Professional Documents
Culture Documents
Demokrasi ala
Indonesia
Oleh :
Muchyar Yara, SH.,MH.
Staf Pengajar Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum – Universitas Indonesia
Pendahuluan.
Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17
Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD
1945 (yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disebut “NKRI”) menganut
paham atau ajaran demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada
ditangan Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
1
Disajikan sebagai Makalah Pembicara Panel pada Simposium “Membangun Negara dan
Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat Madani”, yang diselenggarakan oleh Komisi
Kebudayaan dan Komisi Ilmu-Ilmu Sosial Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), di
Lembaga Biologi Molekuler EIJKMAN, Jl. Diponogoro 69, Jakarta Pusat 10430, pada Hari Selasa,
8 Agustus 2006.
2
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti juga NKRI tergolong sebagai negara
yang menganut paham Demokrasi Perwakilan (Representative Democracy).
3
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Namun belum berlangsung lama, yaitu hanya sekitar 6 s/d 8 tahun dilaksanakan-
nya Demokrasi Terpimpin, kehidupan kenegaraan kembali terancam akibat
konflik politik dan ideologi yang berujung pada peristiwa G.30.S/PKI pada tanggal
30 September 1965, dan turunnya Ir. Soekarno dari jabatan Presiden RI pada
tanggal 11 Maret 1968.
Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden ke-2 RI dan
menerapkan model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi
Pancasila (Orba), untuk menegaskan klaim bahwasanya model demokrasi inilah
yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila.
Demokrasi Pancasila (Orba) berhasil bertahan relatif cukup lama dibandingkan
dengan model-model demokrasi lainnya yang pernah diterapkan sebelumnya,
yaitu sekitar 30 tahun, tetapi akhirnyapun ditutup dengan cerita sedih dengan
lengsernya Jenderal Soeharto dari jabatan Presiden pada tanggal 23 Mei 1998,
dan meninggalkan kehidupan kenegaraan yang tidak stabil dan krisis disegala
aspeknya.
Model Demokrasi pasca Reformasi (atau untuk keperluan tulisan ini dinamakan
saja sebagai “Demokrasi Reformasi”, karena memang belum ada kesepakatan
mengenai namanya) yang telah dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir ini,
4
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
5
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
6
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
7
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Timbulnya variasi model demokrasi perwakilan ini menurut kacamata Ilmu Hukum
Tata Negara bersumber dari perbedaan nilai-nilai dasar bersama yang dianut oleh
rakyat pada masing-masing negara, dan secara khusus pada gilirannya tercermin
melalui perbedaan pada sistem pembagian kekuasaan dan sifat hubungan antar
lembaga-lembaga negara (terutama antara Lembaga Legislatif dan Lembaga
Eksekutif), yang ditetapkan oleh masing-masing negara yang bersangkutan.
Namun semua variasi model demokrasi perwakilan harus tetap berpegang
pada 4 (empat) prinsip, yaitu : 2
1. Prinsip Kedaulatan Rakyat, dimana Konstitusi negara yang bersangkut harus
menetapkan bahwa kekuasaan tertinggi (kedaulatan) berada ditangan rakyat ;
2
untuk selanjutnya didalam tulisan ini apabila disebut “demokrasi”, maka
maksudnya adalah “demokrasi perwakilan”.
8
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Tanpa adanya ke-4 ciri pokok diatas secara lengkap, maka suatu tatanan
kenegaraan tidak dapat dikatakan sebagai Model Demokrasi.
Diantara ke-4 prinsip Model Demokrasi tersebut diatas, maka Prinsip Suara
Mayoritas yang paling banyak mengundang kritik, karena :
1. Manusia tidaklah sama semuanya dalam berbagai aspek, terutama dalam hal
aspek kualitas intelektualitasnya, sehingga keputusan yang diambil dengan
suara mayoritas (kuantitatif) sama sekali tidak menjamin keputusan itu adalah
baik atau benar.
9
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Jawaban diatas jelas sangat tidak memuaskan, karena pada satu sisi bersifat
sangat umum dan terkesan menyederhanakan masalah, dan pada sisi lainnya
jawaban tersebut justru melahirkan berbagai pertanyaan baru yang intinya
berkisar pada “bagaimana mengetahui bahwa model demokrasi yang
diterapkan adalah sejalan dengan ideologi yang dianut oleh negara
tersebut?”.
Oleh karena itu untuk mengetahui model demokrasi yang tepat untuk diterapkan
pada suatu negara, tidak bisa tidak harus terlebih dahulu dipahami ideologi yang
dianut oleh negara yang bersangkutan. Perlu diketahui bagaimana ideologi
1
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Untuk kasus Indonesia, maka upaya mencari model demokrasi yang tepat
tentunya harus diawali dengan upaya yang sungguh-sungguh untuk
memahami Pancasila yang merupakan ideologi negara.
Dalam aspek tatanan hukum pada umumnya dan Hukum Tata Negara Indonesia
pada khususnya, maka Pancasila merupakan Sumber Hukum Materiel Tertinggi,
yang mengharuskan keseluruhan isi norma hukum positif mengacu kepadanya.
Bilamana suatu norma hukum positif ternyata bertentangan dengan Pancasila,
maka norma hukum tersebut tidak memiliki daya keberlakuannya sehingga harus
dinyatakan sebagai tidak berlaku.
Demikianlah pemahaman yang dapat ditarik dari Penjelasan UUD 1945
Bagian Umum Angka III menyatakan sebagai berikut :
1
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Didalam lingkup pengertian diatas, maka pandangan yang baku selama ini berlaku
diwilayah Hukum Tata Negara Indonesia adalah bahwa Nilai-nilai Dasar
Bersama yang terkandung pada Pancasila sebagai “Asas-asas Hukum
Materiil” telah diwujudkan kedalam norma-norma hukum positif tertinggi
(Norma Konstitusi = Batangtubuh UUD 1945), dan pada gilirannya isi seluruh
norma-norma hukum positif yang lebih rendah mengacu kepada norma-norma
hukum positif tertinggi ini yang didalamnya terkandung asas-asas hukum materiil,
yaitu Nilai-Nilai Dasar Bersama Pancasila.
Sedangkan Pembukaan UUD 1945 disusun oleh Panitia Sembilan, yang awalnya
memang bertugas untuk menyusun naskah untuk pembukaan (preambule) bagi
1
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
1
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
NILAI-NILAI
NON-PANCASILA
Pertanyaan yang perlu diajukan dalam kaitan ini adalah, “mengapa Pancasila
belum atau bahkan mungkin tidak berperan sebagai ideologi Negara dan
sumber hukum materiil bagi sistem hukum nasional?”
Sebelum mencoba menjawab pertanyaan diatas, ada baiknya diberikan
ilustrasi sederhana sebagai berikut :
1. Suatu masyarakat yang menyadari arti penting kesehatan didalam kehidupan
memiliki nilai bahwa “kebersihan adalah pangkal kesehatan”.
Artinya semua warga masyarakat tersebut menyadari bahwa kebersihan
adalah merupakan faktor yang penting didalam rangka menjaga/memelihara
kesehatan tubuh, dan mereka diharapkan untuk ikut serta menciptakan atau
menjaga kebersihan itu.
1
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Ilustrasi diatas sekedar ingin mengatakan bahwa sebuah nilai yang bersifat umum
dan abstrak, perlu dirumuskan terlebih dahulu menjadi nilai yang bersifat khusus
1
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Sebuah norma hukum positif baru dapat dikatakan sesuai dengan Pancasila
(sebagai sumber hukum materiil tertinggi dan asas-asas hukum materiil) bilamana
isi norma positifnya mengandung kelima sila Pancasila secara utuh dan terpadu,
sekalipun secara khusus norma hukum tersebut hanya berkaitan dengan salah
satu silanya saja.
Halmana jelas tidak mungkin dapat dilakukan oleh Ilmu Hukum secara sendirian,
dan ditambah lagi yang berkaitan dengan istilah-istilah yang terkandung pada sila-
sila Pancasila tersebut, seperti : Ketuhanan, adil, beradab, Persatuan, Kerakyatan,
hikmah kebijaksanaan, dan Keadilan sosial, yang kesemuanya adalah bukan
merupakan tugas kajian Ilmu Hukum untuk merumuskan serta memaknainya
dalam artian yang konkret.
1
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Sehingga jika selama ini kita semua merasa prihatin terhadap kondisi tatanan
hukum yang ada, maka salah satu sumber penyebabnya yang terpenting adalah
ketiadaan pemahaman/teori/konsep tentang Keadilan menurut Pancasila ini.
Memang pernah ada satu-dua upaya yang bersifat individual guna menyusun
pemahaman atau teori-teori sosial yang berkenaan dengan Pancasila, seperti
misalnya inisiatif Prof.Dr. Mubyarto (Alm.) untuk menyusun teori tentang Ekonomi
Pancasila, namun upaya-upaya tersebut tidak berkelanjutan, karena pekerjaan
seperti ini tidak mungkin dikerjakan secara invidual, melainkan harus melibatkan
berbagai pendekatan yang multi disipliner.
Inilah sebenarnya yang menjadi inti persoalan bangsa dan negara Indonesia,
kemudian diberikan bentuk yuridis, sehingga menjadi norma hukum positif yang
1
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
(Bagan-2)
Proses Pembentukan Hukum Pancasila yang Dinamis
PROSES KEHIDUPAN
MASYARAKAT
(INTERAKSI SOSIAL)
PENETAPAN
ASAS-ASAS HUKUM MATERIIL
KAJIAN ILMU
TEORI HUKUM
NORMA HUKUM
POSITIF DAN KONKRET
BERLAKU SECARA
YURIDIS SESUAI DAERAH PEDOMAN
KEBERLAKUAN SECARA TINGKAH LAKU YANG
MATERIIL & FORMIL KONKRET
1
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
2
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
2
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
2
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Sehingga dapat dikatakan bahwa model demokrasi yang paling sesuai untuk
Indonesia adalah model demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai dasar bersama
yang terkandung di dalam Pancasila, atau “Model Demokrasi Pancasila” (bukan
Demokrasi Pancasila ala Orde Baru).
2
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Tahap-1
Karena substansi demokrasi berkaitan dengan Sila-4 Pancasila, yang berbunyi :
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan”, maka tentunya sila ini secara individual
pertama-tama yang harus digali kandungan maknanya.
Seperti misalnya, apa yang dimaksudkan dengan “Kerakyatan”, “dipimpin”,
“hikmah kebijaksaanan”, bagaimana proses keterwakilan rakyat dilaksanakan dan
sebagainya.
Kemudian merangkaikan pengertian-pengertian setiap terminologi yang
terkandung pada Sila ke-4 ini menjadi satu pemahaman awal yang utuh dan
selaras tentang Demokrasi Pancasila.
Tahap-2
Melakukan kajian terhadap kandungan nilai-nilai yang relevan dengan masalah
demokrasi pada sila-sila lainnya.
Tahap-3
Melakukan integrasi, penyelarasan, dan penyesuaian antara makna Sila-4 dengan
kandungan nilai-nilai yang revelan pada sila-sila yang lainnya.
Misalnya disini adalah bagaimana menyelaraskan pandangan ajaran agama (Sila
ke-1) yang menentang prinsip suara mayoritas dengan ajaran demokrasi yang
justru menempatkan prinsip suara mayoritas sebagai unsur pokoknya.
Tahap-4
Perumusan Pemahaman/Teori Demokrasi Pancasila yang akan berperan sebagai
Sumber Materiil Tatanan kehidupan kenegaraan yang berdasarkan Pancasila
2
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Namun dari uraian diataspun terungkap bahwa selama kurun waktu +/- 60 tahun
sejak Indonesia merdeka, Pancasila ternyata belum sepenuhnya berperan
sebagai ideologi negara dan sumber dari segala sumber bagi segenap tatanan
2
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Berangkat dari kenyataan diatas kiranya sudah cukup alasan untuk mengajukan
sebuah pertanyaan terakhir, yaitu: “Apakah nilai-nilai dasar bersama pada
Pancasila masih diterima, diakui, dianut dan didukung oleh segenap (atau
mayoritas) rakyat dan negara Indonesia?”.
Apabila jawaban untuk pertanyaan diatas adalah positif, maka usulan tentang
upaya pembentukan Model Demokrasi Pancasila masih relevan untuk dijadikan
bahan pertimbangan lebih lanjut.
Tetapi jika jawaban untuk pertanyaan diatas adalah negatif, maka usulan tentang
upaya pembentukan Model Demokrasi Pancasila menjadi tidak relevan lagi, dan
bahkan justru menjadi kesia-siaan belaka. Karena tidak ada manfaatnya sama
sekali, meskipun berhasil merumuskan dan membentuk Model Demokrasi
Pancasila, bilamana pada sisi lain rakyatnya sudah tidak lagi menganut dan
mendukung nilai-nilai dasar bersama yang terkandung pada Pancasila.
Berkenaan dengan hal yang terakhir diatas, maka perlu terlebih dahulu dilakukan
upaya pengenalan kembali melalui penelitian sosial terhadap nilai-nilai dasar
bersama yang dihidup secara nyata dikalangan segenap rakyat Indonesia yang
ber-Bhinneka itu.
2
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Alternatif yang ke-4 diatas adalah paling mengkhawatirkan, karena tidak ada
satupun upaya pembangunan dalam bidang apapun juga yang dapat dilakukan
terhadap suatu bangsa dan negara yang tidak memiliki nilai-nilai dasar bersama.
Mengingat bangsa dan negara tersebut sedang berada ditengah proses
pembubaran diri.
Berkenaan dengan Alternatif ke-1 dan ke-2 diatas, kiranya masih bisa ditampung
kedalam usulan pembentukan Model Demokrasi Pancasila, sedangkan untuk
Alternatif ke-3 perlu dilakukan upaya pembentukan Model Demokrasi lainnya yang
sesuai dengan nilai-nilai dasar bersama yang secara aktual hidup, dianut dan
didukung oleh segenap rakyat Indonesia.
Hanya saja tentunya jika yang terjadi adalah Alternatif ke-3 diatas, maka
pekerjaan rumah yang harus dilakukan menjadi bertambah banyak, yaitu
meliputi tahapan-tahapan pekerjaan sebagai berikut :
1. Melakukan penelitian sosial secara besar-besar untuk menemukan nilai-nilai
dasar yang memiliki kesamaan berkenaan dengan tatanan kehidupan
kenegaraan didalam wadah NKRI, yang hidup dan dianut oleh segenap unsur
rakyat Indonesia ;
2. Dari hasil penelitian sosial diatas, kemudian dilakukan upaya perumusan nilai-
nilai dasar bersama ;
2
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Baru pada tahapan inilah nilai-nilai dasar bersama yang ditemukan dari
penelitian sosial diatas dapat berfungsi sebagai Sumber Materiil bagi norma-
norma sosial yang akan dibentuk untuk mengarahkan tingkah laku rakyat dan
negara agar sejalan dengan nilai-nilai dasar bersama tadi.
Dalam ranah Ilmu Teori Hukum, Sumber Materiil ini dinamakan juga sebagai
“asas-asas hukum materiil” yang pada gilirannya akan menjadi muatan/materi/-
isi norma hukum positif. Pada tahapan ini pula dilakukan kegiatan perumusan
dan penentuan model demokrasi yang akan dilaksanakan.
PENELITIAN SOSIAL
Untuk mengenali
Nilai2 Dasar Bersama yang
secara aktual hidup & dianut
oleh segenap (mayoritas)
rakyat Indonesia
Tentang Nilai Demokrasi
2. Mayoritas Rakyat
sepakat untuk men-
dukung Nilai2 Dasar
Tahapan Perumusan Bersama yang Baru
Seluruh Nilai2 Dasar /Non-Pancasila. (Ter
Bersama jadi proses pemben
(termasuk nilai2 tukan Bangsa & Ne-
tentang Demokrasi) gara Baru).
3. Rakyat Indonesia
tidak berhasil ber-
sepakat menetap-
kan Nilai2 Dasar Ber 2
sama. (Terjadi pro-
ses pembubaran
Bangsa & NKRI).
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
ASAS2 HUKUM
MATERIIL
PROSES
PEMBENTUKAN
NORMA HUKUM
POSITIF
(Lihat Bagan-2 pada
Hal. 17)
P e n u t u p.
Pekerjaan rumah diatas jelas merupakan pekerjaan yang sangat besar dan
nampaknya mustahil dapat dikerjakan didalam waktu dekat ini.
Apalagi jika diingat pekerjaan rumah ini praktis tidak pernah disentuh selama 60
tahun sejak Indonesia merdeka, dan sementara itu pula tatanan kehidupan
kenegaraan telah menjadi semakin kompleks.
Tanpa memulai upaya ini didalam waktu yang secepatnya, dikhawatirkan akan
mengakibatkan semakin tereduksinya nilai-nilai dasar bersama Pancasila, dan
pada akhirnya rakyat dan negara Indonesia akan kehilangan nilai-nilai dasar
bersama Pancasila itu, sebelum akhirnya menemukan nilai-nilai dasar bersama
yang lain dan baru, yang belum tentu pula menjamin kelangsungan tatanan
kehidupan kenegaraan didalam wadah NKRI.
2
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
Kekhawatiran diatas kiranya tidaklah terlalu berlebihan apabila dirujuk pada fakta-
fakta sosial yang ada dewasa ini, dimana sangat patut diduga bahwasanya nilai-
nilai dasar bersama Pancasila sudah tidak lagi berperan sebagai pedoman tingkah
laku rakyat, penyelenggara negara dan negara sendiri didalam menjalani interaksi
didalam tatanan kehidupan kenegaraan.
3
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
(Bagan-1)
Perubahan Nilai2 Dasar Bersama
Pancasila Non-Pancasila
Melalui Proses Interaksi Sosial
NILAI-NILAI
DASAR BERSAMA NILAI-NILAI
PANCASILA DASAR BERSAMA
NON-PANCASILA
NILAI-NILAI
DASAR BERSAMA
NON-PANCASILA
4 5
3
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
3 2
TINGKAH LAKU
NON-PANCASILA
(Bagan-3)
Alternatif Upaya Mencari Model Demokrasi ala Indonesia
PENELITIAN SOSIAL
Untuk mengenali
Nilai2 Dasar Bersama yang
secara aktual hidup & dianut
oleh segenap (mayoritas)
rakyat Indonesia
Tentang Nilai Demokrasi
Kemungkinan/Alternatif
HASIL PENELITIAN SOSIAL
Dalam kondisi ini
belum bisa dilaku-
kan penetapan
Model Demokrasi,
karena Bangsa &
NKRI berada pada
Situasi Transisi me-
Nilai2 Pancasila Nilai2 Pancasil yang Rakyat Indonesia Rakyat
nuju ke-3Indonesia
Alternatif :
masih dianut sesuai dianut telah berubah telah menganut Nilai2 tidak memiliki Nilai2
dengan aselinya sesuai perkembangan Dasar Baru yang Dasar Bersama
1. Mayoritas lagi
Rakyat
jaman berbeda dengan (Vakum kembali
sepakat Ideologi) ke
Pancasila Nilai2 Dasar Panca-
sila.(Bangsa & NKRI
survive).
2. Mayoritas Rakyat
sepakat untuk men-
Tahapan Perumusan dukung Nilai2 Dasar
Seluruh Nilai2 Dasar Bersama yang Baru
Bersama /Non-Pancasila. (Ter
(termasuk nilai2 jadi proses pemben
tentang Demokrasi) tukan Bangsa & Ne-
gara Baru).
3. Rakyat Indonesia
tidak berhasil ber-
sepakat menetap-
kan Nilai2 Dasar Ber 3
sama. (Terjadi pro-
ses pembubaran
Bangsa & NKRI).
Simposium AIPI :
“Membangun Negara dan Mengembangkan Demokrasi dan Masyarakat
Madani”
ASAS2 HUKUM
MATERIIL
PROSES
PEMBENTUKAN
NORMA HUKUM
POSITIF
(Lihat Bagan-2 pada
Hal. 17)