You are on page 1of 19

LAPORAN TUGAS TEORI ARSITEKTUR 2

ARSITEKTUR BATAK
TOBA

Disusun Oleh:

ALIFA MAHARANI

08/269275/TK/34381

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2011
DAFTAR ISI

Daftar Isi.................................................................................................................... 1
Profil Batak Toba....................................................................................................... 2
Suku Batak.......................................................................................................... 2
Suku Batak Toba................................................................................................. 3
Budaya Batak Toba............................................................................................. 4
Fenomena Arsitektur Batak Toba............................................................................. 5
Pola Perkampungan Batak Toba......................................................................... 5
Rumah Adat Batak Toba..................................................................................... 6
Hubungan Antara Arsitektur dan Budaya Batak Toba............................................. 14
Kesimpulan................................................................................................................ 17

Daftar Pustaka........................................................................................................... 18

Arsitektur Batak Toba


5
PROFIL SUKU BATAK TOBA

SUKU BATAK
Suku bangsa Batak mendiami daerah dataran tinggi Karo, Dairi, Toba, Humbang,
Barus, Angkola dan Mandailing. Wilayah ini dikenal dengan nama Tapian Nauli (Tapanuli).
Karena kondisi geografis daerahnya yang bergunung-gunung menyebabkan suku Batak
terbagi atas 6 anak suku, yaitu Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Toba,
Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Setiap suku memiliki seni arsitektur yang menarik.

Kondisi Geografi Suku di


Sumatera
– Berada di paparan Sunda
– Bagian Barat: Pegunungan
dengan hutan tropis yang lebat
– Bagian Timur: Landai, banyak
pelabuhan yang
menghubungkan dengan pulau-
pulau lain (tradisi ritual di
air/sungai)

Suku Batak Angkola mendiami daerah Tapanuli Selatan, dekat perbatasan Riau. Di
sebelah timur danau Toba dibatasi perbukitan dan gunung-gunung di mana berdiam suku
Batak Simalungun. Suku Batak Karo berada di ujung utara danau dipisahkan deretan
perbukitan. Di sebelab barat danau bermukim suku Batak Pakpak. Suku Batak Mandailing
menempati wilayah selatan berbatasan dengan propinsi Sumatera Barat. Sedangkan Suku
Batak Toba bertempat tinggal di sekitar Pulau Samosir dan pinggiran Danau Toba dari
Prapat sampai Balige.
Setiap anak suku memiliki langgam seni bangunan (arsitektur) yang unik dan
indah. Sayangnya tidak banyak lagi yang tersisa dari bangunan tradisional di tanah
Tapanuli, terutama seni arsitektur dari Batak Pakpak dan Batak Angkola. Perwujudan
arsitektur tradisional Batak Simalungun masih dapat disaksikan di desa Pematang Purba,
yaitu bekas kerajaan Simalungun. Sedangkan wujud arsitektur Batak Mandailing tersisa di
desa-desa Hutagodang, Penyabungan, Pakantan, dan Busortolang. Hutagodang dan

Arsitektur Batak Toba


5
Pakantan adalah kampung raja-raja Mandailing, di mana terdapat rumah pria,
rumahwanita dan lumbung. Langgam arsitekturnya bercirikan peralihan bentuk atap
rumah Batak dan rumah Minangkabau, Dewasa ini yang masih banyak ditemui adalah
wujud arsitektur tradisional dan Batak Toba dan Batak Karo.

SUKU BATAK TOBA


Perkampungan suku Batak Toba mengikuti pola berbanjar dua, yaitu suatu tata
ruang lingkungan dengan komunitas yang utuh dan mantap. Desanya disebut lumban/
huta yang dilengkapi 2 pintu gerbang (bahal) di sisi utara dan selatan huta. Sekeliling
kampong dipagar batu setinggi 2.00 m, yang disebut parik. Di setiap sudut dibuat menara
untuk mengintai musuh. Menurut sejarahnya, antar sesama suku Batak sering sekali
berperang. Itu sebabnya bentuk kampungnya menyerupai benteng, Huta masih dapat
disaksikan di Kabupaten Tapanuli Utara di desa-desa Tomok, Ambarita, Silaen, dan
Lumban Nabolon Parbagasan. Desa-desa tersebut merupakan daya tarik wisata budaya
yang banyak dikunjungi wisatawan.

Arsitektur Batak Toba


5
BUDAYA BATAK TOBA

Orang-orang Batak Toba suka bergaul. Semangat adat memanggil setiap individu
untuk melibatkan diri dalam setiap upacara. Terutama hikmah yang terkandung dalam
suatu falsafah yang memaksa setiap orang harus memadukan diri dengan orang sebagai
anifestasi semangat korelasi dan hubungan timbal balik di antara pihak-pihak.

Sebagaimana umumnya, orang-orang Batak Toba suka berkumpul, baik dalam


pesta yang formal, atau di warung (lapo) secara tidak formal. Berkumpul sambil ngobrol
di warung atau di salah satu sudut kampung di mana terdapat banyak batu-batu besar
(partungkoan) merupakan bagian hidup mereka. Selain itu, mereka suka menerima tamu
di rumah. Mereka merasakan hikmah yang akan diterima dari sifat dan kebiasaan
menerima tamu itu. Dan setiap tamu dari tempat lain harus diberi makan dahulu sebelum
mereka pulang. Usaha menjungjung tinggi nilai-nilai adat dan semangat adat itu memberi
ciri khusus pada rakyat sebagai masyarakat yang bermoral, dan sifat ini merupakan
identitas bagi masyarakat Suku Batak Toba.

Arsitektur Batak Toba


5
FENOMENA ARSITEKTUR BATAK TOBA

POLA PERKAMPUNGAN BATAK TOBA


Arsitektur Tradisional Batak Toba, maka dapat kita ketahui terdapat beragam suku Batak,
dengan lokasi yang berdekatan. Oleh karena itu, pola penataan lumban berbentuk lebih
menyerupai sebuah benteng dari pada sebuah desa.

Gambar menunjukkan pola perkampungan adat Batak Toba yang menyerupai benteng
dengan dua gerbang. Bisa dikatakan pola desa Batak Toba tertata dengan baik. Di dalam
desa Batak Toba terbagi menjadi:
A. Deretan rumah kep. Huta + anak lelaki dengan keluarga
B. Sopo (lumbung)
1. Gerbang masuk
2. Halaman Kampung (partukhoan)
3. Simin (peti mati batu: tulang belulang leluhur)
4. Pohon beringin lambang alam semesta)
Arsitektur Batak Toba, yaitu ruma dan sopo (lumbung) yang saling berhadapan. Ruma dan
sopo dipisahkan oleh pelataran luas yang berfungsi sebagai ruang bersama warga huta.
Ada beberapa sebutan untuk rumah Batak, sesuai dengan kondisi rumahnya. Rumah adat
dengan banyak hiasan (gorga), disebut Ruma Gorga Sarimunggu atau Jabu Batara Guru.
Sedangkan rumah adat yang tidak berukir, disebut Jabu Ereng atau Jabu Batara Siang.
Rumah berukuran besar, disebut Ruma Bolon. dan rumah yang berukuran kecil, disebut

Arsitektur Batak Toba


5
Jabu Parbale-balean. Selain itu, terdapat Ruma Parsantian, yaitu rumah adat yang
menjadi hak anak bungsu.

RUMAH ADAT BATAK TOBA


Seni bangunan Batak Toba mempunya corak tertentu, baik bentuk, perkakas-
perkakasnya, dan ukiran-ukirannya. Rumah adat Batak Toba yang disebut Rumah Bolon,
berbentuk 4 persegi panjang dengan ukuran panjang 2 kali lebarnya dan kadang-kadang
dihuni oleh 5 sampai 6 keluarga batih. Rumah adat tersebut melambangkan alam
kosmos. Rumah bagian bawah (tombara) melukiskan dunia bawah, bagian tengah
melukiskan dunia tengah, dan rumah bagian atas atau atap melukiskan benua atas. Lantai
1 rumah berupa beranda di bawah atap, dengan tangga dari kolong. Selain itu juga ada
lorong serta jabu untuk satu keluarga. Lantai 1 disebut dengan jambur yang artinya
balkon. Tempat ini berfungsi untuk melihat pesta/upacara di halaman kampung.

Arsitektur Batak Toba


5
Lantai rumah kadang-kadang
sampai 1,75 meter di atas tanah, dan
bagian bawah dipergunakan untuk kandang
babi, ayam, dan sebagainya. Dahulu pintu
masuk mempunyai 2 macam daun pintu,
yaitu daun pintu yang horizontal dan
vertikal, tapi sekarang daun pintu yang
horizontal tak dipakai lagi. Untuk memasuki
rumah harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak
tangga yang ganjil. Bila orang hendak masuk rumah Batak Toba harus menundukkan
kepala agar tidak terbentur pada balok yang melintang, hal ini diartikan tamu harus
menghormati si pemilik rumah.

Arsitektur Batak Toba


5
Gambar. Potongan melintang Ruma Bolon
Sumber. Soeroto (2003: 104-105)

Tinggi bangunan mulai dari batu fondasi sampai ke puncak atapnya (ulu paung)
sekitar 13,00 m. Rumah panggung dengan konstruksi kayu ini berdiri di atas tiang-tiang
yang diletakkan di atas batu ojahan (fondasi). Tiang-tiang rumah terdiri atas tiang panjang
(basiha rea) dan tiang pendek (basi pandak). Bentuknya bulat berdiameter 50 - 70 cm,
sehingga terkesan sangat kokoh.

Arsitektur Batak Toba


5
Gambar. Denah Ruma Bolon
Sumber. Soeroto (2003: 104-105)

Tiang-tiang muka dan belakang dihubungkan oleh 4 baris papan tebal, disebut
tustus parbarat atau pangaruhut ni banua (pengikat benua). Tiang-tiang kanan dan kiri
diikat oleh 4 baris papan tebal, disebut tustus ganjang atau pangaruhut ni portibi
(pengikat dunia tengah). Bagian atas tiang-tiangnya dihubungkan oleh balok ransang
yang diikat dengan solang-solang. Atap yang tinggi besar merupakan unsur paling
dominan dari keseluruhan bangunan. Konstruksi atapnya dari kayu dan bambu dengan
penutup atap dari ijuk. Bubungan meninggi ke depan. Tapi sekarang ada yang
menggunakan seng untuk atapnya.

Arsitektur Batak Toba


5
Gambar. Axonometri konstruksi atap Ruma Bolon

Ruangan dalam rumah adat merupakan ruangan terbuka tanpa kamar-kamar,


walaupun berdiam disitu lebih dari satu keluarga, tapi bukan berarti tidak ada pembagian
ruangan, karena dalam rumah adat ini pembagian ruangan dibatasi oleh adat mereka
yang kuat. Ruang dalamnya terbagi menurut struktur adat Dalihan Natolu, yakni sistem
kekerabatan suku Batak Toba. Karena itu ruma terbagi atas jabu soding, jabu bona, jabo
tonga-tonga, jabu sukat, jabu tampar piring, dan jamhur. Jabu bona dan jabu tampar
piring di sisi kanan, sedang jabu soding dan jabu sukat di sisi kiri. Dekat pintu terletak
jamhur, sedang dapur di antara jabu tonga-tonga, jabu bona, dan jabu soding. Setiap jabu
mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Jabu bona berfungsi sebagai tempat tinggal
pemilik ruma dan tempat menerima upacara adat. Jabu tampar piring tempat saudara
pria pihak istri (hula-hula) serta tempat duduk anggi ni partibi (semarga yang bungsu).
Jabu soding adalah tempat anak gadis pemilik rumah dan tempat upacara adat. Jabu
sukat untuk tempat tinggal anak laki-laki pemilik ruma serta tempat duduk para boru.

Arsitektur Batak Toba


5
Sedangkan jabu tonga-tonga untuk tempat berkumpul seisi rumah. Bila keluarga besar
maka diadakan tempat di antara 2 ruang atau jabu yang berdempetan, sehingga ruangan
bertambah 2 lagi dan ruangan ini disebut Jabu Tonga-ronga ni jabu rona.
Bangunan lumbung (sopo) dibangun berhadapan dengan ruma. Sopo dibedakan
menurut jumlah tiangnya, yaitu antara 4 sampai
12 tiang. Sopo siopat bertiang 14, Sopo sionam
bertiang 6, sopo si ualu bertiang 8 dan sopo
bolon bertiang 12. Sopo bolon masih dapat
dilihat di desa Lumban Nabolon, Tapanuli Utara.
Sopo juga merupakam bangunan panggung
yang melambangkan tri-tunggal banua. Bagian
kolongnya tempat ternak, bagian tengah
tempat menenun dan bersantai, sedang bagian
atasnya tempat menyimpan padi. Tiang-tiang
sopo berdiri di atas batu ojahan, berbentuk
bulat dengan diameter 20 cm di bawah dan 40
cm di atas. Selain tiang utama terdapat tiang-
dang pembantu berbentuk bulat berdiameter
20 cm. Seluruh tiang diikat oleh 4 balok ransang
pada tiap sisinya. Bagian atas tiang dihubungkan oleh balok galapang. Di atas balok
galapang terletak sumban dan di atas sumban terdapat gulang-gulang.

Dalam ukuran yang lebih kecil, bentuk arsitektur sopo sama persis dengan ruma
bolon, hal ini sebagai bukti penghargaan yang diberikan pada lumbung sebagai sumber
pangan dan kehidupan.

Arsitektur Batak Toba


5
Sopo, rumah yang berasal dari lumbung
tempat menyimpan, kemudian didiami.
Perbedaannya dengan rumah adalah sopo
berlantai dua, hanya mempunyai satu baris tiang-
tiang depan dan ruangan bawah terbuka tanpa
dinding berfungsi untuk musyawarah, menerima
orang asing dan tempat bermain musik. Pada
bagian depan rumah adat terdapat hiasan-hiasan
dengan motif garis geografis dan spiral serta
hiasan berupa susu wanita yang disebut adep-
adep. Hiasan ini melambangkan sumber
kesuburan kehidupan dan lambang kesatuan.
Rumah yang paling banyak hiasan-
hiasannya disebut Gorga. Hiasan lainnya bermotif pakis disebut nipahu, dan rotan berduri
disebut mardusi yang terletak di dinding atas pintu masuk.
Pada sudut-sudut rumah terdapat hiasan Gajah dompak, bermotif muka binatang,
mempunyai maksud sebagai penolak bala. Begitu pula hiasan bermotif binatang cicak,
kepala singa yang dimaksudkan untuk menolak bahaya seperti guna-guna dari luar.

Arsitektur Batak Toba


5
Hiasan ini ada yang berupa ukiran kemudian diberi warna, ada pula yang berupa
gambaran saja. Warna yang digunakan selalu hitam, putih dan merah.

Semua rumah adat tersebut di atas bahannya dari kayu baik untuk tiang, lantai
serta kerangka rumah berikut pintu dan jendela, sedangkan atap rumah terbuat dari
seng. Di anjungan Sumatera Utara, rumah-rumah adat yang ditampilkan mengalami
sedikit perbedaan dengan rumah adat yang asli di daerahnya. Hal ini disesuaikan dengan
kegunaan dari kepraktisan belaka, misalnya tiang-tiang rumah yang seharusnya dari kayu,
banyak diganti dengan tiang beton. kemudian fungsi ruangan di samping untuk keperluan
ruang kantor yang penting adalah untuk ruang pameran benda-benda kebudayaan serta
peragaan adat istiadat dari delapan puak suku di Sumatera Utara. Benda-benda tersebut
meliputi alat-alat musik tradisional, alat-alat dapur, alat-alat perang, alat-alat pertanian,
alat-alat yang berhubungan dengan mistik, beberapa contoh dapur yang semuanya
bersifat tradisional. Sedangkan peragaan adat istiadat dan sejarah dilukiskan dalam
bentuk diorama, beberapa pakaian pengantin dan pakaian adat dan sebagainya.
Setiap hiasan dan ukiran mengandung makna yang melambangkan kepercayaan
bersifat magis religius. Pemasangan ragam hias juga harus mengikuti aturan adat yang
berlaku. Bentuk dan corak ragam hiasnya banyak
mengambil bentuk dari alam semesta, flora, dan
fauna. Hiasan dari alam, di antaranya at matani ari
(matahari) dan desa ni ualu (8 mata angin). Hiasan
berasal dari flora, antara lain simeol-eol, sitompi,
sitangan, iran-iran, hariara sudung ni langit. Sedang
hiasan berasal dari fauna, yaitu hoda-hoda (kuda),
boraspati (cecak besar), sijonggi, dan gajah dompak.
Ada juga hiasan geometris, seperti silintong (garis-
garis) dan ipon-ipon.

Arsitektur Batak Toba


5
HUBUNGAN ANTARA ARSITEKTUR DAN BUDAYA BATAK TOBA

Pola penataan desa atau lumban/ huta


terdiri dari beberapa ruma dan sopo. Perletakan
ruma dan sopo tersebut saling berhadapan dan
mengacu pada poros utara selatan. Sopo
merupakan lumbung, sebagi tempat
penyimpanan makanan. Dalam hal ini,
menunjukkan bahwa masyarakat Batak selalu
menghargai kehidupan, karena padi merupakan sumber kehidupan bagi mereka. Hal ini
juga menunjukkan pola kehidupan masyarakat Batak Toba yang didominasi oleh bertani,
dengan padi sebagai sumber kehidupan yang sangat dihargainya.
Pola penataan lumban yang terlindungi dengan pagar yang kokoh, dengan dua
gerbang yang mengarah utara-selatan, menunjukkan bahwa masyarakat Batak, memiliki
persaingan dalam kehidupan kesehariannya. Jika kita mengamati peta perkampungan
Batak, maka dapat kita ketahui terdapat beragam suku Batak, dengan lokasi yang
berdekatan. Oleh karena iu, pola penataan lumban berbentuk lebih menyerupai sebuah
benteng dari pada sebuah desa. Di dalam lumban, terdapat beberapa ruma dan sopo
yang tertata secara linear. Beberapa ruma tersebut menunjukkan bahwa ikatan keluarga
yang dikenal dengan extended family dapat kita ketemukan dalam masyarakat Batak
Toba.

Rumah tradisional Batak Toba senantiasa dirancang untuk pola kehidupan


kolektif, yang mampu menampung 4 – 8 keluarga. Perkembangan peradaban dan

Arsitektur Batak Toba


5
kehidupan masyarakat, telah mempengaruhi berbagai perubahan yang terdapat di
dalamnya, termasuk pemanfaatan ruang pada rumah tradisional. Pergeseran nilai-nilai
sosial tersebut juga akan mempengaruhi bentuk dan pola arsitekturnya.
Suku Batak Toba memiliki sistem kekerabatan yang sangat baik. Hal itu sangat
diperlukan untuk melangsungkan dan memelihara adat istiadat, termasuk rumah
tradisional. Kebiasaan merantau yang banyak dijumpai pada masyarakat Batak, dapat
emperburuk serta mempengaruhi keberlangsungan adat istiadat. Bentuk Lumban (desa)
yang terdiri dari beberapa ruma dan bolon yang tertata secara rapi dan berjajar, dapat
menjadi sebagai salah satu upaya keberlangsungan budaya. Tatanan kehidupan kolektif di
daerah pedesaan merupakan suatu benteng bagi keberlangsungan desa-desa tradisional
beserta arsitekturnya.

Hiasan yang digunakan pada arsitektur tradisional Batak Toba merupakan seni ukir
dan lukis. Hal ini menunjukkan bahwa keindahan merupakan salah satu hal yang sangat
erat kaitannya dalam kehidupan manusia. Selain keindahan, hiasan yang ada pada rumah
tradisional Batak Toba juga memiliki nilai yang sangat penting dalam menentukan jati diri
penghuni ruma. Oleh karena itu, selain bentuk ruma, hiasan juga merupakan suatu
kebanggan dan penghargaan yang diberikan untuk menunjukkan penghuni ruma.

Arsitektur Batak Toba


5
Dengan adanya hiasan pada rumah tradisional Batak Toba, hal tersebut dapat
digunakan sebagai nilai spesifik yang dimiliki oleh suatu ruma sebagai bangunan personal,
bukan sekedar bangunan tradisional. Misalnya rumah raja memiliki ragam dan bentuk
hiasan yang berbeda dengan rumah tradisional pada umumnya. Hal ini menunjukkan
bahwa hiasan atau nilai keindahan menjadi sesuatu yang sangat penting dan sifatnya
sakral.

Konservasi arsitektur bukan hanya melestarikan seni budaya peninggalan nenek


moyang, akan tetapi bagaimana kita dapat menjaga dan melestarikan nilai-nilai yang
terkandung di dalmnya. Sudah banyak nilai-nilai luhur yang telah kita tinggalkan dengan
alasan modernisasi, yang pada akhirnya hanya akan membawa kita pada suatu krisis dan
kehancuran.
Di beberapa tempat di tanah Batak Toba dilarang membongkar rumah adat atau
rumah gorga. Selain mempertahankan kelestarian sejarah dan budaya, pemilik rumah
merasa kurang nyaman kalau membongkar rumah warisan leluhur itu. Di antara mereka
banyak yang percaya timbulnya resiko kalau rumah adat tersebut dibongkar. Selain itu,
bangunan-bangunan modern dewasa ini banyak dibuat menurut arsitektur rumah adat
seperti dulu.

Arsitektur Batak Toba


5
KESIMPULAN

Pola penataan desa atau lumban/ huta Suku Batak Toba terdiri dari beberapa
ruma dan sopo. Perletakan ruma dan sopo tersebut saling berhadapan dan mengacu
pada poros utara selatan. Sopo merupakan lumbung, sebagi tempat penyimpanan
makanan. Dalam hal ini, menunjukkan bahwa masyarakat Batak selalu menghargai
kehidupan, karena padi merupakan sumber kehidupan bagi mereka.
Pola penataan lumban yang terlindungi dengan pagar yang kokoh, dengan dua
gerbang yang mengarah utara-selatan, menunjukkan bahwa masyarakat Batak, memiliki
persaingan dalam kehidupan kesehariannya. Jika kita mengamati peta perkampungan.
Setiap hiasan dan ukiran mengandung makna yang melambangkan kepercayaan
bersifat magis religius. Pemasangan ragam hias juga harus mengikuti aturan adat yang
berlaku. Bentuk dan corak ragam hiasnya banyak mengambil bentuk dari alam semesta,
flora, dan fauna.
Konservasi arsitektur bukan hanya melestarikan seni budaya peninggalan nenek
moyang, akan tetapi bagaimana kita dapat menjaga dan melestarikan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Sudah banyak nilai-nilai luhur yang telah kita tinggalkan dengan
alasan modernisasi, yang pada akhirnya hanya akan membawa kita pada suatu krisis dan
kehancuran.

Arsitektur Batak Toba


5
DAFTAR PUSTAKA

E.H. Tambunan. 1982. Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba Dan


Kebudayaannya. Bandung.
Soeroto, Myrtha. 2003. Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia. Ghalia
Indonesia: Jakarta
Sumintardja, Djauhari. Maret 1981. Kompendium Sejarah Arsitektur. Bandung.
http://artasia.www2.50megs.com
http://kask.us/5780030
http://ms.wikipedia.org/w/index.php
www.bonapasogit.eu/Images/Toba/Adat/Rumah-Tra
www.solusiproperti.com
www.webforum.plasa.com

Arsitektur Batak Toba


5

You might also like