Professional Documents
Culture Documents
SINDROMA APERT
tengkorak tumbuh normal dan mempengaruhi bentuk kepala dan wajah . Sindroma
Apert terjadi sekitar 1 dalam 160.000 – 200.000 kelahiran hidup dan mengenai laki-
laki dan wanita secara seimbang. Kelainan ini disebabkan oleh mutasi genetik dalam
Mutasi dapat merupakan pewarisan dari orang tua yang menderita Sindroma
Apert atau dapat pula merupakan mutasi spontan yang baru. Gen FGFR2 ini
antara beberapa fungsi protein tersebut, protein ini memberikan sinyal sel-sel muda
Sindrom Apert diturunkan dalam pola autosomal dominan, yang berarti satu
salinan gen berubah dalam setiap sel cukup untuk menyebabkan gangguan ini.
Hampir semua kasus sindrom Apert hasil dari mutasi baru pada gen, dan terjadi
pada orang yang tidak memiliki riwayat gangguan dalam keluarga mereka. Individu
generasi berikutnya. Sebagian besar sindroma Apert terjadi secara sporadik, artinya
mutasi terjadi secara spontan dan tidak diturunkan dari orang tua ( orang tua tidak
membawa mutasi pada FGFR2 ). Sporadik pada sindroma Apert dapat terjadi pada
berbagai tahap perkembangan embrio dan janin. Namun , jika salah satu orang tua
Apert juga.
bagian tengah, fusi jari-jari tangan dan kaki, brahicefali, akrosefali, tulang kepala
mengalami fusi prematur tulang tengkorak. Kepala tidak dapat tumbuh secara
normal, yang menyebabkan penampilan cekung di tengah wajah, mata melotot dan
individu dengan sindrom Apert dari normal sampai cacat intelektual ringan atau
Individu dengan sindrom Apert mempunyai jari dengan berselaput atau dapat
juga menyatupada bagian jari tangan dan kaki. Tingkat keparahan fusi bervariasi,
paling sedikit, tiga digit pada setiap tangan dan kaki yang menyatu bersama-sama.
Dalam kasus yang paling parah, semua jari tangan dan kaki yang menyatu.
Beberapa individu dengan sindrom Apert, umumnya mungkin memiliki jari tangan
atau kaki ekstra (polydactyly). Tambahan tanda dan gejala sindrom Apert yakni
berminyak dengan jerawat parah, bercak hilang rambut di alis, fusi tulang-tulang
belakang di leher (vertebra cervical), dan infeksi telinga yang berulang dapat
yang prominen, maxilla yang mengarah ke belakang, sudut mulut yang menurun,
celah pada palatum, malposisi gigi, crowding teeth, erupsi gigi yang terlambat, linggir
alveolar yang tebal, maloklusi dan deformitas lengkung palatum keras yang disebut
yang terdiri dari ahli bedah kraniofasial, bedah saraf, bedah mulut, spesialis THT,
Pada kasus jurnal tersebut, terdapat seorang anak laki-laki, 9 tahun, dirujuk
oleh dokter gigi di Puskesmas Pasundan ke klinik Special Dental Care bagian Bedah
Mulut Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Keluhan utama pasien
adalah banyaknya gigi-geligi yang berlubang, dan keluarga pasien ingin gigi-geligi
dekstra dan sinistra mengalami fusi. Pemeriksaan ekstra oral menunjukkan adanya
kelainan pada struktur kraniofasial antara lain dismorfik wajah, mata strabismus dan
exopthalmus.
Dari pemeriksaan intra oral didapat diagnosa gangren radiks pada gigi 55, 53,
52, 62, 63, 64, 75, 74, 73, 83, 84, dan 85 serta periodontitis apikalis kronis et causa
gangren pulpa gigi 4, yang direncanakan untuk diekstraksi. Hiperemi pulpa gigi 21
Gigi permanen yang telah erupsi adalah 16, 11, 21, 24, 26, 36, 32, 31, 36.
Perawatan gigi yang pertama dilakukan adalah instruksi penyikatan gigi yang
dilanjutkan dengan pembersihan karang gigi. Instruksi penyikatan gigi ini diulang
pada setiap kunjungan. Pencabutan gigi-geligi dilakukan dibawah anestesi lokal dan
perawatan gigi dan mulutnya terutama karena kompleksnya kelainan yang terdapat
dalam rongga mulutnya yang meliputi malposisi gigi-geligi, terlambatnya erupsi gigi,
lengkung palatum yang tinggi dan sempit, linggir alveolar yang menebal, dan celah
langit-langit. Selain kelainan yang terdapat dalam rongga mulutnya, anak dengan
sindroma Apert kemungkinan besar memiliki kelainan pada organ lainnya seperti
karena hipersalivasi dan refleks muntah pasien yang tinggi. Begitu pula dengan
pemilihan semen glass ionomer sebagai bahan restorasi gigi 36 juga dengan