You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hutan merupakan paru-paru bumi tempat berbagai satwa hidup, pohon-
pohon, hasil tambang dan berbagai sumberdaya lainnya yang bisa kita dapatkan
dari hutan yang tak ternilai harganya bagi manusia. Hutan juga merupakan
sumberdaya alam yang memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia,
baik manfaat tangible yang dirasakan secara langsung, maupun intangible yang
dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu,
satwa, dan hasil tambang. Sedangkan manfaat tidak langsung seperti manfaat
rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air, pencegahan erosi.
Keberadaan hutan, dalam hal ini daya dukung hutan terhadap segala aspek
kehidupan manusia, satwa dan tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi rendahnya
kesadaran manusia akan arti penting hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan
hutan. Hutan menjadi media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk
hidup lainnya dengan faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan
merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung kehidupan
(Reksohadiprojo, 2000).
Mengingat pentingnya arti hutan bagi masyarakat pada umumnya, maka
peranan dan fungsi hutan tersebut perlu dikaji lebih lanjut. Pemanfaatan
sumberdaya alam hutan apabila dilakukan sesuai dengan fungsi yang terkandung
di dalamnya, seperti adanya fungsi lindung, fungsi suaka, fungsi produksi, fungsi
wisata dengan dukungan kemampuan pengembangan sumberdaya manusia, ilmu
pengetahuan dan teknologi, akan sesuai dengan hasil yang ingin dicapai.

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan pengertian, fungsi, jenis dan pengolahan hasil hutan Indonesia?
2. Sebutkan produk hutan Indonesia?
3. Jelaskan peran hutan dan kehutanan terhadap APBN?
4. Sebut dan jelaskan faktor penyebab kerusakan hutan dan cara
mengatasinya?

1
1.3 Tujuan
1. Memaparkan pengertian, fungsi, jenis dan pengolahan hasil hutan
Indonesia.
2. Memaparkan produk hutan Indonesia.
3. Memarkan peran hutan dan kehutanan terhadap APBN.
4. Memaparkan faktor penyebab kerusakan hutan dan cara mengatasinya.

1.4 Manfaat
Secara umum makalah ini mempunyai manfaat teoritis maupun manfaat
praktis. Selain itu, penulisan ini dapat digunakan sebagai tinjauan awal dari aspek
teoritis penyelesaian berbagai kasus terkait hutan dan kehutanan.
Manfaat praktis dari makalah ini adalah dapat digunakan sebagai bahan
acuan bagi pengambil kebijakan untuk menyusun langkah-langkah strategis dalam
membenahi masalah terkait dengan hutan dan kehutanan. Selain itu makalah ini
juga mempunyai beberapa manfaat antara lain :
1. Bagi mahasiswa
a.) Memberikan pemahaman akan pentingnya hutan dan kehutanan.
b.) Memberikan gambaran mengenai analisis hutan dan kehutanan.
c.) Mendukung pembelajaran pada mata kuliah yang berkaitan dengan
matakuliah ekonomi sumber daya alam.
2. Bagi Pengajar
a.) Memberikan motivasi kepada pengajar mengenai pentingnya materi
hutan dan kehutanan.
b.) Mendeskripsikan hubungan/ korelasi pentingnya aspek hutan dan
kehutanan dengan kegiatan perekonomian.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. A. Pengertian Hutan dan Kehutanan


Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 1 Ayat (1), Hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu
dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Dari definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur-unsur yang meliputi :
a. Suatu kesatuan ekosistem
b. Berupa hamparan lahan
c. Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
d. Mampu memberi manfaat secara lestari.
Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang dinamakan hutan,
merupakan rangkaian kesatuan komponen yang utuh dan saling ketergantungan
terhadap fungsi ekosistem di bumi. Sedangkan pengertian kehutanan adalah suatu
praktik untuk membuat, mengelola, menggunakan dan melestarikan hutan untuk
kepentingan manusia. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 41 tahun
1999 tentang kehutanan, definisi kehutanan adalah sistem pengurusan yang
bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang
diselenggarakan secara terpadu.

B. Fungsi hutan
Hutan merupakan sumber daya biologis yang penting di kehidupan
manusia. Hutan telah dimanfaatkan bagi kehidupan manusia sejak jaman primitif,
sampai sekarang pun hutan masih mempunyai manfaat dan fungsi yang sangat
vital bagi kehidupan manusia. Adapun fungsi hutan yaitu :
a. Mengatur tata air, mencegah dan membatasi banjir, erosi serta memelihara
kesuburan tanah.
b. Menyediakan hasil hutan untuk keperluan masyarakat pada umumnya dan
khususnya untuk keperluan pembangunan industry dan ekspor sehingga
menunjang pembangunan ekonomi nasional pada umumnya.
c. Melindungi suasana iklim dan member daya pengaruh yang baik.
d. Memberikan keindahan alam pada umumnya dan khususnya dalam bentuk
cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, serta sebagai laboratorium untuk
ilmu pengetahuan, pendidikan dan pariwisata.
e. Merupakan salah satu unsur strategi pembangunan nasional.

C. Jenis-Jenis Hutan
1. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Iklim :
a. Hutan Hujan Tropika, adalah hutan yang terdapat didaerah tropis dengan
curah hujan sangat tinggi. Hutan jenis ini sangat kaya akan flora dan
fauna. Di kawasan ini keanekaragaman tumbuh-tumbuhan sangat tinggi.
Luas hutan hujan tropika di Indonesia lebih kurang 66 juta hektar Hutan
hujan tropika berfungsi sebagai paru-paru dunia. Hutan hujan tropika
terdapat di Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
b. Hutan Monsun, disebut juga hutan musim. Hutan monsun tumbuh
didaerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi, tetapi mempunyai
musim kemarau yang panjang. Pada musim kemarau, tumbuhan di hutan
monsun biasanya menggugurkan daunnya. Hutan monsun biasanya
mempunyai tumbuhan sejenis, misalnya hutan jati, hutan bambu, dan
hutan kapuk. Hutan monsun banyak terdapat di Jawa Tengah dan Jawa
Timur.
2. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Terbentuknya
a. Hutan alam, yaitu suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami
yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati
beserta alam lingkungannya. Hutan alam juga disebut hutan primer, yaitu
hutan yang terbentuk tanpa campur tangan manusia.
b. Hutan buatan disebut hutan tanaman, yaitu hutan yang terbentuk karena
campur tangan manusia
3. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Jenis Tanamannya
a.Hutan Homogen (Sejenis), yaitu hutan yang arealnya lebih dari 75 %
ditutupi oleh satu jenis tumbuh-tumbuhan. Misalnya: hutan jati, hutan
bambu, dan hutan pinus.
b. Hutan Heterogen(Campuran), yaitu hutan yang terdiri atas bermacam-
macam jenis tumbuhan
4. Berdasarkan fungsinya hutan dapat di golongkan menjadi beberapa macam
yaitu:
a) Hutan lindung adalah kawasan hutan yang di peruntukan guna pengaturan
tata air dan pencegahan bencana bencana banjir dan erosi, serta
memelihara kesuburan tanah.
b) Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukan guna
memproduksi hasil hutan untuk keperluan masyarakat pada umumnya
dan khususnya untuk pembangunan, industry dan ekspor. Hutan produksi
dapat di bagi menjadi:
1. Hutan produksi dengan penebangan terbatas yaitu hutan produksi
yang hanya dapat di eksploitasi dengan cara tebang pilih.
2. Hutan produksi dengan penebangan bebas yaitu hutan produksi
yang dapat di eksploitasi baik dengan cara tebang pilih maupan
dengan cara tebang habis disertai dengan pembibitan alam atau
dengan pembibitan buatan.
c) Hutan suaka alam adalah kawasan hutan yang diperuntukan secara
khusus untuk perlindungan alam hayati lainnyaantara lain dapat di bagi
menjadi beberapa jenis yaitu:
1. Hutan suaka alam yang berhubungan dengan keadaan alam yang
khas, termasuk alam hewani dan alam nabati yang perlu dilindungi
untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang
selanjutnya disebut cagar alam.
2. Hutan suaka alam yang ditetapkan sebagai tempat hidup marga
satwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan
kebudayaan serta merupakan kekayaan dan kebanggaan nasional
atau yang sering di sebut dengan suaka marga satwa.
d) Hutan wisata adalah kawasan hutan yang diperuntukan secara khusus
untuk di bina dan dipelihara untuk kepentingan pariwisata atau
perburuan. Yaitu:
1. Hutan wisata (taman wisata) adalah hutan yang memiliki
keindahan alam baik keindahan nabati, hewani, maupun keindahan
alam lainnya yang memiliki corak yang khas untuk dimanfaatkan
bagi kepentingan rekreasi dan kebudayaan.
2. Hutan wisata yang di dalamnya terdapat satwa buru yang
memungkinkan di selenggarakannya perburuan yang teratur bagi
kepentingan rekreasi atau yang sering disebut dengan hutan buru.
D. Pengolahan Hasil Hutan
Pengelolaan Lingkungan Hidup di atur dalam Pasal 15 dan pasal 18, UU
No.23/1997 mencatatkan hal yang berhubungan dengan pelarangan terhadap
upaya-upaya perusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh perorangan
maupun kelompok. Usaha-usaha yang berdampak besar kepada penghancuran
lingkungan hidup tanpa memiliki analisa dampak lingkungan (pasal 15), tidak
memiliki/memperoleh izin usaha (usaha-usaha yang berdampak besar terhadap
LH) yang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai peraturan perundangan
(pasal 18). Hal yang berkaitan dengan hasil hutan adalah kegiatan pengolahan
hasil hutan, antara lain berupa industri penggergajian kayu. Industri penggergajian
kayu terdapat di Samarinda, Balikpapan, Pontianak, dan Cepu (Jawa Tengah,
untuk penggergajian kayu jati). Hasil dari industri ini berupa kayu gelondongan
(log/bulat), kayu gergajian, dan kayu lapis untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri dan ekspor. Ekspor kayu gergajian dan kayu lapis terutama kenegara
Jepang, Hongkong, Singapura, Amerika Serikat, dan Australia. Mulai Tahun 1985
pemerintah melarang ekspor kayu gelondongan dan mengubahnya menjadi ekspor
kayu olahan, yaitu berupa kayu gergajian, kayu lapis, atau berupa barang jadi
seperti mebel. Selain kayu gelondongan, yang terkena larangan ekspor adalah
rotan asalan. Tujuan adannya larangan ekspor kayu gelondongan dan rotan asalan
tersebut antara lain untuk membatasi eksploitasi yang berlebihan terhadap dua
jenis komoditas tersebut dan untuk meningkatkan lapangan kerja di bidang
industri perkayuan yang bersifat padat karya.
2.2 Produk Hutan Indonesia
Hutan di Indonesia memiliki tumbuhan yang beraneka ragam, terutama
yang berbentuk pohon. Secara keseluruhan, di Indonesia terdapat + 40.000 jenis
tumbuhan, 25.000 – 30.000jenis di antaranya adalah tumbuhan berbunga, yang
merupakan 10 % dari seluruh tumbuhan berbunga di dunia. Kekayaan hutan yang
melimpah ruah tersebut memberikan manfaat kepada penduduk Indonesia maupun
bangsa lain. Beberapa hasil hutan Indonesia yaitu:
• Kayu Bulat
Produksi hasil hutan utama yang dihasilkan dari hutan adalah kayu bulat.
• Kayu Gergajian
Kayu Gergajian adalah kayu hasil konversi kayu bulat dengan mengunakan
mesin gergaji, mempunyai bentuk yang teratur dengan sisi-sisi sejajar dan
sudut-sudutnya siku dengan ketebalan tidak lebih dari 6 cm dan kadar air tidak
lebih dari 18 %. Kayu Gergajian yang diolah langsung dari kayu bulat, wajib
didukung dengan dokumen yang sah.
• Kayu Lapis
Kayu Lapis adalah panel kayu yang tersusun dari lapisan veneer dibagian
luarnya, sedangkan dibagian intinya (core) bisa berupa veneer atau material
lain, diikat dengan lem kemudian dipress (ditekan) sedemikian rupa sehingga
menjadi panel yang kuat. Termasuk dalam artian ini adalah kayu lapis yang
dilapisi lagi dengan material lain.
• Produksi kayu olahan lainnya
Produksi kayu olahan lainnnya yang dicatat dalam statistik ini adalah produksi
Papan Blok, Finir, Kayu Chip, dan bubur kertas/pulp.
• Hasil Hutan Bukan Kayu
a. Rotan (Rotan Bulat)
Rotan bulat adalah rotan asalan yang dihasilkan dari hutan alam atau hasil
budidaya masyarakat di kawasan hutan. Potensi rotan Indonesia cukup besar
dan sebagian besar berasal dari provinsiprovinsi yang terletak di P. Sumatera,
P. Kalimantan dan P. Sulawesi. Di P. Jawa tanaman Rotan umumnya
dibudidayakan oleh Perum Perhutani.
b. Gondorukem
Gondorukem adalah getah dari pohon Pinus (Pinus merkusii) yang kemudian
diolah menjadi gondorukem. Kegunaan gondorukem adalah untuk bahan baku
industri kertas, keramik, plastik, cat, batik, sabun, tinta cetak, politur, farmasi,
kosmetik dll.
c. Terpentin
Terpentin adalah getah dari pohon Pinus (Pinus merkusii) yang kemudian
diolah menjadi terpentin. Kegunaan terpentin adalah untuk bahan baku industri
kosmetik, minyak cat, campuran bahan pelarut, antiseptik, kamper dan farmasi.
d. Minyak Kayu Putih
Minyak kayu putih adalah produk dari daun pohon kayu putih (Melaleuca
leucadendron) melalui proses penyulingan dihasilkan minyak kayu
putih. Kegunaan minyak kayu putih adalah untuk bahan farmasi.
e. Damar
Damar adalah hasil sekresi (getah) dari pohon Shorea sp, Vatica sp,
Dryobalanops sp, dan dari suku Dipterocarpaceae. Didalamnya termasuk
damar mata kucing dan damar gelap. Kegunaan damar adalah sebagai bahan
korek api, plastik, plester, vernis, lak dan lain sebagainya. Produksi damar pada
tahun 2008 tercatat sebesar 24.867 ton.
f. Sagu
Sagu adalah ekstrak tepung sagu yang diambil dari empulur pohon sagu
(Metroxylon Rumphii Mart) yang tumbuh secara alam (luar Jawa) dan tanaman
(Jawa).
g. Kopal
Kopal adalah getah dari pohon dammar (Agathis alba) yang kemudian diolah
menjadi kopal. Kegunaan kopal adalah untuk melapisi kertas agar tidak rusak
kalau ditulis dengan tinta.
2.4 Faktor – Faktor Kerusakan Hutan
Kerusakan hutan di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor,yaitu:
1.Kepentingan Ekonomi
Dalam mengelola hutan kepentingan ekonomi kelihatannya masih lebih
dominan daripada memikirkan kepentingan kelestarian ekologi. Akibatnya agenda
yang berdimensi jangka panjang yaitu kelestarian ekologi menjadi terabaikan.
Proses ini berjalan linear dengan akselerasi perekonomian global dan pasar bebas.
Pasar bebas pada umumnya mendorong setiap negara mencari komposisi
sumberdaya yang paling optimal dan suatu spesialisasi produk ekspor. Negara
yang kapabilitas teknologinya rendah seperti Indonesia cenderung akan
membasiskan industrinya pada bidang yang padat yaitu sumber daya alam. Hal ini
ditambah dengan adanya pemahaman bahwa mengexploitasi sumber daya alam
termasuk hutan adalah cara yang paling mudah dan murah untuk mendapatkan
devisa ekspor. Industrialisasi di Indonesia yang belum mencapai taraf kematangan
juga telah membuat tidak mungkin ditinggalkannya industri padat seperti itu.
Kemudian beban hutang luar negeri yang berat juga telah ikut membuat Indonesia
terpaksa mengexploitasi sumber daya alamnya dengan berlebihan untuk dapat
membayar hutang negara. Inilah yang membuat ekspor non- migas Indonesia
masih didominasi dan bertumpu pada produk-produk yang padat seperti hasil-
hasil sumber daya alam. Ekspor kayu, bahan tambang dan eksplorasi hasil hutan
lainnya terjadi dalam kerangka seperti ini. Ironisnya kegiatan-kegiatan ini sering
dilakukan dengan cara aktivitas-aktivitas illegal yang dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan besar atau kecil bahkan masyarakat yang akhirnya memperparah dan
mempercepat terjadinya kerusakan hutan.

2.Penegakan Hukum yang Lemah


Lemahnya penegakan hukum di Indonesia telah turut memperparah
kerusakan hutan Indonesia. Penegakan hukum barulah menjangkau para pelaku di
lapangan saja. Biasanya mereka hanya orang-orang upahan yang bekerja untuk
mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-harinya. Mereka hanyalah suruhan
dan bukan orang yang paling bertanggungjawab. Orang yang menyuruh mereka
dan paling bertanggungjawab sering belum disentuh hukum. Mereka biasanya
mempunyai modal yang besar dan memiliki jaringan kepada penguasa. Kejahatan
seperti ini sering juga melibatkan aparat pemerintahan yang berwenang dan
seharusnya menjadi benteng pertahanan untuk menjaga kelestarian hutan seperti
polisi kehutanan dan dinas kehutanan. Keadaan ini sering menimbulkan tidak
adanya koordinasi yang maksimal baik diantara kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan sehingga banyak kasus yang tidak dapat diungkap dan penegakan
hukum menjadi sangat lemah.

3.Mentalitas Manusia.
Manusia sering memposisikan dirinya sebagai pihak yang memiliki
otonomi untuk menyusun dalam perencanaan dan pengelolaan hutan, baik untuk
kepentingan generasi sekarang maupun untuk anak cucunya. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena manusia sering menganggap dirinya sebagai ciptaan yang lebih
sempurna dari yang lainnya. Pemikiran seperti ini menjadikan manusia sebagai
pusat. Bahkan posisi seperti ini sering ditafsirkan memberi lisensi kepada manusia
untuk “menguasai” hutan. Karena manusia memposisikan dirinya sebagai pihak
yang dominan, maka keputusan dan tindakan yang dilaksanakanpun sering lebih
banyak di dominasi untuk kepentingan manusia dan sering hanya memikirkan
kepentingan sekarang daripada masa yang akan datang. Akhirnya hutanpun
dianggap hanya sebagai sumber penghasilan yang dapat dimanfaatkan dengan
sesuka hati. Masyarakat biasa melakukan pembukaan hutan dengan berpindah-
pindah dengan alasan akan dijadikan sebagai lahan pertanian. Kalangan
pengusaha menjadikan hutan sebagai lahan perkebunan atau penambangan dengan
alasan untuk pembangunan serta menampung tenaga kerja yang akan mengurangi
jumlah pengangguran. Tetapi semua itu dilaksanakan dengan cara pengelolaan
yang exploitative dan akhirnya menimbulkan kerusakan hutan. Dalam struktur
birokrasi pemerintahan mentalitas demikian juga seakan-akan telah membuat
aparat tidak serius untuk menegakkan hukum dalam mengatasi kerusakan hutan
bahkan terlibat di dalamnya.

Kerusakan hutan akan menimbulkan beberapa dampak negatif yang besar


di bumi, seperti :
1.Efek Rumah Kaca (Green house effect).
Hutan merupakan paru-paru bumi yang mempunyai fungsi mengabsorsi
gas Co2. Berkurangnya hutan dan meningkatnya pemakaian energi fosil (minyak,
batubara dll) akan menyebabkan kenaikan gas Co2 di atmosfer yang
menyelebungi bumi. Gas ini makin lama akan semakin banyak, yang akhirnya
membentuk satu lapisan yang mempunyai sifat seperti kaca yang mampu
meneruskan pancaran sinar matahari yang berupa energi cahaya ke permukaan
bumi, tetapi tidak dapat dilewati oleh pancaran energi panas dari permukaan
bumi. Akibatnya energi panas akan dipantulkan kembali ke permukaan bumi oleh
lapisan Co2 tersebut, sehingga terjadi pemanasan di permukaan bumi. Inilah yang
disebut efek rumah kaca. Keadaan ini menimbulkan kenaikan suhu atau
perubahan iklim bumi pada umumnya. Kalau ini berlangsung terus maka suhu
bumi akan semakin meningkat, sehingga gumpalan es di kutub utara dan selatan
akan mencair. Hal ini akhirnya akan berakibat naiknya permukaan air laut,
sehingga beberapa kota dan wilayah di pinggir pantai akan terbenam air,
sementara daerah yang kering karena kenaikan suhu akan menjadi semakin
kering.

2.Kerusakan Lapisan Ozon


Lapisan Ozon (O3) yang menyelimuti bumi berfungsi menahan radiasi
sinar ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan di bumi. Di tengah-tengah
kerusakan hutan, meningkatnya zat-zat kimia di bumi akan dapat menimbulkan
rusaknya lapisan ozon. Kerusakan itu akan menimbulkan lubang-lubang pada
lapisan ozon yang makin lama dapat semakin bertambah besar. Melalui lubang-
lubang itu sinar ultraviolet akan menembus sampai ke bumi, sehingga dapat
menyebabkan kanker kulit dan kerusakan pada tanaman-tanaman di bumi.

3.Kepunahan Species
Hutan di Indonesia dikenal dengan keanekaragaman hayati di dalamnya.
Dengan rusaknya hutan sudah pasti keanekaragaman ini tidak lagi dapat
dipertahankan bahkan akan mengalami kepunahan. Dalam peringatan Hari
Keragaman Hayati Sedunia dua tahun yang lalu Departemen Kehutanan
mengumumkan bahwa setiap harinya Indonesia kehilangan satu species (punah)
dan kehilangan hampir 70% habitat alami pada sepuluh tahun terakhir ini.

4.Merugikan Keuangan Negara.


Sebenarnya bila pemerintah mau mengelola hutan dengan lebih baik, jujur
dan adil, pendapatan dari sektor kehutanan sangat besar. Tetapi yang terjadi
adalah sebaliknya. Misalnya tahun 2003 jumlah produksi kayu bulat yang legal
(ada ijinnya) adalah sebesar 12 juta m3/tahun. Padahal kebutuhan konsumsi kayu
keseluruhan sebanyak 98 juta m3/tahun. Data ini menunjukkan terdapat
kesenjangan antara pasokan dan permintaan kayu bulat sebesar 86 juta m3.
Kesenjangan teramat besar ini dipenuhi dari pencurian kayu (illegal loging). Dari
praktek tersebut diperkirakan kerugian yang dialami Indonesia mencapai Rp.30
trilyun/tahun. Hal inilah yang menyebabkan pendapatan sektor kehutanan
dianggap masih kecil yang akhirnya mempengaruhi pengembangan program
pemerintah untuk masyarakat Indonesia.

5.Banjir.
Dalam peristiwa banjir yang sering melanda Indonesia akhir-akhir ini,
disebutkan bahwa salah satu akar penyebabnya adalah karena rusaknya hutan
yang berfungsi sebagai daerah resapan dan tangkapan air (catchment area). Hutan
yang berfungsi untuk mengendalikan banjir di waktu musim hujan dan menjamin
ketersediaan air di waktu musim kemarau, akibat kerusakan hutan makin hari
makin berkurang luasnya. Tempat-tempat untuk meresapnya air hujan (infiltrasi)
sangat berkurang, sehingga air hujan yang mengalir di permukaan tanah
jumlahnya semakin besar dan mengerosi daerah yang dilaluinya. Limpahannya
akan menuju ke tempat yang lebih rendah sehingga menyebabkan banjir. Bencana
banjir dapat akan semakin bertambah dan akan berulang apabila hutan semakin
mengalami kerusakan yang parah. Tidak hanya akan menimbulkan kerugian
materi, tetapi nyawa manusia akan menjadi taruhannya. Banjir di Jawa Timur dan
Jawa Tengah adalah contoh nyata .

Alternatif Penanganan Kerusakan Hutan


Masalah utama yang dihadapi untuk menjaga kelestarian hutan adalah
penebangan liar dan kebakaran hutan. Untuk bisa mengatasi masalah tersebut
perlu adanya kerjasama antara pemerintah kabupaten, kepolisian dan instansi
terkait lainnya (WALHI, 2008).
Suatu praktek penebangan kayu hutan dengan lebih mengutamakan untuk
memberikan contoh pada masyarakat terhadap bagaimana melakukan penanaman
pohon yang baik di kawasan hutan merupakan salah satu cara yang dapat
ditempuh. Kriteria direktorat kehutanan mengenai tebang pilih Indonesia (TPI)
sebanarnya sudah cukup baik dan sesuai dengan Kriteria pengelolaan hutan yang
telah dirumuskan dalam pertemuan berbagai ahli hutan sedunia. Hanya saja
kriteria ini tidak berjalan karena lemahnya pengawasan. Lemahnya pengawasan
lapangan penebangan resmi juga memberi andil tingginya laju kerusakan hutan di
Indonesia (Soekotjo, 2007).
Penebangan liar/perambahan hutan sebagai penyebab kerusakan hutan
yang terjadi sangat erat kaitannya dengan permasalahan sosial ekonomi
masyarakat desa sekitar hutan yaitu terbatasnya lahan pertanian dan tingginya
permintaan komoditi pertanian. Sementara disisi lain program pengelolaan hutan
yang dijalankan oleh Perum Perhutani belum mencakup permasalahan tersebut.
Keterlibatan masyarakat sekitar hutan hanya sebatas pada pelaksana kegiatan
tumpangsari pada program reboisasi dan rehabilitasi hutan dengan waktu dan
manfaat yang terbatas. Hal tersebut menyebabkan masyarakat melakukan
perambahan ke dalam hutan. Untuk dapat mengatasi masalah tersebut, dibutuhkan
pengelolaan hutan secara bersama antara masyarakat desa sekitar hutan, Perum
Perhutani, Pemda dan pihak lain yang mampu menfasilitasi kerjasama tersebut.
Dengan demikian hasilnya bisa dinikmati untuk masa yang akan datang (Maulana,
2007; kaban 2007). Masyarakat sekitar hutan mau terlibat dalam kerjasama
pengelolaan didasari keinginan mendapatkan manfaat ekonomi dari sumberdaya
hutan. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat desa sekitar hutan harus disertai
dengan program pembinaan kesejahteraan masyarakat (Maulana, 2007).
Penanaman hutan secara intensif menjadi pilihan terbaik untuk
memperbaiki hutan Indonesia karena bisa diperidiksi sehingga kebutuhan kayu
bisa diperhitungkan tanpa harus merusak habitat hutan alam yang masih baik
(Soekotjo, 2007). Gerakan rehabilitasi hutan dan lahan, Indonesia menanam dan
penghijauan dari 2004-2007, dan gerakan penanaman nasional seratus juta pohon
pada November 2008 adalah suatu contoh penerapan metode ini dan perlu
dilakukan secara berkesinambungan. Hal ini dapat menurunkan emisi gas rumah
kaca, mencegah banjir, meningkatkan upaya konservasi sumber daya genetik dan
meningkatkan kesadaran masyarakat. Kegiatan ini, dapat menjadikan lahan hijau
di dalam dan di luar kawasan hutan agar mampu memberikan fungsi ekologi, nilai
estetika dan penyerapan karbon (Daryono, 2008). Indonesia dengan program
penanaman ini telah terbukti mampu menekan kerusakan hutan. Sebelum ada
program penanaman, tingkat degradasi hutan mencapai 2,83 juta ha/tahun dan
setelah program penanaman turun menjadi 1,08 juta/tahun (sekitar 60%). Lahan
kritis seluas 59,3 juta ha sudah berhasil ditekan menjadi 30 juta ha/tahun
(DEPHUT, 2003). Kerusakan hutan akibat kegiatan industri perlu mendapat
perhatian khusus pemerintah. WALHI (2003) melaporkan bahwa pemerintah
hanya sibuk mengawasi masalah penyediaan bahan kayu tanpa mengatasi masalah
over-kapasitas industri kayu yang juga menjadi salah satu akar masalah
kehancuran hutan Indonesia. Kebijakan moratorium on logging (jeda penebangan)
merupakan satu-satunya strategi yang dapat menyelamatkan hutan tropis sebelum
seluruh hutan-hutan alam hancur akibat kegiatan industri. Kebijakan ini dapat
dilakukan secara bertahap dengan menjalankan langkah-langkah berikut ini secara
berurutan: penghentian pemberian ijin-ijin baru lelang hak pengusaha hutan
(HPH), penurunan kapasitas industri perkayuan, persiapan sosial dan penyediaan
lapangan pekerjaan bagi pekerja sektor kehutanan dalam proyek nasional
rehabilitasi, penghentian sementara seluruh aktivitas penebangan, rekalkulasi
sumberdaya hutan dan penutupan ulang seluruh kebijakan disektor industri
kehutanan. Moratorium logging memberikan keuntungan ganda bagi pemerintah
dalam memberantas illegal dan dextructive logging, mendorong insentif
perusahaan untuk merahabilitasi kawasan hutan dan dalam jangka panjang akan
menyelamatkan sumber daya hutan Indonesia (WALHI, 2003).
Hutan Indonesia tidak akan menjadi baik apabila pemerintah hanya
mengejar pendapatan Negara dan demi kepentingan pemodal. Langkah
penyelamatan hutan, termasuk pemeberantasan illegal dan dextructive logging
hanya mungkin tercapai apabila ada kebijakan koheren antar sektor departemen
kehutanan, departemen perindustrian dan perdagangan, aparat penegak hukum
dengan pelibatn sejati seluruh pihak terutama komunitas-komunitas masayarakat
yang tinggal di lingkungan hutan. Keputusan bersama Departemen Kehutanan dan
Departemen Perindustrian dan Perdagangan tahun 2001 yang telah mengeluarkan
larangan ekspor kayu bulat (log) dan bahan baku serpih, penurunan jatah tebang
(jumlah yang boleh ditebang oleh pengusaha hutan) menjadi 6,8 juta m3 setahun
pada tahun 2003, 5.7 m3 setahun di tahun 2004, pembentukan badan revitalisasi
industri kehutanan (BRIK) yang bertugas untuk menyesuaikan tugas produksi
industri kehutanan dengan ketersediaan bahan baku dari hutan, pemberantasan
illegal logging dan rehabilitasi hutan melalui gerakan nasional rehabilitasi hutan
dan lahan (GNRHL) (Anonimous, 2007), merupakan langkah yang sudah sangat
efektif yang dilakukan pemerintah Indonesia. Hanya saja realisasi penerapannya
dilapangan perlu benar-benar diperhatikan dengan pengawasan secara bersama.
Hal penting lainnya yang bisa diterapakan untuk menjaga kelestarian
hutan adalah penerapan teknologi dalam penelitian dan survei hutan harus
diaplikasiakan, misalnya geographic information systems (GIS) yang
diaplikasikan untuk studi operasi dan dinamik hutan. Selama 20 tahun terakhir,
berbagai teknologi baru untuk mengakses sumber daya hutan meliputi
mikrokomputer, survei jarak jauh lewat satelit resolusi rendah dan tinggi, GIS dan
Geographic positioning systems (GPS). Parameter inventori harus membantu kita
untuk memahami status keragaman biologi di hutan atau untuk mengetahui
kesehatan hutan dan vitalitas secara lebih baik (Lanly¸1997). Selain itu,
pendidikan sejak dini dan penanaman nilai kebudayaan seperti kearifan lokal juga
bisa diterapkan.
Kerusakan hutan akibat kebakaran perlu mendapat perhatian secara serius
bagaimana bisa dicegah atau diminimalisir. Program pengawasan kebakaran hutan
juga perlu diterapkan dan juga harus dilakukan kersama antara semua pihak yang
dapat menfasilitasi program tersebut.
Peraturan pemerintah terkait pelarangan illegal logging seolah hanya
menjadi arsip rumah laba-laba jika kita melihat keaslian di lapangan. Peraturan
yang dibuat masih belum membuat jera masyarakat, tetap saja tanpa
sepengetahuan petugas atau mantri kehutanan mereka mengambil dan melakukan
pencurian kayu. Tidak ada pihak yang bisa disalahkan atas hal ini, melainkan
upaya bersama untuk mewujudkan masyarakat yang peduli terhadap hutan
Indonesia. Seketat aturan apapun masih kalah efektif daripada sadarnya
masyarakat akan fungsi hutan bagi mereka dan negara. Upaya-upaya strategis
harus digalakkan oleh Departemen Kehutanan untuk mulai menyadarkan
masyarakat. Meskipun sebagian masyarakat sebenarnya sudah mengetahui betapa
pentingnya kelestarian hutan, mereka masih diam karena jumlah dan pengaruhnya
yang masih kecil. Oleh karena itu, upaya strategis harus diupayakan untuk
mengalihkan paradigma masyarakat akan hutan sebagai lahan eksploitasi menjadi
hutan sebagai salah satu bagian dari mereka.
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kehutanan juga mengeluarkan
beberapa kebijakan (policy) yang diharapkan mampu menyelamatkan kekayaan
alam berupa hutan tropis yang tersebar di seluruh penjuru nusantara. Salah satu
kebijakannya adalah tentang upaya penyelamatan hutan mangrove yang
selanjutnya pada tahun 1992 dibentuk Pusat Informasi Mangrove (Mangrove
Information Center).
Mangrove Information Center (MIC) merupakan proyek kerjasama antara
Pemerintah Indonesia melalui Proyek Pengembangan Pengelolaan Hutan
Mangrove Lestari dan Pemerintah Jepang melalui Lembaga Kerjasama
Internasional Pemerintah Jepang melalui Japan International Corporation Agency
(JICA).
Proyek kerjasama ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahap pertama dimulai
pada tahun 1992 dan berakhir tahun 1997. Pada tahapan ini, Pemerintah Jepang
mengirim team untuk melakukan identifikasi hal-hal apa saja yang dibutuhkan
dan dilakukan. Dari hasil identifikasi ini, dibentukalan team bersama antara
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang dan selanjutnya sepakat untuk
membangun Proyek Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari. Proyek ini bertujuan
untuk mengidentifikasi dan mengekplorasi teknik-teknik reboisasi yang bisa
dilakukan untuk pemulihan (recovery) kondisi hutan mangrove yang sudah
mengalami kerusakan. Teknik yang ditemukan adalah tentang bagaimana cara
persemaian bibit dan penanaman mangrove. Selain itu, diterbitkan juga buku
panduan penanaman mangrove. Hasil yang dicapai pada tahap ini adalah
penentuan model pengelolaan hutan mangrove lestari, penerbitan beberapa buku
seperti; buku panduan (guide book) persemaian bibit dan penanaman mangrove,
buku-buku yang berkaitan dengan mangrove, dan reboisasi atau penanaman
mangrove seluas 253 hektar di kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA).
Usaha reboisasi hutan mangrove yang telah dilakukan oleh The Mangrove
Information Center memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat di Kota
Denpasar dan Kabupaten Badung karena persediaan untuk konsumsi oksigen
sudah tersedia di tempat ini dan meningkatkan rasa aman dari bencana tsunami
bagi masyarakat yang berdekatan dengan hutan mangrove tersebut. Selain itu,
kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya pelestarian hutan
mangrove semakin meningkat. Ini dibuktikan dengan semakin banyaknya
sekolah-sekolah (dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi) dan industri
pariwisata dengan secara sukarela untuk ikut serta menanam pohon mangrove di
beberapa tempat seperti di kawasan konservasi The Mangrove Information Center
dan Pulau Serangan yang bibit-bibit pohon mangrovenya disediakan oleh pihak
The Mangrove Information Center. Usaha lain yang dilakukan oleh The
Mangrove Information Center untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian
masyarakat tentang pentingnya pelestarian lingkungan adalah dengan membuka
kegiatan wisata alam (ecotourism) sehingga masyarakat dapat melihat, menikmati
dan berinteraksi dengan lingkungan secara langsung di kawasan hutan mangrove
tersebut.

You might also like