You are on page 1of 15

Tentang pelapukan

Pelapukan
January 12, 2008

Pelapukan adalah proses pegrusakan atau penghancuran kulit bumi oleh tenaga
eksogen. Pelapukan di setiap daerah berbeda beda tergantung unsur unsur dari
daerah tersebut. Misalnya di daerah tropis yang pengaruh suhu dan air sangat
dominan, tebal pelapukan dapat mencapai seratus meter, sedangkan daerah sub
tropis pelapukannya hanya beberapa meter saja.

Menurut proses terjadinya pelapukan dapat digolongkan menjadi 3 jenis yaitu:


- pelapukan fisik atau mekanik
- pelapukan organis
- pelapukan kimiawi

Penjelasan ketiga jenis tersebut adalah:

a. Pelapukan fisik dan mekanik.


Pada proses ini batuan akan mengalami perubahan fisik baik bentuk maupun
ukuranya.
Batuan yang besar menjadi kecil dan yang kecil menjadi halus. Pelapukan ini di
sebut juga pelapukan mekanik sebab prosesnya berlangsung secara mekanik.

Penyebab terjadinya pelapukan mekanik yaitu:

1. Adanya perbedaan temperatur yang tinggi.


Peristiwa ini terutama terjadi di daerah yang beriklim kontinental atau
beriklim Gurun di daerah gurun temperatur pada siang hari dapat
mencapai 50 Celcius. Pada siang hari bersuhu tinggi atau panas. Batuan
menjadi mengembang, pada malam hari saat udara menjadi dingin,
batuan mengerut. Apabila hal itu terjadi secara terus menerus dapat
mengakibatkan batuan pecah atau retak-retak.
Perhatikan gambar !
2. Adapun pembekuan air di dalam batuan
Jika air membeku maka volumenya akan mengembang. Pengembangan ini
menimbulkan tekanan, karena tekanan ini batu- batuan menjadi rusak
atau pecah pecah. Pelapukan ini terjadi di daerah yang beriklim sedang
dengan pembekuan hebat.
3. Berubahnya air garam menjadi kristal.
Jika air tanah mengandung garam, maka pada siang hari airnya
menguapdan garam akan mengkristal. Kristal garam ini tajam sekali dan
dapat merusak batuan pegunungan di sekitarnya, terutama batuan karang
di daerah pantai.

Salah satu bentuk bumi yang mengalami proses pelapukan mekanik


b. Pelapukan organik
Penyebabnya adalah proses organisme yaitu binatang tumbuhan dan manusia,
binatang yang dapat melakukan pelapukan antara lain cacing tanah, serangga.
Dibatu-batu karang daerah pantai sering terdapat lubang-lubang yang dibuat
oleh binatang.
Pengaruh yang disebabkan oleh tumbuh tumbuhan ini dapat bersifat mekanik
atau kimiawi. Pengaruh sifat mekanik yaitu berkembangnya akar tumbuh-
tumbuhan di dalam tanah yang dapat merusak tanah disekitarnya. Pengaruh
zat kimiawi yaitu berupa zat asam yang dikeluarkan oleh akar- akar serat
makanan menghisap garam makanan. Zat asam ini merusak batuan sehingga
garam-garaman mudah diserap oleh akar. Manusia juga berperan dalam
pelapukan melalui aktifitas penebangan pohon, pembangunan maupun
penambangan.
c. Pelapukan kimiawi
Pada pelapukan ini batu batuan mengalami perubahan kimiawi yang umumnya
berupa pelarutan. Pelapukan kimiawi tampak jelas terjadi pada pegunungan
kapur (Karst). Pelapukan ini berlangsung dengan batuan air dan suhu yang
tinggi. Air yang banyak mengandung CO2 (Zat asam arang) dapat dengan
mudah melarutkan batu kapur (CACO2). Peristiwa ini merupakan pelarutan dan
dapat menimbulkan gejala karst.
Di Indonesia pelapukan yang banyak terjadi adalah pelapukan kimiawi. Hal ini
karena di Indonesia banyak turun hujan. Air hujan inilah yang memudahkan
terjadinya pelapukan kimiawi.

Gejala atau bentuk - bentuk alam yang terjadi di daerah karst diantaranya:

a. Dolina
Dolina adalah lubang lubang yang berbanuk corong. Dolina dapat terjadi karena
erosi (pelarutan) atau karena runtuhan. Dolina terdapat hampir di semua
bagian pegunungan kapur di Jawa bagian selatan, yaitu di pegunungan seribu.

b. Gua dan sungai di dalam Tanah


Di dalam tanah kapur mula-mula terdapat celah atau retakan. Retakan akan
semakin besar dan membentuk gua-gua atau lubang-lubang, karena pengaruh
larutan.Jika lubang-lubang itu berhubungan, akan terbentuklah sungai-sungai di
dalam tanah.

c. Stalaktit adalah kerucut kerucut kapur yang bergantungan pada atap gua.
Terbentuk tetesan air kapur dari atas gua. Stalakmit adalah kerucut-kerucut
kapur yang berdiri pada dasar gua. Contohnnya stalaktit dan stalakmit di Gua
tabuhan dan gua Gong di Pacitan, jawa Timur serta Gua jatijajar di Kebumen,
Jawa Tengah.
Perhatikan gambar !
Stalaktit yang di atas stalaknit yang di bawah

Sampai di sini dapatkah anda pahami?


Baik, Pembahasan selanjutnya adalah akibat yang ditimbulkan dari proses
pengikisan dan pengendapan.
Anda mungkin berpikir bahwa jurang dan juga sungai yang berkelok kelok telah
terjadi sejak awal padahal jurang tejadi karena adanya proses pengikisan,
sedangkan sungai yang berkelok kelok selain disebabkan karena pengikisan, juga
merupakan hasil pengendapan oleh tenaga air.

Pelapukan

Pelapukan atau weathering (weather) merupakan perusakan batuan pada kulit bumi
karena pengaruh cuaca (suhu, curah hujan, kelembaban, atau angin). Karena itu
pelapukan adalah penghancuran batuan dari bentuk gumpalan menjadi butiran yang lebih
kecil bahkan menjadi hancur atau larut dalam air. Pelapukan dibagi dalam tiga macam,
yaitu pelapukan mekanis, pelapukan kimiawi, dan pelapukan biologis.

1. Pelapukan Mekanis
Pelapukan mekanis atau sering disebut pelapukan fisis adalah penghancuran batuan secara fisik tanpa
mengalami perubahan kimiawi. Penghancuran batuan ini bisa disebabkan oleh akibat pemuaian, pembekua
air, perubahan suhu tiba-tiba, atau perbedaan suhu yang sangat besar antara siang dan malam. Untuk lebih
jelasnya bagaimana perubahan itu, perhatikan baik-baik berikut ini:

a. Akibat pemuaian
Tahukah Anda bahwa batuan ternyata tidak homogen, terdiri dari berbagai mineral, dan mempunya
koefisien pemuaian yang berlainan. Oleh karena itu dalam sebuah batu pemuaiannya akan berbeda,
bisa cepat atau lambat. Pemanasan matahari akan terjadi peretakan batuan sebagai akibat perbedaan
kecepatan dan koefisien pemuaian tersebut.
b. Akibat pembekuan air
Batuan bisa pecah/hancur akibat pembekuan air yang terdapat di dalam batuan. Misalnya di daerah
sedang atau daerah batas salju, pada musim panas, air bisa masuk ke pori-pori batuan. Pada musim
dingin atau malam hari air di pori-pori batuan itu menjadi es. Karena menjadi es, volume menjadi
besar, akibatnya batuan menjadi pecah.
c. Akibat perubahan suhu tiba-tiba
Kondisi ini biasanya terjadi di daerah gurun. Ketika ada hujan di siang hari menyebabkan suhu
batuan mengalami penurunan dengan tiba-tiba. Hal ini dapat menyebabkan hancurnya batuan.
d. Perbedaan suhu yang besar antara siang dan malam
Penghancuran batuan terjadi akibat perbedaan suhu yang sangat besar antara siang dan malam. Pada
siang hari suhu sangat panas sehingga batuan mengembang. Sedangkan pada malam hari temperatu
turun sangat rendah (dingin). Penurunan temperatur yang sangat cepat itu menyebabkan batuan
menjadi retak-retak dan akhirnya pecah, dan akhirnya hancur berkeping-keping. Pelapukan seperti i
Anda bisa perhatikan di daerah gurun. Di daerah Timur Tengah (Arab) temperatur siang hari bisa
mencapai 60 derajat Celcius, sedangkan pada malam hari turun drastis dan bisa mencapai 2 derajat
Celcius. Atau pada saat turun hujan, terjadi penurunan suhu, yang menyebabkan batuan menjadi
pecah.

Rasanya pembahasan kali ini makin menarik dan mudah dipahami. Sekarang kita lanjutkan pada macam
pelapukan lainnya yaitu pelapukan kimiawi.
2. Pelapukan Kimiawi
Pelapukan kimiawi adalah pelapukan yang terjadi akibat peristiwa kimia. Biasanya yang menjadi perantara
air, terutama air hujan. Tentunya Anda masih ingat bahwa air hujan atau air tanah selain senyawa H2O, jug
mengandung CO2 dari udara. Oleh karena itu mengandung tenaga untuk melarutkan yang besar, apalagi jik
air itu mengenai batuan kapur atau karst.

Batuan kapur mudah larut oleh air hujan. Oleh karena itu jika Anda perhatikan pada permukaan batuan kap
selalu ada celah-celah yang arahnya tidak beraturan. Hasil pelapukan kimiawi di daerah karst biasa
menghasilkan karren, ponor, sungai bawah tanah, stalagtit, tiang-tiang kapur, stalagmit, atau gua kapur.

a. Karren
Di daerah kapur biasanya terdapat celah-celah atau alur-alur sebagai akibat pelarutan oleh air hujan
Gejala ini terdapat di daerah kapur yang tanahnya dangkal. Pada perpotongan celah-celah ini
biasanya terdapat lubang kecil yang disebut karren.

b. Ponor
Ponor adalah lubang masuknya aliran air ke dalam tanah pada daerah kapur yang relatif dalam. Pon
dapat dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu dolin dan pipa karst. Dolin adalah lubang di daerah
karst yang bentuknya seperti corong. Dolin ini dibagi menjadi 2 macam, yaitu dolin korosi dan doli
terban. Dolin korosi terjadi karena proses pelarutan batuan yang disebabkan oleh air. Di dasar dolin
diendapkan tanah berwarna merah (terra rossa). Sedangkan dolin terban terjadi karena runtuhnya at
gua kapur (perhatikan gambar).
Gambar 8. Dolin Korosi.

Gambar 9. Dolin Terban.

Gejala karst berikutnya adalah pipa karst yang bentuknya seperti pipa. Gejala ini terjadi karena
larutnya batuan kapur oleh air. Karena terjadi proses pelarutan batuan, maka disebut pipa karst
korosi. Namun jika terjadi karena tanah terban, pipa karst itu disebut pipa karst terban atau disebut
juga yama-type.

Gambar 10a. Aven-type Gambar 10b. Yama-type

c. Gua kapur
Jika Anda berkunjung ke daerah kapur, biasanya di daerah ini banyak terdapat gua. Pada gua ini
sering dijumpai stalaktit dan stalakmit. Stalaktit adalah endapan kapur yang menggantung pada
langit-langit gua (atas). Bentuknya biasanya panjang, runcing dan tengahnya mempunyai lubang
rambut. Sedangkan stalakmit adalah endapan kapur yang terdapat pada lantai gua (bawah).
Bentuknya tidak berlubang, berlapis-lapis, dan agak tumpul. Jika stalaktit dan stalakmit bisa
bersambung, maka akan menjadi tiang kapur (pillar).
3. Pelapukan Biologis
Mungkin Anda pernah melihat orang sedang memecahkan batu. Batu yang besar itu dihantam dengan palu
menjadi kerikil-kerikil kecil yang digunakan untuk bahan bangunan. Atau mungkin Anda pernah melihat
burung atau binatang lainnya membuat sarang pada batuan cadas, lama kelamaan batuan cadas itu menjadi
lapuk. Dua ilustrasi ini merupakan contoh pelapukan biologis.
Pelapukan biologis atau disebut juga pelapukan organis terjadi akibat proses organis. Pelakunya adalah
mahluk hidup, bisa oleh tumbuh-tumbuhan, hewan, atau manusia. Akar tumbuh-tumbuhan bertambah
panjang dapat menembus dan menghancurkan batuan, karena akar mampu mencengkeram batuan. Bakteri
merupakan media penghancur batuan yang ampuh. Cendawan dan lumut yang menutupi permukaan batuan
dan menghisap makanan dari batu bisa menghancurkan batuan tersebut.

Untuk lebih menambah wawasan, sekarang Anda amati proses pelapukan biologis di sekitar Anda. Hasilny
diskusikan dengan teman Anda dan laporkan pada guru binamu!

Kapanlagi.com - Tanah yang terletak di daerah tropika basah seperti Indonesia, rentan
terhadap erosi, pencucian hara (unsur kimia dalam tanah), pelapukan dan penghancuran
penyangga tanah yang dapat menimbulkan degradasi kualitas tanah sehingga mesti selalu
dijaga, kata pakar kimia tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung (FP Unila),
Jamalam Lumbanraja.

"Kita tidak boleh terbius dengan lagu Rayuan Pulau Kelapa yang menyatakan tanah
airku aman dan subur, karena justru secara geologi dan iklim, tanah tropika basah di
negara kita tidak aman dan tidak subur kalau vegetasinya dirusak, dibabat dan dibakar
semena-mena," kata Jamalam pada pengukuhan sebagai guru besar tetap Ilmu Kimia
Tanah Jurusan Ilmu Tanah FP Unila itu di Bandar Lampung, Senin (12/12).

Prof Dr Ir Jamalam Lumbanraja MSc menyampaikan pidato pengukuhan dengan topik


"Pengelolaan Kapasitas Penyangga Kimia Tanah untuk Meningkatkan Ketersediaan Hara
Kehidupan" pada sidang Senat Unila yang dipimpin Rektor Unila, Prof Dr Ir Muhajir
Utomo MSc.

Menurut guru besar yang tergolong satu dari sedikit peneliti berkelas "internasional" yang
dimiliki Unila itu, perlu upaya terbaik untuk mengelola tanah dengan memerbaiki
kapasitas penyangga tanah, antara lain menghindarkan dari pembakaran hutan,
pembalakan kayu hutan, dan tindakan merusak lainnya.

Dia mengingatkan, agar dapat mengelola alam secara efisien, kita harus lebih dulu
mengerti tentang hukum alam itu.

"Kita semua harus bertindak memerbaiki tanah di daerah tropika yang kita tinggali
sekarang yang rentan terhadap erosi, pencucian hara, pelapukan dan penghancuran
penyangga tanah," kata dia lagi.

Dalam salah satu penelitiannya, Jamalam menyebutkan pengaruh manusia terhadap tanah
menjadi dominan setelah ledakan pertumbuhan populasi penduduk, sedangkan luas lahan
relatif tetap.
Dia mengingatkan, perubahan penggunaan lahan dari hutan ke tanaman budidaya,
disadari atau tidak telah mengakibatkan degradasi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Hasil penelitian di Sumberjaya-Lampung Barat, menunjukkan bahwa lebih kurang 57


persen hutan primer di daerah aliran Sungai (Way) Besai tahun 1970 telah berubah
menjadi pertanaman budidaya terutama kopi, sehingga hutan primer itu hanya tinggal 13
persen tahun 1990, dan mungkin hanya tinggal kurang dari lima persen sekarang ini.

Ditemukan pula, degradasi kualitas kimia tanah (C-organik, Nitrogen, fosfor, unsur
kation dapat ditukar, dan kapasitas penyangga kation) di daerah itu juga menurun sangat
drastis dari tahun 1970 sampai tahun 1990.

"Padahal kualitas sifat fisik, kimia, dan biologi tanah adalah gambaran kesuburan tanah
itu sendiri," ujar Jamalam.

Degradasi kualitas tanah itu berakibat terhadap penurunan produktivitas tanah dan
membuat tidak subur.

Jamalam menguraikan, kalau pada sistem ladang berpindah, luas lahan hutan masih
memungkinkan untuk dikembangkan, tanah yang telah terdegradasi akan ditinggalkan
dan kembali membuka hutan baru (tebas bakar) untuk pertanian baru.

Tetapi dengan tingkat populasi yang tinggi, sistem perladangan berpindah tidak dapat
dipertahankan lagi, kata dia pula.

Namun begitu, lanjut Jamalam, peningkatan produksi pertanian yang didominasi


penggunaan pupuk buatan dan kimia pertanian oleh manusia, telah terbukti juga
menurunkan kualitas tanah.

Disebutkan, secara kasat mata, populasi cacing tanah yang menjadi salah satu indikator
tanah yang subur, sangat rendah dan bahkan populasi cacing tanah itu sangat rendah
ditemukan pada lahan yang menggunakan pupuk buatan dan bahan kimia pertanian
lainnya.

Menurut dia, degradasi tanah juga dapat dilihat dari perubahan warna tanah, yaitu
perubahan warna hitam pada tanah yang mengandung bahan organik tinggi dan mineral
kelam menjadi warna terang atau kemerahan pada tanah yang didominasi senyawa besi
yang teroksidasi.

Dalam penutup pidato pengukuhan itu, Jamalam menyatakan, pengetahuan yang lebih
mendalam tentang aliran energi dari sinar matahari ke produsen primer (tumbuhan)
sampai ke konsumen (hewan dan dekomposer) dan siklus unsur hara merupakan faktor
yang sangat penting dalam pengelolaan kapasitas penyangga tanah.

Pendidikan dan pemahaman tentang penyangga tanah sejak dini harus mendapatkan
perhatian khusus, sehingga mata pelajaran kimia yang sering dianggap sukar untuk
dipelajari dan membuat banyak pelajar kurang termotivasi untuk mempelajari kimia,
perlu dicarikan terobosan dapat meningkatkan motivasi belajar kimia dengan
mengenalkan sejak dini dengan cara sederhana.

"Belajar dari gejala dan proses kimia di alam akan sangat membantu dapat mengenalkan
kimia sejak dini dan mendorong pelajar tertarik mendalaminya lebih lanjut," demikian
Prof Dr Ir Jamalam Lumbanraja MSc itu pula. (*/lpk)

Pengaruh sinar matahari

sinar matahari mempengaruhi pelapukan bebatuan prosesnya yaitu bebatuan


mengembang jika terkena panas, dan ketika malam hari suhu menjadi dingin maka
bebatuan akan mengkerut

Apabila hal itu terjadi secara terus menerus dapat mengakibatkan batuan pecah atau
retak-retak.

proses ini akan mudah diamati di daerah seperti gurun pada siang hari bisa mencapai 50
derajat celcius.

• 1 bulan lalu

Batuan sedimen berasal dari pelapukan dan erosi batuan yang telah ada sebelumnya.
Sedimen tertransportasi oleh bermacam-macam agen termasuk gravitasi, air yang
mengalir, angin dan es yang bergerak (gletser). Sediment tersebut akan berpindah dari
asalnya ke tempat-tempat pengendapan yang beragam. Di tempat tersebut sedimen
diendapkan dalam berbagai macam litofasies yang karakternya tergantung pada
lingkungan pengendapannya. Setelah pengendapan dan terjadinya timbunan sedimen,
akumulasi sedimen itu mengalami diagenesis. Proses-peroses fisika, kimia dan biologi
mengakibatkan: (1) perubahan dari sediment menjadi batuan sediment, (2) terjadinya
modifikasi pada tekstur dan mineralogi pada batuan. Diagenesis berlawanan dengan
pelapukan karena proses pelapukan merupakan perubahan dari batuan menjadi tanah.
Arah reaksi keduanya berlawanan. Pada pelapukan terjadi degradasi dan proses yang
mengakibatkan batuan menjadi lepas, terdiri dari mineral yang stabil pada permukaan
bumi, sedangkan pada diagenesis material sedimen berubah menjadi lebih padu.

Pelapukan dan Provenance


Sifat endapan sediment pada berbagai lingkungan tergantung pada beberapa faktor yaitu :

1. Sumber atau tempat sediment itu berasal, yang mengontrol jenis material yang terdapat
sebagai sedimen
2. Pelapukan dan transportasi, yang mengontrol perubahan-perubahan yang terjadi pada
material sedimen
3. Keadaan lingkungan pengendapan sedimen.
Pelapukan
Pelapukan secara umum terbagi menjadi proses yaitu:
1. Proses fisika yang disebut sebagai disintegrasi
2. Proses kimia yang disebut dekomposisi.

Prinsip disintegrasi pada pembentukan tanah atau sedimen yaitu berkurangnya ukuran
butir tanpa perubahan pada komposisi kimianya. Hal ini terjadi akibat penghancuran
secara fisika melalui:
• Abrasi, yaitu proses penggerusan batuan oleh agen transport seperti air dan es.
• Frost Action, yaitu proses pembekuan air dalam batuan. Hal ini mengakibatkan batuan
terpecah akibat bertambahnya volume air ketika membeku.
• Aktivitas biologi, di antaranya rekahan pada batuan karena pertumbuhan akar.
Berkurangnya ukuran butir mengakibatkan bertambahnya luas permukaan partikel, hal ini
tentunya akan meningkatkan laju reaksi kimia yang terjadi selama proses dekomposisi.

Proses dekomposisi diantaranya oksidasi, reduksi, solusi (larut), hidrasi, dan hidrolisis.
Oksidasi adalah proses dimana bilangan oksidasi (valensi) suatu ion meningkat
sedangkan reduksi adalah kebalikannya. Salah satu proses oksidasi yang umum pada
pelapukan yaitu oksidasi pada besi. Contohnya adalah magnetit, suatu mineral yang
umum ditemukan pada batuan beku, sedimen dan metamorf yang berubah menjadi
mineral hasil pelapukan yang umum yaitu hematite.

4Fe2O3.FeO + O2 ---> 6 Fe2O3


Magnetit + Oksigen hematite
(Contoh proses reduksi yaitu pembentukan pirit pada kondisi anaerobik.)

Air berperan sangat penting dalam proses dekomposisi sebagai pelarut atau reaktan.
Contohnya air dan asam pada larutan merupakan dua agen pelarut utama. Pelarutan
adalah proses yang mana material yang dapat larut terlarut, atau pecah menjadi ion.
Contohnya yaitu dekomposisi pada piroksen:

(Mg, Fe, Ca)SiO3 + 2 H+ + H2O ---> Mg2+ + Fe2+ + Ca2+ + H4SiO4


Piroksen + Ion Hidrogen + air Ion Mg, Fe, Ca + molekul silicic acid

Reaksi yang sama terjadi pada mineral ferromagnesian silicates yang lain. Ion Ca, Mg
dan silicic acid yang dihasilkan pada reaksi ini tertransportasikan jauh melalui larutan,
sedangkan ion Fe mungkin mengalami oksidasi atau hidrasi atau keduanya dan
terpresipitasi sebagai hematite atau geotit. Hal yang sama, mineral karbonat terlarutkan
menghasilkan ion Ca, Mg dan molekul bikarbonat, yang semuanya tertransportasi sebagai
larutan.

Air juga penting dalam hidrasi dan hidroslisis. Hidrasi adalah reaksi air dan komponen
yang lain yang menghasilkan fase lain. Contohnya, goetit yang dihasilkan dari hematite
melalui reaksi hidrasi:
Fe2O3 + H2O ---> 2 FeOOH

Hidrolisis adalah reaksi kelebihan H+ atau OH- yang dihasilkan reaksi yang
bersangkutan. Reaksi hidrolisis terlihat sebagai reaksi penggantian kation suatu struktur
mineral oleh hydrogen. Contohnya, pelapukan olivine menjadi silicic acid, ion Fe dan
Mg, dimana hydrogen menggantikan Mg dan Fe.

(Mg, Fe)2SiO4 + 4 H2O ---> xMg2+ + 2-xFe2+ + H4SiO4 + 4 (OH)-

Hal yang sama terjadi pada hidrolisis feldspar dan segera setelah itu membentuk mineral
lempung kaolinit:

KAlSi3O8 +H2O ---> HAlSi3O8 + K+ + OH-

2 HAlSi3O8 + 9 H2O ---> Al2Si2O5(OH)4 + 4 H4SiO4

Setiap proses dekomposisi adalah perubahan mineral yang tidak stabil pada permukaan
bumi berubah menjadi mineral, molekul, atau ion yang lebih stabil dibawah kondisi
permukaan. Produk utama pada proses ini yaitu kuarsa, mineral lempung, oksida besi,
dan ion seperti Ca2+ dan Mg2+. Tiga produk hasil pelapukan karbonat berupa ion Ca dan
Mg-, Mineral lempung, dan kuarsa serta opal dihasilkan dari proses yang kira-kira sama
dengan umur bumi yaitu 4,5 miliar tahun.

Kestabilan relatif dari mineral selama proses pelapukan dikemukakan oleh Goldich
(1938) yang merupakan kebalikan dari Deret Bowen. Dia menemukan bahwa Olivine,
Augite (klinopiroksen), dan Ca-plagioklas lebih mudah terlapukan dibandingkan dengan
kuarsa dan muskovit. Walaupun secara umum hal ini benar, proses pelapukan lebih rumit
dari perkiraan. Hal lain yang mempengaruhi adalah iklim, mikroba dan tanaman dan
asam yang dihasilkannya. Olivine, augite, dan plagioklas mengandung unsur Mg, Na, K,
Ca, yang mudah telepas melalui pemecahan ikatan ion dengan oksigen. Si, Al, dan Ti
membentuk ikatan kovalen dengan oksigen yang lebih sulit untuk pecah, yang mencegah
pemecahan mineral seperti kuarsa.

Provenance
Provenance adalah sumber material sedimen, yang merupakan faktor utama yang
menentukan komposisi sedimen. Faktor provenance mengontrol proses pelapukan dan
sifat sedimen yang dapat disuplai oleh berbagai macam agen. Faktor ini diantaranya relief
dan elevasi yang merupakan fungsi dari setting tektonik, iklim dan vegetasi yang
bersangkutan, serta komposisi dari batuan asal. Pada komposisi batuan asal kita bisa
mengambil contoh yang sederhana, bila batuan asalnya banyak mengandung kuarsa maka
sedimen yang dihasilkan akan banyak mengandung kuarsa juga. Bila batuan sumbernya
kaya akan feldsfar maka sedimen yang dihasilkan akan banyak mengandung feldsfar dan
mineral lempung tergantung dari tingkat pelapukan batuannya.

Relief dan elevasi dari provenance akan berpengaruh pada dekomposisi dan disintegrasi,
dan transportasinya. Relief adalah perbedaan ketinggian didalam cekungan erosional,
yang mengontrol laju erosi. Secara umum, daerah yang memiliki relief yang tinggi, yang
merupakan daerah uplift yang aktif, akan mengalami laju erosi yang tinggi. Sebaliknya
pada daerah yang berelief rendah yang umumnya datar memiliki laju erosi yang rendah.
Daerah yang datar merupakan daerah metastabil dimana energi potensial minimum.
Konsekuensinya material tidak bisa turun dan mengakibatkan laju disintegrasi rendah, hal
ini akan mengakibatkan proses dekomposisi berlangsung cukuip lama.

Elevasi provenance juga penting, karena elevasi akan mempengaruhi iklim, dimana pada
gilirannya akan mempengaruhi proses disintegrasi dan dekomposisi. Pada elevasi yang
tinggi air akan membeku, hal ini tentunya akan menyebabkan proses disintegrasi
terutama frost action berperan cukup dominan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pada elevasi yang tinggi proses disintegrasi cukup dominan sedangkan pada
elevasi yang rendah terutama daerah tropis proses dekomposisi cukup dominan.

Iklim dan vegetasi juga memiliki peran yang penting. Pada iklim dingin laju proses
dekomposisi akan rendah sedangkan laju proses disintegrasi akan tinggi. Sebaliknya pada
iklim hangat proses dekomposisi akan lebih dominan daripada proses disintegrasi dan
pada iklim panas proses yang dominan adalah disintegrasi sama seperti pada iklim
dingin. Vegetasi akan banyak pada iklim hangat, basah dari pada iklim dingin dan panas.
Vegetasi dapat menghasilkan asam organik dan senyawa lain yang dapat menyebabkan
proses dekomposisi. Contohnya lava muda di Hawaii yang ditutupi oleh tumbuhan
(lichens, yang banyak mengandung besi, terlapukan lebih tinggi daripada batuan yang
sama dan seumur. Hal ini dapat menjawab pertanyaan mengenai proses disintegrasi dan
dekomposisi pada pre-Devonian yang vegetasinya kurang, dimana pada pre-Devonian
proses disintegrasi lebih penting dari pada dekomposisinya sehingga sedimennya sedikit
mengandung lempung.

Produk hasil pelapukan


Produk yang dihasilkan dari pelapukan yaitu kuarsa, mineral lempung dan oksida besi
dan hidrat yang merupakan material residu yang tertinggal di tanah yang dihasilkan dari
batuan yang terdekomposisi tinggi. Silicic acid dan kation berbagai logam (termasuk Ca,
Mg, Fe, Mn, Na, dan K) dan P akan tertransportasikan jauh dari sumbernya.

Transportasi sediment
Transportasi sedimen dimulai ketika material terlapukan dan ion terlarut. Transportasi
material yang terlarut disebut transportasi larutan, sedangkan material padat
tertransportasi melalui transportasi mekanik. Transportasi mekanik di antaranya falling,
sliding, rolling, bouncing(saltation), flowing dan transportasi supensi.

Transportasi sedimen tergantung pada sifat fisik dari agen transportasi, sifat material,
sifat fisik dari campuran agen transportasi dan material, dan gaya yang menyebabkan
transportasi.

Agen transportasi diantaranya gravitasi, air mengalir, angin dan es yang bergerak.
Gravitasi tidak hanya menyebabkan pergerakan material tetapi juga menggerakan arus air
dan es untuk bergerak turun.
Transportasi mekanik, di antaranya:
• Transportasi gravitasi
Gravitasi merupakan agen utama yang mengakibatkan transportasi pada landslides dan
massflow. Pada pergerakan masa subaeria (falls, slides, slumps, avalanches, mudflowa,
dan subaerial debris flows) dan submarine debris flow transportasi terjadi ketika gaya
yang menahan (resisting force) terlampaui.

Pada falls, slides, slumps dan avalanches, retakan dihasilkan ketika batuan kehilangan
gaya kohesi antara partikelnya yang kemudian bergerak dan berhenti ketika energinya
habis. Sedimen yang dihasilkan berupa breksi atau diamicite yang terpilah buruk, tidak
berlapis.

Pada debris flows, mudflows dan olisostrom seluruh masa diendapkan sekali.
Pergerakannya biasanya berlangsung ketika terdapat air yang mengakibatkan gaya gesek
antar partikel mengecil dan mengakibatkan masa meluncur dan terendapkan dengan
kacau. Produk yang dihasilkan terpilah buruk, banyak material Lumpur dan lapisan
biasanya tebal dan massive.

Grain flow adalah aliran dari butiran sediment yang inkohesif yang terdapat pada lereng
yang curam. Aliran terjadi ketika akumulasi sedimen melebih gaya gesek antar partikel
dan ketika gempa bumi. Endapan yang dihasilkan berupa pasir yang terpilah baik, tak
berstruktur sampai berlaminasi secara lokal.

• Transportasi glacial
Transportasi ini dihasilkan oleh gaya gravitasi terhadap aliran fluida, tetapi laju alirannya
sangat lambat. Glacier membawa partikel melalui penggusuran sepanjang dasar dan
sisinya. Partikel yang besar biasanya tertinggal dan yang lebih kecil akan terbawa lebih
jauh. Sedimen yang terpilah baik, berukuran halus diendapkan sebagai outwash dan yang
terpilah buruk dan kasar diendapkan sebagai till.

• Transportasi air dan udara


Ketika air dan udara bergerak terjadi gesekan antara fluida dengan sekitarnya. Turbulensi
dimulai dekat batas dengan sekitarnya, seperti dekat dasar sungai sebagai hasil dari
interaksi gaya di tempat tersebut. Faktor yang menentukan bergeraknya partikel adalah
ukuran, densitas dan bentuk partikel, kecepatan aliran, viskositas fluida dan batas gaya
gesek.
Sedimentasi akan terjadi ketika fluida melambat. Masing-masing ukuran partikel jatuh
keluar dari suspensi dan menjadi bagian dari pergerakan bed load. Pada unit
pengendapan dari suspensi biasanya berupa laminasi tabular, ketebalan bervariasi tetapi
biasanya tipis saja. Lapisan dari bed load yang terendapkan melalui traksi mungkin tipis
tetapi cenderung sedang sampai tebal dan membentuk cross bedding, imbrikasi butir dan
ripple marks.

Transportasi kimia
Ion dan molekul yang dihasilkan dari dekomposisi akan menjadi bagian dari larutan
dalam air tanah dan air permukaan. Selama perpindahan larutan mungkin mengalami
pengenceran, pengkonsentrasian dan perubahan dalam kimianya karena reaksi dengan
batuan yang dilaluinya. Jika bereaksi dengan batuan atau sediment, batuan dan sediment
mengalami perubahan diagenesis. Presipitasi kimia yang terjadi selama diagenesis
merupakan salah satu bentuk pengendapan kimia.

Diagenesis
Setelah sedimen terendapkan, diagenesis adalah proses yang bekerja pada sedimen
tersebut. Diagenesis merupakan proses fisika, kimia dan biologi yang secara umum
mengubah sedimen menjadi batuan sedimen. Diagenesis kemungkinan berlanjut bekerja
setelah sedimen menjadi batuan, mengubah tekstur dan mineraloginya.

Tujuh proses diagenesis yang terjadi yaitu :


1. Kompaksi
2. Rekristalisasi
3. Pelarutan
4. Sementasi
5. Autigenisasi
6. Replacement
7. Bioturbasi

Kompaksi adalah proses yang menyebabkan volume sedimen berkurang. Ini dihasilkan
oleh tekanan penutup (overburden), yang diakibatkan oleh berat dari sedimen dan batuan
di atasnya. Tekanan ini mengakibatkan penyusunan kembali butiran dan pengeluaran
fluida, hal ini menghasilkan pengurangan porositas batuan sedimen. Kemungkinan
tingkat kompaksi merupakan fungsi dari ukuran butir, bentuk butir, pemilahan, porositas
awal dan jumlah fluida yang terdapat dalam sedimen. Sedimen dengan pemilahan yang
baik, membundar akan kurang kompak bila dibandingkan dengan sedimen yang terpilah
buruk dan menyudut. Pada sedimen yang terpilah buruk ukuran butir yang kecil akan
mengisi rongga antar butiran yang besar dan pada sedimen yang menyudut, ikatan antar
butirnya akan sangat kuat karena bersifat saling mengunci. Pada pasir porositas awalnya
sekitar 25% - 50%, pada sedimen karbonat kemungkinan cukup tinggi yaitu sekitar 50% -
75% dan pada lumpur lempung lebih dari 85%. Pada batuan sedimen porositas kecil yaitu
0% - 2% hal ini dikarenakan kompaksi dan proses diagnesis lain terutama sementasi.

Rekristalisasi adalah proses di mana kondisi fisika dan kima menyebabkan


pengorientasian kembali kristal lattice pada butir mineral. Rekristalisasi bekerja melalui
pelarutan dan presipitasi dari fase mineral yang terdapat pada batuan. Ketika fluida
melewati batuan atau sedimen, komponen pada sedimen yang tidak stabil karena tekanan,
pH, temperature akan mengalami pelarutan. Kemudian material yang terlarut itu akan
mengalami transportasi dan akan terpresipitasi pada pori-pori sediment yang memiliki
kondisi yang berbeda. Hal yang penting yaitu tekanan pelarutan, yaitu suatu proses di
mana tekanan terkonsentrasi pada satu titik antara dua butir yang menyebabkan pelarutan
dan migrasi ion atau molekul yang menjauhi titik itu. Lewat proses ini massa
tertransportasi dari titik kontak menuju tempat dengan tekanan yang lebih rendah yang
memungkinkan presipitasi dari larutan itu. Tentunya rekristalisasi ini akan menyebabkan
pengurangan porositas sedimen dan memfasilitasi rekristalisasi tekstur.

Sementasi adalah proses di mana terjadi presipitasi kimia pada pembentukan kristal baru,
terbentuk didalam pori-pori sedimen atau batuan yang mengikat satu butir dengan butir
lainnya. Semen yang umum yaitu kuarsa, kalsit dan hematite, tetapi jenis semen secara
luas di antaranya aragonite, Mg kalsit, dolomite, gypsum celesite, goethite, dan todorit.
Tekanan pelarutan secara local dapat menghasilkan semen, tetapi banyak semen
merupakan material baru (allochemical material) yang masuk melalui larutan. Jelas
bahwa proses sementasi akan mengakibatkan berkurangnya porositas dan menghasilkan
tekstur baru seperti spherulitic, comb texture, dan poikilotopic texture.

Autigenesis (neocrystalitation) adalah proses yang mana fase mineral baru mengalami
kristalisasi didalam sediment atau batuan selama proses diagenesis ataupun setelahnya.
Mineral baru mungkin terbentuk melalui reaksi di dalam fase yang terdapat dalam
sedimen atau batuan, mungkin juga muncul karena presipitasi dari material yang masuk
melalui fase fluida, atau dihasilkan dari kombinasi sedimen primer dan material yang
masuk. Autigenesis operlap dengan pelapukan, sementasi dan biasanya rekristalisasi, dan
kemungkinan menghasilkan replacement. Jenis dari fasa autigenesis jauh lebih beragam
dibandingkan dengan mineral semen. Fase autigenesis termasuk silikat seperti kuarsa, K-
feldspar, lempung,dan zeolite; carbonat seperti kalsit, dolomite dan carbonat besi;
evaporate mineral seperti halit, sylvite, gypsum dan anhidrit;oksida seperti hematite,
goetit, todorokit; dan mineral samping lainnyatermasuk sulfat, sulfide dan fosfat.

Replacement yaitu proses yang mana mieral baru menggantikan (secara kimia dan fisika)
in situ pada endapan mineral. Replacement mungkin bersifat neomorphic, yang mana
butiran yang baru memiliki fase yang sama dengan asalnya atau polimorpisme dari fase
asalnya. Pseudomorfic yang mana fase baru merupakan tiruan dari bentuk eksternal dari
fase yang digantikan tetapi fasenya berbeda, allomorphic yaitu replacement dalam bentuk
fase baru yang biasanya berbeda bentuk kristalnya dan menggantikan sepenuhnya fase
sediment asal. Fase replacement sama beragamnya dengan fase autigenesis, tetapi fase
replacement yang penting yaitu dolomite, opal, kuarsa dan ilite.

Bioturbasi adalah aktifitas biologis yang terjadi dekat permukaan, termasuk burrowing,
boring dan pencampuran sedimen oleh organisme. Pada beberapa kasus proses ini dapat
meningkatkan kompaksi, menghancurkan laminasi dan perlapisan. Selama proses
bioturbasi beberapa organisme mempresipitasikan material yang berfungsi sebagai
semen.

Daigenesis biasanya dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:


1. Eogenesis, proses awal diagenesis yang terdapat di antara endapan dan timbunan, atau
dekat permukaan,
2. Mesogenesis, tahap tengah dari diagenesis yang terjadi setelah penimbunan,
3. Telogenesis, tahap akhir dari proses proses diagenesis.

You might also like