You are on page 1of 28

By : Kelompok VI 1

Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

A. KONSEP TEORI

 Definisi

Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi


sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah poliartritis
yang progesif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ
tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis reumatoid terjadi setelah
penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progesifitasnya.
Pada umumnya selain gejala artikular, AR dapat pula menunjukkan gejala
konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah atau gangguan
organ non artikular lainnya.

Artritis Reumatoid ditandai dengan adanya peradangan dari lapisan


selaput sendi (sinovium) yang mana menyebabkan sakit, kekakuan,
hangat, bengkak dan merah. Peradangan sinovium dapat menyerang dan
merusak tulang dan kartilago. Sel penyebab radang melepaskan enzim
yang dapat mencerna tulang dan kartilago. Sehingga dapat terjadi
kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi, yang menghasilkan rasa
sakit dan pengurangan kemampuan bergerak.

Artritis adalah inflamasi dengan nyeri, panas, pembengkakan,


kekakuan dan kemerahan pada sendi. Akibat artritis, timbul inflamasi
umum yang dikenal sebagai artritis reumatoid yang merupakan penyakit
autoimun.

Manifestasi tersering penyakit ini adalah terserangnya sendi yang


umumnya menetap dan progresif. Mula-mula yang terserang adalah
sendi kecil tangan dan kaki. Seringkali keadaan ini mengakibatkan
deformitas sendi dan gangguan fungsi disertai rasa nyeri.

 Epidemiologi

Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama


dikenal dan tersebar luas di seluruh dunia serta melibatkan semua ras
dan kelompok etnik.
By : Kelompok VI 2
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

Prevalensi Artritis Reumatoid adalah sekitar 1 persen populasi


(berkisar antara 0,3 sampai 2,1 persen). Artritis Reumatoid lebih sering
dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita dan pria sebesar 3:1.
Perbandingan ini mencapai 5:1 pada wanita dalam usia subur.

Artritis Reumatoid menyerang 2,1 juta orang Amerika, yang


kebanyakan wanita. Serangan pada umumnya terjadi di usia
pertengahan, nampak lebih sering pada orang lanjut usia. 1,5 juta wanita
mempunyai artritis reumatoid yang dibandingkan dengan 600.000 pria.

 Etiologi

Penyebab Artritis Reumatoid masih belum diketahui. Faktor genetik


dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam
timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara
produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4
dengan AR seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1
untuk menderita penyakit ini.

Kecenderungan wanita untuk menderita AR dan sering dijumpainya


remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya
faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang
berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian
hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan
sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan
bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini.

Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab AR.


Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab AR juga timbul karena umumnya
onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai
oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Walaupun hingga kini belum
berhasil dilakukan isolasi suatu mikroorganisme dari jaringan sinovial, hal
ini tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen
peptidoglikan atau endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan
terjadinya AR. Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab AR
antara lain adalah bakteri, mikoplasma atau virus.
By : Kelompok VI 3
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

Heat shock protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran


sedang (60 sampai 90 kDa) yang dibentuk oleh sel seluruh spesies
sebagai respons terhadap stress. Walaupun telah diketahui terdapat
hubungan antara HSP dan sel T pada pasien AR, mekanisme ini belum
diketahui dengan jelas.

 Patogenesis

Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis AR terjadi


akibat rantai peristiwa imunologis sebagai berikut :

Suatu antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial,


akan diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari
berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag
yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membran
selnya. Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel
CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada
permukaan membran APC tersebut membentuk suatu kompleks
trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-
1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+.

Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut


akan mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+.
IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor
spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya
mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan
berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan
tersebut. Selain IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi juga mensekresi
berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon, tumor necrosis factor b -
(TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-macrophage
colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang
bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas
fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk
memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1,
IL-2, dan IL-4.

Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang


dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara
bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan
mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan komponen-
komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik
By : Kelompok VI 4
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik


lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi
tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan
bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada AR adalah peningkatan
permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan
pengendapan fibrin pada membran sinovial.

Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh


pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien,
prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin) yang
akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas
dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu
radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan
sendi.

Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan


dapat merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan
bantuan IL-1 dan TNF-b.

Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila


antigen penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan
tetapi pada AR, antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap
pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan
berlangsung terus. Tidak terhentinya destruksi persendian pada AR
kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor
reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang
dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor reumatoid akan berikatan
dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses
peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga
menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan
terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik serta
aktivasi jalur asam arakidonat.

Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat


pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang
merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis AR. Pannus
merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang
berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara
histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus
terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan
jaringan kolagen dan proteoglikan.
By : Kelompok VI 5
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

 Gambaran Klinis

Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada


penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul
sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki
gambaran klinis yang sangat bervariasi.

1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat


badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat
demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk
sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-
sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat
terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat
generalisata tatapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan
ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang
biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu
kurang dari 1 jam.

Gambar 1. Rheumatoid Arthritis Versus Osteoarthritis.

4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran


radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di
tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.
By : Kelompok VI 6
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

5. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi


dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari,
subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere
dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering
dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan)
kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi
metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan
mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam
melakukan gerak ekstensi.
6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang
ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita
arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini
adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang
permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-
nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya.
Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk
suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat
menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis),
paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.

 Manivestasi Klinis Artritis Reumatoid

Walaupun gejala AR dapat timbul berupa serangan poliartritis akut


yang berkembang cepat dalam beberapa hari, pada umumnya gejala
penyakit berkembang secara perlahan dalam masa beberapa minggu.
Dalam keadaan dini, AR dapat bermanifestasi sebagai palindromic
rheumatism, yaitu timbulnya gejala monoartritis yang hilang timbul yang
berlangsung antara 3 sampai 5 hari dan diselingi dengan masa remisi
sempurna sebelum bermanifestasi sebagai AR yang khas. Dalam
keadaan ini AR juga dapat bermanifestasi sebagai paurciarticular
rheumatism, yaitu gejala poliartritis yang melibatkan 4 persendian atau
kurang. Kedua gambaran klinis seperti ini seringkali menyebabkan
kesukaran dalam menegakkan diagnosis AR dalam masa dini.

 Manivestasi Neurologis

Manivestasi neurologis sering terjadi pada penderita artritis


reumatoid kronis dengan faktor reumatoid positif. Sering terjadi
By : Kelompok VI 7
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

neuropati. Neuropati kompresi atau jepitan terjadi akibat


pembengkakan jaringan ikat yang menekan saraf tepi. Paling sering
terjadi kompresi saraf medianus pada pergelangan tangan yang
dikenal sebagai sindroma terowongan karpal (CTS); carpal tunnel
syndrome). Neuropati sensoris bagian distal dengan disestesia atau
rasa terbakar pada tangan atau kaki yang terjadi kadang sukar
dibedakan dengan gejala artritisnya. Jarang terjadi neuropati
sensorimotor, tetapi bila terjadi bersifat progresif dan dapat
menyebabkan suatu penurunan kemampuan penderita dalam
melakukan aktivitas. Mielopati dapat terjadi pada penderita AR
karena sering terlibatnya vertebra servikalis dan menimbulkan
penyempitan kanalis spinalis pada fleksi leher setelah terjadi
subluksasi atlantoaksial. Gejala akibat gangguan sirkulasi posterior
berupa vertigo dan kelemahan akibat kompresi atau trombosis
arteria vertebralis. Penderita artritis reumatoid lanjut harus
mengenakan bidai leher bila mengendarai mobil atau motor dan
harus dilakukan foto leher posisi fleksi sebelum menjalani anestesi
umum. Artritis reumatoid juga dapat mengakibatkan miopati.

 Manivestasi Artikular

Manifestasi artikular ini dapat dibagi menjadi 2 kategori :

1. Gejala inflamasi akibat aktivitas sinovitis yang bersifat


reversibel.
2. Gejala akibat kerusakan struktur persendian yang
bersifat ireversibel.

Sangat penting untuk membedakan kedua hal ini karena


penatalaksanaan kedua kelainan tersebut sangat berbeda. Sinovitis
merupakan kelainan yang umumnya bersifat reversibel dan dapat
diatasi dengan pengobatan medikamentosa atau pengobatan non-
surgikal lainnya. Pada fihak lain kerusakan struktur persendian
akibat kerusakan rawan sendi atau erosi tulang periartikular
merupakan proses yang tidak dapat diperbaiki lagi dan memerlukan
modifikasi mekanik atau pembedahan rekonstruktif.
By : Kelompok VI 8
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

Gejala klinis yang berhubungan dengan aktivitas sinovitis adalah


kaku pagi hari. Kekakuan pada pagi hari merupakan gejala yang
selalu dijumpai pada AR aktif. Berbeda dengan rasa kaku yang
dapat dialami oleh pasien osteoartritis atau kadang-kadang oleh
orang normal, kaku pagi hari pada AR berlangsung lebih lama, yang
pada umumnya lebih dari 1 jam. Lamanya kaku pagi hari pada AR
agaknya berhubungan dengan lamanya imobilisasi pada saat pasien
sedang tidur serta beratnya inflamasi. Gejala kaku pagi hari akan
menghilang jika remisi dapat tercapai. Faktor lain penyebab kaku
pagi hari adalah inflamasi akibat sinovitis. Inflamasi akan
menyebabkan terjadinya imobilisasi persendian yang jika
berlangsung lama akan mengurangi pergerakan sendi baik secara
aktif maupun secara pasif.

Otot dan tendon yang berdekatan dengan persendian yang


mengalami peradangan cenderung untuk mengalami spasme dan
pemendekan. Fenomen ini terutama jelas terlihat pada otot intrinsik
tangan yang berjalan sepanjang persendian metacarpophalangeal,
(MCP) dan otot peroneus anterior yang berjalan sepanjang
persendian talonavikularis pada arkus pedis.

Deformitas persendian pada AR dapat terjadi akibat beberapa


mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya sinovitis dan
pembentukan pannus. Sinovitis akan menyebabkan kerusakan
rawan sendi dan erosi tulang periartikular sehingga menyebabkan
terbentuknya permukaan sendi yang tidak rata. Jika kerusakan
rawan sendi terjadi pada daerah yang luas dan imobilisasi
berlangsung lama, akan terjadi fusi tulang-tulang yang membentuk
persendian. Lebih jauh pannus yang menginvasi jaringan kolagen
serta proteoglikan rawan sendi dan tulang dapat menghancurkan
struktur persendian sehingga terjadi ankilosis.

Ligamen yang dalam keadaan normal berfungsi untuk


mempertahankan kedudukan persendian yang stabil dapat pula
menjadi lemah akibat sinovitis yang menetap atau pembentukan
pannus yang memiliki kemampuan melarutkan kolagen tendon,
ligamen atau rawan sendi. Gangguan stabilitas dapat jelas terlihat
pada subluksasio persendian MCP akibat terjadinya perubahan arah
gaya tarik tendon sepanjang aksis rotasi sehingga menyebabkan
terbentuknya deviasi ulnar yang khas dan AR.
By : Kelompok VI 9
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

 Vertebra Servikalis

Walaupun AR jarang melibatkan segmen vertebralis lainnya,


vertebra servikalis merupakan segmen yang sering terlibat pada AR.
Proses inflamasi ini melibatkan persendian diartrodial yang tidak
tampak atau teraba oleh pemeriksaan. Gejala dini AR pada Vertebra
servikalis umumnya bermanifestasi sebagai kekakuan pada seluruh
segmen leher disertai dengan berkurangnya lingkup gerak sendi
secara menyeluruh. Tenosinovitis ligamen transversum C1 yang
mempertahankan kedudukan prosesus odontoid C2 dapat
menyebabkan timbulnya gangguan stabilitas C1- C2. Mielopati dapat
timbul akibat terjadinya erosi prosesus odontoin yang menyebabkan
pengenduran dan ruptura ligamen sehingga menimbulkan
penekanan pada medulla spinalis. Gangguan stabilitas sendi akibat
peradangan dan kerusakan pada permukaan sendi apofiseal dan
pengenduran ligamen juga dapat menyebabkan terjadinya
subluksasio yang sering dijumpai pada C4-C5 atau C5 -C6

 Gelang Bahu

Peradangan pada gelang bahu akan mengurangi lingkup gerak


sendi gelang bahu. Karena dalam aktivitas sehari-hari gerakan bahu
tidak memerlukan lingkup gerak yang luas, umumnya pada keadaan
dini pasien tidak merasa terganggu dengan keterbatasan tersebu.
Walaupun demikian, tanpa latihan pencegahan akan mudah terjadi
kekakuan gelang bahu yang berat yang disebut sebagai frozen
shoulder syndrome.

 Siku

Karena terletak superfisial,


sinovitis artikulasio kubiti dapat
dengan mudah teraba oleh
pemeriksa. Sinovitis dapat
menimbulkan penekanan pada
nervus ulnaris sehingga
menimbulkan gejala neuropati
By : Kelompok VI 10
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

tekanan. Gejala ini bermanifestasi sebagai parestesia jari 4 dan 5


akan kelemahan otot fleksor jari 5.

Gambar 2. Arthritis, Rheumatoid. Rheumatoid nodules at the elbow.

 Tangan

Berlainan dengan persendian


distal interphalangeal (DIP) yang
relatif jarang dijumpai, keterlibatan
persendian pergelangan tangan,
MCP dan PIP hampir selalu
dijumpai pada AR. Gambaran swan
neck deformities akibat fleksi
kontraktur MCP, heperekstensi PIP
dan fleksi DIP serta boutonniere
akibat fleksi PIP dan hiperekstensi
DIP dapat terjadi akibat kontraktur otot serta tendon fleksor dan
interoseus merupakan deformitas patognomonik yang banyak
dijumpai pada AR

Selain gejala yang berhubungan dengan sinovitis, pada AR juga


dapat dijumpai nyeri atau disfungsi persendian akibat penekana
nervus medianus yang terperangkap dalam rongga karpalis yang
mengalami sinovitis sehingga menyebabkan gejala carpal tunnel
syndrome. Walaupun jarang, nervus ulnaris yang berjalan dalam
kanal Guyon dapat pula mengalami penekanan dengan mekanisme
yang sama.

AR dapat pula menyebabkan terjadinya tenosinovitis akibat


pembentukan nodul reumatoid sepanjang sarung tendon yang
dapat menghambat gerakan tendon dalam sarungnya. Tenosinovitis
pada AR dapat menyebabkan terjadinya erosi tendon dan
mengakibatkan terjadinya ruptur tendon yang terlibat.

 Panggul

Karena sendi panggul terletak jauh di dalam pelvis, kelainan


sendi panggul akibat AR umumnya sulit dideteksi dalam keadaan
dini. Pada keadaan dini keterlibatan sendi panggul mungkin hanya
dapat terlihat sebagai keterbatasan gerak yang tidak jelas atau
gangguan ringan pada kegiatan tertentu seperti saat mengenakan
sepatu. Walaupun demikian, jika destruksi rawan sendi telah terjadi,
By : Kelompok VI 11
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

gejala gangguan sendi panggul akan berkembang lebih cepat


dibandingkan gangguan pada persendian lainnya.

 Lutut

Penebalan sinovial dan efusi lutut umumnya mudah dideteksi


pada pemeriksaan. Herniasi kapsul sendi kearah posterior dapat
menyebabkan terbentuknya kista Baker.

 Kaki dan Pergelangan Kaki

persendian MTP, talonavikularis dan pergelangan kaki


merupakan gambaran yang khas AR. Karena persendian kaki dan
pergelangan kaki merupakan struktur yang menyangga berat
badan, keterlibatan ini akan menimbulkan disfungsi dan rasa nyeri
yang lebih berat dibandingkan dengan keterlibatan ekstremitas
atas. Peradangan pada sendi talonavikularis akan menyebabkan
spasme otot yang berdekatan sehingga menimbulkan deformitas
berupa pronasio dan eversio kaki yang khas pada AR. Walaupun
jarang, nervue tibialis posterior dapat pula mengalami penekanan
akibat sinovitis pada rongga tarsalis (tarsal tunnel) yang dapat
menimbulkan gejala parestesia pada telapak kaki.

 Komplikasi

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis


dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
(disease modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor
penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid.

Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas,


sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik.
Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan
vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

 Pemeriksaan Penunjang
By : Kelompok VI 12
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun


dapat menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis
pasien. Pada pemeriksaan laboraturium terdapat:

1. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien
artritis reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat
dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis,
hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit
kolagen, dan sarkoidosis.
2. Protein C-reaktif biasanya positif.
3. LED meningkat.
4. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
5. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang
kronik.
6. Trombosit meningkat.
7. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.

Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang


tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi
sakroiliaka juga sering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan
jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi
penyempitan sendi dan erosi.

 Penatalaksanaan

Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang


harus dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang
baik antara pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim
pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik ini agaknya
akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat
dalam suatu jangka waktu yang cukup lama.

1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan


penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan
baik dan terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam
jangka waktu yang lama.
2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat
inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:

a. Aspirin

Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1


g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi
perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.
By : Kelompok VI 13
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.

3. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang


dari proses destruksi akibat artritis reumatoid. Mula khasiatnya
baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka
efektivitasnya dalam menekan proses reumatoid akan berkurang.
Keputusan penggunaannya bergantung pada pertimbangan risiko
manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah diagnosis
artritis reumatoid ditegakkan, atau bila respon OAINS tidak baik,
meski masih dalam status tersangka.

Jenis-jenis yang digunakan adalah:

a. Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya


terjangkau, namun efektivitasnya lebih rendah dibandingkan
dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari
hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada
dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b. Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan
dalam dosis 1 x 500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu,
sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai,
dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam
jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam
waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan
diganti dengan yang lain, atau dikombinasi. Efek sampingnya
nausea, muntah, dan dyspepsia.
c. D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat.
Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis
ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk
mencapai dosis total 4x 250-300 mg/hari. Efek samping antara
lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan
pemfigus.
d. Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya
tidak diragukan lagi meski sering timbul efek samping. Auro
sodium tiomalat (AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan
dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu kemudian
disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian
diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat
dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu
sampai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg
setiap 3 minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek samping
berupa pruritis, stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan
By : Kelompok VI 14
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang


diberikan dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang
dijumpai, pada awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi
dengan penurunan dosis.
e. Obat imunosupresif atau imunoregulator.
f. Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mula
kerjanya relatif pendek dibandingkan dengan yang lain. Dosis
dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak
menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang
melebihi 20 mg/minggu. Efek samping jarang ditemukan.
Penggunaan siklosporin untuk artritis reumatoid masih dalam
penelitian.
g. Kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan artritis
reumatoid dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti
vaskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang sangat
berat. Dalam dosis rendah (seperti prednison 5-7,5 mg satu kali
sehari) sangat bermanfaat sebagai bridging therapy dalam
mengatasi sinovitis sebelum DMARD mulai bekerja, yang
kemudian dihentikan secara bertahap. Dapat diberikan suntikan
kortikosteroid intraartikular jika terdapat peradangan yang berat.
Sebelumnya, infeksi harus disingkirkan terlebih dahulu.

4. Riwayat Penyakit alamiah

Riwayat penyakit alamiah AR sangat bervariasi. Pada umumnya


25% pasien akan mengalami manifestasi penyakit yang bersifat
monosiklik (hanya mengalami satu episode AR dan selanjutnya akan
mengalami remisi sempurna). Pada pihak lain sebagian besar pasien
akan menderita penyakit ini sepanjang hidupnya dengan hanya
diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik).
Sebagian kecil lainnya akan menderita AR yang progresif yang
disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada
setiap eksaserbasi.12

Penelitian jangka panjang menunjukkan bahwa dengan pengobatan


yang digunakan saat ini, sebagian besar pasien AR umumnya akan
dapat mencapai remisi dan dapat mempertahankannya dengan baik
pada 5 atau 10 tahun pertamanya. Setelah kurun waktu tersebut,
umumnya pasien akan mulai merasakan bahwa remisi mulai sukar
dipertahankan dengan pengobatan yang biasa digunakan selama itu.
Hal ini mungkin disebabkan karena pasien sukar mempertahankan
ketaatannya untuk terus berobat dalam jangka waktu yang lama,
timbulnya efek samping jangka panjang kortikosteroid. Khasiat
By : Kelompok VI 15
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

DMARD yang menurun dengan berjalannya waktu atau karena


timbulnya penyakit lain yang merupakan komplikasi AR atau
pengobatannya. Hal ini masih merupakan persoalan yang banyak
diteliti saat ini, karena saat ini belum berhasil dijumpai obat yang
bersifat sebagai disease controlling antirheumatic therapy (DC-ART).

5. Rehabilitasi pasien AR

Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat


kemampuan pasien AR dengan cara :

• Mengurangi rasa nyeri


• Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi
• Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot
• Mencegah terjadinya deformitas
• Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri
• Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung
kepada orang lain.

Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain


dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan serta dengan
menggunakan modalitas terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan,
peningkatan ambang rasa nyeri dengan arus listrik. Manfaat terapi
fisis dalam pengobatan AR telah ternyata terbukti dan saat ini
merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam
penatalaksanaan AR.

6. Pembedahan

Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil


serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan
pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat
ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip replacement,
memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.

B. KONSEP KEPERAWATAN
By : Kelompok VI 16
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

 PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan


keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru,
ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan
keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.

1. Aktivitas/ istirahat

Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan


stres pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral
dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya
hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.

Tanda : Malaise. Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit,


kontraktor/ kelainan pada sendi.

2. Kardiovaskuler

Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat


intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna
kembali normal).

3. Integritas ego

Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,


ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan
ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan ) Ancaman pada
konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan
pada orang lain).

4. Makanan/ cairan
By : Kelompok VI 17
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi


makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia Kesulitan untuk
mengunyah.

Tanda : Penurunan berat badan Kekeringan pada membran mukosa.

5. Hygiene

Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan


pribadi.

6. Neurosensori

Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi


pada jari tangan. Pembengkakan sendi simetris

7. Nyeri/ kenyamanan

Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh


pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).

8. Keamanan

Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus


kaki. Kesulitan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah
tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan
membran mukosa.

9. Interaksi sosial

Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain;


perubahan peran; isolasi.
By : Kelompok VI 18
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

10. Penyuluhan/ pembelajaran

Gajala : Riwayat AR pada keluarga ( pada awitan remaja )

Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, “ penyembuhan “


arthritis tanpa pengujian.

 PENGKAJIAN BODY SYSTEM

 BONE

Ekstremitas Atas : Kelainan pada kedua lengan, simetris atau tidak.

Ekstremitas Bawah : Penurunan fungsi sendi dan kekuatan otot.

Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan,


memburuk dengan stres pada sendi, kekakuan
pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan
simetris.

Kulit : Warna kulit, kelainan pada kulit dan turgor kulit.

Kulit mengkilat, Lesi kulit, ulkus kaki.

 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. NYERI AKUT/ KRONIS

 Dapat dihubungkan dengan : agen pencedera; distensi


jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi
sendi.
 Dapat dibuktikan oleh : Keluhan nyeri,ketidaknyamanan,
kelelahan, Berfokus pada diri sendiri/ penyempitan focus,
Perilaku distraksi/ respons autonomic, Perilaku yang bersifat
hati-hati/ melindungi

 Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien


akan:

• Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol


By : Kelompok VI 19
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

• Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi


dalam aktivitas sesuai kemampuan.
• Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
• Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas
hiburan ke dalam program kontrol nyeri.

 Intervensi dan Rasional:

a. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas


(skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan
tanda-tanda rasa sakit non verbal (R : Membantu dalam
menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan
keefektifan program)
b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,.
Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan (R :
Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan
mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat,
menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian
linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi
yang terinflamasi/nyeri)
c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung
pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. (R :
Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan
mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat
menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan
pada sendi)
d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu
untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit
di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.
(R : Mencegah terjadinya kelelahan umum dan
kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi
gerakan/ rasa sakit pada sendi)
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau
mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada
waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk
mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali
sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan
sebagainya. (R : Panas meningkatkan relaksasi otot, dan
mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan
kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat
dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan)
f. Berikan masase yang lembut (R : meningkatkan
relaksasi/ mengurangi nyeri)
By : Kelompok VI 20
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres,


misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik,
biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis
diri, dan pengendalian napas. (R : Meningkatkan
relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin
meningkatkan kemampuan koping)
h. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai
untuk situasi individu. (R : Memfokuskan kembali
perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan
rasa percaya diri dan perasaan sehat)
i. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang
direncanakan sesuai petunjuk. (R : Meningkatkan
realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme,
memudahkan untuk ikut serta dalam terapi)
j. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk
(mis:asetil salisilat) (R : sebagai anti inflamasi dan efek
analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan
meningkatkan mobilitas.)
k. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan (R :
Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak
selama periode akut)

2. MOBILITAS FISIK / KERUSAKAN

 Dapat dihubungkan dengan : Deformitas skeletal, Nyeri,


ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan
otot.
 Dapat dibuktikan oleh : Keengganan untuk mencoba
bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak
dalam lingkungan fisik. Membatasi rentang gerak,
ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/
kontrol dan massa ( tahap lanjut ).

 Hasil yang diharapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien


akan :

• Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/


pembatasan kontraktur.
By : Kelompok VI 21
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

• Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan


fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
• Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang
memungkinkan melakukan aktivitas

 Intervensi dan Rasional:

a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa


sakit pada sendi (R : Tingkat aktivitas/ latihan tergantung
dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi)
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan
jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang
terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.
(R : Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut
dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah
kelelahan mempertahankan kekuatan)
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga
latihan resistif dan isometris jika memungkinkan (R :
Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot
dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat
menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang
berlebihan dapat merusak sendi)
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel
cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan
penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze (R :
Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan
sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian
pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah
robekan abrasi kulit)
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan
trokanter, bebat, brace (R : Meningkatkan stabilitas
( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi
sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi
kontraktor)
f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R :
Mencegah fleksi leher)
g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan
duduk tinggi, berdiri, dan berjalan (R : Memaksimalkan
fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas)
h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan
kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet,
penggunaan kursi roda. (R : Menghindari cidera akibat
kecelakaan/ jatuh)
By : Kelompok VI 22
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R : Berguna dalam


memformulasikan program latihan/ aktivitas yang
berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam
mengidentifikasikan alat)
j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan.
(R : Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah
untuk mengurangi risiko imobilitas)
k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid).
(R : Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi
akut)

3. GANGGUAN CITRA TUBUH/ PERUBAHAN PENAMPILAN


PERAN

 Dapat dihubungkan dengan : Perubahan kemampuan


untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
 Dapat dibuktikan oleh : Perubahan fungsi dari bagian-
bagian yang sakit. Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus
pada kekuatan masa lalu, dan penampilan. Perubahan pada
gaya hidup/ kemapuan fisik untuk melanjutkan peran,
kehilangan pekerjaan, ketergantungan p[ada orang terdekat.
Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi. Perasaan
tidak berdaya, putus asa.
 Hasil yang diharapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien
akan :

• Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam


kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada
gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
• Menyusun rencana realistis untuk masa depan.

 Intervensi dan Rasional:.

a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang


proses penyakit, harapan masa depan. (R : Berikan
kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan
konsep dan menghadapinya secara langsung)
b. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada
pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn
pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari,
termasuk aspek-aspek seksual. (R : Mengidentifikasi
bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan
By : Kelompok VI 23
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan


terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut)
c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang
terdekat menerima keterbatasan. (R : Isyarat verbal/non
verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor
pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri)
d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan,
ketergantungan. (R : Nyeri konstan akan melelahkan, dan
perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi)
e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan
menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan. (R :
Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping
maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut)
f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien
untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat
membantu koping. (R : Membantu pasien untuk
mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan
perasaan harga diri)
g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan
dan membuat jadwal aktivitas. (R: Meningkatkan perasaan
harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong
berpartisipasi dalam terapi)
h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan. (R :
Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan
citra diri)
i. Berikan bantuan positif bila perlu. (R : Memungkinkan
pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri.
Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya
diri)
j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat
spesialis psikiatri, psikolog. (R : Pasien/orang terdekat
mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan
dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan)
k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis;
anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan.
(R : Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat
sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang
lebih efektif)

4. KURANG PERAWATAN DIRI


By : Kelompok VI 24
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

 Dapat dihubungkan dengan : Kerusakan


muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada
waktu bergerak, depresi.
 Dapat dibuktikan oleh : Ketidakmampuan untuk
mengatur kegiatan sehari-hari.
 Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien
akan :

• Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat


yang konsisten dengan kemampuan individual.
• Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup
untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
• Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas
yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.

 Intervensi dan Rasional:.

a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul


awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang
sekarang diantisipasi. (R : Mungkin dapat melanjutkan
aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang
diperlukan pada keterbatasan saat ini).
b. Pertakhankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan
program latihan. (R : Mendukung kemandirian
fisik/emosional)
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan
diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan. (R :
Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan
meningkatkan harga diri)
d. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R :
Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi
kebutuhan individual. Mis; memasang kancing,
menggunakan alat bantu memakai sepatu,
menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran)
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum
pemulangan dengan evaluasi setelahnya. (R :
Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi
karena tingkat kemampuan aktual)
f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis:
pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi. (R : Mungkin
membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan
situasi di rumah)
By : Kelompok VI 25
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

5. PENATALAKSANAAN PEMELIHARAAN RUMAH,


KERUASAKAN, RESIKO TINGGI TERHADAP

 Faktor risiko meliputi : Proses penyakit degeneratif


jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.
 Dapat dibuktikan oleh : (Tidak dapat diterapkan; adanya
tanda dan gejala membuat diagnosa menjadi aktual)
 Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien
akan :

• Mempertahankan keamanan, lingkungan yang


meningkatkan pertumbuhan.
• Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang
efektif dan tepat.

 Intervensi dan Rasional:.

a. Kaji tingkat fungsi fisik (R : Mengidentifikasi bantuan/


dukungan yang diperlukan)
b. Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam
perawatan untuk diri sendiri. (R : Menentukan kemungkinan
susunan yang ada/ perubahan susunan rumah untuk
memenuhi kebutuhan individu)
c. Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi
kebutuhan situasi individual. Identifikasi sistem pendukung
yang tersedia untuk pasien, mis: membagi tugas-tugas
rumah tangga antara anggota keluarga. (R : Menjamin
bahwa kebutuhan akan dipenuhi secara terus-menerus)
d. Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan, mis: lift,
peninggian dudukan toilet. (R : Memberikan kesempatan
untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang)
e. Kolaborasi: Koordinasikan evaluasi di rumah dengan ahli
terapi okupasi. (R : Bermanfaat untuk mengidentifikasi
peralatan, cara-cara untuk mengubah tugas-tugas untuk
mengubah tugas-tugas untuk mempertahankan
kemandirian)
f. Kolaborasi: Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis:
pelayanan pembantu rumah tangga bila ada. (R :
Memberikan kemudahan berpindah pada/mendukung
kontinuitas dalam situasi rumah).
By : Kelompok VI 26
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

6. KURANG PENGETAHUAN ( KEBUTUHAN BELAJAR ),


MENGENAI PENYAKIT, PROGNOSIS, DAN KEBUTUHAN
PENGOBATAN.

 Dapat dihubungkan dengan : Kurangnya pemajanan/


mengingat. Kesalahan interpretasi informasi.
 Dapat dibuktikan oleh : Pertanyaan/ permintaan
informasi, pernyataan kesalahan konsep. Tidak tepat
mengikuti instruksi/ terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
 Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien
akan :

• Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis,


perawatan.
• Mengembangkan rencana untuk perawatan diri,
termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan
mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.

 Intervensi dan Rasional:

a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa


depan. (R : Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat
membuat pilihan berdasarkan informasi)
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan
proses sakit melalui diet,obat-obatan, dan program diet
seimbang, l;atihan dan istirahat.(R : Tujuan kontrol
penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan
lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah
deformitas)
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi
yang realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-
obatan, terapi fisik, dan manajemen stres. (R : Memberikan
struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani
proses penyakit kronis kompleks)
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen
farmakoterapeutik. (R : Keuntungan dari terapi obat-obatan
tergantung pada ketepatan dosis)
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu,
atau antasida pada waktu tidur. (R : Membatasi irigasi
gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan
tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari)
f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan,
mis: tinitus, perdarahan gastrointestinal, dan ruam
By : Kelompok VI 27
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

purpuruik. (R : Memperpanjang dan memaksimalkan dosis


aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya
mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi)
g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan
mengurangi penggunaan obat-obat yang dijual bebas
tanpa persetujuan dokter. (R : Banyak produk
mengandung salisilat tersembunyi yang dapat
meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang
berbahaya)
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan
yang banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R
: Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan
jaringan)
i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan
dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai
kebutuhan. (R : Pengurangan berat badan akan
mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut,
pergelangan kaki, telapak kaki)
j. Berikan informasi mengenai alat bantu (R : Mengurangi
paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan
individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam
aktivitas yang dibutuhkan)
k. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk
daripada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan
mandi (R : Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan
perawatan diri, dan kemandirian)
l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik
pada sat istirahat maupun pada waktu melakukan
aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang ,
tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang
ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh
selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat
benda jika memungkinkan. ( R : mekanika tubuh yang baik
harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk
mengurangi tekanan sendi dan nyeri ).
m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan
perawatan kulit lainnya dibawah bebat, gips, alat
penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat.
( R : mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit )
n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/
pemeriksaan laboratorium, mis: LED, Kadar salisilat, PT. ( R
: Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/ perbaikan
By : Kelompok VI 28
Asuhan Keperawatan Arthtritis Reumatoid

yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan


mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya.
o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan ( R :
Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan tehnik
atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat
meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri/
percaya diri.).
p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan
arthritis ( bila ada). (R : bantuan/ dukungan dari oranmg
lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal).

Anonim, 2004, Arthritis, http://www.arthritis.org.

Anonim, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Ed.III, hal. 536-539.


Jakarta: Media Aeculapius.

Anonim, 2004, Rheumatoid Arthritis, http://mayoclinic.com.

Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare. 2002. KEPERAWATAN


MEDIKAL BEDAH, BRUNNER & SUDDART, EDISI 8 VOLUME 3. HAL.
1800. Jakarta. EGC

You might also like