reinfeksi dan normalisasi keseimbangan ekologi
mikroflora usus.

Mekanisme efek probiotik pada diare berupa:

• Perubahan lingkungan mikro lumen usus ( pH, oksigen)

• Efek secara langsung terhadap kuman patogen dengan memproduksi bahan


antimikroba (bacteriocins)

• Mencegah infeksi lewat kompetisi dengan virus patogen atau bakteri pada tempat
perlekatan dan reseptor sel epitel,

• Meningkatkan fungsi imunitas dan stimulasi sel imunomodulator

• Kompetisi nutrien

3) Vitamin A

Selama diare penyerapan vitamin A berkuramg dan terjadi penggunaan yang lebih besar
dari cadangan tubuh. Di daerah dimana masalah defisiensi vitamin A masih menjadii
masalah kesehatan masyarakat, diare dapat mengurangi cadangan vitamin A yang
menyebabkan defisiensi dengan gejala dan tanda seroftalmia. Kadang- kadang terjadi
kebutaan secara cepat, lebih-lebih bila diare terjadi sesudah episode gizi buruk. Hal
tersebut juga menjadi masalah pada diare persisten atau diare episode sering.

Pemberian viatamin A :

• Anak diare dengan gejala seroftalmia adalah 200.000 IU, pada bayi 100.000 IU.
Dosis tersebut diulang pada hari kedua dan setelah 4 minggu
34

• Anak diare dengan gizi buruk atau campak mendapat dosis vitamin A satu kali

• Di daerah defisiensi vitamin A, anak diberikan tambahan karoten dalam


makanannya (buah dan sayur berwarna orange)

Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang dari
7kg
Jenis makanan:

• Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam
lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron)
• Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak
tidak mau minum susu karena di rumah sudah biasa diberi makanan padat.
• Susu khusus, yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan
asam lemak berantai sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang
ditemukan.
Caranya :

Hari 1 : - Setelah rehidrasi segera diberikan makanan peroral


- Bila diberi ASI atau susu formula, diare masih sering, hendaknya
diberikan tambahan oralit atau air tawar selang-seling dengan ASI,
misalnya: 2 x ASI/susu formula rendah laktosa, 1 x oralit/air tawar atau 1
x ASI/susu formula rendah laktosa, 1 x oralit/ air tawar.
Hari 2-4 : ASI/susu formula rendah laktosa penuh.
Hari 5 : Dipulangkan dengan ASI/susu formula sesuai dengan kelainan yang
ditemukan (dari hasil pemeriksaan laboratorium).
Bila tidak ada kelainan, dapar diberikan susu biasa, seperti SGM,
Lactogen, Dancow dan sebagainya dengan menu makanan sesuai dengan
umur dan berat badan bayi.
Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg
Jenis makanan:
- Makanan padat atau makanan cair/susu sesuai dengan kebiasaan makan di
rumah.
35

Caranya :
Hari 1 : Setelah rehidrasi segera diberikan makanan, seperti buah (pisang), biskuit
dan Breda (Bubur realimentasi daging ayam) dan ASI diteruskan (bila masih
ada) ditambah oralit.
Hari 2 : Breda, buah biskuit, ASI
Hari 3 : Nasi tim, buah, biskuit, dan ASI
Hari 4 : Makan biasa dengan ekstra kalori (11/2 kali kebutuhan )
Hari 5 : Dipulangkan dengan nasihat makanan seperti hari 4.

1.2. Menegakkan diagnosis diare dan komplikasinya

1.1. Penyusunan anamnesis

Kepada penderita atau keluarganya perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan


penyakit
1. Identitas pasien
2. Riwayat penyakit / waktu dan frekuensi diare
Saat mulainya diare serta adanya gejala ekstraintestinal seperti
infeksi saluran pernafasan bagian atas. Diare pada malam hari atau
sepanjang hari, tidak intermitten atau timbul mendadak, menunjukkan
adanya penyakit organik. Jika lama diare kronik kurang dari 3 bulan
mengarahkan pada penyakit inflamatorik. Diare yang terjadi pada pagi
hari, lebih dikarenakan akibat stress.
3. Waktu pertama ketika mulai diare. Apakah diare berlangsung akut, kronik,
melanjut, atau persisten.
4. Frekuensinnya (berapa kali sehari)
5. Banyaknya atau volumenya ( berapa banyak setiap defekasi )
6. Konsistensi tinja
Apakah tinja berdarah atau berlendir atau apakah terdapat minyak dalam
tinja
7. Warnanya ( hijau, kuning, putih seperti dempul )
8. Baunya ( anyir, busuk)
36

9. Apakah tinja disertai lendir atau darah


10. Keluhan lain yang menyertai diare
a.Nyeri abdomen: pada diare karena penyakit organik, lokasi nyeri
menetap sedangkan pada diare fungsional. Nyeri dapat berubah-
ubah baik tempat maupun penyebarannya. Kram abdomen disertai
tinja kemerahan biasanya didapatkan pada giardiasis.
b. Demam : sering menyertai infeksi atau keganasan
c.Mual dan muntah dapat menyertai infeksi
d. Penurunan berat badan disertai riwayat dehidrasi /
hipokalemia menunjukkan adanya penyakit organik
11. Obat- obatan
Banyak obat-obatan yang dapat menimbulkan diare ( laksansia,
anti kanker, antidepresan dll ). Pengentian obat beberapa hari dapat
dicoba untuk membantu menegakkan diagnosis. Bila diare berhenti
dengan dihentikkanya obat, maka kemungkinan besar diare disebabkan
oleh diare tersebut.
12. Makanan/ minuman
Diare dan mual yang menyertai minum susu menunjukkan dugaan
kuat adanya intoleransi laktosa dan sindroma usus iritatif. Pasien dengan
riwayat diare terhadap makanan tertentu biasanya mempunyai riwayat
alergi dalam keluarganya/ manifestasi alergi lain seperti asma bronchial
13. Lain- lain
Adanya riwayat diare sebelumnya, penyakit saluran cerna yang
diketahui, operasi usus.
Diare dan mual yang menyertai minum susu menunjukkan dugaan
kuat adanya intoleransi laktosa dan sindroma usus iritatif. Pasien dengan
riwayat diare terhadap makanan tertentu biasanya mempunyai riwayat
alergi dalam keluarganya/ manifestasi alergi lain seperti asma bronchial

1.2. Tanda Klinis dehidrasi

Tanda klinis dehidrasi


37

Gejala Hiponatremik Isonatremik Hipernatremik

Rasa haus --- + +

Berat badan Menurun sekali Menurun Menurun

Turgor kulit Menurun sekali Menurun Tidak jelas

Kulit/selaput lender Basah Kering Kering sekali

Gejala SSP Apatis Koma Iritabel, apatis


hiperrefleksi

Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relatif masih baik

Nadi Sangat lemah Cepat dan lemah Cepat dan keras

Tekanan darah Sangat rendah Rendah Rendah

Banyaknya kasus 20-30% 70% 10-20%

Gejala-gejala:

• Rasa haus (kecuali pada dehidrasi hipotonik rasa haus tidak ada)

• Berat badan turun

• Kulit, bibir dan lidah kering, air ludah menjadi kental.

• Mata dan ubun-ubun (jika masih terbuka) cekung.

• Produksi urin berkurang.

• Apatis, gelisah kadang-kadang konvulsi (dehidrasi hipertonik).

• Akhirnya gejala syok dan asidosis muncul, nadi dan jantung berdenyut cepat dan lemah,
pengisian kurang, tekanan darah turun, ekstremitas dingin, warna kulit menjadi pucat dan
sianotik, pernafasan tipe Kusmaull.

1.3. Identifikasi tanda klinis asidosis


38

Mendiagnosis apabila keadaan bayi atau anak telah mengalami asidosis sebagai
suatu komplikasi diare adalah dengan mengenal gejala klinisnya.
Gambaran Klinis :
Gambaran klinis asidosis metabolik sering tidak spesifik. Tanda fisik yang
terpenting adalah hiperventilasi yang pada keadaan ekstrim berupa pernafasan cepat
dan dalam (yaitu, pernafasan Kusmaul), yang diperlukan untuk kompensasi respirasi.
Meskipun demikian, asidosis berat sendiri dapat mengakibatkan penurunan resistensi
vascular perifer dan fungsi ventrikel jantung, menimbulkan hipotensi, udem paru dan
hipoksia jaringan.

1.4. Identifikasi syok

Adalah kolapsnya tekanan darah arteri sitemik. Pada penurunan tekanan darah yang
berat, aliran darah tidak dapat secara adekuat memenuhi kebutuhan energi jaringan dan organ.
Selain itu, tubuh berespon dengan mengalihkan darah menjauhi sebagian besar jaringan dan
organ agar organ-organ vital-yaitu jantung, otak dan paru- menerima cukup darah. Jaringan dan
organ yang terpaksa kekurangan darah tersebut dapat mengalami gangguan, terutama ginjal,
saluran cerna, dan kulit. Apabila individu yang bersangkutan dapat selamat dari syok tersebut,
sering terjadi gagal ginjal, ulkus saluran cerna dan kerusakan kulit.

Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan suatu sindrom klinis
kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan berbagai manifestasi hemodinamik;
tetapi, petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan. Keadaan hipoperfusi ini
memperburuk hantaran oksigen dan nutrisi, serta pembuangan sisa-sisa metabolit pada tingkat
jaringan. Hipoksia jaringan akan menggeser metabolisme dari jalur oksidatif ke jalur anaerob,
yang mengakibatkan pembentukan asam laktat. Kekacauan metabolisme yang progresif
menyebabkan syok menjadi berlarut-larut, yang pada puncaknya akan menyebabkan
kemunduran sel dan kerusakan multisistem.

Syok bersifat progresif dan terus memburuk. Lingkaran setan dari kemunduran yang
progresif akan mengakibatkan syok jika tidak ditangani secara agresif selagi dini. Syok dapat
dibagi dalam tiga tahap yang makin lama makin berat:
39

1. tahap I, syok terkompensaasi (non-progresif ), yaitu tahap terjadinya respon


kompensatorik, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada gagal jantung kongesif, dapat
menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut;
2. tahap II, tahap progresif, ditandai oleh manifestasi sistemik dari hipoperfusi dan
kemunduran fungsi organ; dan
3. tahap III, refrakter, (ireversible), yaitu tahap saat keruskan sel yang hebat tidak dapat lagi
dihindari, yang pada akhirnya menuju kematian.
Respon baroreseptor terhadap syok

Pada permulaan syok, refleks-refleks baroreseptor diaktifkan dan tubuh mencoba


mengkompensasi penurunan tekanan darah yang drastis. Apabila penyebab syok terus
berlangsung, maka kompensasi menjadi tidak adekuat dan kemunduran kondisi berbagai organ
akan terus berlanjut, termasuk paru, jantung dan otak. Dengan memburuknya keadaan jantung
dan paru, timbullah lingkaran setan. Oksigenasi dan curah jantung secara progresif menurun dan
syok menjadi semakin buruk sehingga dalam waktu singkat menjadi ireversibel. Syok ireversibel
menyebabkan kematian.

Gambaran klinis

Manifestasi spesifik akan bergantung pada penyebab syok, tetapi semua, kecuali syok
neurogenik, akan mencakup :

• kulit yang dingin dan lembab


• pucat
• peningkatan kecepatan denyut jantung dan pernapasan
• penurunan drastis tekanan darah
• individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung yang
normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba.

1.5. Interpretasi kelainan tinja pada diare secara makroskopik dan mikroskopis

 Makroskopis :
40

Pemeriksaan makroskopis mencakup warna tinja, konsistensi tinja, bau


tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu
banyak berkorelasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan
dengan adanya warna empedu akibat garam empedu yang di dkonjugasi oleh
bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat
adanya darah dalam tinja seperti Rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair,
lembek, padat. Tinja yang berbusa menunjukkan adanya gas dalam tinja akibat
fermentasi bakteri. Tinja yang sangat berbau menggambarkan adanya
fermentasi oleh bakteri anaerob oleh bakteri anaerob di kolon. Darah yang
bercampur dalam tinja menunjukkan gejala disentri.

 Mikroskopik :

Pada pasien dengan keadaan diare, tinja dapat dibiak untuk mengetahui
adanya bakteri enteropatogen dan juga dapat diperiksa secara mikroskopik
untuk mengetahui ada tidaknya, mukus, darah, leukosit, ada tidaknya darah
samar, lendir, nanah, sisa-sisa jaringan, sisa makanan atau parasit. Pemeriksaan
mkikroskopis tinja pada diare berdasarkan penyebabnya :

- Malabsopsi lemak.

Malabsorpsi lemak adalah suatu keadaan dimana terdapat gangguan absorpsi lemak
dalam usus sehingga lemak keluar secara berlebihan dalam tinja. Terdapatnya lemak dalam tinja
lebih dari 5 gram sehari disebut steatore. Pasase usus yang meningkat pada diare akut dapat
menyebabkan gangguan absorpsi lemak. Adanya bakteri anaerob dalam saluran cerna akan
menguraikan kembali garam empedu yang terkonjugasi menjadi garam empedu dekonjugasi,
sehingga emulsifikasi lemak di usus halus akan terganggu dan berakibat absorpsi lemak yang
terganggu.

Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai.
Secara mikroskopis dengan pembesaran 40 kali dicari butiran lemak dengan warna kuning atau
jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria yaitu:
41

1. (+) bila tampak sel lemak dengan jumlah kurang dari 100 buah per lapang pandang atau
sel lemak memenuhi ⅓ sampai ½ lapang pandang.
2. (++) bila tampak sel lemak dengan jumlah lebih dari 100 perlapang pandang atau sel
memenuhi lebih dari ½ lapang pandang.
3. (+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seleuruh lapang pandang.

- Infeksi bakteri

Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar leukosit dalam tinja
yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Pemeriksaaan leukosit tinja dengan cara,
mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes Eosin atau Nacl lalu
dilihat dengan mikroskop cahaya, dengan hasil :

1. bila terdapat 1-5 leukosit per lapang pandang besar disebut negatif.
2. bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+).
3. bila terdapat 10-20 leukosit perlapang pandang besar disebut (++).
4. bila terdapat leukosit lebih dari ½ lapang pandang besar disebut (+++).
5. bila leukosit memenuhi seluruh pandang besar disebut (++++).

- Infeksi parasit

Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja yang segar. Dengan memakai
batang lidi atau tusuk gigi, ambillah sedikit tinja dan emulsikan dalam tetesan Nacl fisiologis,
demikian juga dilakukan dengan larutan yodium. Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar kaca
penutup tidak mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga tidak terdapat gelembung udara.
Periksalah dahulu sediaan tak berwarna (Nacl fisiologis), karena telur cacing dan bentuk
trofozoit dari protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan
pewarnaan yodium. Pemeriksaan dimulai dengan pembesaran obyektif 10x, lalu 40x untuk
menentukan spesiesnya.

Demikian juga bila ditemukan banyak cacing aksaris atau oksiuris tanpa lekosit dan
eritrosit, maka diarenya dapat ditegakkan diagnosis diare disebabkan oleh helmintiasis.
Pada pemeriksaan preparat langsung, bila ditemukan banyak lekosit dan eritrosit,
42

dapat dijumpai pada penderita dengan disentri (basiler atau amubiasis), kolitis
ulserosa, ileitis terminalis, enterokolitis, kolitis tuberkulosa, divertikulitis koli. Oleh
karena banyak penyebabnya, perlu sekali diamati benar-benar, dan bila ditemukan
kuman entamuba histolitika, maka amubiasis sebagai penyebab diare kronis.
Sebaliknya bila tidak ditemukan kuman tersebut harus dilakukan pembiakan untuk
lebih memastikan.

Sifat Tinja Rotavirus Vibrio / Salmonella Shigella E.coli E.coli


Kolera (Enterotoksigenik (Enteroinvasif
) )
Volume Sedang Sangat Sedikit Sedikit Banyak Sedikit
banyak
Frekuensi Sampai Hampir Sering Sering Sering Sering
10x lebih terus- sekali
menerus
Konsistensi Berair Berair Berlendir Kental Berair Kental
Mucus Jarang Flacks + Sering + +
Darah - - Kadang- Sering - +
kadang
Bau - Anyir Bau telur Tak Bau tinja Tidak
busuk berbau spesifik
Warna Hijau Seperti Hijau Hijau Tidak berwarna Hijau
Kuning cucian air
beras
Leukosit - - + + - +

1.6. Pemeriksaan tambahan unuk menunjang asidosis


Pemeriksaan tambahan unuk menunjang asidosis adalah dengan melakukan
pemeriksaan lab :
1) Pemeriksaan kadar Elektrolit Darah
Natrium (normal : 315 – 318 mg % atau 137-147 mEq/l)
Kalium (normal :16 – 32 mg% atau 4,0 – 5,6 mEq/l)
Klorida (normal : 103 mEq/)

2) Analisa Gas Darah (AGD) :


43

Hasil-hasil yang didapat dari pemeriksaan tersebut antara lain;


 pH darah
adalah resultan dari dua komponen yaitu komponen metabolik dan komponen
respiratorik dengan nilai normal = 7.35- 7.45 atau 44 – 38 mEq(mmol).

 Basa buffer
adalah jumlah anion darah yang mencakup bikarbonat, protein plasma dan
hemoglobin. Perbedaan antara basa buffer yang diukur dan basa buffer normal disebut
buffer basa (BE = Base Excess).

 Ekses Basa /Base Exsess (BE)


adalah angka yang ditunjukkan BE merupakan komponen metabolik yaitu jumlah
basa atau kelebihan asam. kadar normal : +3 - -3

 PCO2
merupakan komponen respiratorik status asam basa dengan nilai normal = 35-
45 mmH.

 Standart Bicarbonat Concentration (SBC)


SBC adalah konsentrasi ion bikarbonat plasma pada PCO2 40 mmHg, suhu 380 C,
dan Hb teroksigenasi penuh. SBC ini murni merupakan indeks metabolik yang tidak
dipengaruhi oleh komponen respirasi. Pada keadaan normal tersebut, nilainya adalah
22-26 mEq/L.
 CO2 combining power
Yaitu ditentukan dengan mengukur banyaknya CO2 yang terbentuk sesudah
bikarbonat plasma mengadakan reaksi dengan suatu asam. Nilai normalnya adalah 25-
29 mEq/l atau 40-60 vol%.
 Total kadar CO2
TCO2 adalah jumlah kadar CO2 yang terdapat dalam plasma yang meliputi asam
karbonat, bikarbonat, dan senyawa karbamino. Ukuran ini digunakan untuk
memperkirakan kelebihan atau kekurangan basa.
Nilai normal asam karbonat = 1,2 mEq/L, sedangkan bikarbonat = 24 mEq/L.
Perbandingan bikarbonat dengan asam karbonat adalah 24 : 1,2 = 20 : 1.
44

1.7. Interpretasi hasil pemeriksaan tambahan untuk menunjang asidosis

1) Pemeriksaan kadar Elektrolit Darah


Kadar elektrolit Natrium, Kalium,dan Klorida menurun dari nilai normalnya.
2) Analisa Gas Darah (AGD)
 pH darah
Pada asidosis pH darah < 7,35.
 Basa buffer
Pada keadaan asidosis metabolik terjadi penimbunan asam non-volatil seperti
asam laktat yang dapat mencapai 18 mEq (mmol)/l, sehingga buffer yang dapat turun
menjadi 30mEq(mmol)/l.
 Ekses Basa /Base Exsess (BE)
Pada asidosis metabolik didapatkan BE < 2,3.
 PCO2
Pada keadaan asidosis respiratorik didapatkan dapat normal atau > 45mmHg.
 Standart Bicarbonat Concentration (SBC)
Pada keadaan asidosis metabolik SBC rendah
 CO2 combining power
< 25 mEq/l atau < 40 vol%.
 Total kadar CO2
Menurun dari kadar normalnya.
HIPONATREMIA
Hiponatremia (kadar natrium darah yang rendah) adalah konsentrasi natrium yang lebih kecil
dari 136 mEq/L darah. Pada hiponatremia, osmolaritas darah menurun. Cairan tubuh terlalu
encer, mengandung air berlebih dibandingkan natrium. Hiponatremi merupakan
ketidakseimbangan natrium yang paling sering pada anak. Jika kadar natriumnya menurun
secara perlahan, gejala cenderung tidak parah dan tidak muncul sampai kadar natrium benar-
benar rendah. Jika kadar natrium menurun dengan cepat, gejala timbul lebih parah dan
meskipun penurunannya sedikit, tetapi gejala cenderung timbul.
45

Kadar natrium fetus secara relatif lebih besar daripada orang dewasa. Jumlah natrium yang
dapat bertukar bebas adalah 85 mEq/kgBB yang lebih besar dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 40. Hal ini disebabkan karena fetus secara relatif mempunyai lebih
banyak tulang rawan, jaringan ikat, dan CES (yang semuanya mengandung natrium cukup
banyak, tetapi memiliki lebih sedikit jaringan otot yang mengandung natrium lebih sedikit).
Oleh sebab itu, kondisi hiponatremia lebih cepat terjadi pada anak-anak dibandingkan
dewasa. Hiponatremia merupakan keadaan gawat darurat sebab bila berlangsung lama dapat
mengakibatkan kerusakan serebral yang ireversibel.
Kondisi – kondisi yang dapat menyebabkan hiponatremia antaralain berkeringan, diare dan
muntah- muntah. Hiponatremi juga dapat terjadi sehubungan dengan kelebihan retensi air,
yang mengencerkan natrium dalam cairan ekstraseluler, yaitu suatu kondisi yang disebut
dengan overhidrasi – hiposmotik.
Dilihat dari perbandingannya terhadap volume plasma, hiponatremia dibagi menjadi 3
bentuk, yaitu:
- hiponatremia hipovolemik (edematous)
- hiponatremia normovolemik
- hiponatremia hipovolemik
Gejala hiponatremia akan terlihat gangguan serebral yang difus :
• Bingung • Letargi
• Konvulsi • Delirium
• Muntah • Koma
Gejala – gejala lain adalah :
• Anoreksia • Orthostatic syncope
• Kejang • Circulatory collaps
• Stupor • Hipotensi postural
• Mual, lemah, pusing • Tekanan V. Jugularis ↓
• Oliguria
Pengukuran primer untuk menilai status cairan pasien sering kali yang dipakai adalah
konsentrasi natrium plasma. Osmolaritas plasma tidak secara rutin diukur, tapi karena
natrium dan anion yang berhubungan ( klorida ) bertanggung jawab atas lebih dari 90 % zat
46

terlarut dalam cairan ekstraseluler, maka konsentrasi natrium plasma merupakan indicator
yang cukup baik bagi osmolaritas plasma pada sebagian besar keadaan.
Interpretasi pemeriksaan tersebut adalah:
1. Dehidrasi isotonic, bila kadar Na dalam plasma antara 131 – 150 mEq/L
2. Dehidrasi hipotonik, bila kadar Na plasma < 131 mEq/L
3. Dehidrasi hipertonik, bila kadar Na plasma > 150 mEq/L

Gejala Hipotonik Isotonik Hipertonik


Rasa haus - + +
Berat badan ↓↓ ↓ ↓
Turgor kulit ↓↓ ↓ Tidak jelas
Kulit / selaput Basah Kering Kering sekali
lender
Gejala SSP Apatis Koma Irritable, kejang,
hiperefleksi
Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relative masih
baik
Nadi Sangat lemah Cepat & lemah Cepat & keras
Tekanan darah Sangat rendah Rendah Rendah
Banyaknya 20 – 30 % 70 % 10 – 20 %
kasus

Terapi Koreksi Hiponatremia


Banyaknya defisit natrium dapat dihitung dengan memakai rumus sebagai berikut:
Defisit Na = (140 - Serum Na) x BB x 0,6 mEq/L
Keterangan :
Defisit Na = defisit natrium dalam mEq/L
Angka 140 = kadar normal natrium serum; pilihan lain angka 135.
Serum Na = kadar serum pasien
BB = berat badan dalam Kg
Angka 0,6 = volume normal cairan tubuh (60% dari BB)
Pemberian tambahan natrium untuk mengganti kehilangan harus secara bertahap selama
24-48 jam sesuai dengan ekspansi volume. Umumnya pada hiponatremia ringan (kadar
natrium serum 120-130 mEq/L) cukup diberikan cairan isotonik dan tidak memerlukan
47

koreksi. Pada hiponatremia berat, mungkin disertai kejang, dapat diberikan larutan NaCl 3%
dengan kecepatan tetesan 1 mL/menit sampai maksimum 12 mL/kgBB selama 1-4 jam untuk
menaikkan kadar natrium serum sebesar 5-10 mEq/L.
Pengobatan: beri oralit dalam jumlah cukup.
Dalam diagnosis dan terapi, volume cairan tubuh perlu diperhitungkan.
Gradasi Simptom Sign Pengobatan*
1. Sangat ringan - - Restriksi cairan
(Na: 120-130)
2. Ringan Haus Mukosa kering NaCl fisiologis
(Na: 105-120) (15ml/kg)
3. Sedang Sakit kepala, mual, Takikardia NaCl hipertonik
(Na: 90-104) vertigo, apatis, koma Hipotensi
4. Berat Apatis, koma Hipotermi NaCl hipertonik
(Na: < 90) Diuretik
Pembatasan air & garam
* Pemberian cairan harus hati-hati karena akan meningkatkan volume ECF.
Cairan NaCl hipertonik diberikan pada intoksikasi air
Dosis NaCl yang harus diberikan, dapat dihitung dari rumus berikut:
NaCl = 0,6 x (N-n) x BB
N = kadar Na yang diinginkan
n = kadar Na sekarang
BB = berat badan
Pemberian:
a. Hiponatremia simptomatik: diberikan dalam 2 - 3 jam
b. Hiponatremia asimptomatik : diberikan dalam 12 - 36 jam
c. Jika diduga ada kelebihan air.
Kebutuhan air = kebutuhan air normal - kelebihan air (diberikan cairan Na+
fisiologis, maintenance)
Kelebihan air (L) = 0,8 x BB x (1 - serum Na+ /140)
Sediaan NaCl: - NaCl 0,45% dengan kandungan Na = 77 mEq/L
- NaCl 0,9% dengan kandungan Na = 154 mEq/L
- NaCl 3,0% dengan kandungan Na = 513 mEq/L
48

Identifikasi tanda klinis hiponatremia


Gejala hiponatremia baru terlihat apabila kadar Na plasma kurang dari 120 mEq/L, dam
gejala atau tanda yang timbul dipengaruhi oleh cepatnya terjadi hiponatremia.
a. Hiponatremia terjadi perlahan-lahan
- Anoreksia, apatis, nausea, muntah
b. Hiponatremia terjadi cepat.
- Pusing, mental confusion, twitching, delirium, kejang dan disfungsi CNS.

Gradasi Simptom Tanda


Sangat ringan
- -
( Na : 120 – 130)
Ringan
Haus Mukosa kering
(Na : 105 – 120 )
Sedang Sakit kepala,
Takikardia, Hipotensi
(Na : 90 – 104 ) Mual, Vertigo
Berat
Apatis, Koma Hiponatremi
( Na : < 90 )
.
Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis hiponatremia
Pengukuran primer untuk menilai status cairan pasien seringkali yang
dipakai adalah konsentrasi natrium plasma. Osmolaritas plasma tidak secara rutin
diukur, tapi karena natrium dan anion yang berhubungan (klorida) bertanggung
jawab atas lebih dari 90% zat terlarut dalam cairan ekstraseluler, maka konsentrasi
natrium plasma merupakan indikator yang cukup baik bagi osmolaritas plasma pada
sebagian besar keadaan.
Interpretasi hasil pemeriksaan tambahan untuk diagnosis hiponatremia
Pemeriksaan Na + pada pasien hiponatremia <135 mEq/L .Karena tonisitas
darah terutama ditentukan oleh kadar natrium di dalam plasma maka interpretasi
hasil pemeriksaan tambahan untuk diagnosis hiponatremia dapat membedakan jenis
dehidrasi, yaitu :
49

 Dehidrasi Isotonik, bila kadar natrium plasma 130 - 150 mEq/l dan dapat
disebut juga sebagai dehidrasi isonatremia, dimana tidak terjadi perubahan
konsentrasi elektrolit darah.
 Dehidrasi Hipotonik, bila kadar natrium dalam plasma kurang dari 130
mEq/l dan dapat disebut juga sebagai dehidrasi hiponatremia
 Dehidrasi Hipertonik, bila kadar natrium plasma lebih dari 130 - 150
mEq/l dan dapat disebut juga sebagai dehidrasi hipernatremia yang biasanya
disertai rasa haus dan gejala neurologis

HIPOKALEMIA
Hipokalemia adalah keadaan dimana konsentrasi kalium serum dibawah 3.0 mMol/L yang
disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total di tubuh atau adanya gangguan
perpindahan ion kalium ke sel-sel. Penyebab yang umum adalah karena kehilangan kalium
yang berlebihan dari ginjal atau jalur gastrointestinal. Gejala klinis yang menyertai
diantaranya kelemahan otot dan polyuria; hiperexcitabilitas jantung yang mungkin disertai
hipokalemia berat. Diagnosis ditetapkan berdasarkan pengukuran kadar serum.
Pemeriksaan :
- Penetapan kadar K serum dan urin
- Penetapan status asam-basa
- Pemeriksaan EKG
- Tes kemampuan pemekatan urin ginjal
Penatalaksanaan dilakukan dengan menambah ion kalium dan mencari penyebabnya.

Etiologi dan Patofisiologi


Hipokalemia dapat terjadi karena pemasukan ion K yang berkurang namun biasanya terjadi
karena kehilangan ion K berlebih melalui ginjal atau jalur gastrointestinal.

Kehilangan melalui jalur gastrointestinal


Keadaan kehilangan K yang abnormal terjadi pada diare kronik dan juga kehilangan yang
melalui penyalahgunaan laksative yang sudah lama atau bowel divertion. Penyebab lainnya
50

yaitu clay pica, muntah, dan gastic suction (yang menghilangkan HCL, disebabkan ginjal
mengeksresikan kalium). Biasanya, vilous adenoma dari colon menyebabkan kehilangan
kalium secara massif dari jalur gastrointestinal. Kehilangan kalium dari jalur gastrointestinal
mungkin dapat terjadi karena kehilangan kalium dari ginjal yang menyebabkan alkalosis
metabolic dan stimulasi aldosterone yang menyebabkan penurunan volume.

Gejala dan Tanda


Mild Hypokalemia (K plasma 3-3,5 mEq/L) biasanya menimbulkan gejala. K plasma kurang
dari 3 mEq/L umumnya menyebabkan kelemahan otot dan mungkin dapat terjadi paralisis
dan kegagalan pernapasan. Disfungsi otot lannya yaitu kram otot, fasciculations, ileus
paralitik, hipoventilasi, tetanus, dan rabdomiolisis. Hipokalemia persisten dapat mengganggu
kemampuan konsentrasi ginjal, yang menyebabkan poliuria dengan polidipsi sekunder.
Efek jantung kecil pada keadaan Hipokalemia dimana K plasma dibawah 3 mEq/L.
Hipokalemia menyebabkan terjadinya sagging pada segmen ST, depresi dari gelombang T,
dan gelombang U menjadi naik. Pada hipokalemia yang lebih berat, gelombang T menjadi
semakin kecil dan gelombang U semakin membesar. Pada keadaan tertentu, gelombang T
yang datar atau positif terjadi bersamaan dengan gelombang U positif, dimana mungkin
terlihat membingungkan bersama terjadinya perpanjangan dari QT (lihat gambar dari 156-2).
Hipokalemia mungkin dapat menyebabkan kontraksi atrium dan ventrikel yang lebih awal
dan takiaritmia atrium dan blok atrioventrikular derajat ke-2 dan ke-3. Sebagian aritmia akan
menjadi semakin berat dengan semakin beratnya hipokalemia, biasanya fibrilasi ventrikel
mungkin terjadi.

Diagnosis
Hipokalemia didiagnosis berdasarkan dari kadar K serum dan kadar K plasma dibawah 3,5
mEq/L. Jika penyebabnya tidak sesuai dengan perjalanan penyakitnya, pemeriksaan lebih
lanjut disarankan. Setelah asidosis dan penyebab lainnya dari intraseluler K shift telah
disingkirkan, kadar K di urin 24 jam diukur. Pada hipokalemia sekresi normalnya dibawah
15 mEq/L. Kadar kalium sama atau kurang dari 15 mEq/L menunjukkan utuhnya daya
konservasi ginjal, sehingga dapat disimpulkan bahwa kehilangan kalium terjadi karena sebab
ekstrarenal yaitu melalui jalur gastrointestinal. Kadar kalium ≥ 15 mEq/L menunjukkan
51

penyebab kehilangan kalium melalui renal. Hipokalemia yang belum diketahui penyebabnya
dengan meningkatnya sekresi K di ginjal dan hipertensi disebabkan oleh aldosterone-
secreting tumor atau Liddle syndrome. Hipokalemia dengan peningkatan kehilangan Kalium
pada ginjal dan BP normal disebabkan oleh Bartter Sydrome, tetapi dapat juga terdapat
hipomagnesia, muntah, dan pemakaian diuretic yang salah.

Pengobatan
Kekurangan kalium harus dihitung dan diganti perlahan-lahan dalam 72 jam atau lebih lama.
Bila fungsi ginjal memuaskan, kelebihan apapun dapat diekskresikan. Pada kadar kalium
rendah peroral dapat diberikan 1,5-3 gram KCl sehari atau secara intravena diberikan KCl 2-
4 mEq/kgBB/24 jam. Pada hipokalemia berat dapat diberikan KCl 0,5-1 mEq/kgBB/jam
melalui intravenous fluid drips (maksimum 20 mEq/jam).
Jika penggantian K selama dehidrasi tidak cukup, akan terjadi kekurangan K yang ditandai
dengan kelemahan pada tungkai, ileus, kerusakan ginjal, dan aritmia jantung. Kekurangan K
dapat diperbaiki dengan pembeian oralit (mengandung 20 mMol K/ L) dan dengan
meneruskan pemberian makanan yang banyak mengandung K selama dan sesudah diare.

Koreksi Hipokalemia
Kebutuhan K+ yang dapat dihitung menurut rumus sbb :
Kebutuhan K+ (mEq/hari) = 2,5 x BB + 1/3 x ∆K+ x BB
Penjelasan:
- 2,5 mEq = Kebutuhan K+ per kg bb
- 1/3 = koreksi dalam 3 hari
- ∆K = selisih antara K+ yang diinginkan dan kadar K+
hasil pemeriksaan

Identifikasi tanda klinis hipokalemia


Hipokalemia Gambaran Klinis
52

CNS dan Gejala awal tidak jelas: lelah; “tidak enak badan”
neuromuskuler Parestesia
Refleks tendon dalam menghlang
Kelemahan otot generalisata
Pernapasan Otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal

Saluran cerna Menurunnya motilitas usus besar ; anoreksia, mual,


muntah, ileus.
Kardiovaskular Hipotensi postural
Disritmia (khususnya jika memakai digitalis dan
ada penyakit jantung )
Perubahan-perubahan pada EKG: gelombang T
yang lebar dan mendatar progresif (kadang-kadang
terbalik), depresi segmen ST, gelombang U yang
menonjol.
Ginjal Poliuria, nokturia (kelainan pemekatan)

Gambaran klinis utama hipokalemia yang paling sering dijumpai pada


keadaan neuromuskular, dan komplikasi yang paling serius adalah henti
jantung, dan lebih mudah terjadi jika penurunan kalium berlangsung cepat
(misalnya pada pengobatan ketoasidosis diabetik dengan insulin dan
glukosa tanpa diberi kalium tambahan). Pasien hipokalemia dapat merasa
lemah pada otot-ototnya atau kejang pada tungkai. Disfungsi otot polos
saluran cerna mengakibatkan berkurangnya motilitas usus besar yang akan
berlanjut menjadi ileus paralitik dan distensi abdomen (kembung).
Hipokalemia berat dapat mengenai otot-otot pernapasan. Parestesia dan
hilangnya refleks tendon dalam adalah tanda-tanda lainnya. Disritmia
jantung dan perubahan pada hasil EKG merupakan tanda-tanda penting
53

hipokalemia, yang akan terus berlanjut dan dapat mengancam jiwa jika
penurunan kalium bertambah berat.
Berbagai tipe disritmia atrial dan ventrikular dapat terjadi,
khususnya pada pasien yang mendapat pengobatan digitalis, karena
hipokalemia meningkatkan kepekaan terhadap obat-obat ini. Penting untuk
diingat bahwa pasien dapat asimtomatik, khususnya hipokalemia telah
berlangsung lama.

Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis hipokalemia


1. Penetapan kadar K serum dan urin
2. Penetapan status asam-basa
3. Pemeriksaan EKG

Interpretasi hasil untuk diagnosis hipokalemia


1) Penetapan kadar K serum dan urin
Hipokalemia didiagnosis berdasarkan dari kadar K serum dan
kadar K plasma dibawah 3,5 mEq/L. Jika penyebabnya tidak sesuai
dengan perjalanan penyakitnya, pemeriksaan lebih lanjut disarankan.
Setelah asidosis dan penyebab lainnya dari intraseluler K shift telah
disingkirkan, kadar K di urin 24 jam diukur. Pada hipokalemia sekresi
normalnya dibawah 15 mEq/L. Kadar kalium sama atau kurang dari 15
mEq/L menunjukkan utuhnya daya konservasi ginjal, sehingga dapat
disimpulkan bahwa kehilangan kalium terjadi karena sebab ekstrarenal
yaitu melalui jalur gastrointestinal. Kadar kalium > 15 mEq/L
menunjukkan penyebab kehilangan kalium melalui renal. Hipokalemia
yang belum diketahui penyebabnya dengan meningkatnya sekresi K di
ginjal dan hipertensi disebabkan oleh aldosteron-secreting tumor atau
54

Liddle syndrome. Hipokalemia dengan peningkatan kehilangan


Kalium pada ginjal dan tekanan darah rendah disebabkan oleh Bartter
Syndrome, tetapi dapat juga terdapat hipomagnesia, muntah, dan
pemakaian diuretik yang salah.
2) Penetapan status asam-basa
pH serum >7,45; peningkatan bikarbonat serum (hipokalemia sering
disertai alkalosis metabolik)
3) Pemeriksaan EKG
• Hipokalemia ringan ( Kalium serum 3,5mEq/L) : tampak
gelombang T rendah dan timbulnya gelombang U
• Hipokalemia sedang ( Kalium serum 2,5 – 3,5 mEq/L ) :
Gelombang T rendah, gelombang U terlihat jelas
• Hipokalemia berat ( kalium serum < 2,5mEq/L ) : Gelombang T
rendah, gelombang U prominen, depresi segmen S-T.

HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) bayi
secara bermakna dibawah kadar rata-rata bayi seusia dan berat badan sama.
Pada bayi aterm dengan BB 2500 gram atau lebih, kadar glukosa plasma darah
lebih rendah dari 30 mg/dl dalam 72 jam pertama dan 40 g/dl pada hari
berikutnya, sdangkan pada bayi dengan berat badan lahir rendah dibawah 25
mg/dl. Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah antara
70 - 110 mg/dl.
Hipoglikemia terjadi pada 2 – 3 % dari anak – anak yang menderita diare. Pada
anak – anak dengan gizi cukup / baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih
55

sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KKP. Hal ini terjadi
karena :
1. penyimpanan/ perskediaan glikogen dalam hati terganggu
2. adanya gangguan absorpsi glukosa ( walaupun jarang terjadi )
Gejala hipoglikemia dapat berupa :
• Lemas
• Sianosis apatis
• Peka rangsang
• Tremor
• Berkeringat dingin / pucat
• Syok
• Kejang sampai koma
• Jantung berdebar - debar
• Kadang merasa lapar
• Gerakan putar mata
Pemeriksaan: Kadar glukosa darah.

Interpretasi Pemeriksaannya
Dimana gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun
sampai 40 mg % pada bayi dan 50 mg % pada anak – anak.

Terapi Koreksi Hipoglikemia


Bila tidak ada serangan kejang, bolus glukosa 10 % intravena 200 mg/kg
(2mL/kg) efektif untuk menaikkan kadar glukosa darah. Bila ada kejang, 4 mL/
kg injeksi bolus glukosa 10 % terindikasi.
Pasca terapi pertama diberi infus glukosa 8 mg/kg/menit. Jika hipoglikemia
terjadi lagi, kecepatan infus harus ditambah sampai menggunakan glukosa 15-
20 %. Jika infus glukosa 20 % intravena tidak cukup untuk melenyapkan gejala
dan mempertahankan kadar glukosa serum normal, hidrokortison (2,5 mg/kg/6
jam) atau prednison (1 mg/kg/24 jam) harus juga diberikan. Glukosa serum
harus diukur setiap 2 jam setelah terapi dimulai sampai beberapa pengukuran
berada di atas 40 mg/dL. Selanjutnya, kadar harus diperiksa setiap 4-6 jam dan
pengobatan secara bertahap dikurangi dan akhirnya dihentikan bila glukosa
serum telah berada pada kisaran normal dan bayi tidak menampakan gejala
selama 24-48 jam. Pengobatan biasanya diperlukan selama beberapa hari
sampai satu minggu, kadang-kadang selama beberapa minggu.

Koreksi Hipoglikemia
Hipoglikemi asimptomatik diberikan pengobatan seperti
hipoglikemi simptomatik bila dengan 2 kali pemeriksaan dengan
selang satu jam bayi berada dalam keadaan hipoglikemi.
Hipoglikemi simptomatik : bolus IV larutan Dextrose 10% 2
ml/kgBB dilanjutkan dengan IVFD Dextrose 10% sesuai kebutuhan
rumatan

Interpretasi hasil pemeriksaan untuk diagnosis hipoglikemia


1) Pada hipoglikemia ringan (glukosa darah 50-60 mg/dl)
2) Pada hipoglikemia sedang (glukosa darah < 50 mg/dl)
3) Pada hipoglikemia berat (glukosa darah < 35 mg/dl)

Monitor KGD setelah 2 jam, bila tetap rendah bolus Dextrose 10%
2 ml/kgBB lagi dan lanjut dengan rumatan, dan selanjutnya sesuai
bagan terapi di bawah ini :
Bagan Terapi Bayi Hipoglikemi

HIPOGLIKEMI

Bolus Dextrose 10%


Lanjut IVFD Dextrose 10%
(sesuai kebutuhan rumatan)
2 ml/kgBB

2 jam

PERIKSA KGD
HIPOGLIKEMI

KGD Normal
Bolus ulang
Lanjut IVFD
Lanjut IVFD
Dextrose 10%
Dextrose 10%
(sesuai kebutuhan
rumatan)

2 jam
HIPOGLIKEMI
KGD Normal Ulangi seperti
24 jam
di atas
KGD Normal
2 jam
HIPOGLIKEMI
Lanjut IVFD
Dextrose 10%
Ulangi seperti

24 jam di atas

KGD Normal

Lanjut IVFD HIPOGLIKEMI


Dextrose 10% Berikan Hidrokortison 5-10 mg/kg/BB
Setiap 12 jam selama 3 hari
24 jam

HIPOGLIKEMI
STOP
Cari Penyebab Sekunder
Lanjut ASI oral

ASI tetap diberikan dengan mempertimbangkan kemampuan


minum bayi dan kondisi bayi.
Identifikasi tanda klinis hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% dari anak-anak yang menderita
diare. Pada anak-anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang
terjadi, lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita
KKP. Hal ini terjadi karena:
• Penyimpanan/ persediaan glikogen dalam hati terganggu
• Adanya gangguan absorbsi glukosa (walaupun jarang
terjadi)
Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun
sampai 40 mg% pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak. Gejalanya
berupa: lemah, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat,
syok, kejang sampai koma. Pada hipoglikemia ringan timbul gejala
mual, lapar, gelisah, banyak keringat, kulit basah, kebas di ujung jari
dan bibir, serta gemetar.
1. Pada hipoglikemia sedang timbul perasaan cemas, lemah,
gusar, bingung, sulit berpikir, mata kabur, sakit kepala, sulit
bicara, dan mengantuk.
2. Pada hipoglikemia berat dapat terjadi kejang, koma,
serta hipotermia (suhu badan rendah).

Sindrom Malabsorpsi

PENDAHULUAN

Pencernaan dan penyerapan nutrien merupakan proses yang kompleks, karena melibatkan
berbagai interaksi antara enzim pencernaan, hormon pencernaan, keutuhan mukosa usus,
proses transport dan faktor lain seperti motilitas usus. Bila terjadi gangguan digesti
(maldigesti) atau gangguan absorbsi (malabsorpsi), yang dalam konteks ini kedua gangguan
ini hanya disebut malabsorpsi saja. Gejala malabsorpsi yang khas terdiri dari diare kronik,
perut kembung dan gagal tumbuh serta gejala lain akibat kekurangan satu nutrisi tertentu
(misalnya avitaminosis)

2.1 Dasar Sindrom malabsorbsi

2.1.1 Definisi sindrom malabsorbsi

Umumnya yang dimaksud dengan sindrom malabsorbsi adalah penyakit atau


keadaan-keadaan yang menyebabkan kurangnya asimilasi nutrien yang teringesti
yang berhubungan dengan atau sebagai akibat gangguan proses pencernaan
(maldigesti) dan atau gangguan penyerapan (malabsorbsi) bahan makanan yang
dimakan (nutrient) sehingga nutrient tidak dapat memasuki mukosa usus.

Gangguan malabsorbsi atau sindrom malabsorbsi ini sebelumnya disebut


sebagai sindrom seliak, tetapi istilah ini paling baik dihindari karena kemungkinan
rancu dengan penyakit seliak yang spesifik (enteropati sensitif-gluten). Gangguan-
gangguan yang menyebabkan cacat menyeluruh pada asimilasi nutrient cenderung
tampil dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang sama : perut kembung; tinja pucat,
berbau busuk, besar; kelemahan otot; berat badan tidak naik atau turun; dan retardasi
pertumbuhan. Tinja mungkin tampak berminyak dengan steatore ringan, tinja
mungkin tampak ringan.

Etiologi sindrom malabsorbsi:

1. Perubahan kondisi intralumen usus halus bagian atas


2. Mukosa usus abnormal
3. Hal-hal lain yang patologis yang merupakan gejala penyakit
4. Disfungsi usus besar yang mempengaruhi usus kecil
2.1.2. Jenis-jenis sindrom malabsorbsi

Pada anak yang sering dijumpai adalah:


• Malabsorbsi karbohidrat, khususnya malabsorbsi laktosa atau intoleransi laktosa
• Malabsorbsi lemak
• Malabsorbsi protein
Malabsorbsi protein dapat terjadi pada dua keadaan yaitu gangguan pankreas dan
kelainan mukosa usus halus.

Gangguan malabsorbsi protein meliputi :

a. Defek digesti protein intralumen


b. Defek digesti protein dalam brush border dan dalam sel epitel usus
• Malabsorbsi vitamin
Biasanya malabsorbsi kobalamin dan folat kongenital.

• Malabsorbsi mineral
Malabsorbsi magnesium (Mg) kongenital, natrium (Na), Zn (akrodermatitis
enteropatik), Cu kongenital.

• Malabsorbsi asam empedu


Paling sering terjadi pada bayi pasca reseksi ileum terminal sepanjang 30 cm atau
lebih.

MALABSORBSI KARBOHIDRAT (INTOLERANSI LAKTOSA)


Ada 4 proses yang mempengaruhi malabsorbsi karbohidrat :

a. Fase hidrolisis intralumen yaitu hidrolisis 1-4 glukoside link dari tepung oleh amylase
saliva dan pancreas untuk terjadinya maltosa, maltotriosa dan limit dextrine.

b. Fase hidrolisis di brush border usus, hidrolisis oligosakarida (maltosa, lato-triosa,


limit dextrine, laktosa, sukrosa) oleh disakarida brush border (maltase, sukrase,
isomaltase, lactase).
c. Translokasi monosakarida (glukosa, galaktosa, fruktosa) melalui membran brush
border.

d. Eksit monosakarida dari eritrosit melalui vena porta.

Sebagian besar karbohidrat yang dimakan sehari-hari terdiri dari disakarida dan
polisakarida. Setelah masuk ke dalam usus, disakarida akan diabsorpsi dan masuk ke dalam
mikrovili usus halus dan dipecah menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase (laktase,
sukrase, dan maltase) yang ada di permukaan mikrovili tersebut, dengan demikian laktosa
dipecah oleh laktase menjadi glukosa dan galaktosa.

Pembagian Intoleransi Karbohidrat

Disakarida Monosakarida

Primer - Defisiensi sukrase-isomaltase Malabsorbsi glukosa, galaktosa

- Defisiensi laktase (fruktosa terabsorbsi)

- Alaktasia kongenital

- Hipolaktasia yang timbul kemudian

Sekunder - Defisiensi laktase

- Defisiensi semua disakaridase Malabsorbsi monosakarida

2.1.3. Etiologi intoleransi laktosa

Intoleransi laktosa timbul bila tubuh mengalami defisiensi salah satu atau lebih
enzim disakaridase dan atau adanya gangguan absorpsi serta pengangkutan
monosakarida dalam usus halus.

Sampai sekarang dikenal 3 bentuk dari intoleransi laktosa :

1. Intoleransi laktosa yang diwariskan


2. Intoleransi laktosa primer
3. Intoleransi laktosa sekunder
Intoleransi laktosa yang diwariskan terjadi pada individu dengan genotip
homozygot resesif. Pada beberapa kasus, ada anak-anak yang terlahir tanpa
kemampuan memproduksi enzim laktase. Namun kondisi ini membaik secara alami
seiring waktu pertumbuhan anak sebab tubuh mulai belajar memproduksi laktase
sedikit demi sedikit. Sehingga tidak heran jika pada usia dewasa, gejala-gejala
intoleransi laktosa bisa berangsur-angsur hilang.

Intoleransi laktosa primer terjadi akibat induksi sintesis enzim laktase menurun,
sebab laktase merupakan enzim yang sintesisnya dapat diinduksi. Ketidaksukaan
minum susu mungkin merugikan sebab tidak ada induksi bagi enzim laktase.
Intoleransi laktosa sekunder yang menyertai malabsorbsi dapat terjadi karena
adanya kerusakan pada mukosa usus halus, misalnya akibat infeksi. Kejadian ini
sering terjadi pada anak diare. Penyebab lain intoleransi laktosa sekunder seperti
pasca operasi usus terutama bila dilakukan reseksi usus dan malnutrisi energi protein.

Selain dari 3 bentuk intoleransi laktosa diatas, juga dikenal Intoleransi laktosa
sementara yang terjadi karena defisiensi enzim laktase dalam brush border usus
halus. Enzim sukrase dan maltase mulai dibentuk pada trimester pertama kehamilan
dan mencapai maksimum pada kehamilan 28-32 minggu, sedangkan enzim laktase
baru terbentuk pada akhir masa gestasi dan baru mencapai maksimum pada saat aterm
atau setelah bayi lahir.

2.1.4. Keadaan yang dapat menyebabkan intoleransi laktosa sekunder

Berdasarkan penjelasan di atas, penyebab intoleransi laktosa sekunder antara lain :


1. Diare (oleh sebab apapun), beberapa saat setelah diare oleh karena
absorbsi belum pulih dan produksi enzim belum sempurna
2. Pasca operasi usus , terutama bila dilakukan reseksi usus
3. Malnutrisi energi protein (atrofi vili)
2.1.5. Penyusunan anamnesis yang menunjang intoleransi laktosa
Pendekatan diagnostik malabsorbsi dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan
laboratorium. Anamnesis yang lengkap dan akurat sangat penting dalam pendekatan
diagnostik pada anak dengan sindroma malabsorbsi.
Anamnesis yang menunjang intoleransi laktosa :

• Mulai timbulnya gejala, kronologis perjalanan penyakit, hubungan antara


timbulnya gejala dengan pemberian makanan tertentu seperti intoleransi susu sapi,
defisiensi atau pemberian obat tertentu
• Riwayat makanan, baik kualitas maupun kuantitas. Hal ini penting untuk anak
yang malnutrisi oleh karena terjadi tindakan restriksi makanan oleh orang tua.
• Apakah penderita pernah mengalami operasi abdomen sebelumnya oleh karena
hal ini dapat memperkirakan kemungkinan kelainan anatomis
• Apakah penderita pernah sering menderita infeksi berulang. Hal ini penting dalam
mempertimbangkan kemungkinan kelainan imunitas.
• Pada beberapa kasus gejala non gastrointestinal lebih menonjol, misalnya gagal
tumbuh kembang, edema perifer, anoreksia atau demam yang penyebabnya tidak
jelas.
• Gangguan sistem saraf pusat dan saluran kemih perlu mendapat perhatian khusus
karena sering merupakan penyebab malnutrisi
• Karena banyak penyakit saluran cerna merupakan penyakit herediter, riwayat
keluarga sering dapat menentukan diagnosis

Pemeriksaan fisik yang menunjang malabsorbsi antara lain :

- Pengukuran berat badan dan tinggi badan. Sebaiknya pengukuran ini dikaitkan
dengan pengukuran sebelumnya dan pola pertumbuhan yang terdapat dalam keluarga.
- Keadaan umum anak, apakah tampak sakit atau sehat
- Status hidrasi
- Tanda malnutrisi, misalnya hipotrofi otot, edema, stomatitis, lidah datar dan
banyaknya luka di kulit harus dilihat dalam hubungannya dengan masukan makanan
- Colok dubur merupakan tindakan awal untuk anak yang dicurigai malabsorbsi usus,
selain itu juga untuk memeriksa anus dan rektum, dan menilai tinja secara kasar
Pemeriksaan laboratorium yang dipergunakan untuk menunjang diagnosis malabsorbsi
tergantung penyebabnya. Diagnosis malabsorbsi karbohidrat dilihat dari gambaran klinis dan
pemeriksaan yang menunjukkan adanya glukosa. Gambaran klinisnya antara lain riwayat
timbulnya diare berair dan dihubungkan dengan formula susu tertentu disertai eritemanatum.

2.1.6. Pemeriksaan tinja untuk mendiagnosis intoleransi laktosa

1. Reducing Substance :

a) Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet “Clinitest”

Klinitest yang digunakan untuk pemeriksaan urin dapat juga dipakai untuk
pemeriksaan gula dalam tinja. Normal tidak terdapat gula dalam tinja. Spesimen
yang berair harus secepatnya diperiksa.

Pengukuran dengan menggunakan reagen Clinitest untuk bahan-bahan pereduksi


adalah sederhana dan dapat dikerjakan di tempat tidur. Uji ini bukan uji skrining
yang amat akurat dan uji ini mudah dikerjakan.

Pemeriksaan clint tes dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi warna
yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinttest. Prinsip
pemeriksaan ini adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri
sulfat menjadi cupro oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil
bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). 10 tetes air dengan
5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung dari Ames,
kemudian ditambah 1 tablet clintest. Setelah 60 detik maka perubahan warna yang
terjadi dicocokkan dengan warna standar.

 Negatif : 0 % (biru)
 Trace :¼%
 + : ½ % (kuning kehijau-hijauan)
 ++ : ¾ % (kuning muda)
 +++ : 1 % (kuning)
 ++++ : 2 % (kuning tua)

b) Kromatografi
• Produk Fermentasi

Salah satu cara untuk menentukan adanya defisiensi laktosa adalah dengan
melakukan :

1. pengukuran pH tinja (pH<6)

Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan untuk


menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam
lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap
diusus halus sehingga masuk kedalam usus besar yang banyak mengandung
bakteri komensal. Bila pH tinja < 6 dapat dianggap sebagai malabsorbsi laktosa.

2. Asam laktat

Pemeriksaan lain yang dapat menunjukkan adanya malabsorbsi


karbohidrat adalah :

- Pemeriksaan radiologik
- Pemeriksaan toleransi gula
- Pemeriksaan pernapasan
- Ekskresi gula dalam urin
- Pemeriksaan langsung disakaridase mukosa usus

2.1.7. Pengobatan intoleransi laktosa dengan susu yang tersedia


1. Terapi enzim lactase :

Bila kita tetap ingin mengkonsumsi susu dan produk olahannya yang mengandung
laktosa dengan porsi normal, padahal kita tergolong tidak tahan laktosa, maka
tersedia kemungkinan minum obat yang mengandung enzim laktase. Enzim ini
diperoleh dari khamir dan jamur. Berbagai penelitian telah menunjukkan kemanjuran
terapi tersebut. Namun obat yang mengandung enzim laktase ini bukan tergolong
barang murah, dan sebagai salah satu bahan penyusun yang dapat digunakan gelatin.
Gelatin dari negara Amerika Serikat dan Eropa umumnya dibuat dari campuran
hewani, termasuk babi. Dewasa ini telah ada alternatif gelatin yang dibuat dengan
bahan ikan.

2. Pada intoleransi laktosa sementara. Pengobatan intoleransi laktosa dengan susu


yang tersedia adalah dengan pemberian Free lactose milk formula (sobee, Al 110)
selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa (kadar
laktosa albumin Almiron 1,0% , eiwit melk 1,4% , LLM 0,8% , Sobee 0% dan Al
110 (0%).

MALABSORBSI LEMAK

Malabsorpsi lemak adalah gangguan absorbsi lemak dalam usus sehingga terjadi
pengeluaran lemak yang berlebihan dalam tinja.

Klasifikasi malabsorbsi lemak menurut Haries adalah sebagai berikut :

• Defek lipolisis pankreas terdapat pada kistik fibrosis, pankreatitis kronik dan sindroma
Schwachman.
• Defek solubilisasi miseler pada defisiensi garam empedu
• Gangguan emulsifikasi trigliserida yaitu pada gastrektomi dan motilitas lambung yang
berubah
• Pengambilan hasil lipolitik di mukosa berkurang, terdapat pada enteropati, reseksi usus,
“blind loop syndrome”, eritrosit yang jenuh dan waktu transit usus tinggi
• Terganggunya pengaliran kilomikron ke saluran limfatik yaitu pada obstruksi saluran
limfe dan lemfangiektasi

2.1.8. Etiologi malabsorbsi lemak

Di alam bentuk trigliserida asam lemak umumnya mengandung atom C lebih dari
14, seperti asam palmitat, asam stearat, asam oleat dan asam linoleat. Bentuk ini
disebut LCT (Long Chain Triglyserides). Disebut MCT (Medium Chain
Triglyserides) adalah trigliserida dengan atom C6 – 12 buah. Untuk pengobatan anak
dengan malabsorbsi lemak, susu MCT telah banyak digunakan oleh berbagai klinik.

Gangguan absorbsi lemak (LCT) dibagi menjadi 4 jenis, yaitu :

1. Jenis Pankreatik

Gangguan yang menyebabkan menurunnya produksi lipase misalnya pada :

- Prematuritas

- Malnutrisi berat

- Reaksi ileum

- Blind loop syndrome

- Kistik Fibrosis

2. Jenis Hepatic

Gangguan yang menyebabkan menurunnya garam empedu didalam lumen usus,


misalnya terdapat pada :

- Imanuturitas hepar

- Malnutrisi berat

- Sirosis hati
- Bakteri tumbuh lampau (overgrowth)

3. Jenis Enterik

Gangguan yang menyebabkan kerusakan mukosa usus halus, misalnya terdapat


pada :

- Gastroenteritis

- Malnutrisi berat

- Peningkatan hasil dekonjugasi garam empedu

4. Jenis Limfatik

Gangguan yang menyebabkan menurunnya fungsi saluran limfe, misalnya


terdapat pada :

- Tuberkulosis usus

- Limfangiektasi di dinding usus

Keadaan ini akan menyebabkan diare dengan tinja berlemak (steatorea) dan
malabsorbsi lemak. Dalam keadaan sehat absorbsi LCT dari usus halus bergantung
kepada beberapa faktor, yaitu lipase pankreas, garam empedu terkonjugasi, mukosa
usus halus, dan sistem lymfe. Hidrolisis dari LCT menjadi asam lemak dan gliserida
terjadi di usus bagian atas dengan pengaruh lipase pankreas dan garam empedu
terkonjugasi yang ikut membentuk micelles yaitu bentuk lemak yang siap untuk
diabsorbsi. Sesudah masuk ke usus kecil terjadi reeesterefikasi dari asam lemak
sehingga kemudian terbentuk kilomikron yang diangkut melalui pembuluh limfe.

Pendekatan Diagnostik
Gambaran klinis berupa diare, bila pengeluaran lemak atau bertambahnya lemak
melebihi 5 gram sehari dalam tinja disebut steatorea di mana steatorea merupakan
suatu condition sine qua non untuk diagnosis malabsorbsi lemak. Prosedur paling
sederhana ialah pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis

2.1.9. Kelainan tinja secara makroskopik dan mikroskopik pada malabsorbsi


lemak

Diagnosis malabsorbsi lemak dapat ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan


tinja

Pada pemeriksaan tinja akan ditemukan kelainan berupa :

1. Makroskopis

Tanda-tanda makroskopik tinja ialah lembek, tidak berbentuk (nonformed


stool), berwarna cokelat muda sampai kuning, lengket, berkilat, kelihatan
berminyak dan berlemak.

2. Mikroskopis

Pemeriksaan ini dapat dikerjakan dengan mencampur sedikit tinja dengan


beberapa tetes air atau cat Sudan merah. Titik-titik lemak akan memisah dan
dapat dikenali dengan mudah terutama dengan pewarnaan Sudan. Tampak globul
lemak yang memenuhi setengah lapangan pandang besar. Pemeriksaan
mikroskopis lebih menentukan.

2.1.10. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis malabsorbsi lemak

Uji skrining yang paling bermanfaat untuk malabsorbsi adalah pemeriksaan mikroskopis tinja
untuk memeriksa lemak. Pemeriksaan ini dapat dikerjakan dengan mencampur sedikit tinja
dengan beberapa tetes air atau cat sudan merah. Titik-titik lemak akan memisah dan dapat
dikenali dengan mudah, terutama dengan pewarnaan sudan. Lebih dari enam sampai delapan titik
per lapang pandang besar berarti tidak normal. Titik tersebut cenderung menggerombol di tepi
tutup preparat. Penambahan asam asetat diperkirakan untuk menambah asam lemak yang
terionisasi dan menambah jumlah titik-titik yang dikenali dengan pewarnaan sudan.

Penilaian berdasarkan tiga kriteria yaitu:

1. (+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100 buah per lapangan
pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai ½ lapangan pandang.
2. (++) bila tampak sel lemak dengan jumlah lebih dari 100 per lapangan pandang atau sel
memenuhi lebih kurang ½ lapang pandang.
3. (+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapangan pandang

Uji yang lebih sensitif untuk malabsorbsi lemak adalah pengumpulan tinja 72 jam untuk
analisis lemak. Pencatatan diet selama masa ini digunakan untuk menghitung masukan lemak.
Banyak orang menggunakan riwayat diet seperti rata-rata masukan dalam 3 hari dan
pengumpulan tinja dari saat mulai sampai akhir masa ini. Absorbsi lemak dihitung dengan
mengurangkan ekskresi lemak dari masukannya dan membaginya dengan masukan lemak.
Hasilnya dikalikan dengan 100 untuk memberi hasil persentasi masukan yang diasimilasi,
disebut sebagai koefisien absorbsi lemak

Masukan lemak – ekskresi lemak


X 100
Masukan lemak

2.1.11. Pengobatan malabsorbsi lemak dengan susu yang tersedia


Pengobatan lebih ditujukan pada latar belakang penyebab terjadinya malabsorbsi
lemak kemudian untuk malabsorpsi lemaknya sendiri dapat diberikan susu
mengandung MCT.

Preparat MCT diluar negeri banyak dibuat dari kelapa :

1. Dalam bentuk bubuk : portagen, atau Tryglyde (mead Johnson), Trifood


MCT milk

2. Dalam bentuk minyak : Mead Johnson MCT oil, Trifood MCT oil

3. Mentega : Margarine onion

MUNTAH
DEFINISI

Muntah adalah proses refleks yang sangat terkoordinasi yang disebabkan oleh berbagai
rangsangan yang mengakibatkan pengeluaran isi lambung secara eksplusif melalui mulut dengan
kekuatan secara aktif akibat adanya kontraksi abdomen,pylorus,elevasi kardia,disertai relaksasi sfingter
esophagus bagian bawah.

Jenis-jenis Muntah

 Muntah Akut
Muntah akut adalah muntah yang terjadi dengan episode singkat dan onset yang tiba-
tiba.Merupakan gejala yang sering terjadi pada kasus abdomen akut dan infeksi intra maupun
extra gastrointestinal.

 Muntah Rekuren
Muntah yang terjadi paling sedikit 3 episode selama periode 3 bulan.Muntah kronis/berulang
sering merupakan factor yang penting dari gambaran klinik suatu penyakit.Karena penyakit yang
mendasari muntah kronik /berulang sering tidak jelas maka muntah kronik/berulang sering
disebut unexplained chronic vomiting.
• Muntah Kronik
Episode muntah ringan yang sering timbul yang berlangsung lebih dari 2
minggu.Penyebab yang beupa infeksi antara lain adalah kuman Helicobacter Pylori dan
kuman berupa parasit Giardia Lamblia.Penyebab lain hádala hepatitis,pancreatitis, dan
obstruksi parsial.Pada bayi dan neonatus dapat timbal akibat intoleransi formula,kelainan
metabolik,neurologis dan kelainan ginjal.

• Muntah Berulang
Merupakan suatu syndrom dengan muntah paroksismal.Keadaan ini memiliki beragam
etiologi.

PERBEDAAN MUNTAH DENGAN REGURGITASI DAN REFLUKS GASTROESOFAGUS

Regurgitasi

Regurgitasi adalah suatu pergerakan isi lambung melalui esophagus dan mulut bayi,disebabkan
oleh inkompetensi sfingter kardiogastroesofageal atau dapat pula karena memanjangnya waktu
pengosongan lambung.Keadaan ini sering dijumpai 12-18 bulan pertama kehidupan.Regurgitasi dapat
terjadi setiap hari setelah beberapa kali pemberian makanan dan akan berhenti dengan sendirinya seiring
dengan bertambahnya usia.Pada keadaan ini tidak terjadi mual.

Refluks Gastroesofageal (RGE)

Definisi

Merupakan kembalinya isi lambung ke dalam esophagus secara pasif yang disebabkan terjadinya
hipotoni atau disfungsi esophagus bagian distal,posisi abnormal sambungan esophagus dengan kardia.

Secara klinis kadang-kadang sulit membedakan refluks dari muntah.Perbedaan utamanya adalah
refluks terjadi secara pasif sedangkan muntah secara aktif (mengeluarkan isi lambung lewat mulut secara
paksa).

Patofisiologi
Pada neonatus RGE disebabkan oleh tonus otot L.E.S belum sempurna dan panjang esophagus
belum maksimal.RGE merupakan keadaan yang penting karena dapat menimbulkan gangguan
pertumbuhan,infeksi saluran nafas berulang bahkan kadang menimbulkan kematian mendadak pada bayi
(Sudden infant death syndrome).Menurut para ahli, RGE paling banyak disebabkan oleh ketidakmampuan
L.E.S untuk menahan isi lambung,oleh karena rendahnya tekanan L.E.S.

Episode RGE jarang pada waktu tidur.Hal in dipengaruhi pengosongan dari lambung pada waktu
tidur.Waktu tidur pengosongan lambung dan aktifitas menelan lebih lambat.RGE juga dipengaruhi oleh
posisi tidur.Posisi tengkurup dengan kepala lebih tinggi menurunkan frekuensi RGE.Disamping itu
pengaruh pH dari esofagus sangat berperan.Bila didapatkan pH < 4 yang diukur dalam 24 jam,akan
merangsang peningkatan peristaltik esofagus sehingga meningkatkan insidens RGE.

Manifestasi Klinis

Pada minggu pertama kasus RGE mencapai 80 % sedangkan pada usia 1-6 minggu adalah 10
%,dan pada bayi berusia lebih dari 6 minggu hanya 1%.

Gejala Klinis : “muntah” tidak proyektil,bila isi lambung mempunyai pH rendah (<4)
menimbulkan gejala disfagia atau perdarahan pada esophagus,failure to thrive,pneumonia karena aspirasi
pneumonia,fistula esophageal.Pada RGE berat sering terdapat head cocking,anemia defisiensi besi
(sindroma Sandifer).

Diagnosis

 Fluoroskopi dengan kontras barium


 Sebelum pemeriksaan ,pemberian makanan dan minuman
dikurangi,sedangkan pada anak yang lebih besar harus puasa (7-8
jam),gerakan anak juga dikurangi.
 Dalam posisi tidur,barium diberikan sedikit demi sedikit memakai
NGT.Pada bayi bisa dengan memakai botol susu.
 Setelah 1/3 dari total barium habis,dilakukan pemotretan dengan sinar
roentgen untuk mengevaluasi keadaan lambung dan
duodenum,pylorus,dan melihat fungsi sfingter gastroesofageal dengan
mengganti-ganti posisi miring ke kiri dan ke kanan.

 pH esogafus
 Dilakukan 2 jam setelah makan.Dasar dari perubahan pH adalah terjadinya
refluks asam dari cairan lambung.
 Melalui NGT dimasukan cairan HCl 0,1 n sebanyak 300cc/1,72m2,kira-
kira 3 cm dibawah L.E.S.Kepekaan tes ini adalah 85%.

 Radio Nuclide Gastro Esofagografi


 Dilakukan dengan Gastro esophageal scintigrafi dengan mempergunakan
“technetium 99m sulfur colloid”. Prinsip utama pemeriksaan ini adalah untuk
melihat koordinasi mekanisme aktifitas menelan.
 -Diberikan secara oral,kemudian dimonitor dengan gamma kamera.
 -Adanya aspirasi paru dinyatakan dengan adanya radioaktifitas positif pada
paru.Kepekaannya 70-80%.

 Biopsi
Pada RGE didapatkan proliferasi lapisan basal esofagus yang meningkat.

 Esofageal Manometer
Mengukur waktu pengosongan lambung. Dievaluasi 3-4 jam setelah makan. Penelitian pada bayi
berusia 7-14 bulan, dengan pemberian makanan yang ditambahkan 100uTc culfur koloid,ternyata
didapatkan pengosongan lambung penderita RGE ± 1 jam.

Penatalaksanaan

 Terapi suportif
Meliputi pengukuran asupan diet (contoh:hindari pemberian makanan bayi yang mengandung
asam,kafein,minuman yang mengandung bikarbonat) dan mengatur posisi bayi.Bayi dengan RGE
hatus ditidurkan telungkup dengan posisi kepala lebih tinggi.Setelah mnetek bayi digendong setinggi
payudara ibu,dengan muka menghadap dada ibu.Hal ini menyebabkan bayi tenang sehingga
mengurangi refluks.

 Farmakoterapi
 Antasid, sodium alginate.
 Cisapride, betanecol, metoklopramid, eritromisin. (obat prokinetik).
 Cimetidine, Ranitidine, Famotidine. (Antagonis reseptor histamine H2).
 Omeprasol, Lansoprasol (inhibitor pompa proton).

 Terapi bedah
The Nissen fundoplication adalah prosedur pembedahan anti refluks paling umum pada anak-anak
penderita RGE.Prosedur ini melibatkan penjahitan lipatan fundus di sekitar esophagus untuk
memperbaiki hiatus hernia atau peningkatan tekan L.E.S.

ETIOLOGI

PENYEBAB MUNTAH PADA NEONATUS

ORGANIK NON-ORGANIK

TRAKTUS EKSTRA SISTEM SARAF


GASTROINTESTINAL GASTROINTESTINAL PUSAT

Obstruksi 1.Insufisiensi ginjal 1.Edema serebri 1.Darah ibu tertelan

Intrinsik: 2.Obstruksi uretra 2.Peninggian TIK 2.Iritasi lambung karena


cairan amnion
1. Atresia/stenosis
esophagus
2. Polip
3. Lactobezoar
4. Mekoneum ileus
5. Sumbatan mekoneum
6. Penyakit
Hirschprung
7. Stenosis Pilorus
Ekstrinsik: 3.Hiperplasi adrenal 3.Efusi subdural 3.Teknik pemberian
makan salah
1. Malrotasi usus
2. Divertikulum
Meckeli
3. Duplikasi usus
4. Hernia
Diafragmatika
5. Pankreas anulare
6. Kista mesenterium
Non-Obstruksi 4.Sepsis 4.Hidrosefalus 4.Obat

1.Chalasia 5.Kelainan metabolik:

Galaktosemia

Hiperkalsemia

2.Perforasi Lambung

PENYEBAB MUNTAH PADA BAYI

ORGANIK NON-ORGANIK
TRAKTUS EKSTRA SISTEM SARAF
GASTROINTESTINAL GASTROINTESTINAL PUSAT

Obstruksi 1.Pertusis 1.Meningitis 1.’Possetting’

1.Antral web 2.Tonsilofaringitis 2.Ensefalitis 2.Pemberian makan

a.terlalu banyak

b.makanan padat
terlalu dini.

c.perawatan setelah
makan yang salah.

2.Stenosis pylorus 3.Otitis Media Akut 3.Peninggian TIK 3.Aerofagi

3.Intususepsi 4.Uremia 4.Mabuk Perjalanan

4.Hiatus hernia 5.Asidosis 5.Obat/racun

5.Duplikasi usus 6.’Inborn errors of


metabolism’

Non-Obstruksi

1.Esofagus pendek

2.Ulkus Peptikum

3.Penyakit Coeliac

4.RGE

5.Apendisitis

6.Peritonitis

PENYEBAB MUNTAH PADA ANAK

ORGANIK NON-ORGANIK

TRAKTUS EKSTRA SISTEM SARAF


GASTROINTESTINAL GASTROINTESTINAL PUSAT

Obstruksi 1.Tonsilofaringitis 1.Peninggian TIK 1.’Excitement’

1.Intususepsi 2.Otitis Media Akut 2.Epilepsi perut 2.Anxietas,ketakutan

2.Obstruksi usus 3.Pertusis 3.Hidrosefalus 3.Menarik perhatian


Non-Obstruksi 4.Pyelonefritis 4.Sugesti

1.Apendisitis 5.Torsio testis 5.Post nasal drip

6.Asidosis 6.Mabuk perjalanan

7.Uremia

8.’Inborn errors of
metabolism’

PATOFISIOLOGI MUNTAH

Muntah merupakan respon refleks simpatis terhadap berbagai rangsangan yang melibatkan
aktivitas otot perut dan pernafasan.Pada saat muntah terjadi respon yang berlawanan dari keadaan normal,
dimana tonus sfingter esophagus bawah, fundus, dan korpus menurun sedangkan peristaltik antrum,tonus
pylorus dan duodenum meningkat, proses ini dikoordinasi oleh pusat muntah di dalam medulla (Nucleus
Salitarius),yang dipengaruhi langsung oleh inervasi serabut aferen.Impuls diteruskan baik oleh aferen
maupun oleh simpatis ke pusat muntah bilateral.Reaksi motorik yang tepat kemudian menimbulkan
terjadinya muntah.Impuls motorik yang menyebabkan muntah ini ditransmisikan dari pusat muntah
melalui saraf kranialis V,VII,IX,X, dan XII ke traktus gastrointestinalis atas dan melalui saraf spinalis ke
diafragma dan otot abdomen.

Obat-obatan tertentu dapat mencetuskan muntah dengan mengaktifkan chemoreceptor trigger


zone(CTZ),yang terletak di dasar ventrikel keempat.Muntah yang timbul akibat perubahan gerak yang
cepat diperkirakan berlangsung melalui perangsangan trigger zone ini.Impuls dari pusat-pusat otak yang
lebih tinggi di korteks dan peningkatan tekanan intrakranium juga dapat menyebabkan muntah.Muntah
proyektil terjadi bila pusat muntah dirangsang secara langsung.

Proses muntah dibagi menjadi 3 fase berbeda,yaitu:

1. Fase Nausea
Merupakan sensasi psikis yang dapat ditimbulkan akibat rangsangan pada organ dalam.
Keadaan ini merupakan pendahulu muntah tapi tidak selalu diikuti oleh retching atau muntah.

Pada tahap awal dari perangsangan gastrointestinal atau distensi yang berlebihan,
antiperistaltis mulai terjadi. Antipertaltis dapat terjadi dimulai sejauh traktus intestinalis seperti ileum,
dan gerak gelombang antiperistaltis bergerak ke belakang naik ke usus halus dengan kecepatn 2-3
cm / detik. Proses ini benar-benar dapat mendorong isi usus seluruhnya kembali ke duodenum dan
lambung dalam waktu 3-5 menit.

Ditandai dengan berkeringat dingin, pucat, hipersalivasi, takikardia, pernafasan dalam,


pylorus membuka, kontraksi duodenum dan jejunum. Saat ini dapat terjadi regurgitasi dari usus ke
lambung.

2. Fase Retching
Merupakan fase di mana terjadi gerak nafas spasmodic dengan glottis tertutup,bersamaan
dengan adanya usaha inspirasi dari otot dada dan diafragma sehingga menimbulkan tekanan
intratoraks yang negative.

KONTRAKSI LAMBUNG  SFINGTER ESOFAGUS DISTAL MEMBUKA,


PROXIMAL MASIH MENUTUP  INSPIRASI DENGAN KONTRAKSI
DIAFRAGMA  TEKANAN INTRATORAKS (-)  RELAKSASI OTOT DINDING
PERUT DAN LAMBUNG  CHYME YANG SUDAH MASUK KE ESOFAGUS
KEMBALI KE LAMBUNG.

3. Fase Emesis (Ekspulsi)


Terjadi bila fase retching mencapai puncaknya yang ditandai dengan kontraksi kuat otot
perut, diikuti dengan bertambah turunnya diafragma, disertai dengan penekanan mekanisme anti
refluks. Pada fase ini,pylorus dan antrum berkontraksi,fundus dan esophagus relaksasi,dan mulut
terbuka.Pada fase ini terjadi tekanan intratorakal (-), tekanan intra abdominal (+).

INSPIRASI DALAM DENGAN KONTRAKSI DIAFRAGMA  OTOT DINDING


PERUT BERKONTRAKSI  KONTRAKSI OTOT FARING  MENUTUP GLOTIS &
NARES POSTERIOR  ANTIPERISTALTIK PADA LAMBUNG  PYLORUS
MENUTUP  FUNDUS & ESOFAGUS TERBUKA  MULUT TERBUKA 
MUNTAH.

KOMPLIKASI
1. Dehidrasi
Dehidrasi dapat terjadi jika asupan air dan elektrolit sangat berkurang sekali / kehilangan air
dan elektrolit sangat berlebihan atau cepat, tubuh tidak dapat melakukan kompensasi dengan adekuat.

Gejala-gejala dehidrasi yaitu rasa haus, berat badan turun, kulit, bibir, lidah kering, saliva
menjadi kental. Turgor kulit dan tonus berkurang. Anak menjadi apatis, gelisah, kadang-kadang
disertai kejang.

Dehidrasi berdasarkan derajatnya dibagi menjadi :

 Dehidrasi ringan, bila kehilangan cairan mencapai 5% berat badan.


 Dehidrasi sedang, bila kehilangan cairan antara 5-10% berat badan
 Dehidrasi berat, bila kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan

2. Alkalosis
Terjadi karena tubuh kehilangan ion hidrogen,klorida, dan kalium dari lambung akibat
muntah.

Gejala : Pernafasan dangkal dan lambat (hipoventilasi) sebagai kompensasi untuk


mempertahankan pH darah tetap normal. Rasa mual dan sering muntah. Mungkin terjadi karena
ionisasi Ca berkurang bila pH naik. Kesadaran dapat menurun sampai stupor, parestesia dan pada
anak besar mungkin didapatkan keluhan nyeri kepala.Terjadi penurunan curah jantung.

3. Ketosis
Gejala : Bau napas seperti buah-buahan,urin berbau buah.

4. Asidosis
Asidosis merupakan ketosis yang berlangsung lama.Asidosis terjadi karena kehilangan basa
( HCO3) atau penambahan asam kuat (ion H) yang berlebihan dalam darah akibat produksi ion H atau
penurunan ekskresi ion H.
Gejala : Apatis atau gelisah, kadang-kadang koma. Hiperventilasi dan hiperpnu (pernafasan
Kussmaul), kulit kering, bibir berwarna merah buah cherry, nafas mungkin berbau aseton. Anak besar
mengeluh mual, nyeri perut dan nyeri kepala.

5. Renjatan(Syok)
Gejala: takikardi (70/180), sebagai upaya kompenasasi jantung untuk memenuhi cairan
organ-organ perifer. Akral dingin, karena pembuluh-pembuluh darah organ perifer mengalami
konstriksi sehingga muncul sensasi dingin pada ujung jari tangan dan kaki. Kesadaran menurun.
Takipnea.Hipotensi.

6. Gagal Tumbuh
Muntah yang berulang dan hebat akan menyebabkan gangguan gizi oleh karena intake
menjadi sangat berkurang dan bila hal ini tejadi cukup lama, maka akan terjadi kegagalan tumbuh
kembang.

Gejala: Terdapat hambatan perkembangan, berat badan dibawah rata-rata anak seusianya,
kemungkinan adanya retardasi mental.

7. Sindrom Mallory-Weiss
Merupakan herniasi fundus melalui hiatus pada fase retching dan ekspulsi kadang-kadang
dapat menimbulkan robekan-robekan longitudinal pada mukosa. Keadaan ini ditandai dengan bahan
muntahan yang mengandung darah setelah beberapa siklus retching dan ekspulsi. Diagnosis dapat
ditegakan dengan pemeriksaan endoskopi dan kelainan ini biasanya sembuh tanpa komplikasi

ANAMNESIS

Muntah dapat merupakan manifestasi awal dari berbagai penyakit.Karena itu sangatlah penting
melakukan pendekatan untuk mengidentifikasi masalah yang sebenarnya.Rusdi Ismail,Hanariah Wahyu
dan Soebijanto menyusun rangkaian pertanyaan yang dapat memudahkan penegakan diagnosis yang tepat
dan terapi yang adekuat,sebagai berikut:
1. Usia dan jenis kelamin.
2. Tentukan, apakah yang dihadapi : spitting, regurgitasi, atau muntah.
3. Kapan mulai muntah
4. Derajat/ beratnya muntah, kekuatannya (proyektil/bukan).
5. Bagaimana keadaan gizi/ kesehatan anak : apakah anak menjadi kurus atau penambahan berat
badab normal.
6. Adakah faktor predisposisi (biasanya dapat dikenali orang tua) yang menyebabkan timbulnya
muntah.
7. Apakah ada penyakit lain yang menyerang anak: seperti hidrosefalus, intoleransi susu, riwayat
operasi abdomen, dll.
8. Bgaimana bentuk/isi muntahan: apakah seperti susu/makanan asal (isi dari esophagus), telah
berupa susu yang menggumpal (isi lambung) atau mengandung empedu (isi duodenum) dan
adakah darah.
9. Saat muntah berhubungan dengan saat makan atau minum.
10. Apakah perubahan posisi tubuh mempengaruhi kejadian muntah.
11. Diperlukan informasi tentang asupan/ diet; kualitas, kuantitas dan frekuensi makan,penting
terutama pada anak kecil.
12. Bagaimana teknik pemberian minum.
13. Bagaimana kondisi psikososial di rumah: bagaimana sifat ibu,ayah, apakah pencemas, apakah ada
nenek yang sering mengomel.
14. Riwayat penyakit keluarga.

PENDEKATAN ETIOLOGI BERDASARKAN GEJALA

 Isi muntahan.
• Makanan yang belum dicerna : Achalasia
• Darah atau coffee ground : Gastritis, Ulkus, Esofagitis
• Sebelumnya tanpa darah, kemudian disrtai darah : Sindrom Mallory-Weiss
• Empedu: Obstruksi post ampula, Intususepsi.
• Jernih, banyak : Sindrom Zollinger-Ellison
• Bau busuk/ fekal : Stasis dengan bakteri tumbuh lampau, Fistula gastrokolika,
Iskhemia usus.
 Kekuatan muntah.
• Proyektil : Stenosis pylorus dan obstruksi lain.
• Meleleh : RGE
 Berhubungan dengan waktu atau waktu makan .
• Pagi-pagi : Peninggian TIK, Sekresi sinusitis.
• Waktu makan : Ulkus peptikum, Psikologis.
 Berhubungan dengan makanan tertentu.
• Susu sapi, kedelai, gluten : Intoleransi susu/protein.
• Lain-lain : Alergi, Enteropati, Gastroenteropati eosinofilik, Penyakit metabolik
(intoleransi fruktosa bawaan).
 Muntah berulang
• Siklik paroksismal: Karsinoid, Feokromositoma, Porfiria, Sindroma diensefalik,
Epilepsi, Disautonomia familier.
 Gejala lain/tanda gastrointestinal.
• Tanpa nausea: Peningggian TIK, Obstruksi usus.
• Nyeri esophageal: Esofagitis
• Disfagi: Penyakit esophagus.
• Diare: Enteritis, Obstruksi lumen parsial, Toksin.
• Konstipasi atau distensi: Obstruksi lumen parsial, Hiperkalsemia.
• Muntah lama setelah makan, succusion splash: obstruksi/ stasis pada gaster.
• Peristaltik nyata terlihat: Obstruksi luminal, khususnya stenosis pilorus.
• Nyeri abdomen: Penyakit pada organ
• Jaringan parut pada abdomen : Adhesi atau Stenosis post operatif.
• Mekonium tidak keluar dalam 24 jam : Penyakit Hirschprung dan Ileus
Mekonium.
 Gejala/tanda neurologist,toksis,penyakit susunan syaraf.
• Pusing, vertigo, kelainan penglihtan (fotofobia, scotoma, visus terbatas)
• Tonus abdomen,kejang-kejang.
• Ubun-ubun menonjol: Peninggian TIK

TIGA PENYEBAB TERSERING DARI MUNTAH


1. Stenosis Pilorus Hipertrofi.
Kelainan pada otot pilorus yang mengalami hipertrofi pada lapisan sirkulernya.Kejadian ini
banyak diwarikan dari orangtuanya.Ibu yang menderita SPH akan memiliki kecenderungan 4 kali
lebih besar melahirkan anak yang menderita SPH.Lebih sering terjadi pada anak laki-laki lebih
besar daripada anak perempuan (4 : 1).Insiden SPH juga terlihat meningkat pada bayi dengan
golongan darah B dan O.Meskipun diagnosis SPH sudah dapat ditegakan beberapa hari setelah
lahir,tapi gejalanya baru terlihat jelas setelah berumur 3-6 minggu.

2. Intususepsi (Invaginasi).
Intususepsi terjdi jika suatu bagian saluran cerna dimasuki oleh segmen bagian bawahnya.Sering
ditemukan pada anak-anak antara usia 3 bulan sampai 6 tahun.Jarang ditemukan sebelum umur 3
bulan dan ferkuensi menurun setelah 36 bulan.Lebih sering terjadi pada anak laki-laki
(4:1).Beberapa intususepsi akan membaik spontan,tapi ada juga yang bila tidak diobati dapat
menyebabkan kematian.

3. Obstruksi Usus Halus


Terjadi karena gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus.Penyebab gangguan ini
bisa bermacam-macam.

TANDA KLINIS DARI MASING-MASING PENYEBAB MUNTAH

1. Stenosis Pilorus Hipertrofi


 Setiap habis minum/makan dalam waktu yang tidak lama akan muntah.Jenis muntahan:
 Isi : tanpa empedu,kadang ada kandungan darah (jika kapiler pada mukosa
gaster akibat gastritis).
 Kekuatan muntah : Bisa menyembur bisa tidak
 Waktu : Segera setelah makan/minum.
 Frekuensi : Setiap kali makan atau bisa intermitten.
 Muntah biasanya mulai setelah umur 3 minggu (gejala paling awal umur 1
minggu,paling lambat umur 5 bulan)

 Setelah muntah,bayi akan merasa lapar dan haus.


 Bayi terlihat makin lama maki kurus.
 Karena sering muntah terjadi kehilangan cairan,ion H dan Cl secara progresif.
 Konstipasi akibat sedikitnya cairan yang dapat melewati pilorus menuju usus halus.
 Dengan palpasi ditemukan massa kenyal,bisa digerakan panjangnya sekitar 2 cm
berbentuk seperti buah zaitun.

2. Intususepsi (Invaginasi)
 Anamnesis memberkan gambaran yang cukup mencurigakan bila bayi yang sehat dan
eutrofis sekonyong-konyong mendapatkan nyeri perut.
 Anak tampak gelisah dan tidak dapt ditenangkan.Diantara serangan anak dapat tidur
tenang karena kelelahan.
 Makin lama bayi menjadi lesu.
 Syok dengan kenaikan suhu tubuh sampai 410C, nadi lemah dan kecil,pernafasan dangkal
dan ngorok.
 Muntah terjadi pada fase awal.Pada fase lanjut muntah disertai empedu.
 Tinja dengan gambaran normal dapat dikeluarkan beberapa jam pertama setelah
timbulnya gejala.Setelah itu pengeluaran tinja sedikit bahkan tidak ada.
 60% bayi akan mengeluarkan tinja bercampur darah berwarna merah mukus,tinja jeli
kismis.
 Pada palpasi ada massa berbentuk sosis (kadang-kadang sulit ditemukan).Massa ini
mungkin membesar dan mengeras.Paling sering terdapat di abdomen sebelah kanan atas.
3. Obstruksi Usus Halus
 Terjadi pada hari pertama kelahiran sering menetap.
 Anak menangis secara periodik karena nyeri kolik akibat hiperperistaltik.
 Muntah.Jenis muntahan:
 Isi : Empedu
 Warna : Hijau
 Jumlah : Banyak
 Frekuensi : Lebih sering jika obstruksi terjadi pada usus halus bagian atas.
 Tidak flatus dan defekasi karena ada halangan pasase.
 Ada pembesaran perut (kembung hanya terbatas pada epigastrium) ini terjadi karena ada
kelebihan cairan usus dan gas dalam usus.

PEMERIKSAAN PENUNJANG UNTUK MENEGAKAN DIAGNOSIS PENYEBAB MUNTAH

1. Stenosis Pilorus Hipertrofi

Pemeriksaan penunjang:
 Pemeriksaan radiologik memakai kontras barium.
 Pemeriksaan USG abdomen.
2.Intususepsi

Pemeriksaan penunjang :

 Foto polos abdomen memakai kontras barium.


 Colok dubur
3.Obstruksi Usus Halus

Pemeriksaan penunjang:

 Foto polos abdomen

INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.Stenosis Pilorus Hipertrofi

• Foto polos abdomen dengan kontras barium ditemukan saluran pilorus yang
memanjang,penonjolan otot pilorus ke dalam antrum dan kanalis pilorus seperti
dawai ( string sign ) yang menandakan adanya penyempitan pilorus
(PATOGNOMONIK).
• Kriteria diagnostik dengan USG abdomen adalah penebalan otot pilorus lebih dari 4
mm atau panjang pilorus keseluruhan lebih dari 14 mm.USG abdomen memiliki
sensitivitas 90%
2.Intususepsi

• Foto polos abdomen dengan kontras barium dapat menunjukan padatan di daerah
intususepsi.Enema barium akan menunjukan defek pengisian atau bentuk seperti
mangkuk diujung barium.Kolom barium linier di tengah dapat terlihat pada lumen
intususeptum yang tergencet dan tepi tipis barium mungkin juga terlihat terperangkap
di sekitar usus yang masuk di lipatan mukosa di dalam intususipien (tanda cincin
spiral).
• Pada colok dubur ditemukan adanya lendir darah di jari ketika jari ditarik.
3.Obstruksi Usus Halus

• Pada foto polos abdomen tampak kelok-kelok usus halus yang


melebar,mengandung cairan dan banyak udara sehingga memberi gambaran batas
cairan yang jelas.

TATALAKSANA

1. Melakukan terapi suportif muntah.


Orangtua dapat melakukan pertolongan pertama pada saat anak muntah dengan cara :

o Anak diberi minum secara bertahap, mencegah agar anak tidak tersedak dengan
cara memiringkan kepala bila anak muntah,
o Menghindari makanan padat sampai muntah hilang, istirahat.
o Segera ke dokter untuk berkonsultasi jika muntah terus berlanjut.
o Jika muntah dan diare berlanjut, seorang anak atau bayi dapat menderita
kekurangan cairan (dehidrasi) sehingga sebaiknya anak diberikan cairan rehidrasi
seperti oralit ataupun pemberian secara parenteral.
o Minuman lain seperti Cola, Juice buah tidak dapat mengganti cairan dan elektrolit
yang keluar saat muntah.
o ASI tetap diberikan bagi bayi yang masih mendapat ASI.

Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk mencegah muntah pada bayi atau anak
yaitu :

o Hidup bersih dan sehat


o Mengurangi minum soda
o Tidak makan dan bermain pada waktu bersamaan
o Posisi kepala bayi lebih tinggi pada saat minum
o Sendawakan bayi setelah minum

2. Melakukan pemberian medikamentosa anti muntah

Jangan memberikan obat anti muntah karena hanya bersifat penyembuhan semu
(muntah berhenti sementara faktor penyebab masih ada di dalam tubuh)

o Metoklorpramid 0,5 mg/kg/hari


Metoklorpramid memperkuat tonus sfingter esophagus distal dan meningkatkan
amplitudo kontraksi esophagus. Efek ini lebih besar pada orang sehat dibanding
pada penderita refluks esophagus. Obat ini diindikasikan pada berbagai gangguan
saluran cerna dengan gejala mual, muntah, rasa terbakar di ulu hati dan gangguan
cerna.
o Domperidone (oral) 0,3 mg/kg 4x/hari
obat ini diindikasikan pada mual dan muntah, jadi efek obat ini secara klinis
sangat mirip metoklopramid. Obat ini mencegah refluks esophagus bagian bawah.
o Ondansetron (IV) 0,15 mg/kg 3x/hari
(IV kontinu) 0,45 mg/kg/hari (maks 24-32 mg/hr)
(oral) 4-8 mg 2-3x/hari
Ondansetron digunakan untuk mengatasi mual, muntah pada pengobatan kanker
dengan radioterapi dan sitostika. Kemungkinannya mereka tidak akan muntah saat
diberi obat tersebut, namun jika obat tersebut tidak diberikan lagi, mereka
kembali akan muntah.
o Cisapride 0,2 mg/kg/hari
o Promethazine (oral) 0,5 mg/kg 4x/hari
o Granisetron (IV) 10-20mcg/kg2-3x/hr 1 mg 2x/hari (oral)
o Dexamethasone (oral) 5 mg/m2 3x/hari
o Antihistamin : Prometazin 0,5 mg/kgbb/hari
o Antikolinergik
o Fenotiazin : proklorperazin 0,25 mg/kg/hari)
Melakukan terapi muntah sesuai penyebabnya.

1. Stenosis Pilorus Hipertrofi

a.Terapi Pra-bedah

Ditujukan langsung pada koreksi cairan, asam basa, dan kehilangan elektrolit.Pemberian cairan
intravena dimulai dengan 0,45-0,9% NaCl,dalam 5-10% dekstrosa.Terapi
cairan harus dilanjutkan sampai bayi mengalami rehidrasi dan kadar bikarbonat
serum kurang dari 30 mEq/dl, yang menyatakan bahwa alkalosis sudah
terkoreksi.Koreksi terhadap alkalosis sangat penting untuk mencegah apnea
pascabedah,yang mungkin merupakan akibat dari anestesi.Kebanyakan bayi
bisa berhasil rehidrasi dalam waktu 24 jam.

b.Terapi Pembedahan

Prosedur bedah pilihan adalah piloromiotomi Ramstedt.Prosedur ini dilakukan melalui insisi
pendek melintang atau dengan laparoskopi.Massa pilorus dibawah mukosa
dipotong tanpa memotong mukosa dan irisan ditutup kembali.Muntah
pascabedah bisa terjadi pada 50% bayi dan diduga akibat edema pilorus di
tempat insisi.Namun, pada kebanyakan bayi pemberian makanan dapat
dilakukan 12-24 jam sesudah pembedahan dan diteruskan sampai makanan oral
rumatan dalam 36-48 jam sesudah pembedahan.Muntah yang menetap
menunjukan suatu piloromiotomi yang tidak sempurna.
c.Terapi Medik Konservatif

Dengan pemberian makanan sedikit-sedikit juga diberikan atropin.Hal ini pernah dilakukan di
masa tetapi perbaikannya lambat.

2.Intususepsi (Invaginasi)

a.Terapi Konservatif

Reduksi intususepsi merupakan prosedur gawat darurat yang harus dilakukan segera setelah
diagnosis dan setelah selesai persiapan cepat untuk operasi dengan dan darah
untuk syok serta elektrolit untuk mengganti cairan yang hilang.Pada lebih dari
75% kasus bila tidak ada tanda-tanda syok,kelemahan,perforasi usus,
pneumatosis usus, atau peritonitis,maka reduksi intususepsi dapat dilakukan
dengan tekanan hidrostatik.Reduksi hidrostatik ini dilakukan dengan enema
barium.Pengelolaan berhasil jika barium masuk ke ileum.

Cara lain adalah reduksi pneumostatik dengan tekanan udara makin sering digunakan karena
lebih aman dan hasilnya lebih baik daripada reposisi hidrostatik.
b.Terapi Operatif

Jika reposisi konservatif tidak berhasil,terpaksa diadakan reposisi operatif.Sewaktu operasi akan
dicoba reposisi manual dengan mendorong invaginatum dari oral kearah sudut
iliosekal.

3.Obstruksi Usus Halus

Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan


cairan,menghilangkan peregangan dan muntah dengan melakukan intubasi
nasogastrik dan dekompresi,memperbaiki syok (bila ada),dan menghilangkan
obstruksi untuk memulihkan kontinuitas dan fungsi usus kembali normal.

KONSTIPASI

DEFINISI

Konstipasi didefinisikan sebagai defekasi yang sulit atau jarang. Karena frekuensi berdefekasi
berbeda beda pada setiap orang, maka definisi ini bersifat relative tergantung pada konsistensi tinja,
frekuensi buang air besar dan kesulitan keluarnya tinja. Pada anak normal yang hanya buang air besar
setiap 2 – 3 hari dengan tinja yang lunak tanpa kesulitan bukan disebut konstipasi. Namun buang air besar
setiap 3 hari dengan tinja yang keras dan sulit keluar, sebaiknya dianggap konstipasi. Konstipasi kronik
didefinisikan sebagai gangguan gastointestinalis yang terdiri dari tinja yang keras, defekasi yang kurang
dari 3 x per minggu, ketidak mampuan mengeluarkan tinja yang keras maupun lunak yang berlangsung
lebih dari 6 minggu.
ETIOLOGI

Non Organik juga dikenal sebagai kebiasaan atau konstipasi psikogenik.

(fungsional)

Organik

Organic intestinal: Organic obat – Organic metabolic: Organic Organic


obatan: neuromuscular: psikiatri:

• penyakit • Narkotik • dehidrasi • retardasi psikomotor • anoreksia


Hirschprung • Antidepresan • Fibrosis kistik • Tidak ada otot perut nervosa
• Stenosis • Psikoaktif (setara ileus • Distrofi miotonik
anorectal (thorazi) mekonium) • Lesi tulang belakang
• Striktur • Vinkristin • Hipotirodisme ( tumor, spina bifida,
• Volvulus • • Hipokalemia diastematomielia)
• Pseudo- • Asidosis tubular • Amiotonia congenital
obstruksi ginjal
• Penyakit chagas Hiperkalsemia

Bila konstipasi disebabkan oleh penyakit organic, biasanya terdapat pada bayi muda, sedang pada
anak yang lebih tua konstipasi kronik jarang berkaitan dengan penyakit organic. Masalah psikologis dapat
menempati factor penyebab, namun pada kebanyakan kasus kelainan emosional, bila berat, lebih
merupakan akibat cacat yang terjadi pada suatu penyakit atau akibat suatu pengobatan.

PATOGENESIS

Defekasi dapat menjadi sulit apabila tinja mengeras dan kompak. Hal ini terjadi apabila individu
mengalami dehidrasi atau apabila tindakan buang air besar ditunda yang memungkinkan lebih banyak air
yang diserap keluar tinja sewaktu tinja berada diusus besar. Diet berserat tinggi mempertahankan
kelembaban tinja dengan cara menarik air secara otomatis kedalam tinja dan dengan merangsang
peristaltic kolon melalui peregangan. Dengan demikian orang yang makan makanan rendah serat atau
makanan yang sangat dimurnikan beresiko lebih besar mengalami konstipasi. Olahraga mendorong
defekasi dengan merangsang GI secara fisik. Dengan demikian, orang yang sehari harinya jarang
bergerak beresiko lebih tinggi mengalami konstipasi.

Rasa takut akan nyeri pada waktu berdefekasi dapat menjadi stimulus psikologis bagi seseorang
untuk menahan buang air besar dan dapat menyebabkan kelambatan defekasi. Aktivitas simaptik
meningkat pada individu yang mengalami stess lama. Obat obat tertentu misalnya antasida dan opiat juga
dapat menyebabkan konstipasi.

Trauma korda spinalis, sklerosis multiple, neoplasma usus dapat meyebabkan konstipasi. Suatu
penyakit yang ditandai oleh disfungsi pleksus mienterikus diusus besar, yang disebut penyakit
hirschprung (mega kolon congenital) juga menyebabkan konstipasi. Pada penyakit ini, bagaian kolon dari
paling distal samapi pada bagian usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion
para simpatik intramural. Bagian kolon intra mural itu tidak dapat mengembang sehingga tetap sempit
dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan melebar oleh
tinja yang tertimbun membentuk mega kolon.

Konstipasi cenderung menetap dengan sendirinya, apapun penyebabnya tinja yang besar dan
keras didalam rectum menjadi sulit dan sakit bila dikeluarkan, jadi lebih sering terjadi retensi dan
kemudian terbentuklah suatu lingkaran setan. Distensi rectum dan kolon mengurangi sensitivitas reflek
defekasi dan efektifitas peristaltic. Ahkirnya cairan dari kolon proksimal dapat menapis disekitar tinja
yang keras dan keluar dari rectum tanpa terasa oleh anak. Gerakan usus yang tidak disengaja (encopresis)
mungkin keliru dengan diare.
PATOFISIOLOGIS TERJADINYA KONSTIPASI

Feses yang tidak


dikeluarkan

Retensi feses lebih


lanjut +/- soiling Distensi rectum

Takut dan
menahan defekasi
Reflek atau
keinginan defekasi
tertekan

Nyeri +/- fisura

Tidak ada
keinginan defekasi

Feses keras

Absorbsi air dan


feses
MANIFESTASI KLINIS

Suatu riwayat klinis yang dilakukan secara hati hati, dapat membedakan antara kedua penyebab
pada penderita konstipasi, yang itu konstipasi fungsional atau mekanis (hirschprung dan lainnya).
Penderita dengan gejala hirschprung yang khas akan terjadi setelah lahir, terdapat gengguan pasase feses
yang spontan bila lebih dari 48 jam mekonium belum keluar maka diduga penyakit hirschprung. Diare
sebagai akibat enterokolitis yang terjadi pada hirschprung dapat terjadi setiap saat, apalagi bila terjadi
pula CSBS (Contaminated Small Bowel Sindrome). Enterokolitis antara lain disebabkan oleh bakteri yang
tumbuh berlebihan pada daerah kolon yang iskemik akibat distensi berlebihan dindingnya. Pemeriksaan
rectal dapat menemukan lesi stenosis atau dugaan penyakit hirschprung yaitu rectum yang kosong dan
pendek dan bila jari jari dikeluarkan, keluarlah gush yang tipik dari cairan atau gas.

Konstipasi fungsional biasanya mulai setelah anak berumur lebih dari 2 tahun. Mula malu keluar
feses yang besar, namun demikian besarnya sehingga menghalangi atau sukar keluar. Kelainan
neurologis, terutama yang mengenai medulla spinalis dapat terjadi, namun peranan obat obat seperti obat
anti kolinergis atau opiate mungkin dapat merupakan penyebabnya.Bila penyebabnya hipotirodisme,
penemuan klinis dapat ditemui: disamping konstipasi, ditemukan hoarse cry dan hernia umbilikalis yang
terjadi perlahan lahan. Pada umur yang lebih lanjut dapat terjadi poliuri, polidipsi, fisura ani yang dapat
berdarah atau sakit sekali pada anak defekasi. Pada anak dengan konstipasi fungsional, masa feses yang
besar biasanya dapat diraba dibawah spingter ani.diperhatikan adanya fisura in-ano atau bebrapa lesi
perianal liannya seperti infeksin yang menyebabkan refleksi recal.

Gambaran Klinis Untuk Membedakan Penyakit Hirschprung Rectosigmioid dari Konstipasi


Kronik

Tanda / Gejala Konstipasi Kronis Penyakit Hirschprung

Retensi saat lahir Jarang Selalu

Enterokolitis Mungkin Tidak pernah

Masalah yang berhubungan Sering Jarang


dengan latihan defekasi

Soiling Sering pada usia 4 tahun Jarang

Sakit pada abdomen Jarang Sering

Ukuran feses Normal sampai seperti pita Besar


Gagal tumbuh Jarang Sering

Masa feses dalam abdomen Sering Jarang

Feses pada ampula Sering Jarang

Tonus spingter bervariasi Meningkat (sleeve efek)

KOMPLIKASI

• Fissura ani
• Fecak impaction
• Obstruksi usus
• Fecal incontinence
• Ulcerasi strecoral
• Megakolon
• Volvulus
• Prolaps rectum
• Retensi urin
• Syncope
ANAMNESIS

Anamnesis makanan dapat membantu mencari penyebab konstipasi. Pada anamnesis dapat
ditanyakan apakah jumlah yang dimakan mengandung banyak dietary fibre. Demikian juga kebiasaan
exercise, saat dan posisi defekasi. Adakah gangguan emosi pada penderita, masalah masalah disekolah
atau dirumah, rival dengan saudara atau adakah terdapat konflik orang tua atau stress psikologis lainnya.
Tanyakan pula apakah konstipasi terjadi pula pada keluarga yang lain.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan yang hati hati sangat penting : diteliti feses penderita. Pertumbuhan yang lamabat
seriing member petunjuk bahwa terdapat latar belakang penyebab organis dari konstipasi. Short stature,
bila hal ini terjadi dapat diduga sebagai penyebab, kecuali hipotirodisme bila ekstremitas pendek secara
disproporsi.

Kedua, keadaan bayi hipotirodisme dan hiperkalsemia mempunyai bentuk muka yang khas.
Abnormalitas pada pemeriksaan neurologis secara umum atau adanya lebih banyak tanda tanda spesifik
pada punggung dan ekstremitas bawah, menduga kemungkinan adanya masalah dengan inervasi
spingterani atau striktur striktur yang ada hubungannya.

Penyakit saluran kencing kronik dapat diduga dengan ditemukannya hipertensi sistemik atau
beberapa deformitas genitas externa dengan atau tanpa gagal tumbuh. Ditensi abdomen karena adanya
udara dilumen usus besar adalah prominen penyakit hirschprung, namun anak dengan konstipasi
fungsional yang lama dapat juga merupakan distensi masif. Pemeriksaan rectal dapat merupakan lesi
stenosis atau dugaan penyakit hirschprung, yaitu rectum yang kosong dan pendek dan bila jari jari
dikeluarkan, keluarkan gush yang tipik dari cairan atau gas. Pada anak konstipasi fungsional masa feses
yang besar biasanya dapat diraba dibawah spingter ani diperhatikan adanya fisura in-ano atau beberapa
lesi anal lainnya seperti infeksi yang menyebabkan retensi rectal.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan urin perlu dilakukan pada penderita penderita dengan konstipasi kronik yang nyata,
untuk mencari bukti adannya infeksi. Beberapa lesi saluran kencing, mendorong terjadinya konstipasi.
Osmolaritas kencing yang rendah terdapat pada keadaan poliuria. Pemeriksaan kearah kemungkinan
adanya proses penyakit spesifik seperti hipotirodisme, hiperkalsemia, penyakit ginjal kronik, atau hipo
kalemia, diperlukan juga.

Beberapa pemeriksaan penunjang

1. Barium enema (radiologis)


Hal ini diperlukan bila diduga dari penemuan klinis adanya lesi obstruksi distal, terutama
misalnya pada penyakit hirschprung.
2. Manometri rectal
Pemeriksaan ini diperlukan untuk diagnosis penyakit hirschprung atau ultra short segmen,
namun hasil negative palsu dan positif palsu bias terjadi pada bayi bayi kecil
3. Biopsy
Biopsy rectal merupakan uji defenitif pada penyakit hirschprung, yaitu tidak adanya sel sel
ganglion (pleksus aurbach). Aktifitas kolinesterasi meningkat pada mukosa rectum penderita
penyakit hirschprung dan diperlukan pemeriksaan histokimia untuk menditeksi enzim ini
untuk membuat analisa mikroskopis.

TATALAKSANA
Bila diagnosa ditemukan, pengobatan harus ditujukan pada kondisi tsb, misalnya pada
penyakit hirschprung. Prinsip penanganan adalah untuk mengatasi obstruksi, mencegah
terjadinya enterokolitis, membuang segmen aganglionik dan mengembalikan konstinuitas usus.
Untuk mengatasi gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis dapat dilakukan bilasan kolon
dengan cairan garam faali. Cara ini efektif pada segmen aganglionik yg pendek. Tujuan yang
sama juga dapat dicapai dengan tindakan kolostomi didaerah yang aganglioner. Membuang
segmen aganglionik dan mengemballikan kontinuitas usus dapat dikerjakan 1/2 tahan. Langkah
ini disebut operasi definitive yang dikerjakan bila berat badan bayi sudah cukup ( >9 kg). pada
waktu itu megakolon dapat surut mencapai kolon ukuran normal
Demikian pula tindakan spesifik juga ditemukan pada penderita hipotirodisme dan jenis
tertentu dari masalah tubular ginjal. Pada kebanyakan kasus konstipasi tidak ditemukan lesi
organic spesifik. Dan tidak kurang pentingnya untuk berbuat efektif pada anak dengan konstipasi
fungsional namun pengobatan harus simtomatis, dan sebaiknya pengobatan dimulai sedininya.
Pada stadium permulaan, penggunaan obat laksan tidak begitu diperlukan, dan tindakan
pengobatan konservatif dilakukan untuk menjadikan feses lembek, dietary fibre seperti sayur
sayuran dan buah buahan yang bersifat laktasif perlu diberikan. Dianjurkan agar dibiasakan
buang air besar tiap hari atau dinasehati pergi ketoilet teratur 2x sehari. Apalagi bila hal ini
dilakukan sesudah makan untuk menimbulkan gastrokolik refleks.
Sikap yang baik adalah mengadakan fleksio pada paha sehingga menaikkan tekanan
intraabdomen dan evakuasi mudah dicapai dengan membiarkan pula kaki istirahat. Untuk
fissure-in ano perlu diberikan terapi local salep anestesi topic dengan kortikosteroid berguna
sesaat untuk mengurangi rasa sakit local yang sangat. Di kebanyakan Negara dipakai mineral oil
yang bersifat laksatif. Pada kasus yang ringan dapat digunakan laktulosa atau sodium
sulphosuccinate sedangkan preparat senna pada kasus-kasus berat. Bila usaha-usaha dengan
laksans gagal dapat diberikan enema (stool softener). Bila factor psikologis yg menjadi factor
penyebab, maka dipusatkan pada apa yg menyebabkan konstipasi; masalah anak disekolah atau
mungkin parents marital conflicts.

Pengobatan Non Medikamentosa


Edukasi dan modifikasi gaya hidup sangat penting dalam penatalaksanaan obstipasi.
Penderita disarankan untuk tidak mengabaikan keinginan defekasi oleh karena keadaan ini akan
mengakibatkan megan colon dan inersiarektum (shafik). Pada penderita yg sehat disarankan
untuk meningkatkan masukan diet serat (kurang lebih 14 gram/hari) dan minum yg cukup,
kurang lebih 2 L sehari. Karbohidrat yg banyak mengandung serat antara lain sayur-sayuran yg
berasal dari akar-akaran, gandum, tumbuhan polong. Sedangkan buah-buahan yang banyak
mengandung serat adalah apel, jeruk, pisang dengan kandungan serat > 2 gram/100 g.
Pada keadaan-keadaan seperti megacolon atau megarectum atau atoni kolerektal,
konstipasi yang disebabkan oleh karena obat analgetic opiate dan adanya obstruksi,
meningkatkan diet yang mengandung serat merupakan kontra indikasi. Pada keadaan ini pilihan
jatuh pada penggunaan obat-obatan laksatif.
Pengobatan Medikamentosa
Pengobatan farmakologis mungkin diperlukan pada penderita yang tidak patuh dengan
terapi tinggi serat, diet serat yang tidak mencukupi atau memberikan efek yang lama atau pada
keadaan penggunaan diet dengan serat tinggi merupakan hal tidak di ijinkan.
Bermacam-macam laksatif mempunyai indikasi yang berbeda. Laksatif pembentuk masa
berguna pada penderita dengan konstipasi idiopatik. Haruslah selalu diingat bahwa penggunaan
laksatif yang bersifat stimulant yang dapat mengakibatkan atonia rektum, yang selanjutnya
menyebabkan terjadinya konstipasi kronik (katartik kolon). Obat ini juga mengakibatkan
sindroma malapsorpsi dan gangguan elektrolit.
Konstipasi yang terjadi sebagai akibat adanya gangguan motorik, penggunaan obat
laksatif prokinetik memberikan hasil yang memuaskan. Ciprade sebagai contohnya, bekerja
dengan cara merangsang pelepasan asetilkolin dari fleksusmienterikum. Sebagai akibatnya waktu
transit dikolon dipercepat, nilai ambang inhibisi relaksasi muskulus sfingter ani internus dan
ekternus menurun, dan selain itu juga menurunkan nilai ambang sensitifitas rectum.

Ciri Isphagula Senna Laktulosa Garam Garam Cairan


magnesium duktosat Parafin
Jenis Pembentuk Stimulans Osmotik Osmotic/ Lumbrikan
laksatif massa stimulant
Saat mulai 48-72 jam 6-12 jam 24-36 jam 1-2 jam 24-72 jam 6-8 jam
bekerja
Efek Flatus Abdominal Kram Keracunan Kerusakan Mengurangi
samping gripping, abdomen, magnesium epitel kolon absorpsi
Kembung gangguan gangguan pada vitamin yang
elektrolik, elektrolit penderita larut dalam
impaksi
atonia insufisiensi lemak, lipoid
kolon ginjal peneumonia
Kontraindik Abstruksi, Obstruksi Galaktose Obstruksi, obstruksi Dimotilitas
asi otonia kolo mia, hati-hati esophagus/
rectal, obstruksi penggunaan disfagi pada
kemacetan pada penderita tua
feses penderita dan debilitas
ganguan
ginjal/
hepar
Penggunaan Pengobatan Pengobatan Sebagai Jika Sebagai Tidak
jangka jangka cadangan memerlukan pelunak dianjurkan
panjang pendek pada hasil yang feses setelah
tanpa dapat untuk penderita cepat pembedahan
diikuti pengobatan yang tidak misalnya rectum atau
kontra jangka respondif preoprasi menghilang
indikasi panjang dengan kan
pada preparat konstipasi
penderita yang lain sebagai
yang
akibat opiat
memerlukan
opiate

Penatalaksanaan Konstipasi berdasarkan Berat Ringannya Keadaan

a. Konstipasi Ringan
Penatalaksanaan konstipasi pada bayi harus dimulai pada pendidikan pada orang tua
mengenai bagaimana kebiasaan dan frekuensi defekasi yang normal dan terjadinya perilaku
menahan keinginan defekasi. Pada bayi dengan konstipasi yang ringan mungkin dapat
diberikan pencahar osmotic yang ringan seperti suspense magnesium oksida, mulai dengan
dosis 1 sendok the dua kali sehari. Haruslah diperhatikan pada preparat ini bayi harus cukup
mendapat cairan. Cream anastesi local dapat digunakan pada bayi dengan fisura analis,
sedangkan jika terdapat dermatitis perianal dapat diberikaan perawatan kulit peranal dan
protektan seperti Zink Koksida. Pada bayi yang berusia pada antara 9-12 bulan (usia mulai
belajar jalan) dengan disertai keluhan sakit dan berdarah saat defekasi, dapat diberikan
pelunak feses seperti Dioctlsodium sulfosucinate, dapat juga dikombinasikan dengan
stimulant laksatif ringan seperti senna yang bertujuan mengenmbalikan frekuensi defekasi
yang normal. Untuk anak anak yang lebih besar diet sehari hari dapat ditambahkan bahan
bahan pembentuk massa seperti kulit padi (Bran), metal selulose atau laktolose. Kebanyakan
konstipasi ringan bersifat sementara yang tidak memerlukan interfensi khusus dan jarang
dijumpai kelainan patologis.pada keadaan ini tidak dianjurkan melakukan dilatasi dengan jari
secara berulang dan pemberian enema dan supositoria yang terlalu sering. Pada konstipasi
berat karena kesulitan mengeluarkan feses yang besar, dilatasi anus dibawah pengaruh
anastesi sering memberikan hasil yang memuaskan, tetapi setelah itu harus disertai
pemberian laksatif massa dan senna secara terus menerus.
b. Konstipasi Berat
Pada konstipasi kronik tujuan kita adalah mencegah atau menghentikan soiling,
mengembalikan kebiasaan defekasi yang teratur, mengembalikan kebiasaan untuk defekasi,
dan mencegah terjadinya kemacetan (impaction kembali). Dari beberapa penelitian
menunjukan bahwa pengobatan dengan beberapa cara memberikan hasil yang memuaskan
dibandingkan dengan terapi tunggal.
Ananmesis dan pemeriksaan lengkap akan memberika diagnosis yang lengkap, dan program
pengobatan harus dikomunikasikan terlebih dahulu kepada orang tua dan anak. Untuk
memberikan katartik, rosemberg menganjurkan pemberian satu sampai dua kali pemberian
enema fosfat yang hiperosmotik dengan jarak waktu 30-60 menit, diikuti dengan pemberian
laksatif secara oral setiap hari (bias kodil 5-10mg) selama 3-5 hari. Terapi rumatan bertujuan
untuk mencegah reakumulasi feses dan mencegah anak tidak menahan fesesnya. Dovitson
dkk menganjurkan penggunaan minyak mineral dosis tinggi (5mg/kg sehari 2 kali) untuk
merangsang pergerakan usus sebanyak 2-4 x sehari. Tujuan pengobatan ini adalah
mempertahankan frekuensi feses yang adekuat, menghindari pengeluaran feses dengan
ukuran yang terlalu besar dan mencegah retensi feses.
Baucke-lowening dkk mendapatkan bahwa dengan pemberian magnesium oksida 1-
2ml/kg/BB/hari disertai diet tinggi serat, latian defekasi 4-5 X sehari, setelah 2 bulan
pengobatan menunjukan peningkatan motilitas rectum dan sigmoid secara bermakna dan
selanjutnya menurunkan kejadian konstipasi kronik.
Levine Md menganjurkan ringkasan program penatalaksanaan penderita konstipasi kronik
dan enkopresis yang meliputi pembersihan usus, terapi rumatan untuk mencegah retensi
feses, modifikasi diet, latihan khusus dan modifikasi latian khusus.
Apabila dengan pengobatan diatas tidak memberikan hasil yang memuaskan dan terjadi
konstipasi yang intaktabel, yaitu terdapat gejala konstipasi lebih dari 2 tahun dan
memerlukan pengobatan enema atau cairan pembersih kolon atau keduanya secara terus
menerus maka Camilleri menanjurkan peng obatan dengan menggunakan argoritma sebagai
berikut.
Tabel pengobatan konstipasi Retensif dan Enkopresis
Fase Program Pengobatan Keterangan
Pengobatan
Konsul awal 1. Proses demistisfikasi Termasuk memperlihatkan gambar dan
2. Menghilangkan perasaan saling fungsi kolon dengan rontgen foto
menyalahkan
3. Membuat dan menjelaskan rencana
perawatan
Katarsis 1. Pemberian high normal salin normal Penderita masuk rumah sakit bila:
awal (750 cc) 2 X sehari selama 3-7 hari 1. Retensi hebat
2. Bisa kodyl (dulcolax) suposituria 2X 2. Kepatuhan dirubah jelek
sehari selama 3-7 hari 3. Keinginan orang tua
3. Penggunaan toilet selama 15 menit 4. Pemberiaan enema melalui orang
setelah setiap kali makan tua secara psikologis tidak
dianjurkan
1. Retensi sedang sampai berat, 1. Dosis dan frekuensi dapat diubah
mengikuti 3-4 siklus sebagai berikut bila anak merasa gangguan yang
a.Hari I: enema hipofosfat 2x sehari berlebihan.
b. Hari II: dulcolax supp 2x sehari 2. Pertimbangkan masuk rumah
c.Hari III: dulcolax tablet 1x sehari sakit bila hasil terapi tidak adekuat
2. Retensi ringan: senna 1 tab/hari
selama 1-2 minggu
Follow up pemeriksaan RO abdomen untuk memastikan keefektifitas katartis
Rumatan 1. Anak duduk di toilet 2x sehari kurang 1. Jam dinding mungkin membantu
lebih 10 menit 2. Kalender dengan gambar bintang
2. Minyak mineral ringan (paling sedikit berguna untuk anak dibawah 2 tahun
2 sendok makan) 2x sehari selama 4- 3. Memperbolehkan anak membaca
6 bulan. dikamar mandi
3. Multivitamin 2x sehari diantara dosis 4. Minyak mineral dapat dicampur dalam
minyak mineral sari buah atau coke atau medium yang
4. Diet kaya serat lain
5. Kasus sedang dan berat gunakan 5. Vitamin ditambahankan
saksatif selama 1-2 bulan setiap hari
Follow Up 1. Kunjungan ulang setiap 4-10 minggu 1. Lama program pengobatan dapat 2-3
tergantung beratnya masalah tahun, sekurang kurannya 6 bulan
2. Komunikasi lewat telpon sangat 2. Tanda tanda relaps:
diperlukan misalnya untuk dosis yang a. Pengeluaran minyak yang berlebihan
tepat. b. Feses dalam ukuran besar
3. Pada kasus yang relaps periksa c. Sakit perut
kepatuhannya, coba dengan laksatif d. Penurunan frekuensi defekasi
oral selama 1-2 minggu,sesuaikan e. soilling
dosis minyak mineral. 3. Dokter harus berbicara sendiri dengan
4. Konsul atau rujuk bila ada masalah anak
yang berhubungan dengan psikososial 4. Pada kasus dengan respon yang lambat
daan perkembangan. dokter harus tetap optimis
SAKIT PERUT
DEFINISI

 Sakit perut/ Nyeri Abdomen

Nyeri abdomen atau sakit perut merupakan gejala umum yang sering ditemukan
pada bayi dan anak-anak. Sakit perut dapat berpangkal dari lesi yang ada di dalam
abdomen dan di luar abdomen (refered pain).

Secara individual setiap anak memiliki toleransi yang berbeda terhadap rasa nyeri
intra abdominal, karena itu nyeri abdomen harus ditanggapi walaupun penyebab yang
pasti sulit di ketahui. Sifat dan tempat lesi yang menimbulkan nyeri biasanya dapat di
tentukan dari diskripsi klinis rasa nyeri di dalam perut, yaitu nyeri visera cenderung
dirasakan dalam dermatom, tempat asal organ yang sakit itu menimbulkan persarafan.
Rasa nyeri yang bersumber dari hati, pancreas, tractus biliaris, lambung atau usus bagian
atas akan dirasakan diregio epigastrium. Rasa nyeri yang berasal dari usus halus bagian
distal,sekum,apendiks, atau kolon bagian distal,traktus urinarius atau organ pelvis untuk
dirasakan di regio suprapubik.

Bayi-bayi dan anak – anak sampai umur 2 tahun, belum dapat mengutarakan nyeri
yang di alaminya. Timbul persoalan, tanda-tanda apa yang dapat di anggap sebagai
manifestasi nyeri pada bayi dan anak tersebut. Para ahli berpendapat bahwa menangis
secara mendadak atau menjerit yang di sertai muntah, dapat di anggap merupakan
manifestasi nyeri pada bayi dan anak.

 Sakit Perut Berulang

Merupakan serangan sakit perut berulang sekurang-kurangnya 3 kali dalam jangka


waktu 3 bulan sehingga aktivitasnya terganggu.
Pada anak di bawah umur 2 tahun, sebagian besar penyebabnya ialah organik, tetapi pada
anak hampir 90%, tidak di ketahui penyebabnya. Nyeri perut berulang tanpa penyebab organik
selalu di sebut nyeri perut fungsional. Nyeri perut fungsional ini terasa tidak menyenangkan dan
manggangu aktivitas normal sebagaimana nyeri organik yang dapat mempersulit dokter untuk
mengevaluasi dan menanganinya.

ETIOLOGI

• Sakit Perut Berdasarkan umur


UMUR 0-3 BULAN 3 BULAN-2 2 TAHUN-5 UMUR > 5
TAHUN TAHUN TAHUN

Alergi susu, Obstipasi, Obstipasi, Gastritis,


hipertrofi gastroenteritis, hepatitis, epilepsy perut,
pylorus, maldigesti, infeksi saluran spasmofilia,
obstipasi divertikulum kencing, kolesistisis,
dengan fisura meckel, pankreatitis, apendisitis,
ETIOLOGI
anus, duplikasi usus apendisitis, torsi ovarium,
malrotasi volvulus vesikolitiasis,
usus, torsio varikokel testis,
testis siklus haid.

 Sakit Perut yang Memerlukan Tindakan Bedah

 Penyebab gastrointestinal dan mesenterium


Sakit perut non bedah Sakit perut akut bedah

1. Kolik 1. Appendicitis
2. ulkus peptikum 2. intussusepsi
3. Zollinger-Ellison Syndrom 3. intestinal malrotasi
4. Gastritis 4. volvulus
5. Adenitis Mesenterika 5. divertikulum meckel
6. Kista Mesenterika 6. hernia inkarserata
7. Konstipasi 7. obstruksi intestinal
8. Kejadian diare pada Disentri atau
enteritis
9. penyakit Crohn
10. Intoleransi Laktosa
11. Gastro enteropathy alergi atau
gastroenteritis eosinofil

• Traktus urinarius
Sakit perut non bedah Sakit perut akut bedah

1. penyakit pada traktus urinarius 1. calculus renal


2. henoch-scholein purpura

• Hepar dan kandung empedu


Sakit perut non bedah Sakit perut akut bedah

1. hepatitis 1. tumor hepar


2. perihepatitis (Fitz-Hugh-Curtis
syndrome)
3. kolesistitis akut
4. kolelitiasis
• Lien
Sakit perut non bedah Sakit perut akut bedah

Pembesaran lien congestive Trauma yang menyebabkan ruptur lien

• Pancreas
Sakit perut non bedah Sakit perut akut bedah

Pankreatitis akut

 Ovarium, uterus, dan tuba fallopi


Sakit perut non bedah Sakit perut akut bedah

Torsi pedicle ovarium, kista, tumor


di sebelah kanan

 Lymph node
Sakit perut non bedah Sakit perut akut bedah

1. mesenterika lymphadenitis
2. Iliak adenitis

Lanjutan penyebab sakit perut non - bedah

 Infeksi streptokokus dan pneumokokus primer


 Trombosis vena mesenterika
 Osteomielitis pelvis
 Syndrome arteri mesenterika superior
 Penyebab di luar abdomen
 Paru-paru
 Jantung : demam reumatik, perikarditis
 SSP : epilepsy abdomen
 Darah
 Metabolisme

 Sakit Perut Berulang

GASTROINTESTINAL NON-
GASTROINTESTINAL

Usus Mekanik Radang Dalam perut

• Kongenital: • Infeksi Bakteri : Yersinia, •Traktus urinarius: Infeksi,


Malrotasi usus, Campylobacter,Shigella, uralitiasis
hernia inguinalis Salmonella, Staphylococcus, •Splenik: Bendungan,
strangulate, ileus (toksin), Tuberkulosis (hipertensi portal),
mekonium,fibrostik • Protozoa: Giardia lamblia neoplasma
Kistik, divertikulum • Cacing: •Limfatik: Peradangan
meckel Ascaris lumbricoides (inflamasi), infeksi tumor
• Didapat: • Lain-lain: (limfoma)
Perlekatan pasca Radang usus besar(kolitis), •Metabolik: Ketoasidosis
bedah, intussusepsi, purpura Henoch-Schonlein, diabetik, keracunan timah
obstipasi kronik, gastroenteritis eosinofilik, •Peritoneal: Peritonitis
hematom subserosa edema angioneuretik, abses primer
(trauma) usus. •Dinding perut: Trauma otot
• Metabolik: neurologis (herpes
Intoleransi laktosa, parfiria zooster), skeletal (tumor
• Neoplasma: Limfoma vertebra infeksi),

• Ulkus:Ulkus peptikum, osteomielitis panggul

duodenitis •Lain-lain: Tumor

• Vaskular:Iskemia Usus
• Idiopatik: Sindrom sakit
perut berulang, miopati

Hepatobilier Pankreatik:Pankreatitis Luar Perut :


Pseudokista
• Hepatik: Hepatitis, Infeksi
abses hati, gagal Pneumonia
jantung
• Bilier:kolelitiasis,
kolesistitis

TANDA KLINIS SAKIT PERUT YANG MEMERLUKAN TINDAKAN BEDAH

1. Traktus Gastrointestinalis
a. Apendisitis
Gejala khas: yang pertama kali muncul adalah nyeri perut diikuti mual, muntah dan
demam. Awalnya nyeri di daerah peri umbilikalis atau epigastrial. Beberapa jam
kemudian nyeri berpusat di kuadran bawah/umbilikalis, nyeri tidak berat, biasanya
menetap. Jika appendik ruptur, anak akan tampak kesakitan dalam beberapa jam. Anak
yang lebih kecil tidak dapat menentukan lokasi nyeri dengan tepat, muntah dengan atau
tanpa mual. Panas tidak begitun tinggi ± 38,9 0 C. Peristaltik N atau konstipasi, diare
timbul jika peradangan sudah sampai ke ileum terminalis atau sigmoid dengan gejala
awal peritonitis. Gejala lain yang menyertai kesadaran iritabel, gelisah, bayi anak
menangis tidak menentu dan tidak mau makan.

Diagnosa : di perlukan pemeriksaan leukosit, urinalisis, photo toraks dan pada foto polos
abdomen tampak fetalich.

b. Intususepsi
Gejala khas : kejadiannya dramatis, bayi- bayi terbangun dari tidur, menangis kesakitan,
mencakar, merangkak dan memanjat pada ibu, merintih dan menggeliat kemudian
menjadi tenang. Onset tiba-tiba, hilangn dengan beberapa detik, serangan berulang tiap 5-
15 menit sampai intussusepsi normal kembali. Di antara serangan anak akan tampak
tenang.

Dasar diagnosis : serangan nyeri yang tiba-tiba dengan gejala seperti di atas.pada bayi :
tampak gejala disentri yang tidak khas, tinja berisi darah, bayi tampak asimetris, iritabel,
stupor dan muntah-muntah.

c. Intestinal malrotasi
Gejala : mual, muntah sering di sertai nyeri abdomen berulang.

d. Volvulus
Gejala khas: mirip gejala intussusepsi, nyeri tiba-tiba, bayi menangis menggeliat,
merangkak dan memanjat pada ibu, kemudian tenang. Diagnosis di tegakkan setelah
dilakukan laparatomi.

e. Divertikulum Meckel
Gejala khas : tinja tiba-tiba berisi darah dalam jumlah banyak, nyeri perut difus, rasa
tidak enak di daerah periumbilikal. Kejadian ini berulang.
f. Hernia inkarserata
Gejala khas: bayi irritabel, cerewet, tampak sakit berat. Respirasi rate meningkat, tidak
mau makan dan muntah-muntah.

g. Obstruksi intestinal
Gejala khas: menyerupai kolik, intensitas nyeri bervariasi sesuai derajat obstruksi.

h. Trauma yang menyebabkan ruptur lien


Gejala khas : ketegangan dan spasme otot quadran kiri atas.

2. Traktus Urinarius
• Calculus Renal
Gejala khas : nyeri perut dengan lokasi tidak pasti, kadang-kadang seluruh abdomen,
berulang atau menetap. Kolik ginjal yang klasik dengan penyebaran sepanjang ureter
yang lain, mual, muntah dan demam.

3. Tumor Hepar
4. Lien
Trauma yang menyebabkan ruptur lien

Gejala khas : ketegangan dan spasme otot quadran kiri atas

Pada bayi dan anak, manifestasi klinis sakit perut bergantung pada umur penderita. Pegangan
yang di pakai untuk menyatakan bayi atau anak sakit perut adalah:

• 0 – 3 bulan : umumnya di gambarkan dengan adanya muntah


• 3 bulan – 2 tahun : muntah tiba-tiba, menjerit, menangis tanpa ada trauma yang
dapat menerangkan terjadinya gejala.
• 2 – 5 tahun : sudah dapat menyatakan sakit perut, tetapi lokalisasi belum tepat
• > 5 tahun : dapat menerangkan sifat dan tempat yang dirasakan sakit
PATOGENESIS

Mekanisme timbulnya sakit perut adalah :

1. Gangguan vascular
Emboli / thrombus, rupture, oklusi akibat torsi atau penekanan. Kejadian ini terjadi pada
putaran kista ovarium dan jepitan usus pada invaginasi.

2. Peradangan
Peradangan organ dalam rongga peritoneal menimbulkan rasa sakit jika proses peradangan
telah mengenai peritoneum parietalis. Rasa nyeri menjalar melalui persarafan somatic.
Luasnya peritoneum yang meradang menentukan nyeri terlokalisasi atau di seluruh perut,
menetap dan bertambah bila peritonium bergerak ( batuk, penekanan abdomen ).

3. Gangguan pasase / obstruksi organ yang berbentuk pembuluh, baik yang terdapat dalam
rongga peritoneal atau retroperitoneal. Bila pasase dalam organ berongga terganggu, total
maupun parsial maka tekanan intralumen yang meninggi di bagian proksimal sumbatan akan
menimbulkan rasa sakit. Sakit di rasakan hilang timbul atau menetap dengan puncak nyeri
yang hebat ( kolik ).
4. Penarikan, peregangan dan pembentangan peritoneum visceralis pada pembengkakan hati
dan ginjal. Umumnya rasa sakit yang timbul merupakan proses campuran.

PATOFISIOLOGI

Rasa sakit perut, baik mendadak maupun berulang, biasanya selalu bersumber pada :

(1) Visura abdomen,

(2) Organ lain di luar abdomen,

(3) Lesi pada susunan saraf spinal,

(4) Metabolik,
(5) Psikosomatik.

Reseptor rasa sakit di dalam traktus digestivus terletak pada saraf tidak bermielin yang
berasal dari susunan saraf otonom setinggi Th VIII-L1. Rasa sakit perut somatik berasal dari
suatu proses penyakit yang menyebar ke seluruh peritoneum dan melibatkan visera mesenterium
yang berisi banyak ujung saraf somatik, yang lebih dapat meneruskan rasa sakitnya dan lebih
dapat meneruskan rasa sakit dari pada saraf otonom.

Gangguan pada visera( seperti appendisitis) pada mulanya akan menyebabkan rasa sakit
visera, tetapi kemudian akan diikuti oleh rasa sakit somatik, setelah peritonium terlibat. Rasa
sakit somatik yang dalam berasal dari peritoneum paritealis berhubungan dengan rigiditas otot
dan hiperanastesi yang merupakan tanda khas peritonitits. Rasa sakit menjalar melalui saraf
somatik atau segmental afferent pathway. Khas : lokasi sakitnya terlokalisir dengan jelas..

Refleks rasa sakit perut dapat pula timbul karena adanya rangsangan pada N. phrenikus,
misalnya pada pneumonia. Rasa sakit perut karena proses metabolik, seperti pada keracunan
timah dan porfiria belum jelas patogenesis dan patofisiologisnya. Psikosomatik lebih sering
menyebabkan sakit perut berulang dari pada sakit perut mendadak.

Reffered pain yaitu rasa sakit yang berasal dari luar organ abdomen, sensasi nyeri
menjalar melalui saraf afferen simpatik pathway dari otak dan sensasi sakitnya menyebar atau
tak terlokalisasi. Contohnya: yang berasal dari diaphragma dirasakan di bahu, nyeri uretral di
testis, dan nyeri saluran empedu di skapula.

ANAMESIS

Anamnesis yang diteliti mengenai :

1) Timbulnya rasa sakit ( tiba-tiba, makin lama makin berat, hilang timbul)
2) Onset dan lamanya sakit
3) Kwalitas dan berat ringannya
4) Lokasi sakit perut
5) Demam
6) Mual,muntah,diare yang berhubungan dengan timbulnya sakit perut
7) Ciri-ciri dari muntah atau diare
8) Perubahan kebiasaan defekasi, konsistensi, dan warna feses
9) Faktor-faktor yang memperberat dan memperingan sakit perut
10) Terapi yang sudah diberikan
11) Riwayat trauma
12) Riwayat gynecology/haid pada wanita yang agak besar
13) Tanda di luar abdomen dan keluhan lain
14) Gangguan psikis
15) Riwayat pernah dirawat sebelumnya.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan yang terbaik adalah pada waktu serangan, harus lengkap dengan titik
berat pada abdomen

a.Bayi atau anak kecil dengan nyeri visceral tampak gelisah, iritabel/tidak
memperhatikan lingkungan sekitarnya selama episode kolik atau nyeri somatic.
Anak sering tiba-tiba menangis saat istirahat/tidur dan gelisah
b. Secara umum penderita tampak tidak anemia, turgor normal, sirkulasi
normal
c.Tanda vital : temperature harus diperhatikan
d. Periksa tanda-tanda peradangan dan proses infeksi pada kepala, mata,
telinga hidung, tenggorokan, seperti faringitis, OMA, tonsilofaringitis dll
e.Dada : perhatikan pergerakan dada,retraksi, frekuensi respirasi
f. Abdomen :
- Pengamatan bentuk perut : asimetri, kembung, skapoid, gambaran usus
- Distensi/ketegangan dinding perut baik sebelum atau sesudah rangsangan
tangan (palpasi) mencari pembesaran organ intraabdominal atau tumor
- Adanya cairan bebas, bising usus di seluruh perut meningkat atau
menurun sampai negative
- Perlu dicari tanda akut abdomen yaitu dinding abdomen yang kaku,
defence musculare, nyeri tekan, nyeri lepas. Keempat ini merupakan tanda
peradangan peritoneum
- Pada pemeriksaan di luar abdomen, cari kemungkinan adanya hernia
strangulate, hernia inguinalis yang menyebabkan obstruksi dan peritonitis
g. Rektum
Pemeriksaan colok dubur perlu diperhatikan abnormalitas sfingter
internal/eksternal, adanya massa feces, warna, konsistensi, darah

h. System genitourinaria
Perhatikan di daerah genitalia adanya trauma, discharge, peradangan nyeri pada
anak remaja periksa daerah pelvis, evaluasi adanya trauma, infeksi peradangan,
besarnya uterus dan massa

5.1.1. Pemeriksaan tambahan

 Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan rutin : Urin, Darah, Tinja, WBC. Jika ada kelainan dilanjutkan pemeriksaan
khusus, seperti hitung jenis, Sedimen urine, Urinalisis, Kultur tinja, Kultur urin.

 Radiologi
 Foto polos abdomen posisi tegak dan melintang jika diduga ada obstruksi
intestinal.
 Foto thorax: jika anak sakit berat, walaupum tidak ada kelainan di dada
 Pada sakit perut berulang : barium meal, barium enema,endoskopi, USG, EMG,
dan Scanning.
 Konsultasi psikiatri

PENATALAKSANAAN

1. Tentukan apakah memerlukan tindakan bedah/ tidak. Pada kedaruratan perut diperlukan
tindakan bedah dan anak harus dirawat
2. Bila tidak ditemukan kedaruratan perut, cari dan atasi penyebab sakit perut. Bila anak
sangat kesakitan, berikan sedatif atau analgetik.
PERDARAHAN SALURAN CERNA

Definisi

Perdarahan gastrointestinal (saluran makanan) dibagi menjadi :

1. Perdarahan Saluran Makanan Bagian Atas (PSMA) ialah perdarahan yang terjadi saluran
makan proksimal dari ligamentum Treitz.
2. Perdarahan Saluran Makanan Bagian Bawah (PSMB) yaitu perdarahan bersumber di
bawah duodenum.

Dalam klinik perdarahan ini dapat berupa :


1. Hematemesis yaitu muntah darah berwarna merah kehitaman menyerupai endapan bubuk
air kopi.
2. Melena yaitu buang air besar dengan kotoran hitam seperti ter, lengket bercampur dengan
darah tua.
3. Hematosesia yaitu keluar darah merah segar melimpah melalui rektum.
4. Perdarahan terselubung dimana warna kotoran normal tetapi pada pemeriksaan kimiawi
(tes Benzidin) mengandung darah.

Penyebab

6. Pada masa Neonatal

Yang sering terjadi


Yang jarang terjadi
PSMA/ Hematemesis PSMB/ Hematosesia

• Darah ibu yang • Enterokolitis • Pe


tertelan Nekrotikans rdarahan kelenjar
• Penyakit • Kolitis alergi susu • D
perdarahan • Volvulus uplikasi kista
• Tukak stres • Fisura ani • M
lambung • Infeksi usus alformasi vaskuler
• Stenosis pilorus • Be
nda asing
• K
olitis
pseudomembran
• Di
vertikulum Meckel
• Ga
ngren usus
• En
terokolitis dengan
penyakit Hirscprung

7. Masa bayi
PSMA PSMB

Epistaksis Alergi susu

Varises esofagei Intususepsi

Peptik / erosif : Esofagitis (akalasia, hiatus hernia) Polip

: Gastritis (asam/alkali kuat, aspirin) Divertikulum Meckel

Tukak Mallory Weiss Kolitis ulserativa

Tukak lambung/duodenum Hemoroid

8. Pada Anak
PSMA PSMB

Esofagitis Intususepsi

Ulkus peptikum Polip kolon

Varises esofagus Hemangioma, arteriovenosus malformasi

Tertelannya darah epistaksis Infeksi usus : Salmonelosis, Shigelosis

Gastritis Sindroma hemolitik uremik

Prinsip pemeriksaan uji Apt


Pemeriksaan terhadap sel darah merah neonatus (Apt Downey Test).

Indikasi : perdarahan pada bayi baru lahir.

Tujuan : untuk menentukan apakah spesimen yang diperiksa mengandung Hb F yang berarti
adalah darah dari bayi itu sendiri atau Hb A yang berarti adalah darah yang berasal dari ibu.

Juga harus diingat bahwa darah ibu yang tertelan juga dapat dikeluarkan melalui feses bayi.

Prosedur:

- 1 bagian cairan lambung/tinja yang bercampur darah


- Tambah 5 bagian air dalam tabung reaksi
- Dilakukan pemusingan
- Supernatan diambil
- Tambah 1 cc larutan NaOH 1% - tunggu 2-5 menit
- Hasil: darah ibu warna coklat, fekal Hb warna jernih

Darah Bayi Darah Ibu

Suspensi HbF + NaOH 0,25mol/L Suspensi HbA + NaOH 0,25mol/L

Tahan alkali Tidak tahan alkali

Warna tetap merah Warna menjadi kuning atau coklat

Identifikasi gejala dan tanda klinis yang menyertai perdarahan saluran cerna

Dalam klinik perdarahan saluran cerna dapat berupa hematemesis yaitu muntah darah
berwarna merah segar atau muntah darah berwarna merah kehitaman menyerupai endapan bubuk
air kopi. Hematemesis biasanya merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian
atas. Perdarahan saluran cerna dapat juga berupa melena yaitu buang air besar dengan kotoran
hitam, lengket bercampur dengan darah tua. Biasanya melena berasal dari perdarahan saluran
cerna bagian atas. Disamping itu, perdarahan saluran cerna dapat berupa hematoschezia yaitu
keluar darah merah segar melimpah melalui rektum. Hematoschezia biasanya berasal dari
perdarahan saluran cerna bagian bawah. Selain daripada itu, dapat juga timbul perdarahan kronis
yang dikeluarkan peranal, dimana warna kotoran normal tetapi pada pemeriksaan kimia (tes
benzidin) mengandung darah disebut perdarahan tersembunyi atau occult bleeding. Lokasi
perdarahan semacam ini dapat terjadi baik di SMBB maupun SMBA.
Bila perdarahan berasal dari esofagus, lambung, dan duodenum, maka dapat
menyebabkan hematemesis. Bila tercampur dengan cairan lambung atau usus, darah dengan
cepat menjadi hitam menyerupai kopi. Karenanya, perdarahan yang lebih masif dan lebih
proksimal, kebanyakan warnanya menjadi merah. Darah yang berwarna merah atau marun dalam
tinja, yang disebut hematoschezia, menunjukkan lokasi perdarahan yang ada di bagian distal
ataupun perdarahan masif di atas ileum distal. Perdarahan ringan sampai sedang dari sebelah atas
ileum distal cenderung menyebabkan berak yang berwarna hitam dan berkonsistensi seperti ter,
disebut melena, dan perdarahan besar pada duodenum atau dari bagian atasnya dapat
menyebabkan melena.

Selanjutnya, anak dapat mengalami anemia kekurangan besi karena kehilangan darah di
saluran pencernaan walaupun terjadi perdarahan tersembunyi dan darah tidak ditemukan di
dalam tinja. Perdarahan saluran pencernaan sendiri jarang meyebabkan gejala-gejala saluran
pencernaan, tetapi perdarahan di duodenum dan lambung yang cepat dapat didahului mual,
muntah, dan atau diare.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam menegakkan diagnosis perdarahan


saluran cerna

1. Umur penderita

Umur anak-anak seringkali merupakan pedoman yang penting untuk mengetahui sumber
perdarahan karena kelainan-kelainan tertentu terdapat pada golongan umur tertentu pula.
Perdarahan akibat invaginasi 70% terdapat pada bayi di bawah umur 1 tahun. Polip rekti dan
fisura ani menempati urutan pertama pada perdarahan gastrointestinal pada bayi dan anak.

2. Volume dan sifat darah yang keluar


Dengan memperhatikan volume dan sifat darah yang keluar dapat diperkirakan
letak sumber perdarahan. Darah yang minimal, berwarna merah segar dan khususnya yang
tidak bercampur dengan tinja, mungkin sekali perdarahan dari daerah anorektal. Lebih tinggi
letak sumber perdarahan dalam saluran pencernaan, mempunyai kecenderungan darah
bercampur lebih sempurna dengan tinja dan berwarna lebih gelap. Darah yang keluar
mempunyai kesempatan lebih lama dicerna oleh asam lambung. Dengan proses pencernaan
hemoglobin diubah menjadi hematin. Perdarahan gastrointestinal di proksimal ligamentum
Treitz hampir selalu berupa hematemesis dan melena

Perdarahan gastrointestinal dari bagian proksimal tidak selalu berupa melena. Bila
perdarahan massif dan waktu transit yang diperlukan singkat, darah yang keluar tidak
berwarna hitam melainkan tetap merah karena darah belum sempat mengalami pencernaan.
Sebaliknya, perdarahan kolon pada anak dengan konstipasi, darah yang keluar berwarna
gelap. Perdarahan berasal dari usus halus bagian distal dan kolon bagian proksimal berwarna
merah dan bercampur sempurna dengan kotoran.

Volume darah yang keluar perlu pula diperhatikan. Perdarahan karena fisura ani dan
polip rekti umumnya minimal. Perdarahan karena divertikulum Meckel, Ulkus Peptikum,
varises pecah dan duplikasi usus umumnya berupa perdarahan massif.

3. Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis yang menyertai

Gejala-gejala dan tanda-tanda klinik lain yang menyertai perdarahan perlu


diperhatikan. Dalam hal ini termasuk penyakit primer yang diderita baik yang kronik
ataupun yang akut. Perdarahan yang disertai sakit perut, muntah-muntah, dan tanda-tanda
obstruksi usus, seperti terjadi pada invaginasi. Perdarahan yang terjadi pada penderita luka
bakar, demam tifoid, atau pasca bedah, yang disebut sebagai ulkus stress. Perdarahan segar
melalui rektum tanpa adanya rasa sakit terdapat pada polip dan divertikulum Meckel. Juga
adanya tanda-tanda klinis lainnya seperti hepatosplenomegali, hemangioma kutan,
pigmentasi mukokutan, infeksi saluran pencernaan, dsb.

Pemeriksaan penunjang untuk mendeteksi asal perdarahan saluran cerna


a. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah: Hb, eritrosit, hematokrit, lekosit, hitung jenis, trombosit, faal
pembekuan, golongan darah, tes silang darah.

- Apt Downey test

- Gastroccult test/haemoccult test untuk konfirmasi adanya perdarahan dengan


menunjukkan adanya hemoprotein.

- Urin rutin

b. Test faal hati


- SGPT/SGOT

- Albumin/globulin

- Waktu protrombin

- Bilirubin, kolesterol

- Fosfatase alkali

c. Aspirasi lambung
Untuk menentukan:

1. Lokalisasi perdarahan
Cairan lambung: Darah (+) – Perdarahan TGI bagian atas

Darah (-) – Perdarahan TGI bagian bawah

2. Perdarahan TGI bagian atas masih berlangsung/tidak


Setelah beberapa kali dibilas, bila:

 darah (+) – perdarahan masih berlangsung.


 darah (-) – perdarahan sudah berhenti.
3. Untuk membersihkan lambung dari gumpalan darah atau darah segar sebagai
persiapan untuk endoskopi.
d. Endoskopi
Pada perdarahan aktif nilai diagnostik 75 – 90%.

1. Pada perdarahan TGI bagian atas – esofagogastroendoskopi.


2. Pada perdarahan TGI bagian bawah – kolonoskopi, proktosigmoidoskopi.
Pada pemeriksaan ini yang sering digunakan adalah pemeriksaan kolonoskopi. Karena
selain pemeriksaan ini merupakan prosedur diagnostik terpilih pada perdarahan saluran
cerna yang berlangsung perlahan atau sudah berhenti, kolonoskopi ini mempunyai
akurasi tinggi dalam menentukan sumber perdarahan sekaligus dapat menghentikan
tindakan terapeutik.
e. Radiologi
Pada keadaan yang tidak terdeteksi dengan endoskopi, nilai diagnostik 50%.

1. Foto polos toraks: untuk melihat kelainan toraks yang menyertai perut
2. Foto polos perut: telentang, tegak atau lateral dekubitus
Rutin untuk menyingkirkan obstruksi usus dan udara bebas intra abdominal.

3. Foto seri lambung/duodenum (Upper GI tract series)


4. Foto kontras ganda Pada pemeriksaan ini digunakan enema barium yang dapat
bermanfaat untuk mendiagnosis sekaligus mengobati intususepsi.

f. Angiografi
Pada pemeriksaan masif untuk menentukan lokalisasi perdarahan komplikasi: 4% pada anak
<5 tahun.

1. spasme arterial
2. trombosis arterial
3. pergeseran cairan dan imbalans elektrolit

g. Sintigrafi
Pada perdarahan subakut/intermitent, untuk menentukan lokalisasi perdarahan.

Algoritme penatalaksanaan perdarahan saluran cerna


Suspek Stabilisasi
perdarahan KU

Pasang NGT
aspirasi

Terapi medis
perdarahan Darah (+) Darah (-)

Menetap Berhenti Endoskopi Kolonoskopi

Angiografi Radologi

Sintigrafi

Pembedahan Terapi medis lain

You might also like