You are on page 1of 27

MODUL ORGAN OBSTETRI, GINEKOLOGI, DAN REPRODUKSI

KEHAMILAN DENGAN HEPATITIS B

KELOMPOK 11

03008201 Ratna Harumi Putri


03008241 Timothea Stephanie
03008261 Yovita Devi Kornelin
03008301 Nurul Wahida Hamdan
03008172 Namira
03008202 Reinita Arlin Puspita
03008212 Rizky Kumara Anindhita
03008232 Stephanie M Ciwendro
03008242 Tri Mustikawati
03008272 Hanisah Binti Idris
03008282 Muhammad Azmuddin
03008302 Siti Hanisah BT Samsuddin
03008243 Tri Novia Maulani
03008253 Vitya Resanindya

UNIVERSITAS TRISAKTI
Jakarta, 26 Januari 2011

BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara endemis tinggi Hepatitis B dengan prevalensi HbsAg


positif di populasi antara 7-10%. Pada kondisi seperti ini, transmisi vertikal dari ibu yang
berstatus HbsAg positif ke bayinya memegang peranan penting. Di lain pihak, terdapat
perbedaan patofisiologi antara infeksi Hepatitis B yang terjadi pada awal kehidupan
dengan infeksi Hepatitis B yang terjadi pada masa dewasa. Infeksi yang terjadi pada awal
kehidupan, atau bahkan sejak dalam kandungan (transmisi dari ibu dengan HBsAg
positif), membawa resiko kronisitas sebesar 80-90%.

Resiko kematian yang terjadi pada infeksi HBV biasanya berhubungan dengan
kanker hati kronis atau sirosis hepatis yang terdapat pada 25% penderita yang secara
kronis terinfeksi sejak kecil. Jika tidak terinfeksi pada masa perinatal, maka bayi dari ibu
HBsAg positif tetap memiliki resiko tinggi untuk mengidap infeksi virus Hepatitis B
kronis melalui kontak orang ke orang (transmisi horizontal) pada 5 tahun pertama
kehidupannya Sedangkan infeksi pada masa dewasa yang disebabkan oleh transmisi
horizontal memiliki resiko kronisitas hanya sebesar 5%.

Dalam rangka memotong transmisi infeksi Hepatitis B, maka kunci utama adalah
imunisasi Hepatitis B segera setelah lahir, terutama pada bayi-bayi dengan ibu yang
memiliki status HbsAg positif.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

Ny Y, 24 tahun datang untuk pemeriksaan antenatal. Sebelumnya pasien control hamil


teratur di Bidan. Ini merupakan kehamilan pertama. Menstruasi terakhir tanggal 9 Juli
2010 dengan siklus haid 28 hari dan teratur.

Pendidikan pasien dan suami tamat SMA.


Riwayat drug user jenis suntik, 5 tahun yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum baik. TD 110/70 mmH, FN 86x/menit, suhu 36,8
ْ C, FP 20x/menit. Mata: konjungtiva tak pucat, sklera tak ikterik, Jantung : BJ I-II murni,
murmur (-) Gallop (-), Paru : vesikuler, ronkhi -/-, whezing -/-, Abdomen : membuncit
sesuai kehamilan, Ekstremitas : akral hangat, edema -/-,

Pemeriksaan obstetrik : TFU : 21 cm. Presentasi kepala, kepala belum masuk Pintu Atas
Panggul. BJJ 150X/menit reguler.

Dilakukan pemeriksaan laboratorium. Darah perifer lengkap ( Hb 12,6 g/dl ; Leukosit


9000 g/dl ; trombosit 280.000 g/dl). Gula darah sewaktu 92 mg/dl. Urinalisa dalam batas
normal. HbsAg (+), dengan titer 1.307,61 s/co.

Pada pemeriksaan selanjutnya HbeAg (-), SGOT 48, SGPT 60, HIV (-)

3
BAB III
PEMBAHASAN

Identifikasi dan Riwayat Kesehatan


Anamnesis
a. Identitas pasien
Nama : Ny Y
Usia : 24 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : -
Pendidikan : Tamat SMA

b. Keluhan saat ini


Tidak ada keluhan. Datang untuk pemeriksaan ante natal

c. Riwayat haid
- Hari Pertama Haid Terakhir 9 Juli 2010
- Usia kehamilan dan taksiran persalinan dengan rumus Naegele (tanggal
HPHT ditambah 7, bulan dikurangi 3, tahun ditambah 1)
Taksiran persalinan : 16 April 2011
Usia kehamilan : kira- kira 29 minggu

d. Riwayat kehamilan dan persalinan


Primigravidarum / Kehamilan pertama

e. Riwayat penyakit ibu


Intravenous Drug User 5 tahun lalu

Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Baik
Tanda Vital : Normal
TD : 110/70 mmH
N : 86x/menit
Suhu : 36,8 ْ C
RR : 20x/menit
b. Mata : konjungtiva tak pucat, sklera tak ikterik
c. Jantung : BJ I-II murni, murmur (-) Gallop (-)
d. Paru : vesikuler, ronkhi -/-, whezing -/-
e. Abdomen : membuncit sesuai kehamilan
4
f. Ekstremitas : akral hangat, edema -/-

Pemeriksaan Obstetrik
a. Tinggi Fundus Uteri : 21 cm
b. Presentasi kepala, kepala belum masuk Pintu Atas Panggul
c. BJJ :150X/menit reguler

Pemeriksaan Laboratorium
• Darah perifer lengkap
Hb 12,6 g/dl (N)
Leukosit 9000 g/dl (N)
Trombosit 280.000 g/dl (N)
• Gula Darah Sewaktu 92 mg/dl (N)
• Urinalisa dalam batas normal
• Pemeriksaan Hepatitis
HbsAg (+) pasien positif terinfeksi Hepatitis B
Titer 1.307,61 s/co (↑)
HbeAg (-) virus tidak sedang aktif bereplikasi
dan non – infectious
• Faal Hati
SGOT 48 ( ↑ sedikit)
SGPT 60 ( ↑ sedikit)
• HIV (-) tidak terinfeksi HIV

Daftar Masalah Pasien

No. Masalah Dasar Masalah Hipotesis


1. Hamil dengan Riwayat IVDU 5 tahun Hepatitis B Kronik ;
Terinfeksi HBsAg (+) HBeAg (-) Vertical Infection dari
Hepatitis B ibu ke janin
2. Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri Normal pada Pertumbuhan Janin
tidak sebanding usia kehamilan 29 minggu adalah Terhambat
dengan kira – kira 26,7 cm sedangkan pada (TFU-13)x155
perkembangan pasien hanya 21 cm = (21-13)x155
janin = 1240 (normal)

5
Patogenesis

Virus menempel pada membrane sel hati



Virus masuk ke sel hati

Virus melepaskan nukleokapsid
Core yang berisi DNA & DNA Polimerasi masuk ke nucleus sel hati

Sel hati memproduksi salinan DNA virus
(oleh DNA virus dengan bantuan mRNA, HBs, HBc, DNA polimerase, HBe, protein
HBx dan protein serta enzim yang belum terdeteksi)

Sel melanjutkan penyalinan virus. Melalui proses di atas, versi dari virus hepatitis B
dibangun oleh sel hati.

HBs banyak yang diproduksi dan terlihat sebagai "ground glass" appearance dengan
mikroskop

Salinan dari virus dan HBsAg yang berlebihan dilepaskan dari membran sel hati ke
dalam aliran darah lalu dapat menginfeksi sel-sel hati lain dan dengan demikian virus
dapat bereplikasi dengan efektif.

6
Namun ketika virus bereproduksi, dapat terjadi berbagai kesalahan dalam menyalin DNA
virus dan pada akhirnya dapat menyebabkan terbentuknya berbagai jenis dan strain
mutan dari hepatitis B.

Inkubasi dari Hepatitis B Virus (hepatitis B) adalah sekitar 6 sampai 25 minggu (Ie
sebelum gejala fisik dan umumnya terdeteksi histologis atau fisik terjadi) namun ada
beberapa biokimia dan perubahan histologis yang terjadi secara bertahap setelah
terinfeksi virus hepatitis B.

Patofisiologi

Transmisi pada neonatus pada umumnya adalah transmisi vertikal, artinya bayi
mendapat infeksi dari ibunya. Infeksi pada bayi dapat terjadi apabila ibu menderita
hepatitis akut pada trimester ketiga, atau bila ibu adalah karier HBsAg. Bila ibu
menderita Hepatitis pada trimester pertama, biasanya terjadi abortus. Transmisi virus dari
ibu ke bayi dapat terjadi pada masa intra uterine, pada masa perinatal, dan pada masa
postnatal.
Kemungkinan infeksi pada masa intra uterine adalah kecil. Hal ini dapat terjadi
bila ada kebocoran atau robekan pada plasenta. Kita menduga infeksi adalah intra uterine
bila bayi sudah menunjukkan HBsAg positif pada umur satu bulan. Karena sebagaimana
diketahui masa inkubasi Hepatitis B berkisar antara 40-180 hari, dengan rata-rata 90 hari.

Fungsi plasenta :

1. sebagai alat yang memberi makanan pada janin (nutritif).


2. sebagai alat yang mengeluarkan bekas metabolisme (ekskresi).
3. sebagai alat yang memberi zat asam (O2), dan mengeluarkan CO2 (respirasi).
4. sebagai alat pembentuk hormon hCG, HPL, estrogen,progesteron, dan sebagainya
(Endokrin)
5. sebagai alat menyalurkan berbagai antibody ke janin (Immunology)
6. Farmakologi : menyalurkan obat-obatan yang mungkin diperlukan janin, yang
diberikan melalui ibu.
7. Proteksi : barrier terhadap infeksi bakteri dan virus, zat-zat toksik (tetapi akhir2
ini diragukan, karena pada kenyataanya janin sangat mudah terpapar infeksi /
intoksikasi yang dialami ibunya).

Infeksi pada masa perinatal yaitu infeksi yang terjadi pada atau segera setelah
lahir adalah kemungkinan cara infeksi yang terbesar. Pada infeksi perinatal, bayi

7
memperlihatkan antigenemia pada umur 3-5 bulan, sesuai dengan masa inkubasinya.
Infeksi diperkirakan melalui “maternal-fetal microtransfusion” pada waktu lahir atau
melalui kontak dengan sekret yang infeksius pada jalan lahir.

Infeksi postnatal dapat terjadi melalui saliva, air susu ibu rupanya tidak
memegang peranan penting pada penularan postnatal. Transmisi vertikal pada bayi
kemungkinan lebih besar terjadi bila ibu juga memiliki HbeAg. Antigen ini berhubungan
dengan adanya defek respon imun terhadap HBV, sehingga memungkinkan tetap terjadi
replikasi virus dalam sel-sel hepar. Hal ini menyebabkan kemungkinan terjadinya infeksi
intra uterin lebih besar.

Banyak peneliti yang berpegang pada mekanisme infeksi HBV intra uterin yang
merupakan infeksi transplasenta. Pada tahun 1987, Lin mendeteksi adanya 32 plasenta
dari ibu dengan HBsAg dan HbcAg positif dengan menggunakan PAP imunohistokimia,
dan tidak menemukan adanya HBsAg. Dari hasil penelitian diadapatkan bahwa HBV
DNA didistribusikan tertama melalui sel desidua maternal, namun tidak ditemukan
adanya sel pada villi yang mengandung HBV DNA. Hasil penelitian dengan PCR
menunjukkan adanya tingkat sel-sel yang positif mengandung HBsAg dan HbcAg
proporsinya secara bertahap menurun dari plasenta sisi maternal ke sisi fetus (sel desidua
> sel trofoblas > sel vilus mesenkim > sel endotel kapiler vilus). HBV dapat menginfeksi
seluruh tipe sel pada plasenta sehingga sangat menunjang terjadinya infeksi intra uterin,
dimana HBV menginfeksi sel-sel dari desidua maternal hingga ke endotel kapiler vilus.

HBV juga menginfeksi sel trofoblas secara langsung, kemudian ke sel mesenkim
vilus dan sel endotel kapiler vilus sehingga menyebabkan terjadinya infeksi pada
janin.HBV terlebih dahulu menginfeksi janin, kemudian menginfeksi berbagai lapisan sel
pada plasenta. HBsAg dan HbcAg ditemukan di sel epidermis amnion, cairan amnion,
dan sekret vagina yang menunjukkan bahwa juga memungkinkan untuk terjadinya infeksi
ascending dari vagina. HBV dari cairan vagina menginfeksi membran fetal terlebih
dahulu, kemudian menginfeksi sel-sel dari berbagai lapisan plasenta mulai dari sisi janin
ke sisi ibu.

Sejak tahun 1980, ditemukan HBV DNA pada seluruh stadium sel spermatogenik
dan sperma dari pria yang terinfeksi HBV. Pada pria-pria tersebut, terjadi sequencing
pada anak-anaknya sebanyak 98-100%. HBV DNA terutama berada pada plasma ovum
dan sel interstitial. Oosit merupakan salah satu bagian yang dapat terinfeksi pula oleh
HBV, sehingga transmisi HBV melalui oosit dapat terjadi. Sebagai kesimpulan, infeksi
HBV dapat terjadi melalui plasenta dari darah ibu ke janin, selain itu dapat pula terjadi
infeksi HBV melalui vagina dan oosit.

8
Pada saat kelahiran, sistem imun manusia secara umum belum aktif. Transmisi
transplasental dari imunoglobulin maternal terjadi terutama pada trimester ketiga dan
secara kuantitatif berhubungan dengan usia gestasi. Status imunologis ibu dan antibodi
merupakan komponen kritis untuk kualitas dan spesifisitas dari antibodi yang ditransfer.
ASI memperpanjang masa transfer pasif IgG dan IgA. Sebagai imunitas pasif, sekalipun
antibodi yang ada melindungi terhadap organisme patogen, namun tidak berperan dalam
sistem imun yang memiliki daya memori dan konsekuensinya adalah meningkatnya
produksi antibodi yang high avidity, dimana keduanya menunjukkan kemampuan bayi
untuk berespon terhadap imunisasi. (Domain, 2006)

Secara minimal, antigen dalam rahim (in utero) menunjukkan hasil pada
repertoire B- dan T-cell pada bayi yang masih polos. Paparan terhadap limfosit yang
polos ini meningkat dengan cepat karena banyaknya paparan terhadap antigen yang
dimulai sejak kelahiran. Dalam beberapa jam setelah kelahiran, beberapa bayi sudah
mendapatkan nutrisi enteral dan spesies bakteri membentuk koloni dalam traktus
gastrointestinalis. Kemampuan sel B dan sel T repertoire untuk meng-kloning sendiri,
juga untuk membentuk diferensiasi khusus penting artinya dalam membentuk respon
imunologis aktif. Respon aktif ini merupakan penanda penting dalam menentukan
suksesnya imunisasi. Imaturitas dari respon aktif ini menentukan efikasi dan keamanan
dari setiap imunisasi terhadap bayi.

Diagnosis

G1P0A0 usia kehamilan 29 minggu dengan Heptitis B kronik

Pemeriksaan Anjuran
a. Untuk melihat perjalanan penyakit Hepatitis B
a. HbsAb
b. HbcAb
b. USG (Ultra – Sono - Graphy) Doppler untuk memastikan usia kehamilan,
mengevaluasi pertumbuhan janin, evaluasi kesejahteraan janin, dan mencari tanda
– tanda abnormalitas lain yang mungkin ada.

Penatalaksanaan
 Untuk Ibu
Dianjurkan untuk menjalani persalinan sectio secaria pada saat janin sudah cukup
bulan
Pengobatan Hepatitis B dengan Antivirus Talmivudin
 Untuk Janin
Pemberian Hepatitis B Immunoglobulin (HBIG) 0,5ml i.m 12 jam setelah lahir
Vaksin Hepatitis B 5mikrogram pada hari ke 0, saat usia 1 bulan dan 6 bulan

9
 Untuk Suami / Ayah
Cek serologi Hepatitis B dan telusuri riwayat drug user

Prognosis

Ibu Bayi
Ad Vitam Ad bonam Ad bonam
Ad Fungsionam Dubia ad bonam Ad bonam
Ad sanationam Dubia ad malam Dubia ad bonam

10
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

Pemeriksaan antenatal adalah upaya preventif program pelayanan kesehatan


obstetrikuntuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan
pemantauan rutin selama kehamilan.

a. Pengertian Antenatal Care (ANC)


Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan yang diberikan oleh bidan
atau dokter kepada ibu selama masa kehamilan untuk mengoptimalisasikan
kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan,
nifas, persiapan memberikan ASI, dan kembalinya kesehatan reproduksi secara
wajar (Manuaba, 1998).

Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk


memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya
koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan (Pedoman Pelayanan Antenatal
di Tingkat Pelayanan Dasar, 2004 : 1).

Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk


memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya
koreksi terhadap kegawatan yang ditemukan (Depkes RI, 2004 : 12).

Salah satu fungsi terpenting dari perawatan antenatal adalah untuk memberikan
saran dan informasi pada seorang wanita mengenai tempat kelahiran yang tepat
sesuai dengan kondisi dan status kesehatannya. Perawatan antenatal juga
merupakan suatu kesempatan untuk menginformasikan kepada para wanita
mengenai tanda – tanda bahaya dan gejala yang memerlukan bantuan segera dari
petugas kesehatan (WHO, 2004 : 8).

Pemeriksaan antenatal seyogyanya dimulai segera setelah diperkirakan terjadi


kehamilan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dalam beberapa hari setelah
terlambat menstruasi, terutama bagi wanita yang menginginkan terminasi
kehamilan, tetapi bagi semua wanita secara umum sebaiknya jangan lebih dari
saat terlambat menstruasi kedua kali.

Alasan penting untuk mendapatkan asuhan antenatal, yaitu:


1. Membangun rasa saling percaya antara klien dan petugas
kesehatan

11
2. Mengupayakan terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi yang
dikandungnya.
3. Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan
kehamilannya.
4. Mengidentifikasi dan menata laksana kehamilan risiko tinggi.
5. Memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan dalam
menjaga kualitas kehamilan dan merawat bayi.
6. Menghindarkan gangguan kesehatan selama kehamilan yang akan
membahayakan keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya.
b. Tujuan Antenatal Care (ANC)
Tujuan asuhan antenatal adalah:
a. Membantu kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi.
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, sosial ibu
dan bayi
c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama ibu hamil, termasuk riwayat penyakit secara
umum, kebidanan, dan pembedahan.
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu
maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
eksklusif.
f. Mempersiapkan peranan ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bagi
bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal (Saifudin, dkk, 2002).

Perawatan antenatal mempunyai tujuan agar kehamilan dan persalinan berakhir dengan:

1. Ibu dalam kondisi selamat selama kehamilan, persalinan dan nifas tanpa trauma
fisik maupun mental yang merugikan.
2. Bayi dilahirkan sehat, baik fisik maupun mental.
3. Ibu sanggup merawat dan memberi ASI kepada bayinya.
4. Suami istri telah ada kesiapan dan kesanggupan untuk mengikuti keluarga
berencana setelah kelahiran bayinya (Poedji Rochjati, 2003 : 41).

c. Manfaat Antenatal Care (ANC)


Manfaat Antenatal Care (ANC) sangat besar karena dapat mengetahui berbagai
resiko dan komplikasi kehamilan sehingga ibu hamil dapat diarahkan untuk
melakukan rujukan (Manuaba, 1998).
Pemeriksaan antenatal juga memberikan manfaat bagi ibu dan janin, antara lain:
a. Bagi ibu

12
i. Mengurangi dan menegakkan secara dini komplikasi kehamilan
dan mengobati secara dini komplikasi yang mempengaruhi
kehamilan.
ii. Mempertahankan dan meningkatkan kesehatan mental dan fisik
ibu hamil dalam menghadapi persalinan.
iii. Meningkatkan kesehatan ibu setelah persalinan dan untuk dapat
memberikan ASI.
iv. Memberikan konseling dalam memilih metode kontrasepsi
(Manuaba, 1999).’
b. Bagi janin
Manfaat untuk janin adalah memelihara kesehatan ibu sehingga
mengurangi persalinan prematur, BBLR, juga meningkatkan kesehatan
bayi sebagai titik awal kualitas suber daya manusia (Manuaba, 1999).
d. Standar Minimal Pelayanan Antenatal

Menurut Saifuddin (2002) pelayanan antenatal mencakup banyak hal namun


dalam penerapan operasional dikenal standar minimal “7T” yang terdiri dari :

1. Timbang berat badan


Selama kehamilan antara 0,3 – 0,5 kg per minggu. Bila dikaitkan dengan
umur kehamilan kenaikan berat badan selama hamil muda ± 1 kg, selanjutnya
pada trimester II dan III masing – masing bertambah 5 kg. Pada akhir
kehamilan pertambahan berat total adalah 9 – 12 kg. Bila ada kenaikan berat
badan yang berlebihan perlu dipikirkan kearah adanya resiko seperti bengkak,
kehamilan kembar, hidramnion, dan anak besar (Depkes, 1997).
2. Ukur tekanan darah
Selama hamil tekanan darah dikatakan tinggi bila lebih dari 140/90 mmHg.
Bila tekanan darah meningkat, yaitu sistolik 30 mmHg atau lebih dan atau
diastolik 15 mmHg atau lebih. Kelainan ini dapat berlanjut menjadi
preeklamsia dan eklamsia kalau tidak ditangani dengan tepat (Depkes, 1997).
3. Ukur tinggi fundus uteri
Ukuran tinggi fundus uteri normal adalah sebagai berikut:
12 Minggu : Tinggi fundus uteri 1 – 2 jari diatas symphysis.
16 Minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan antara symphysis–pusat.
20 Minggu : Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah pusat.
24 Minggu : Tinggi fundus uteri setinggi pusat.
28 Minggu : Tinggi fundus uteri 3 jari diatas pusat.
32 Minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan pusat-Proc.xyphoideus.
36 Minggu : Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah Proc.xyphoideus.
40 Minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan antara Proc.xyphoideus-pusat
(Mochtar, 1998).

13
4. Pemberian imunisasi TT
Pemberian TT baru akan menimbulkan efek perlindungan apabila diberikan
sekurang-kurangnya dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Kecuali jika
sebelumnya ibu pernah mendapat TT dua kali pada kehamilan yang lalu atau
pada masa calon pengantin maka TT cukup diberikan satu kali saja. Dosis
pemberian imunisasi TT yaitu 0,5 cc IM pada lengan atas. Adapun syarat
pemberian imunisasi TT adalah sebagai berikut :
a) Bila ibu belum pernah mendapat imunisasi TT atau meragukan diberikan II
sedini mungkin sebanyak dua kali dengan jarak minimal dua minggu.
b) Bila ibu pernah mendapat imunisasi TT dua kali, diberikan suntikan
ulang/boster satu kai pada kunjungan antenatal yang pertama (Depkes RI,
1997).
5. Pemberian tablet zat besi
Pada dasarnya pemberian tablet zat besi dimulai dengan pemberian satu tablet
sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang.
Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500
ug, minimal 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama kopi atau
teh karena akan mengganggu penyerapan (Saifuddin, 2002). Sebaiknya tablet
besi diminum bersama air putih ataupun air jeruk. Selain itu perlu
diberitahukan juga bahwa ada kemungkinan tinja menjadi berwarna hitam
setelah ibu minum obat ini, hal tersebut adalah normal (Depkes, 1997).
6. Tes terhadap penyakit menular seksual.
Selama kehamilan, ibu perlu dilakukan tes terhadap penyakit menular seksual
seperti HIV/AIDS, Gonorrhoe, Siphilis. Hal tersebut dikarenakan sangat
berpengaruh pada janin yang dikandungnya. Apabila ditemukan penyakit –
penyakit menular seksual harus segera ditangani.
7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan
Persiapan rujukan perlu disiapkan karena kematian ibu dan bayi disebabkan
keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan (Saifuddin,
2002). Perlu diingat juga bahwa pelayanan antenatal hanya dapat diberikan
oleh tenaga kesehatan profesional dan tidak dapat dilakukan oleh dukun bayi.

Standar Pelayanan antenatal mencakup banyak hal yakni terdiri dari :

a. Identifikasi ibu hamil


Mengenali dan memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya. Bidan
melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala
untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota
keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini
dan secara teratur.

14
b. Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Memberikan pelayanan berkualitas dan deteksi dini komplikasi kehamilan. Bidan
memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal.
c. Palpasi Abdominal
Palpasi juga disebut periksa raba. Palpasi guna memperkirakan usia kehamilan,
pemantauan pertumbuhan janin, penentuan letak, posisi dan bagian bawah janin
palpasi abdomen pada wanita hamil dilakukan mulai umur kehamilan 36 minggu
untuk kehamilan normal, dan umur kehamilan 28 minggu bila pada pemeriksaan
Mc. Donald ditemukan tinggi fundus uteri lebih tinggi dari seharusnya.
Tinggi fundus uteri dalam sentimeter (cm) yang normal harus sama dengan umur
kehamilan dalam minggu yang ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir.
Jika hasil pengukuran berbeda 1-2 cm, masih dapat ditoleransi, tetapi jika deviasi
lebih kecil 2 cm dari umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan
janin (Mandriwati, 2006 : 84).
Tinggi fundus uteri normal sebagai berikut :
24 minggu : Tinggi fundus uteri setinggi pusat.
28 minggu : Tinggi fundus uteri 3 jari atas pusat
32 minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan pusat – processus xyphoideus.
36 minggu :Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah processus xyphoideus.
40 minggu : Tinggi fundus uteri pertengahan antara processus xyphoideus – pusat.
d. Pengelolaan Anemia Pada Kehamilan.
Menemukan anemia pada kehamilan secara dini, dan melakukan tindak lanjut
yang memadai untuk mengatasi anemia sebelum persalinan berlangsung. Bidan
melakukan tindakan penemuan, penanganan dan atau rujukan semua kasus
anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
e. Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan
Mengenali dan menemukan secara dini hipertensi pada kehamilan dan melakukan
tindakan yang diperlakukan. Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan
tekanan darah pada kehamilan dan mengenai tanda serta gejala preeklamsia
lainnya serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
Akibat yang dapat ditimbulkan dari pemeriksaan kehamilan yang tidak sesuai
dengan standar minimal yaitu komplikasi obstetri yang mungkin terjadi selama
kehamilan tidak dapat dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.
Komplikasi obstetri itu antara lain : komplikasi obstetri langsung (perdarahan,
preeklamsi/eklamsi, kelainan letak, anak besar, kehamilan kembar, ketuban pecah
dini), komplikasi obstetri tidak langsung (sakit jantung, hepatitis, tuberkulosa,
anemia, diabetes melitus) dan komplikasi yang berhubungan dengan obstetri
(cedera akibat keclakaan kendaraan, keracuan, kebakaran).
f. Kunjungan Ibu Hamil
Kunjungan ibu hamil adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan untuk
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan. Kunjungan
15
disini bukan hanya ibu hamil yang datang ke tempat pelayanan tetapi juga setiap
kontak dengan tenaga kesehatan dan diberikan pelayanan antenatal sesuai standar
baik di Posyandu, Polindes, atau kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan.
Kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya adalah sebanyak empat
kali yang dikenal dengan istilah K1, K2, K3, dan K4. Satu kali pada triwulan
pertama (sebelum 14 minggu), satu kali pada triwulan kedua (antara 14 – 28
minggu), dan dua kali pada triwulan ketiga (antara minggu 28 – 36 dan sesudah
minggu ke 36) (Depkes RI, 2004 : 47).
Adapun uraianya sebagai berikut :
i. K1 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya
pada trimester I (sebelum usia kehamilan 12 minggu) dengan jumlah
kunjungan minimal satu kali dan mendapatkan pelayanan 7T yaitu
timbang berat badan, ukur tekanan darah, imunisasi Tetanus Toxoid,
periksa fundu uteri, pemberian tablet tambah darah, tes PMS, dan temu
wicara. K1 ini mempunyai peranan penting dalam program kesehatan ibu
dan anak yaitu sebagai indikator pemantauan yang dipergunakan untuk
mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program
dalam menggerakkan masyarakat (Depkes RI, 2001).
ii. K2 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya
pada trimester II (usia kehamilan 12 – 28 minggu) dan mendapatkan
pelayanan 7T setelah melewati K1.
iii. K3 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya
pada trimester III (usia kehamilan 28 – 36 minggu) dan mendapatkan
pelayanan 7T setelah melewati K1 dan K2.
iv. K4 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya
pada trimester III (usia kehamilan >36 minggu) dan mendapatkan
pelayanan 7T setelah melewati K1, K2, dan K3.

16
Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) yang
menginfeksi hati hominoidae, termasuk manusia, dan menyebabkan peradangan yang
disebut hepatitis. Awalnya dikenal sebagai "serum hepatitis", penyakit ini telah
menyebabkan epidemi di Asia dan Afrika, dan ini endemik di Cina. Sekitar sepertiga dari
penduduk dunia, lebih dari 2 miliar orang, telah terinfeksi virus hepatitis B. Penularan
virus hepatitis B hasil dari paparan infeksi darah atau cairan tubuh yang mengandung
darah.
Pada tahun 2004, ada 350 juta orang yang terinfeksi VHB di seluruh dunia. Nasional dan
daerah prevalensi berkisar dari lebih dari 10% di Asia yang di bawah 0,5% di Amerika
Serikat dan Eropa bagian utara. Rute infeksi termasuk penularan vertikal (seperti melalui
melahirkan), transmisi awal kehidupan horisontal (gigitan, lesi, dan kebiasaan sanitasi),
dan transmisi horisontal dewasa (kontak seksual, penggunaan narkoba suntikan).

Metode utama transmisi mencerminkan prevalensi infeksi HBV kronis di daerah tertentu.
Di daerah prevalensi rendah seperti benua Amerika dan Eropa Barat, penyalahgunaan
narkoba suntikan dan hubungan seks tanpa kondom adalah metode utama, meskipun
faktor-faktor lain juga mungkin penting.

Di daerah prevalensi moderat, yang meliputi Eropa Timur, Rusia, dan Jepang, di mana 2-
7% dari populasi terinfeksi secara kronis, penyakit ini terutama menyebar di kalangan
anak-anak. Di daerah prevalensi tinggi seperti China dan Asia Tenggara, transmisi
selama persalinan yang paling umum, walaupun di daerah lain endemisitas tinggi seperti
Afrika, transmisi selama masa kanak-kanak merupakan faktor yang signifikan. Prevalensi
infeksi HBV kronis di daerah endemisitas tinggi minimal 8%.

Penyakit akut menyebabkan peradangan hati, muntah, penyakit kuning dan-jarang-


kematian. Hepatitis B kronis pada akhirnya dapat menyebabkan sirosis hati dan kanker
hati-penyakit yang fatal dengan respon yang sangat miskin untuk kemoterapi saat ini.
Infeksi ini dapat dicegah dengan vaksinasi.

17
Virus hepatitis B merupakan''hepadnavirus-''hepa dari hepatotrophic''''dan''dna''karena
merupakan virus DNA partikel virus, (virion) terdiri dari sebuah amplop lipid luar dan
inti nukleokapsid icosahedral terdiri dari protein. nukleokapsid ini membungkus DNA
virus dan DNA polimerase yang mempunyai aktivitas reverse transcriptase. Pada amplop
luar mengandung protein melekat yang terlibat dalam pengikatan virus, dan masuk ke
dalam, sel rentan. Virus adalah salah satu binatang terkecil virus diselimuti dengan
diameter virion dari 42 nm, namun bentuk pleomorfik ada, termasuk badan berserabut
dan bola kurang inti. Partikel ini tidak menular dan terdiri dari lemak dan protein yang
merupakan bagian dari permukaan virion, yang disebut antigen permukaan (HBsAg), dan
diproduksi di atas selama siklus hidup virus.

Catatan paling awal epidemi yang disebabkan oleh virus hepatitis B dibuat oleh Lurman
pada 1885. Wabah cacar terjadi di Bremen pada 1883 dan 1.289 karyawan galangan
kapal telah divaksinasi dengan limfe dari orang lain. Setelah beberapa minggu, dan
sampai delapan bulan kemudian, 191 pekerja divaksinasi jatuh sakit dengan penyakit
kuning dan didiagnosa menderita hepatitis serum. karyawan lain yang telah diinokulasi
dengan batch yang berbeda getah bening tetap sehat. kertas Lurman's, sekarang dianggap
sebagai contoh klasik dari studi epidemiologi, membuktikan bahwa getah bening
terkontaminasi adalah sumber wabah. Kemudian, wabah serupa banyak dilaporkan
berikut pendahuluan, pada 1909, dari jarum suntik yang digunakan, dan yang lebih
penting digunakan kembali, untuk mengelola Salvarsan untuk pengobatan sifilis. Virus
itu tidak ditemukan sampai 1965 ketika Baruch Blumberg, kemudian bekerja di Institut
Kesehatan Nasional (NIH), menemukan antigen Australia (kemudian dikenal sebagai
hepatitis B antigen permukaan, atau HBsAg) dalam darah orang-orang asli Australia.
Walaupun virus sudah dicurigai sejak penelitian yang dipublikasikan oleh MacCallum
pada tahun 1947, DS Dane dan lain-lain menemukan partikel virus pada 1970 oleh
mikroskop elektron. Pada awal 1980-an genom virus telah diurutkan, dan vaksin pertama
yang diuji.

Genom

Genom HBV terbuat dari DNA sirkular, tetapi tidak biasa karena DNA tidak sepenuhnya
untai ganda. Salah satu ujung untai panjang penuh ini terkait dengan DNA polimerase
virus. genom adalah 3020-3320 nukleotida panjang (untuk untai full-length) dan 1700-
2800 nukleotida panjang (untuk untai panjang pendek). Rasa-negatif, (non-coding),
adalah melengkapi mRNA virus. DNA virus ditemukan dalam inti segera setelah infeksi
sel. Sebagian DNA beruntai ganda diberikan sepenuhnya beruntai ganda oleh
penyelesaian untai (+) rasa dan penghapusan sebuah molekul protein dari (-) untai sense
dan urutan pendek RNA dari (+) rasa untai. Non-basis pengkodean dikeluarkan dari
ujung (-) untai sense dan ujung yang bergabung. Ada empat gen dikenal dikode oleh
genom, yang disebut C, X, P, dan S. Protein inti dikodekan oleh gen C (HBcAg), dan
kodon start adalah didahului oleh kodon Agustus mulai di-frame hulu dari mana protein
pre-core yang dihasilkan. HBeAg dihasilkan dengan mengolah proteolitik protein pre-
core. DNA polimerase dikode oleh gen P. Gene S adalah gen yang mengkode antigen
permukaan (HBsAg). Gen HBsAg merupakan salah satu kerangka baca panjang terbuka
tapi berisi tiga dalam bingkai "mulai" (ATG) kodon yang membagi gen ke dalam tiga

18
bagian, pra-S1, pra-S2, dan S. Karena kodon mulai banyak, polipeptida dari tiga ukuran
yang berbeda yang disebut besar, menengah, dan kecil (pra-S1 + pra-S2 + S, pra-S2 + S,
atau S) yang dihasilkan. Fungsi protein yang dikode oleh gen X adalah tidak sepenuhnya
dipahami.

Replikasi

Siklus hidup virus hepatitis B adalah kompleks. Hepatitis B adalah salah satu dari
beberapa virus yang dikenal non-retroviral yang menggunakan reverse transkripsi sebagai
bagian dari proses replikasi. Masuknya virus Keuntungan ke dalam sel dengan cara
mengikat ke reseptor yang tidak diketahui pada permukaan sel dan masuk dengan cara
endositosis. Karena virus berkembang biak melalui RNA dibuat oleh enzim inang, DNA
genom virus harus dipindahkan ke inti sel dengan protein inang disebut pendamping.
DNA double stranded virus sebagian kemudian dibuat sepenuhnya double stranded dan
ditransformasikan ke dalam DNA sirkular kovalen tertutup (cccDNA) yang berfungsi
sebagai template untuk transkripsi empat mRNA virus. MRNA terbesar, (yang lebih
panjang dari genom virus), digunakan untuk membuat salinan baru dari genom dan untuk
membuat inti protein kapsid dan DNA polimerase virus. Keempat transkrip virus
menjalani proses tambahan dan pergi untuk membentuk virion progeni yang dibebaskan
dari sel atau kembali ke inti dan kembali bersepeda untuk menghasilkan salinan bahkan
lebih. MRNA lama kemudian diangkut kembali ke sitoplasma mana protein virion P
mensintesis DNA melalui aktivitas reverse transcriptase nya.

Patogenesis

Virus hepatitis B terutama mengganggu fungsi hati dengan bereplikasi dalam sel hati,
yang dikenal sebagai hepatosit.

reseptor ini belum diketahui, walaupun ada bukti bahwa reseptor pada virus hepatitis B
bebek terkait erat adalah carboxypeptidase D. VHB virion (DANE partikel) mengikat ke
sel inang melalui domain tekanan dari antigen permukaan virus dan kemudian
diinternalisasi oleh endositosis. Pres dan IgA reseptor dituduh interaksi ini. reseptor
spesifik HBV-Pres terutama disajikan pada hepatosit, namun, DNA virus dan protein
juga telah terdeteksi di lokasi extrahepatic, menunjukkan bahwa reseptor selular untuk
HBV juga mungkin ada pada sel extrahepatic.

Selama infeksi HBV, respon imun host baik menyebabkan kerusakan hepatoseluler dan
pemberantasan virus. Meskipun respon kekebalan tubuh bawaan tidak memainkan peran
penting dalam proses ini, respon imun adaptif, khususnya virus-spesifik sitotoksik T
limfosit (CTLs), memberikan kontribusi untuk sebagian besar luka hati yang
berhubungan dengan infeksi VHB. Dengan membunuh sel yang terinfeksi dan dengan
memproduksi sitokin antivirus mampu membersihkan HBV dari hepatosit layak, CTLs
menghilangkan virus. Meskipun kerusakan hati dimulai dan dimediasi oleh CTLs, sel-sel
inflamasi antigen-spesifik dapat memperburuk CTL-diinduksi immunopathology, dan
platelet diaktifkan pada tempat infeksi dapat memfasilitasi akumulasi CTLs dalam hati.

19
Transmisi

Penularan virus hepatitis B hasil dari paparan infeksi darah atau cairan tubuh yang
mengandung darah. Kemungkinan bentuk transmisi termasuk (namun tidak terbatas pada)
terlindungi kontak seksual, transfusi darah, penggunaan kembali jarum suntik
terkontaminasi &, dan penularan vertikal dari ibu ke anak saat melahirkan. Tanpa
intervensi, seorang ibu yang positif HBsAg menganugerahkan risiko 20% dari
menularkan infeksi untuk keturunannya pada saat lahir. Risiko ini sangat tinggi yaitu
90% jika ibu juga positif untuk HBeAg. HBV dapat ditularkan antar anggota keluarga
dalam rumah tangga, mungkin melalui kontak kulit nonintact atau selaput lendir dengan
cairan atau air liur yang mengandung HBV. Namun, setidaknya 30% yang dilaporkan
hepatitis B di antara orang dewasa tidak dapat dikaitkan dengan faktor risiko
diidentifikasi.

Hepatitis B Gejala
Infeksi akut dengan virus hepatitis B dikaitkan dengan virus hepatitis akut -
penyakit yang diawali dengan kesehatan umum buruk, kehilangan nafsu makan, mual,
muntah, nyeri tubuh, demam ringan, urin gelap, dan kemudian berkembang menjadi
pengembangan penyakit kuning.
Telah dicatat bahwa kulit gatal telah indikasi sebagai gejala mungkin dari semua
jenis virus hepatitis. Penyakit ini berlangsung selama beberapa minggu dan kemudian
secara bertahap meningkatkan di sebagian besar orang yang terkena dampak.
Sebuah beberapa pasien mungkin memiliki penyakit hati yang lebih parah (gagal
hati fulminan), dan mungkin mati sebagai akibat dari itu. Infeksi dapat sepenuhnya
bergejala dan mungkin tidak dikenali.
infeksi kronis dengan virus hepatitis B dapat berupa gejala atau mungkin
berhubungan dengan peradangan kronis hati (hepatitis kronis), yang mengarah ke sirosis
selama beberapa tahun. Jenis infeksi secara dramatis meningkatkan kejadian karsinoma
hepatoseluler (kanker hati).
pembawa kronis dianjurkan untuk menghindari mengkonsumsi alkohol karena
meningkatkan resiko mereka untuk sirosis dan kanker hati.
Virus hepatitis B telah dikaitkan dengan pengembangan Membran
glomerulonefritis (MGN).

Diagnosis Hepatitis B
Tes, tes disebut, untuk deteksi infeksi virus hepatitis B melibatkan tes serum atau darah
yang mendeteksi antigen virus (protein yang dihasilkan oleh virus) atau antibodi yang
dihasilkan oleh tuan rumah. Interpretasi tes tersebut adalah kompleks.

Hepatitis B antigen permukaan (HBsAg'''') yang paling sering digunakan untuk layar
untuk adanya infeksi ini. Ini adalah antigen virus terdeteksi pertama muncul selama
infeksi. Namun, pada awal infeksi, antigen ini tidak mungkin ada dan mungkin tidak
terdeteksi kemudian dalam infeksi karena sedang dibersihkan oleh tuan rumah. Virion
menular ini berisi "partikel inti" batin melampirkan genom virus. Partikel inti icosahedral
terbuat dari 180 atau 240 salinan protein inti, alternatif yang dikenal sebagai antigen core
hepatitis B, atau''HBcAg''. Selama ini 'jendela' di mana tuan rumah tetap terinfeksi tetapi

20
berhasil membersihkan virus, antibodi IgM terhadap antigen core hepatitis B (anti-
HBc''''IgM) mungkin satu-satunya bukti serologis penyakit.

Tak lama setelah munculnya HBsAg, antigen lain dinamakan sebagai antigen e hepatitis
B (HBeAg'''') akan muncul. Secara tradisional, kehadiran HBeAg dalam serum host
adalah dikaitkan dengan tingkat yang jauh lebih tinggi replikasi virus dan infektivitasnya
ditingkatkan, namun, varian dari virus hepatitis B tidak memproduksi antigen 'e', jadi
aturan ini tidak selalu memegang benar. Selama alami infeksi, HBeAg mungkin
dibersihkan, dan antibodi untuk antigen 'e' (''anti-HBe'') akan muncul segera setelah itu.
Konversi ini biasanya dikaitkan dengan penurunan dramatis dalam replikasi virus.

Jika tuan rumah mampu membersihkan infeksi, akhirnya HBsAg akan menjadi tidak
terdeteksi dan akan diikuti oleh IgG antibodi terhadap antigen permukaan hepatitis B dan
antigen inti, (''anti-HBs''dan''anti HBc IgG'') . Pembawa virus mungkin telah kronis
hepatitis B, yang akan tercermin dari peningkatan kadar serum alanine aminotransferase
dan radang hati, seperti yang diungkapkan oleh biopsi. Operator yang telah serokonversi
untuk HBeAg status negatif, terutama mereka yang tertular infeksi sebagai orang dewasa,
telah multiplikasi virus sangat sedikit dan karenanya mungkin berisiko kecil komplikasi
jangka panjang atau penularan kepada orang lain.

tes PCR telah dikembangkan untuk mendeteksi dan mengukur jumlah HBV DNA,
disebut viral load, dalam spesimen klinis. Tes ini digunakan untuk menilai status infeksi
seseorang dan untuk memantau pengobatan. Individu dengan viral load tinggi, khas
memiliki kaca tanah hepatosit pada biopsi.

Pencegahan Hepatitis B
Beberapa vaksin telah dikembangkan untuk mencegah infeksi virus hepatitis B. Ini
bergantung pada penggunaan salah satu protein amplop virus (hepatitis B antigen
permukaan atau HBsAg). Vaksin ini awalnya dibuat dari plasma yang diperoleh dari
pasien yang telah lama berdiri infeksi virus hepatitis B. Namun, saat ini, ini lebih sering
dibuat dengan menggunakan teknologi DNA rekombinan, meskipun vaksin plasma yang
diturunkan terus digunakan, sedangkan dua jenis vaksin sama-sama efektif dan aman.

Setelah vaksinasi, hepatitis B antigen permukaan dapat dideteksi dalam serum selama
beberapa hari, ini dikenal sebagai antigenaemia vaksin. Vaksin ini diberikan baik dalam
dua, tiga, atau empat-dosis jadwal ke bayi dan orang dewasa, yang memberikan
perlindungan bagi 85-90% dari individu. Perlindungan telah diamati bertahan 12 tahun
pada individu yang menunjukkan respon awal yang memadai untuk kegiatan utama
vaksinasi, dan kekebalan yang diprediksi terakhir minimal 25 tahun.

Tidak seperti hepatitis A, hepatitis B tidak umumnya menyebar melalui air dan makanan.
Sebaliknya, ditularkan melalui cairan tubuh; pencegahan demikian menghindari
penularan seperti: tidak terlindungi kontak seksual, transfusi darah, penggunaan kembali
jarum suntik terkontaminasi, dan transmisi vertikal selama kelahiran anak. Bayi mungkin
akan divaksinasi pada saat lahir.

21
Pengobatan Hepatitis B
Infeksi hepatitis B akut biasanya tidak memerlukan perawatan karena kebanyakan orang
dewasa jelas infeksi secara spontan. Pengobatan awal antivirus hanya mungkin
diperlukan dalam waktu kurang dari 1% dari pasien, infeksi yang membutuhkan tentu
saja sangat agresif (hepatitis fulminan) atau yang immunocompromised. Di sisi lain,
pengobatan infeksi kronis mungkin diperlukan untuk mengurangi risiko sirosis dan
kanker hati. Kronis individu yang terinfeksi dengan serum alanine aminotransferase
terus-menerus tinggi, penanda kerusakan hati, dan DNA HBV tingkat adalah kandidat
untuk terapi.

Meskipun tidak ada obat yang tersedia dapat menghapus infeksi, mereka dapat
menghentikan virus menggandakan diri, sehingga meminimalkan kerusakan hati. Saat ini,
ada tujuh obat berlisensi untuk pengobatan infeksi hepatitis B di Amerika Serikat. Ini
termasuk obat antivirus lamivudine (Epivir), adefovir (Hepsera), tenofovir (tenofovir),
telbivudine (Tyzeka) dan entecavir (Baraclude) dan dua sistem kekebalan tubuh
modulator interferon alfa interferon alfa-2a dan pegylated 2a (Pegasys). Penggunaan
interferon, yang membutuhkan tiga kali suntikan harian atau mingguan, telah digantikan
oleh pegylated interferon long-acting, yang disuntik hanya sekali seminggu.

Bayi yang lahir dari ibu yang dikenal untuk membawa hepatitis B dapat diobati dengan
antibodi terhadap virus hepatitis B (hepatitis B immune globulin atau HBIG). Ketika
diberikan dengan vaksin dalam waktu dua belas jam lahir, risiko tertular hepatitis B
berkurang 90%. Perawatan ini memungkinkan seorang ibu untuk menyusui anaknya
aman.

Pada bulan Juli 2005, peneliti dari A STAR * dan National University of Singapore
mengidentifikasi hubungan antara DNA-binding protein milik kelas protein heterogen
ribonucleoprotein replikasi K (hnRNP K) dan HBV nuklir pada pasien. Mengendalikan
tingkat hnRNP K dapat bertindak sebagai pengobatan yang mungkin untuk HBV.

Hepatitis B Prognosis
Infeksi virus hepatitis B dapat berupa akut (membatasi diri) atau kronis (jangka panjang).
Orang dengan membatasi diri infeksi infeksi yang jelas secara spontan dalam beberapa
minggu ke bulan.

Anak-anak cenderung kurang daripada orang dewasa untuk membersihkan infeksi. Lebih
dari 95% orang yang terinfeksi sebagai orang dewasa atau anak yang lebih tua akan tahap
pemulihan penuh dan mengembangkan kekebalan yang protektif terhadap virus tersebut.
Namun, ini turun menjadi 30% untuk anak-anak muda, dan hanya 5% dari bayi yang baru
lahir yang mendapatkan infeksi dari ibu mereka saat lahir akan membersihkan infeksi.
Populasi ini memiliki risiko seumur hidup 40% kematian dari sirosis atau karsinoma
hepatoseluler. Dari mereka yang terinfeksi antara umur satu sampai enam, 70% akan
membersihkan infeksi.

Hepatitis D (HDV) hanya dapat terjadi dengan infeksi hepatitis B secara bersamaan,
karena HDV menggunakan antigen permukaan HBV untuk membentuk sebuah kapsid.

22
Co-infeksi hepatitis D meningkatkan risiko sirosis hati dan kanker hati. ''''Nodosa
Polyarteritis lebih umum pada orang dengan infeksi hepatitis B.

Pengaktifan kembali

Hepatitis B virus DNA tetap dalam tubuh setelah infeksi dan pada beberapa orang yang
berulang penyakit. Meskipun jarang, reaktivasi terlihat paling sering pada orang dengan
kekebalan terganggu. HBV berjalan melalui siklus replikasi dan non-replikasi. Sekitar
50% dari pasien mengalami reaktivasi akut. Male pasien dengan ALT dasar dari 200 UL /
L adalah tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan reaktivasi dari pasien dengan
tingkat yang lebih rendah. Pasien yang menjalani kemoterapi beresiko untuk reaktivasi
HBV. Pandangan saat ini adalah bahwa obat imunosupresif mendukung replikasi HBV
meningkat sementara menghambat fungsi sel T sitotoksik dalam hati.

Antigen permukaan virus hepatitis B (hepatitis B surface antigen, HBsAg) merupakan


material permukaan dari virus hepatitis B. Pada awalnya antigen ini dinamakan antigen
Australia karena pertama kalinya diisolasi oleh seorang dokter peneliti Amerika, Baruch
S. Blumberg dari serum orang Australia.

Penatalaksanaan
Pada umumnya bayi dengan ibu HBsAg + memiliki nilai Apgar 1 menit dan 5
menit yang lebih rendah dibandingkan bayi normal. Hal ini dimungkinkan karena adanya
kecenderungan bahwa bayi dengan ibu HBsAg+ lahir prematur sebelum 34 minggu.

Status Bayi dgn berat >= 2000 gram Bayi dengan berat <>
Maternal
HbsAg (+) Vaksin Hepatitis B dan HBIG dalam Vaksin Hepatitis B dan HBIG dalam
positif 12 jam setelah kelahiran 12 jam setelah kelahiran
Vaksinasi sebanyak 3 kali, yaitu pada Vaksinasi sebanyak 4 kali, yaitu
usia 0, 2, dan 6 bulan pada usia 0, 1, 2-3 bulan, dan 6-7
bulan
Periksa kadar anti HBs dan HBsAg Periksa kadar anti HBs dan HBsAg
pada usia 9 dan 15 bulan pada usia 9 dan 15 bulan
Jika HBsAg dan anti HBs pada bayi Jika HBsAg dan anti HBs pada bayi
negatif (-), berikan vaksinasi ulang 3 negatif (-), berikan vaksinasi ulang 3
kali dengan interval 2 bulan, kemudian kali dengan interval 2 bulan,
kembali periksa. kemudian kembali periksa
Jika kadar Vaksin Hepatitis B (dalam 12 hari) Vaksin Hepatitis B dan HBIG dalam
HBsAg tidak dan HBIG (dalam 7 hari) jika hasil tes 12 jam.
diketahui menunjukkan ibu HBsAg +.
Segera periksa kadar HBsAg ibu Jika hasil tes HbsAg ibu belum
diketahui dalam 12 jam, berikan
bayi vaksin HBIG.

23
HBsAg Sebaiknya tetap lakukan vaksinasi Vaksinasi Hepatitis B pertama
negatif (-) Hepatitis B segera setelah lahir dalam 30 hari setelah kelahiran jika
keadaan klinis baik.
Vaksinasi 3 kali pada usia 0-2 bulan, Vaksinasi 3 kali pada usia 1-2 bulan,
1-4 bulan, dan 6-18 bulan. 2-4 bulan, dan 5-18 bulan.
Vaksinasi kombinasi Hepatitis B Vaksinasi kombinasi Hepatitis B
lainnya dapat diberikan dalam waktu lainnya dapat diberikan dalam
6-8 minggu. waktu 6-8 minggu
Tidak diperlukan tes ulang terhadap Tidak diperlukan tes ulang terhadap
kadar anti HBs dan HbsAg kadar anti HBs dan HbsAg

Apabila status HBsAg ibu tidak diketahui, maka bayi preterm dan BBLR harus
divaksin Hepatitis B dalam 12 jam pertama setelah kelahirannya. Karena reaksi antibodi
bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2000 gram masih kurang bila dibandingkan
dengan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2000 gram, maka bayi-bayi kecil tersebut
juga harus mendapat vaksin HBIG dalam 12 jam pertama setelah kelahirannya. Bayi-bayi
dengan berat badan lahir 2000 gram atau lebih dapat menerima vaksin HBIG secepatnya
setelah status HBsAg positif ibu diketahui, namun sebaiknya vaksin diberikan sebelum
tujuh hari setelah kelahiran bayi tersebut.
Apabila diketahui bahwa ibu dengan HBsAg positif, maka seluruh bayi preterm,
tidak tergantung berapapun berat badan lahirnya, harus menerima vaksin Hepatitis dan
HBIG dalam 12 jam setelah kelahirannya. Bayi dengan berat badan lahir 2000 gram atau
lebih dapat menerima vaksin Hepatitis B sesuai dengan jadwal, namun tetap harus
diperiksakan kadar antibodi anti-HBs dan kadar HBsAg nya dalam jangka waktu 3 bulan
setelah melengkapi vaksinasinya. Jika kedua tes tersebut memberikan hasil negatif, maka
bayi tersebut dapat diberikan tambahan 3 dosis vaksin Hepatitis B (ulangan) dengan
interval 2 bulan dan tetap memeriksakan kadar antibodi anti-HBs dan HBsAg nya. Jika
kedua tes tersebut tetap memberikan hasil negatif, maka anak tersebut dikategorikan tidak
terinfeksi Hepatitis B, namun tetap dipertimbangkan sebagai anak yang tidak berespon
terhadap vaksinasi. Tidak dianjurkan pemberian vaksin tambahan.

Bayi dengan berat badan kurang dari 2000 gram dan lahir dari ibu dengan HBsAg
positif mendapatkan vaksinasi Hepatitis B dalam 12 jam pertama setelah kelahiran, dan 3
dosis tambahan vaksin Hepatitis B harus diberikan sejak bayi berusia 1 bulan. Vaksin
kombinasi yang mengandung komponen Hepatitis B belum diuji keefektifannya jika
diberikan pada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif. Semua bayi dengan ibu
HBsAg positif harus diperiksan kadar antibodi terhadap antigen Hepatitis B permukaan
(anti-HBS, atau Hepatitis B surface antigen) dan HBsAg pada usia 9 bulan dan 15 bulan,
sesudah melengkapi serial imunisasi HBV. Beberapa pendapat mengatakan bahwa tes
serologis terhadap antigen dan antibodi tersebut dapat dilakukan 1-3 bulan setelah selesai
melaksanakan serial imunisasi Hepatitis B.

24
Banyak alasan yang mendukung pemberian vaksin Hepatitis tersebut. Bayi-bayi
preterm yang dirawat di rumah sakit seringkali terpapar oleh berbagai produk darah
melalui prosedur-prosedur bedah yang secara teoritis tentu saja meningkatkan
predisposisi terkena infeksi. Pemberian vaksin lebih awal juga akan memperbaiki jika
status maternal HBsAg positif dan juga menghindarkan terpaparnya bayi dari anggota
keluarga lainnya yang juga HBsAg positif. Hal ini juga menyingkirkan kemungkinan
adanya demam yang disebabkan oleh pemberian vaksin lainnya.

Usia kehamilan kurang bulan dan kurangnya berat badan lahir bukan merupakan
pertimbangan untuk menunda vaksinasi Hepatitis B. Beberapa ahli menganjurkan untuk
tetap melakukan tes serologis 1-3 bulan setelah melengkapi jadwal imunisasi dasar.

Imunoprofilaksis untuk Hepatitis B


Imunisasi sesuai jadwal pada anak-anak dengan suspek kontak positif adalah cara
preventif utama untuk mencegah transmisi. Untuk mengurangi dan menghilangkan
terjadinya transmisi Hepatitis B sedini mungkin, maka dibutuhkan imunisasi yang
sifatnya universal. Secara teoritis, vaksinasi Hepatitis B dianjurkan pada semua anak
sebagai bagian dari salah satu jadwal imunisasi rutin, dan semua anak yang belum
divaksinasi sebelumnya, sebaiknya divaksin sebelum berumur 11 atau 12 tahun.

Imunoprofilaksis dengan vaksin Hepatitis B dan Imunoglobulin Hepatitis B


segera setelah terjadinya kontak dapat mencegah terjadinya infeksi setelah terjadi kontak
dengan virus Hepatitis B. Sangat penting dilakukan tes serologis pada semua wanita
hamil untuk mengidentifikasi apakah bayi yang dikandung membutuhkan profilaksis
awal, tepat setelah kelahirannya untuk mencegah infeksi Hepatitis B yang terjadi melalui
transmisi perinatal.

Bayi yang menjadi karier HBV kronis karena imunoprofilaksis yang tidak
sempurna, kemungkinan besar terinfeksi saat berada dalam kandungan, atau ibu bayi
tersebut memiliki jumlah virus yang sangat banyak atau terinfeksi oleh virus yang telah
bermutasi dan lolos dari vaksinasi. Apabila infeksi telah terjadi transplasenta, vaksin
HBIg dan HBV tidak dapat mencegah infeksi.

25
BAB V
KESIMPULAN

Faktor resiko terbesar terjadinya infeksi HBV pada bayi dan anak-anak adalah

melalui transfer perinatal dari ibu dengan status HBsAg positif. Transmisi virus dari ibu

ke bayi dapat terjadi pada masa intra uterine, pada masa perinatal, dan pada masa

postnatal. Imunisasi sesuai jadwal pada orang-orang dengan suspek kontak positif adalah

cara preventif utama untuk mencegah transmisi.

Bayi preterm maupun aterm yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, maka tidak

tergantung berapapun berat badan lahirnya, harus menerima vaksin Hepatitis dan HBIG

dalam 12 jam setelah kelahirannya.

26
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, Gary, dkk. 2006. Obstetri William ed.21. Jakarta: EGC

2. Prawiroharjo, Sarwono. 2003. Ilmu Kebidanan ed 4. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawioharjo ; 2008

3. Manuaba IBG, Manuaba IAC . Pengantar Kuliah Obstetri . Jakarta : EGC ; 2007

4. Norwitz , Errol, Schorge, John. 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi Edisi

Kedua. Jakarta : Penerbit Erlangga

27

You might also like