Professional Documents
Culture Documents
IPO
Posted on Desember 10, 2007 by buletin| 3 Komentar
Profil BUMN yang telah di privatisasi melalui IPO
BUMN Tahun IPO Harga IPO Harga P’nutupan
http://buletinbisnis.wordpress.com/2007/12/10/profil-bumn-yang-telah-di-privatisasi-melalui-ipo/
Fakta dan Kebohongan Privatisasi di Indonesia
February 18th, 2008 in JURNAL | 3 Comments »
PERAMPOKAN HARTA NEGARA
oleh: Hidayatullah Muttaqin
Komite Privatisasi memutuskan menerima usulan Kementerian BUMN untuk memprivatisasi 37 Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN yang
diprivatisasi mencakup 34 BUMN yang baru memasuki program privatisasi tahun 2008 dan 3 BUMN yang privatisasinya tertunda di tahun 2007.
BUMN-BUMN ini akan diprivatisasi melalui penawaran saham perdana (IPO) di pasar modal dan penjualan langsung kepada investor strategis
(strategic sales) yang ditunjuk oleh pemerintah (Bisnis Indonesia,5/2/2008). Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu menyatakan
Kementerian BUMN siap melepas seluruh saham pemerintah pada 14 BUMN sektor industri (Bisnis Indonesia Online, 25/1/2008) sedangkan
Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil menyatakan pemerintah akan menjual 12 BUMN kepada investor strategis (Bisnis Indonesia, 21/1/2008)
BUMN yang diprivatisasi antara lain: Kawasan Industri Medan, Kawasan Industri Makassar, Kawasan Industri Wijaya Kusuma, BNI Persero, Adhi
Karya, PT Asuransi Jasa Indonesia, BTN, Jakarta Lloyd, Krakatau Steel, Industri Sandang, PT Inti, Rukindo, dan Bahtera Adi Guna, Kemudian, PT
Perkebunan Nusantara III, PT Perkebunan Nusantara IV, PT Perkebunan Nusantara VII, dan Sarana Karya, Semen Batu Raya, Waskita Karya,
Sucofindo, Surveyor Indonesia, Kawasan Berikat Nusantara, Pembangunan Perumahan (melalui IPO), Kawasan Industri Surabaya, dan Rekayasa
Industri. Yodya Karya, Kimia Farma dan Indo Farma (keduanya mau merger), PT Kraft Aceh, PT Dirgantara Industri, Boma Vista, PT Barata, PT
Inka, Dok Perkapalan Surabaya, Dok Perkapalan Koja Bahari, Biramaya Karya, dan Industri Kapal Indonesia (Kominfo Newsroom, 21/1/2008).
Keputusan pemerintah melakukan privatisasi besar-besaran sangat mengejutkan. Sebab belum pernah privatisasi dilaksanakan sebanyak 37
BUMN sekaligus dalam setahun. Sejak kebijakan privatisasi dimulai pada tahun 1991, privatisasi terbesar menimpa 4 buah BUMN dalam satu
tahun.
Privatisasi paling menghebohkan terjadi pada tahun 2002 ketika pemerintah menjual 41,94% saham Indosat kepada Singapura dengan harga
obral US$ 608,4 juta. Padahal tahun tersebut Indosat baru saja membeli 25% saham Satelindo dari De Te Asia senilai US$ 350 juta. Dengan
pembelian tersebut kepemilikan Indosat atas Satelindo genap 100% dengan nilai perkiraan US$ 1,3 milyar. Di samping memiliki Satelindo,
Indosat juga mempunyai anak perusahaan IM3, Lintasarta, dan MGTI. Pada tahun 2001 penerimaan negara dari pajak dan deviden Indosat
mencapai Rp 1,4 trilyun. Jadi dari sisi finansial saja pemerintah Indonesia sangat dirugikan (Hidayatullah: 2002).
Sejak awal privatisasi Indosat sudah tidak transparan. Singapura yang menawar Indosat melalui salah satu sayap bisnis BUMNnya, Singapore
Technologies Telemedia Pte Ltd (STT) ditetapkan sebagai pemenang. Anehnya, ketika penandatangan persetujuan pembelian saham Indosat,
nama pembeli yang muncul bukannya STT melainkan Indonesia Communications Limited (ICL) yang berkedudukan di Mauritius, sebuah negara
yang menjadi surga pencucian uang. Kepada Metrotv (29/12/2002) Gus Dur mensinyalir adanya komisi 7 persen atau sekitar 39 juta dolar dari
total nilai penjualan yang masuk ke kas PDI-Perjuangan untuk pemenangan pemilu pada tahun 2004 (Hidayatullah: 2002).
Belajar dari kasus privatisasi Indosat, kemungkinan obral besar-besaran BUMN tahun ini merupakan upaya untuk menggalang dana
pemenangan pemilu 2009 bisa saja terjadi. Semestinya masyarakat mulai sekarang mewaspadai pengompasan harta negara oleh oknum-
oknum rakus dan tamak. Jika tidak, di tengah kesulitan hidup masyarakat saat ini, aset negara terus menyusut sementara asing semakin
Privatisasi di Indonesia
Kebijakan privatisasi dari tahun 1991 hingga tahun 1997 dilakukan dengan penjualan saham perdana di pasar modal dalam negeri dan pasar
moda luar negeri. Tahun 1991 pemerintah menjual 35% saham PT Semen Gresik kemudian dilanjutkan pada tahun 1994, pemerintah menjual
35% saham PT Indosat. Tahun 1995, pemerintah menjual 35% saham PT Tambang Timah dan 23% saham PT Telkom, tahun 1996 saham BNI
didivestasi 25% dan tahun 1997 saham PT Aneka Tambang dijual sebanyak 35% (www.bumn-ri.com).
Kebijakan privatisasi pada masa Orde Baru ini dilakukan untuk menutupi pembayaran hutang luar negeri (HLN) Indonesia yang jumlahnya terus
membengkak. Tahun 1985 HLN pemerintah sudah mencapai US$ 25,321 milyar. Pada tahun 1991 jumlah HLN pemerintah membengkak dua
kali lipat menjadi US$ 45,725 milyar. Jumlah HLN pemerintah terus bertambah hingga tahun 1995 mencapai US$ 59,588 milyar. Pemasukan dari
hasil privatisasi BUMN tahun 1995-1997 yang digunakan pemerintah untuk membayar HLN dapat menurunkan HLN pemerintah menjadi US$
Sejak ekonomi Indonesia berada dalam pengawasan IMF, Indonesia ditekan untuk melakukan reformasi ekonomi (program penyesuaian
struktural) yang didasarkan pada pemikiran ekonomi Kapitalisme-Neoliberal. Reformasi tersebut meliputi: (1) intervensi pemerintah harus
dihilangkan atau diminimumkan, (2) swastanisasi perekonomian Indonesia seluas-luasnya, (3) liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi dengan
menghilangkan segala bentuk proteksi dan subsidi, (4) memperbesar dan memperlancar arus masuk modal asing dengan fasilitas yang lebih
Di bawah IMF, Indonesia dipaksa mengetatkan anggaran dengan pengurangan dan penghapusan subsidi, menaikkan harga barang-barang
pokok dan public utilities, peningkatan penerimaan sektor pajak dan penjualan aset-aset negara dengan memprivatisasi BUMN. Program
privatisasi yang sudah dijalankan Orde Baru dilanjutkan lagi dengan memperbanyak jumlah BUMN yang dijual baik di pasar modal maupun
kepada investor strategis. Tahun 1998 pemerintah kembali menjual 14% saham PT Semen Gresik kepada perusahaan asing Cemex. Tahun 1999
pemerintah menjual 9,62%. saham PT Telkom, 51% saham PT Pelindo II kepada investor Hongkong, dan 49% saham PT Pelindo III investor
Australia. Tahun 2001 pemerintah kembali menjual 9,2% saham Kimia Farma, 19,8% saham Indofarma, 30% saham Socufindo, 11,9% saham PT
Telkom. Antara tahun 2002-2006 privatisasi dilanjutkan dengan menjual saham 14 BUMN dengan cara IPO dan strategic sales (www.bumn-
ri.com).
Kebohongan Privatisasi
Privatisasi adalah pemindahan kepemilikan aset-aset milik negara kepada swasta dan asing (Mansour: 2003). Namun Undang-Undang Nomor
19 tahun 2003 tentang BUMN mempercantik makna privatisasi dengan menambahkan alasan dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai
perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham masyarakat. Berdasarkan pengertian
privatisasi dalam undang-undang BUMN, visi Kementerian Negara BUMN tentang privatisasi adalah “Mendorong BUMN untuk
meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan guna menjadi champion dalam industrinya serta meningkatkan peran serta masyarakat
dalam kepemilikan sahamnya†(www.bumn-ri.com). Sementara itu dalam program privatisasi tahun ini alasan yang dikemukakan
olehSofyan Djalil adalah: “Privatisasi BUMN dilakukan tidak untuk menjual BUMN, melainkan untuk memberdayakan BUMN itu sendiri,
Privatisasi tidak semanis apa yang digambarkan dalam visi Kementerian Negara BUMN seperti pada poin meningkatkan peran serta masyarakat
dalam kepemilikan saham BUMN. Sekilas masyarakat luas dilibatkan dalam kepemilikan BUMN, padahal kita tahu bahwa yang dimaksud
masyarakat bukanlah pengertian masyarakat secara umum, tetapi memiliki makna khusus yaitu investor.
Sebagaimana metode privatisasi BUMN dilakukan dengan IPO dan strategis sales, maka yang membeli saham-saham BUMN baik sedikit
ataupun banyak adalah investor di pasar modal apabila privatisasi dilakukan dengan cara IPO, dan investor tunggal apabila privatisasi
menggunakan metode strategic sales. Investor di pasar modal maupun investor tunggal bisa berasal dari dalam negeri atau dari luar negeri.
Sementara yang dimaksud investor itu sendiri adalah individu yang melakukan investasi (menurut situs www.investordictionary.com, investor
didefinisikan sebagai:An individual who makes investments). Jadi tidak mungkin privatisasi akan menciptakan kepemilikan masyarakat, sebab
kehidupan masyarakat sudah sangat sulit dengan mahalnya harga-harga barang pokok, pendidikan, dan kesehatan, bagaimana bisa mereka
dapat berinvestasi di pasar modal. Apalagi hingga akhir tahun 2007 investor asing menguasai 60% pasar modal Indonesia sehingga
memprivatisasi BUMN melalui IPO jatuhnya ke asing juga. Sedangkan investor lokal, mereka ini juga kebanyakan para kapitalis yang hanya
Menurut Dr. Mansour Fakih (2003) dalam bukunya Bebas dari Neoliberalisme, istilah privatisasi biasa dibungkus dengan istilah dan pemaknaan
yang berbeda-beda. Misalnya, privatisasi perguruan tinggi negeri (PTN) dibungkus dengan istilah otonomi kampus, dan istilah privatisasi BUMN
dimaknai sebagai meningkatkan peran serta masyarakat. Tujuan pembungkusan istilah dan makna privatisasi ini adalah untuk mengelabui
pandangan publik. Pernyataan Sofyan Djalil bahwa privatisasi BUMN bukanlah untuk menjual BUMN melainkan untuk memberdayakan BUMN
Sementara itu, langkah-langkah kebijakan privatisasi di Indonesia selaras dengan sebuah dokumen milik Bank Dunia yang berjudul Legal
Guidelines for Privatization Programs. Dalam dokumen ini terdapat panduan bagaimana pemerintah melakukan kebijakan privatisasi dengan
menghilangkan persoalan hukum.Pertama, memastikan tujuan-tujuan pemerintah dan komitmen terhadap privatisasi.Kedua, amandemen
undang-undang atau peraturan yang merintangi privatisasi.Ketiga, ciptakan institusi yang memiliki kewenangan dalam implimentasi
privatisasi.Keempat, hindari kekosongan kewenangan kebijakan privatisasi yang dapat menyebabkan kebijakan privatisasi tidak dapat
dijalankan.
Dalam dokumen USAID Strategic Plan for Indonesia 2004-2008 disebutkan bagaimana lembaga bantuan Amerika Serikat ini bersama Bank
Dunia aktif terhadap permasalahan privatisasi di Indonesia. Sementara itu ADB dalam News Release yang berjudul Project Information: State-
Owned Enterprise Governance and Privatization Program tanggal 4 Desember 2001, memberikan pinjaman US$ 400 juta untuk program
privatisasi BUMN di Indonesia. ADB menginginkan peningkatan partisipasi sektor swasta dalam BUMN yang mereka sebut bergerak di sektor
komersial. Jadi lembaga-lembaga keuangan kapitalis, negara-negara kapitalis, dan para kapitalis kalangan investor sangat berkepentingan
terhadap pelaksanaan privatisasi di Indonesia. Sebaliknya rakyat Indonesia sangat tidak berkepentingan terhadap privatisasi. Para kapitalis ini
menginginkan pemerintah Indonesia membuka ladang penjarahan bagi mereka. Mereka sebenarnya tidak mengharapkan perbaikan ekonomi
dan kesejahteraan rakyat Indonesia, tapi yang mereka inginkan adalah merampok kekayaan Indonesia.
Adapun apa yang sering mereka katakan bahwa privatisasi bertujuan peningkatan efisiensi dan pemberantasan korupsi adalah sangat tidak
berdasar. DR. Mansour Fakih (2003) menjelaskan tidak ada kaitan antara BUMN yang bersih dengan pemindahan kepemilikan ke tangan
investor. Justru kita menyaksikan malapetaka perekonomian dunia tahun 2001 diawali oleh korupsi besar-besaran yang dilakukan perusahaan
raksasa dunia seperti Worldcom dan Enron. Di Indonesia kalangan swasta (kebanyakan warga keturunan) melakukan korupsi besar-besaran
Untuk memberantas korupsi di BUMN bukanlah dengan cara privatisasi melainkan dengan penegakkan hukum yang tegas dan keras tanpa
pandang bulu, sebagaimana Nabi Muhammad SAW mengatakan “Hancurnya umat-umat terdahulu adalah tatkala kalangan rakyat jelata
melakukan pelanggaran, mereka menerapkan hukum dengan tegas, tetapi manakala pelanggar itu dari kalangan bangsawan, mereka tidak
melaksanakan hukum sepenuhnya. Oleh karena itu, sekiranya Fathimah putri Rasulullah mencuri, pasti kopotong tangannyaâ€. Sudah
menjadi rahasia umum BUMN menjadi sapi perahan para pejabat, politisi, swasta, dan orang dalam BUMN itu sendiri. Kita juga mengetahui
saat ini permasalahan korupsi sangat parah dari pemerintahan di pusat sampai tingkat RT, dari DPR pusat sampai DPRD tingkat kabupaten/kota.
Namun sampai saat ini belum ada kebijakan yang tegas dan jelas dari pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Dalam masalah privatisasi kita harus belajar dari kasus Amerika Serikat dan Cina. AS yang selalu memaksakan agenda neoliberal terhadap
negara-negara berkembang dan negara-negara miskin, justru menolak mentah-mentah keinginan BUMN migas Cina CNOOC untuk membeli
perusahaan minyak swasta nasional AS UNOCAL. PemerintahAS, anggota kongres, dan masyarakat berupaya menggagalkan akuisisi UNOCAL
oleh CNOOC. Alasan mereka Cuma satu, yakni akuisisi akan membahayakan national security (keamanan nasional), sebagaimana yang dikatakan
Byron Dorgan (senator AS): “UNOCAL berada di AS dan telah menghasilkan 1,75 miliar barrel minyak. Sangat bodoh bila perusahaan ini
Privatisasi merupakan bagian utama program penyesuaian struktural yang dilahirkan di Washington pada tahun 1980. Sehingga privatisasi
selalu menjadi agenda globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang diusung oleh IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), AS dan negara-
negara kapitalis lainnya, serta para investor. Tujuan program-program politik ekonomi yang mereka usung adalah untuk menjaga
kesinambungan penjajahan para kapitalis terhadap negara-negara berkembang dan negara-negara miskin. Syariat Islam melarang para pejabat
negara mengambil suatu kebijakan dengan menyerahkan penanganan ekonomi kepada para kapitalis ataupun dengan menggunakan standar-
standar kapitalis karena selain bertentangan dengan konsep syariah juga membahayakan negara dan masyarakat. Nabi Muhammad SAW
bersabda: “Tidak boleh ada bahaya (dlarar) dan (saling) membahayakan†(HR Ahmad & Ibn Majah).
Di samping itu, privatisasi dan program penyesuaian struktural merupakan ide kufur yang tegak di atas paham pemikiran konyol Adam Smith
tentang laissez faire. Paham ini menjauhkan pemerintah dari masyarakat dengan meninggalkan tanggungjawabnya sebagai pelayan dan
pengatur urusan publik. Kemudian mengalihkan peran pemerintah kepada para kapitalis baik investor asing maupun investor lokal. Liberalisasi
ini menyebabkan tergilasnya hak-hak masyarakat sementara para kapitalis terus meningkatkan laba sebagaimana yang dikatakan tokoh
ekonomi neoliberal, Milton Friedman dalam tulisannya yang berjudul The Social Responsibility of Business is to Increase its Profits, bahwa
tanggung jawab sosial bisnis adalah mengerahkan seluruh sumber daya untuk meningkatkan akumulasi laba.
Syariat menggariskan pemerintah memiliki peranan kuat dalam perekonomian sehingga tidak boleh berlepastangan terhadap hak-hak
rakyatnya. Syariat menegaskan pemerintah harus dapat menjadi pengatur dan pelayan urusan masyarakat (ri’ayatu as-su’un al-ummah)
sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad SAW “Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia
akan diminta pertanggungjawabannya terhadap rakyatnyaâ€. (HR Bukhari dan Muslim). Untuk dapat mengatur dan melayani urusan
masyarakat, pemerintah harus memiliki alat dan sarana, salah satunya dengan mendirikan badan-badan yang bertugas mengeksplorasi barang
tambang, memproduksi barang-barang vital dan menguasai hajat hidup orang banyak, memproduksi barang-barang modal/mesin yang
dibutuhkan masyarakat dalam menjalankan industri dan kegiatan pertanian mereka, kemudian memiliki lembaga yang menjamin
pendistribusian barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Rasulullah saw bersabda: “Seorang imam adalah ibarat penggembala dan
Privatisasi yang dilakukan pemerintah menyangkut BUMN yang terkatagori harta milik umum dan sektor/industri strategis tidak diperbolehkan
syariat Islam. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga barang, yaitu air, padangrumput, dan apiâ€.
Menurut Taqiyuddin an-Nabhani (2002) harta milik umum mencakup fasilitas umum, barang tambang yang jumlahnya sangat besar, sumber
daya alam yang sifat pembentukannya menyebabkan tidak mungkin dikuasai oleh individu. Sedangkan industri strategis adalah adalah industri
yang menghasilkan produk/mesin yang dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan sektor perekonomian seperti industri manufaktur, pertanian,
Dari alasan-alasan yang dikemukakan Kementerian Negara BUMN, nampak kebohongan publik telah dilakukan untuk memenuhi keinginan-
keinginan para kapitalis. Selain itu tidak tertutup kemungkinan ada agenda pengumpulan dana dalam rangka pemilu 2009 sebagaimana
dilansir Indonesia Corupption Watch (ICW) bulan lalu. Koordinator Bidang Info Publik ICW, Adnan Topan Husodo mengatakan privatisasi BUMN
merupakan sumber dana politik (Republika, 22/1/2008). Cukup sudah kebohongan dan pemerasan harta negara jika tidak ingin mendapat
laknat Allah SWT dan Rasul-Nya. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Siapa saja seorang pemimpin yang mengurusi kaum muslimin,
kemudian ia meninggal sedangkan ia berbuat curang terhadap mereka maka Allah mengharamkan surga baginya.â€
Privatisasi bukanlah solusi bagi Indonesia tetapi merupakan sebuah ancaman bagi eksistensi pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat
dan kemandirian negara. Sudah saatnya pemerintah dan rakyat bersatu membangun negara ini untuk memajukan dan mensejahterakan rakyat
————————–
Hidayatullah Muttaqin, dosen Ekonomi Pembangunan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin dan pengelola website www.jurnal-
ekonomi.org
Setelah secara ugal-ugalan gagal memprivatisasi (menjual) 44 BUMN (Badan Usaha Milik
Negara) pada tahun lalu akibat kriris keuangan global, Pemerintah kembali menggulirkan
program privatisasi BUMN tahun ini. Jumlah BUMN yang diprivatisasi Kementerian Negara
BUMN kali ini mencapai 20 BUMN.
Sebagaimana privatisasi BUMN tahun lalu, tahun ini privatisasi dilakukan melalui dua cara, yaitu
initial public offering (IPO) atau penjualan saham perdana di pasar modal dan strategic sales
(penjualan strategis).
Privatisasi Sejak Orde Baru
Privatisasi (penjualan) BUMN di Indonesia telah dilakukan sejak rezim Orde Baru. Pemerintah
menjual 35% saham PT Semen Gresik (1991), 35% saham PT Indosat (1994), 35% saham PT
Tambang Timah (1995) dan 23% saham PT Telkom (1995), 25% saham BNI (1996) dan 35%
saham PT Aneka Tambang (1997) (www.bumn-ri.com).
Kebijakan privatisasi pada masa Orde Baru ini dilakukan untuk menutupi pembayaran hutang
luar negeri (HLN) Indonesia yang jumlahnya terus membengkak. HLN Pemerintah yang
berjumlah US$ 25,321 miliar pada tahun 1985 bertambah menjadi US$ 59,588 miliar pada
tahun 1995. Sementara pemasukan dari hasil privatisasi BUMN tahun 1995-1997 hanya dapat
menurunkan HLN Pemerintah menjadi US$ 53,865 miliar pada tahun 1997 (Hidayatullah, 2002).
Sejak ekonomi Indonesia berada dalam pengawasan IMF, Indonesia ditekan untuk melakukan
reformasi ekonomi —program penyesuaian struktural— yang didasarkan pada Kapitalisme-
Neoliberal. Reformasi tersebut meliputi: (1) campur-tangan Pemerintah harus dihilangkan; (2)
penyerahan perekonomian Indonesia kepada swasta (swastanisasi) seluas-luasnya; (3)
liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi dengan menghilangkan segala bentuk proteksi dan
subsidi; (4) memperbesar dan memperlancar arus masuk modal asing dengan fasilitas yang
lebih besar (Sritua Arief, 2001).
Di bawah kontrol IMF, Indonesia dipaksa mengetatkan anggaran dengan pengurangan dan
penghapusan subsidi, menaikkan harga barang-barang pokok dan pelayanan publik,
meningkatkan penerimaan sektor pajak dan penjualan aset-aset negara dengan cara
memprivatisasi BUMN.
Pada tahun 1998 Pemerintah kembali menjual 14% saham PT Semen Gresik kepada perusahaan
asing, Cemex; 9,62% saham PT Telkom; 51% saham PT Pelindo II kepada investor Hongkong;
dan 49% saham PT Pelindo III kepada investor Australia. Tahun 2001 Pemerintah lagi-lagi
menjual 9,2% saham Kimia Farma, 19,8% saham Indofarma, 30% saham Socufindo dan 11,9%
saham PT Telkom.
Kebohongan dan Ketidakmampuan Pemerintah
Privatisasi hakikatnya adalah pemindahan kepemilikan aset-aset milik negara kepada swasta
dan asing (Mansour, 2003). Namun Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN
mengkaburkan makna privatisasi dengan menambahkan alasan, yaitu dalam rangka
meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan
masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham masyarakat.
Dalam program privatisasi tahun ini, Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil beralasan, “Privatisasi
BUMN dilakukan tidak untuk menjual BUMN, melainkan untuk memberdayakan BUMN itu
sendiri, sehingga akan menjadikan BUMN lebih transparan dan dinamis.” (Kominfo Newsroom,
21/1/2008).
Kenyataannya, privatisasi tidak seperti yang digambarkan Pemerintah, yakni bertujuan untuk
meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan saham BUMN. Pasalnya, yang
dimaksud masyarakat bukanlah masyarakat secara keseluruhan, tetapi tentu saja hanya
’kelompok masyarakat khusus’, yakni mereka yang punya uang (investor).
Privatisasi tidak lain merupakan upaya pemerintah untuk melepaskan tanggung jawabnya
terhadap masyarakat. Hal ini terjadi karena Pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk
mengelola negara. Tidak aneh, setiap tahun Pemerintah hanya bisa menjual aset/kekayaan
negara dengan cara ugal-ugalan. Akibatnya, kekayaan negara—yang hakikatnya milik rakyat—
terus menyusut, sedangkan hutang negara terus bertambah.
Pada tahun 2007, Wapres Jusuf Kalla mengemukakan bahwa dari 135 BUMN yang dimiliki
Pemerintah, jumlahnya akan diciutkan menjadi 69 di tahun 2009, dan 25 BUMN pada tahun
2015 (Antara, 19/2/2007). Artinya, sebagian besar BUMN itu bakal dijual ke pihak swata/asing.
Intervensi Asing
Kebijakan privatisasi di Indonesia telah diatur sedemikian rupa seperti yang tertuang dalam
dokumen milik Bank Dunia yang berjudul, Legal Guidelines for Privatization Programs. Dalam
dokumen ini terdapat panduan bagaimana Pemerintah melakukan kebijakan privatisasi dengan
menghilangkan persoalan hukum. Pertama: memastikan tujuan-tujuan Pemerintah dan
komitmennya terhadap privatisasi. Kedua: mengubah undang-undang atau peraturan yang
menghalangi privatisasi. Ketiga; menciptakan lembaga yang memiliki kewenangan dalam
menerapkan kebijakan privatisasi. Keempat: menghindari kekosongan kewenangan kebijakan
privatisasi yang dapat menyebabkan kebijakan privatisasi tidak dapat dijalankan.
Dalam dokumen USAID Strategic Plan for Indonesia 2004-2008 disebutkan bahwa lembaga
bantuan Amerika Serikat ini bersama Bank Dunia aktif dalam proyek privatisasi di Indonesia.
Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam News Release yang berjudul, Project Information: State-
Owned Enterprise Governance and Privatization Program, tanggal 4 Desember 2001,
memberikan pinjaman US$ 400 juta untuk program privatisasi BUMN di Indonesia. ADB
menginginkan peningkatan partisipasi sektor swasta dalam BUMN yang mereka sebut bergerak
di sektor komersial.
Dampak krisis global mendorong Indonesia mencari pinjaman luar negeri langsung kepada
lembaga keuangan dan dunia internasional untuk menutup defisit APBN. Langkah ini semakin
memberikan peluang menguatnya campur tangan dan tekanan asing di Indonesia.
Agenda Politik 2009
Privatisasi BUMN saat ini juga diduga kuat tidak bisa dilepaskan dari agenda politik 2009.
Peneliti Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar
mengemukakan, partai politik menjadikan privatisasi sebagai sarana untuk mengeruk dana
besar dari BUMN. Parpol melakukannya melalui kader-kader mereka yang duduk di
birokrat (Media Indonesia, 9/8/2008).
Direktur Eksekutif Charta Politica, Bima Arya Sugiarto memandang kursi pimpinan BUMN sangat
dekat dengan parpol dan kekuasaan. Tanpa peranan keduanya sangat sulit bagi seseorang
menjadi pimpinan BUMN. Ini menjadikan BUMN sangat dipengaruhi kepentingan
politik (Kompas, 20/2/2009).
Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy menilai privatisasi BUMN di tengah pasar global yang
sedang jatuh sangat tidak wajar. Ia juga menilai agenda privatisasi tahun ini sarat dengan
kepentingan politis untuk Pemilu 2009(Republika, 17/2/2009).
Indonesia Corruption Wacth (ICW) dalam Corruption Outlook 2008 membeberkan, bahwa
privatisasi BUMN menjelang Pemilu sangat terkait dengan penggalian dana parpol. Hal ini
selaras dengan semakin tingginya temuan transaksi mencurigakan oleh Pusat Pelaporan dan
Analisa Transaksi Keuangan. Berdasarkan laporan PPATK per 31 Januari 2009, transaksi
keuangan yang mencurigakan hingga saat ini jumlahnya meningkat drastis menjadi 24.392
kasus dari sebelumnya 17.331 kasus pada pertengahan tahun lalu.
Bukti bahwa privatisasi adalah untuk kepentingan pembiayaan Pemilu 2009 semakin kuat
dengan tidak disetorkannya dana hasil privatisasi 2009 ke kas negara (APBN). Menurut Deputi
Menteri Negara BUMN Bidang Privatisasi dan Restrukturisasi, M. Yasin, dana hasil privatisasi
2009 tidak diserahkan untuk memperkuat APBN melainkan untuk kepentingan restrukturisasi
BUMN (Republika, 30/12/2008). Hal ini memberikan peluang besar bagi parpol, khususnya
yang memegang Kementerian BUMN, untuk menggunakan dana hasil privatisasi.
Menghilangkan Peran Negara
Privatisasi merupakan salah satu agenda globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang diusung oleh
IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), AS dan negara-negara Kapitalis lainnya, serta
para investor global. Tujuannya tidak lain adalah penjajahan. Selain itu, syariah Islam telah
mengharamkan dilakukannya privatisasi, yang hakikatnya memindahkan kepemilikan umum
kepada pribadi (swasta), baik asing maupun domestik. Program ini jelas sangat berbahaya,
bukan saja bagi negara, tetapi bagi rakyat. Nabi Muhammad saw. bersabda:
«??? ?????? ????? ???????»
Tidak boleh ada bahaya dan (saling) membahayakan (HR Ahmad dan Ibn Majah).
Privatisasi juga merupakan hukum Kufur yang tegak di atas prinsip pasar bebas yang —menjadi
salah satu pilar sistem ekonomi kapitalis— sangat bertentangan dengan Islam. Penerapan
hukum ini menjadikan Pemerintah meninggalkan tanggung jawabnya sebagai pelayan dan
pengatur urusan masyarakat. Pemerintah kemudian menyerahkan perannya kepada pemilik
modal.
Privatisasi juga menyebabkan tergilasnya hak-hak masyarakat, sementara para pemilik modal
terus meningkatkan labanya, sebagaimana yang dikatakan tokoh ekonomi neoliberal.
Syariah Islam menegaskan, bahwa Pemerintah harus mampu mengatur dan melayani urusan
masyarakat (ri’âyah as-su’ûn al-ummah), sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad saw.:
«?????????? ????? ??????????? ???? ???????????»
Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat; dia akan dimintai
pertanggungjawabannya atas rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Untuk itu, Pemerintah harus memiliki alat dan sarana. Salah satunya dengan mendirikan badan-
badan yang bertugas menggali sekaligus mengolah barang tambang serta memproduksi barang-
barang yang menguasai hajat hidup orang banyak. Pemerintah juga harus memiliki badan yang
dapat menjamin terdistribusikannya semua itu di tengah-tengah masyarakat.
Privatisasi terhadap BUMN yang terkategori sebagai milik umum dan sektor/industri strategis
diharamkan oleh syariah Islam. Nabi Muhammad saw. bersabda:
«?????????????? ????????? ??? ??????? ??? ????????? ?????????? ??????????»
Kaum Muslim bersekutu (sama-sama memiliki hak) dalam tiga hal: air, padang rumput dan
api (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).
Harta milik umum itu meliputi fasilitas umum, barang tambang yang jumlahnya sangat besar
dan sumberdaya alam yang sifat pembentukannya menghalangi penguasaan oleh individu.
Adapun industri strategis adalah adalah industri yang menghasilkan produk vital yang tanpanya
kegiatan pemerintahan dan masyarakat menjadi terhambat.
Privatisasi bukanlah solusi, tetapi merupakan program pemakzulan peran negara dalam melayani
rakyatnya. Privatisasi merupakan ancaman yang harus dicegah dengan menerapkan hukum Islam yang
terkait dengan kepemilikan umum, juga dengan menegakkan Islam sebagai haluan negara, sehingga
fungsi negara sebagai pemelihara dan pengatur urusan rakyat benar-benar tegak. Tanpanya, mustahil
negara akan menjalankan fungsinya sebagai negara. Karena itu, kita memang membutuhkan syariah
Islam dan Khilafah untuk merealisasikannya.
http://moebsmart.co.cc/?tag=privatisasi
Kebijakan privatisasi dari tahun 1991 hingga tahun 1997 dilakukan dengan penjualan saham
perdana di pasar modal dalam negeri dan pasar moda luar negeri. Tahun 1991 pemerintah menjual
35% saham PT Semen Gresik kemudian dilanjutkan pada tahun 1994, pemerintah menjual 35%
saham PT Indosat. Tahun 1995, pemerintah menjual 35% saham PT Tambang Timah dan 23% saham
PT Telkom, tahun 1996 saham BNI didivestasi 25% dan tahun 1997 saham PT Aneka Tambang dijual
sebanyak 35% (www.bumn-ri.com).
Kebijakan privatisasi pada masa Orde Baru ini dilakukan untuk menutupi pembayaran hutang luar
negeri (HLN) Indonesia yang jumlahnya terus membengkak. Tahun 1985 HLN pemerintah sudah
mencapai US$ 25,321 milyar. Pada tahun 1991 jumlah HLN pemerintah membengkak dua kali lipat
menjadi US$ 45,725 milyar. Jumlah HLN pemerintah terus bertambah hingga tahun 1995 mencapai
US$ 59,588 milyar. Pemasukan dari hasil privatisasi BUMN tahun 1995-1997 yang digunakan
pemerintah untuk membayar HLN dapat menurunkan HLN pemerintah menjadi US$ 53,865 milyar
pada tahun 1997 (Hidayatullah: 2002).
Sejak ekonomi Indonesia berada dalam pengawasan IMF, Indonesia ditekan untuk melakukan
reformasi ekonomi (program penyesuaian struktural) yang didasarkan pada pemikiran ekonomi
Kapitalisme-Neoliberal. Reformasi tersebut meliputi:
(1) intervensi pemerintah harus dihilangkan atau diminimumkan,
(2) swastanisasi perekonomian Indonesia seluas-luasnya,
(3) liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi dengan menghilangkan segala bentuk proteksi dan subsidi,
(4) memperbesar dan memperlancar arus masuk modal asing dengan fasilitas yang lebih besar
(Sritua Arief: 2001).
Di bawah IMF, Indonesia dipaksa mengetatkan anggaran dengan pengurangan dan penghapusan
subsidi, menaikkan harga barang-barang pokok dan public utilities, peningkatan penerimaan sektor
pajak dan penjualan aset-aset negara dengan memprivatisasi BUMN. Program privatisasi yang
sudah dijalankan Orde Baru dilanjutkan lagi dengan memperbanyak jumlah BUMN yang dijual baik
di pasar modal maupun kepada investor strategis.
Tahun 1998 pemerintah kembali menjual 14% saham PT Semen Gresik kepada perusahaan asing
Cemex. Tahun 1999 pemerintah menjual 9,62%. saham PT Telkom, 51% saham PT Pelindo II kepada
investor Hongkong, dan 49% saham PT Pelindo III investor Australia.
Tahun 2001 pemerintah kembali menjual 9,2% saham Kimia Farma, 19,8% saham Indofarma, 30%
saham Socufindo, 11,9% saham PT Telkom. Antara tahun 2002-2006 privatisasi dilanjutkan dengan
menjual saham 14 BUMN dengan cara IPO dan strategic sales
(www.bumn-ri.com).
Berita Selengkapnya
Sekretaris Menneg BUMN Muhammad Said Didu menjelaskan realisasi rencana ini menunggu penuntasan pembentukan
Komite Privatisasi.
"Sekitar 10 BUMN sudah siap melepas sahamnya ke bursa tetapi masih menunggu persetujuan dari Komite Privatiasi. Saat
ini, kami masih menunggu keppres pembentukan Komite Privatisasi," ujarnya kemarin.
Kini, tutur dia, BUMN dan anak usahanya sudah antre untuk melepas sahamnya di bursa seperti PT Indonesia Power, PT
Jasa Marga, PT Bank Tabungan Negara, PT Wijaya Karya, dan lainnya.
Dia memaparkan proposal usulan IPO dari BUMN tersebut sudah diterima oleh Kementerian BUMN untuk diputuskan
kelanjutannya.
Selain itu, terdapat tiga BUMN kehutanan yaitu PT Inhutani I, II, dan III yang berencana mencatatkan minoritas sahamnya
di Bursa Efek Jakarta. Rencananya, tiga BUMN di sektor kehutanan akan masuk BEJ dalam waktu tiga tahun ke depan
setelah pemerintah selesai membenahi manajemen dan merestrukturisasi keuangan perusahaan itu.
Said menjelaskan Kementerian BUMN juga mempertimbangkan melepas sebagian sahamnya di BUMN yang sudah menjadi
perusahaan terbuka tetapi jumlah saham yang beredar hanya sedikit seperti PT Bank Negara Indonesia Tbk.
Namun, dia mengingatkan jumlah saham yang dilepaskan ke bursa dibatasi maksimal sebesar 35%.
Tiga kali
Secara terpisah, Direktur Wijaya Karya Slamet Maryono menambahkan sudah tiga kali mengajukan proposal mengenai IPO
BUMN konstruksi tersebut.
Dia memaparkan Wijaya Karya akan menggelar pemilihan penjamin pelaksana emisi yang akan membantu proses IPO 35%
saham BUMN tersebut.
Setelah surat persetujuan resmi dari Kementerian BUMN turun, lanjut dia, maka perseroan akan menggelar pemilihan
pemilihan penjamin pelaksana emisi.
"Kami sudah menunggu persetujuan untuk penawaran saham perdana selama 1,5 tahun. Padahal Menneg BUMN secara
lisan sudah memberikan persetujuannya."
Selain itu, Direktur Keuangan Jasa Marga Reynaldi Hermansyah mengatakan perseroan masih menyiapkan penunjukan
profesi penunjang emisi saham.
"Kami masih menunggu persetujuan dari Komite Privatisasi. Namun kami juga sedang memilih konsultan hukum, penjamin
pelaksana emisi, dan profesi penunjang lainnya agar dapat melaksanakan IPO setelah Jasa Marga mendapatkan izin dari
pemerintah."
Sementara itu, BTN akan melakukan kuasi reorganisasi pada tahun ini sebelum melepas 20% dari sahamnya ke publik.
Kementerian BUMN memproyeksikan terdapat 30 BUMN yang siap didivestasi dan diutamakan kepada investor lokal. Data
Kementerian BUMN menyebutkan terdapat 37 BUMN yang tetap dipertahankan.
Selanjutnya, terdapat 37 BUMN yang akan dikonsolidasi menjadi 15 atau 16 BUMN.
Kementerian BUMN juga berencana membangun perusahaan induk (holding) untuk 35 BUMN. Diperkirakan 35 BUMN itu
akan berada di bawah enam sampai dengan delapan holding.
Rencananya, terdapat 139 BUMN yang akan dirasionalisasi jumlahnya menjadi 80-85 BUMN. Jumlah BUMN ini tidak
memperhitungkan BUMN mayoritas dan perusahaan jawatan.
Kementerian membagi lima opsi yang akan ditempuh terhadap BUMN itu yaitu dipertahankan keberadaannya, merger,
membentuk holding, divestasi dan likuidasi.
Suatu BUMN dipertahankan keberadaannya apabila memenuhi kriteria seperti mempunyai kekuatan modal, berfungsi
sebagai penyeimbang pasar, dan berpotensi menjadi entitas bisnis terbaik di sektornya. (munir. haikal@bisnis.co.id)
(Kementerian BUMN / -)
penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja
dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh
masyarakat. Berdasarkan pengertian privatisasi tersebut maka “visi” Kementerian Negara BUMN mengenai privatisasi
adalah: “Mendorong BUMN untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan guna menjadi champion dalam
industrinya serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan sahamnya”.
Sesuai pasal 74 Undang-undang 19 tahun 2003 telah ditetapkan maksud dan tujuan Privatisasi. Maksud dan
tujuan yang telah ditetapkan Undang-Undang tersebut sekaligus menjadi ”misi” Kementerian Negara BUMN mengenai
privatisasi yaitu: ”memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero, meningkatkan efisiensi dan produktivitas
perusahaan, menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat, menciptakan struktur industri
yang sehat dan kompetitif, menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global, dan menumbuhkan iklim
usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar”.
Program privatisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran
serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip- prinsip
transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung-jawaban, dan kewajaran.
Kinerja Privatisasi
1991 PT. Semen Gresik Tbk 27* IPO Rp. 280 milyar 65
8 Rp. 126 milyar
1997 PT. Aneka Tambang Tbk 35* IPO Rp. 603 milyar 65
2001 PT Kimia Farma Tbk 9,2* IPO Rp. 110 milyar 90,8
PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk 12,5 PO Rp. 180 milyar 65,02
Catatan:
*** : Saham yang dijual adalah saham PT JICT, anak perusahaan PT Pelindo II
**** : Saham yang dijual adalah saham PT TPS, anak perusahaan PT Pelindo III
***** : Pada saat yang sama privatisasi PT Indosat Tbk dilakukan 2 metode (Placement & SS)
****** : Pada saat yang sama privatisasi PT Adhi Karya dilakukan 2 metode (IPO & EMBO)
KONTRIBUSI
Definisi
Dividen
Adalah bagian dari laba BUMN yang diputuskan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dividen BUMN seringkali
menjadi indikator prestasi Kementerian Negara BUMN sebagai Pemegang Saham BUMN.
Pajak
Adalah iuran masyarakat atau korporasi kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan perundang-undangan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk. Pajak digunakan terutama untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
PKBL
Adalah kependekan dari Program kemitraan dan Bina Lingkungan. Program ini wajib dilakukan oleh BUMN yang dibiayai
dari penyisihan sebagian laba bersih perusahaan. Pelaksanaan PKBL juga merupakan tugas social mengingat ini bukan
core business BUMN. Dalam pelaporannya, BUMN wajib melakukan pembukuan tersendiri terhadap PKBL tersebut, yang
merupakan bagian dari penilaian kinerja Direksi BUMN yang tertuang dalam Key Performance Indicator (KPI).
Dividen
(Rp.Miliar)
Tahun Target APBN Target APBN-P Realisasi Setoran
Pajak
(Rp.Juta)
Status Pajak
Tahu PPh Non PPh PPN dan
Lapora Lainnya PBB BPHTB PDRD Jumlah
n Migas Migas Ppn BM
n dan PIB
(Rp.Juta)
10 PT Jasa Marga Audited 74.756 78.861 153.617 152.825 792 2,04
(Persero) Tbk.
11 PT Angkasa Pura I Audited 66.407 81.597 148.004 146.026 1.978 2,20
12 PT Perusahaan Gas Audited 65.468 18.999 84.467 80.292 4.175 1,23
Negara Tbk
17 PT Aneka Tambang Audited 49.027 21.852 70.879 58.049 12.830 1,18
Tbk
18 PT Krakatau Steel Audited 46.904 35.785 82.689 84.664 -1.975 1,81
19 PT. Bukit Asam Audited 40.212 36.120 76.332 76.098 234 1,89
(Persero),Tbk.
20 PT Taspen (Persero) Audited 35.688 39.747 75.435 73.017 2.418 2,05
21 Perum Perhutani Audited 35.543 37.494 73.037 70.188 2.849 1,97
22 PT Timah (Persero) Audited 30.495 6.993 37.488 13.918 23.570 0,46
Tbk
26 PT Askes (Persero) Audited 27.618 46.219 73.837 72.453 1.384 2,62
27 Perum Peruri Audited 26.698 43.100 69.798 69.698 100 2,61
28 PT. PERKEBUNAN Audited 25.834 22.392 48.226 47.749 477 1,85
NUSANTARA III
(PERSERO)
29 PT Bank Tabungan Audited 20.661 20.190 40.851 32.579 8.272 1,58
Negara
30 PT Asuransi Ekspor Audited 19.372 65.675 85.047 83.719 1.328 4,32
Indonesia
33 Perum Pegadaian Audited 16.828 18.960 35.788 33.728 2.060 2,00
37 PT Semen Gresik Audited 13.670 13.833 27.503 20.859 6.644 1,53
(Persero) Tbk
38 PT Kawasan Berikat Audited 13.414 20.600 34.014 36.276 -2.262 2,70
Nusantara
39 PT Asean Aceh Audited 13.254 5.753 19.007 18.852 155 1,42
Fertilizer
41 PT Bio Farma Audited 11.583 12.321 23.904 23.855 49 2,06
(Persero)
42 PT Asuransi Jasa Audited 11.554 11.544 23.098 23.942 -844 2,07
Indonesia
43 PT Kimia Farma Audited 11.026 18.933 29.959 29.867 92 2,71
(Persero) Tbk
46 PT Garuda Indonesia Audited 8.558 4.225 12.783 7.401 5.382 0,86
(Persero)
47 PT Pelabuhan Audited 8.527 8.258 16.785 16.719 66 1,96
Indonesia IV
(Persero)
50 PT. Pelayaran Audited 7.536 11.852 19.388 19.194 194 2,55
Nasional Indonesia
52 Perum Perumnas Audited 7.423 8.769 16.192 13.232 2.960 1,78
54 PT Wijaya Karya Audited 7.095 8.879 15.974 15.903 71 2,24
(Persero) Tbk.
55 PT Asuransi ABRI Audited 6.929 13.755 20.684 19.888 796 2,87
61 PT Waskita Karya Audited 5.237 5.888 11.125 10.966 159 2,09
62 PT. Permodalan Audited 5.015 4.210 9.225 7.729 1.496 1,54
Nasional Madani
(Persero)
63 Perum Jasa Tirta II Audited 4.866 6.841 11.707 10.949 758 2,25
64 PT Adhi Karya Audited 4.768 3.772 8.540 8.027 513 1,68
(Persero) Tbk.
65 PT Semen Baturaja Audited 4.652 9.080 13.732 12.341 1.391 2,65
68 Jaminan Kredit Audited 4.459 12.153 16.612 16.521 91 3,71
Indonesia
69 PT Kereta Api Audited 4.155 6.018 10.173 10.063 110 2,42
Indonesia
70 PT PANN (Persero) Audited 3.802 9.283 13.085 12.550 535 3,30
71 PT INKA (Persero) Audited 3.732 10.317 14.049 13.889 160 3,72
72 PT PAL Indonesia Audited 3.273 11.191 14.464 14.377 87 4,39
74 PT Inhutani III Audited 3.150 1.658 4.808 3.995 813 1,27
76 PT Hutama Karya Audited 2.867 2.766 5.633 5.593 40 1,95
77 PT Jakarta Industrial Audited 2.743 2.294 5.037 4.951 86 1,80
Estate Pulogadung
79 PT Bhanda Ghara Audited 2.493 5.664 8.157 8.077 80 3,24
Reksa
80 PT Ind. Sandang Audited 2.372 17.354 19.726 18.671 1.055 7,87
Nusantara
83 PT Hotel Indonesia Audited 2.039 5.287 7.326 7.188 138 3,53
Natour
85 PT Kertas Kraft Aceh ( Audited 1.861 500 2.361 2.299 62 1,24
Persero )
86 PT. Biro Klasifikasi Audited 1.779 1.974 3.753 3.749 4 2,11
Indonesia (Persero)
87 PT Inhutani II Audited 1.731 2.040 3.771 2.740 1.031 1,58
89 PT GARAM (Persero) Audited 1.654 1.084 2.738 2.759 -21 1,67
90 PT. Primissima Audited 1.585 4.347 5.932 6.048 -116 3,82
(Persero)
91 Perum Jasa Tirta I Audited 1.507 1.823 3.330 3.331 -1 2,21
92 PT Nindya Karya Audited 1.332 3.460 4.792 4.704 88 3,53
(Persero)
93 PT Inhutani IV Audited 1.309 2.289 3.598 2.135 1.463 1,63
95 PT Bahana PUI Audited 1.099 524 1.623 446 1.177 0,41
98 PT Bahtera Adhiguna Audited 979 1.187 2.166 2.026 140 2,07
99 PT PDI Pulau Batam Audited 938 2.872 3.810 3.708 102 3,95
100 PERUM PNRI Audited 930 434 1.364 1.184 180 1,27
102 PT Iglas (Persero) Audited 835 1.132 1.967 1.939 28 2,32
104 PT Kawasan Industri Audited 606 522 1.128 1.501 -373 2,48
Makassar (Persero)
105 PT Industri Soda Audited 586 498 1.084 1.045 39 1,78
Indonesia
106 PT Istaka Karya Audited 548 602 1.150 931 219 1,70
107 PT Sang Hyang Seri Audited 547 1.262 1.809 1.791 18 3,27
(Persero)
108 PT Virama Karya Audited 533 703 1.236 1.172 64 2,20
111 PT Brantas Abipraya Audited 395 780 1.175 1.121 54 2,84
(Persero)
113 PT Indah Karya Audited 290 481 771 752 19 2,59
115 Perum Prasarana Audited 280 469 749 734 15 2,62
Perikanan Samudera
(PPPS)
116 PT Bina Karya Audited 268 200 468 443 25 1,65
117 PT Kawasan Industri Audited 267 213 480 465 15 1,74
Wijayakusuma
120 PT Amarta Karya Audited 238 547 785 774 11 3,25
121 PT Indra Karya Audited 233 155 388 413 -25 1,77
122 PT Kawasan Industri Audited 206 55 261 246 15 1,19
Medan (Persero)
123 PT Kertas Leces Audited 200 705 905 818 87 4,09
(Persero)
124 PT Boma Bisma Indra Audited 186 98 284 254 30 1,37
(Persero)
125 PT Semen Kupang Audited 135 68 203 142 61 1,05
126 PT Batan Teknologi Audited 126 301 427 400 27 3,17
127 PT Tirta Raya Mina Audited 125 117 242 198 44 1,58
128 PT Balai Pustaka Audited 124 86 210 172 38 1,39
(Persero)
129 Perum Damri Audited 91 1.083 1.174 1.102 72 12,11
131 PT ASDP Indonesia Audited 55 102 157 215 -58 3,91
Ferry (Persero)
132 PT Industri Kapal Audited 50 57 107 109 -2 2,18
Indonesia (Persero)
Bina Lingkungan
Tahun
(Rp.Juta)
7 PT Jasa Marga (Persero) Audited 1.402 2.503 46 3.951 1.639 2.312
Tbk.
10 PT Angkasa Pura II Audited 1.122 9.012 707 10.841 2.237 8.604
(Persero)
11 PT Asuransi ABRI Audited 1.021 462 56 1.539 321 1.218
12 PT Angkasa Pura I Audited 1.003 2.400 84 3.487 3.186 301
16 PT Asuransi Kerugian Audited 823 2.309 42 3.174 2.757 417
Jasa Raharja
17 PT Askes (Persero) Audited 668 1.566 33 2.267 1.619 648
18 PT Taspen (Persero) Audited 662 1.766 262 2.690 1.638 1.052
19 Perum Peruri Audited 633 348 18 999 664 335
20 PT Bank Rakyat Audited 391 3.000 46 3.437 3.152 285
Indonesia Tbk (Persero)
24 PT Bio Farma (Persero) Audited 279 998 4 1.281 1.176 105
34 PT Pupuk Sriwidjaja Audited 135 4.276 55 4.466 3.825 641
(Persero)
53 PT Sang Hyang Seri Audited 14 27 2 43 30 13
(Persero)
RESTRUKTURISASI
dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal
perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Restrukturisasi dilakukan dengan maksud
untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional.
Program restrukturisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memberikan manfaat berupa
dividen dan pajak kepada Negara, menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen
dan memudahkan pelaksanaan privatisasi.
KINERJA BUMN
Neraca
(Rp.Juta)
Tahun Total Aktiva Total Ekuitas Penjualan Laba Usaha Laba Bersih
2009 2.234.000.000,00 574.000.000,00 986.000.000,00 154.000.000,00 88.000.000,00
BUMN Laba
(Rp.Juta)
BUMN Rugi
(Rp.Juta)
Kembali ke atas
VISI DAN MISI KEMENTERIAN BUMN
Sebagai institusi pemerintah yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam rangka mengelola
aset negara, Kementerian BUMN memiliki visi dan misi sebagai berikut:
Visi :
"Meningkatkan peran BUMN sebagai instrumen negara untuk peningkatan kesejahteraan rakyat
berdasarkan mekanisme korporasi"
Misi :
Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, Kementerian BUMN menetapkan misi sebagai berikut:
1. Peningkatan kualitas pengelolaan BUMN yang semakin transparan dan akuntabel
2. Peningkatan peran BUMN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan pendapatan
negara
3. Peningkatan kualitas pelaksanaan penugasan pemerintah untuk pelayanan umum
4. Peningkatan peran BUMN dalam keperintisan usaha dan pengembangan UMKM
5. Mewujudkan sistem pengelolaan BUMN berbasis mekanisme korporasi
6. Peningkatan peran BUMN untuk percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional
Kembali Ke Atas
PROGRAM DAN KEBIJAKAN KEMENTERIAN BUMN 2005-2009